Anda di halaman 1dari 6

GAKI

Perjalanan penyakit
Gangguan karena kekurangan iodium tidak bergantung usia, seluruh usia
dapat mengalami penyakit ini, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa,
hingga orang tua. Perjalanan penyakit ini termasuk lambat, karena dalam
tubuh terdapat suatu sistem cadangan iodium yang dapat digunakan selama
2-3 bulan baru iodium itu akan habis (Guyton, 2008). Setelah cadangan
iodium itu habis, barulah timbul manifestasi gangguan akibat kekurangan
iodium misalnya pembesaran kelenjar tiroid. Awalnya kelenjar tiroid tidak
besar dan tidak terlihat tetapi lama kelamaan perbesaran kelenjar tiroid
semakin tampak. Pada tingkat ringan atau sedang, penyakit ini dapat diatasi
dengan pemberian iodium. Apabila sudah parah dan dengan pemberian
iodium tidak menunjukan perbaikan, maka perlu dilakukan tindak
pembedahan(Guyton, 2008). Penyakit ini sangat kecil kemungkinan
menyebabkan kematian, dampak yang paling mengganggu dari penyakit ini
adalah bahwa penyakit ini dapat menurunkan tingkat kecerdasan dan
produktivitas kerja seseorang yang berdampak pada sosial ekonomi
seseorang yaitu meningkatnya kebodohan dan kemiskinan dalam masyarakat
(Wiwanitkit, 2007).
Patogenesis
Tubuh kita memiliki sistem keseimbangan iodida. Iodida masuk kedalam
lambung dalam bentuk ion iodida, kemudian ia akan diproses menjadi iodida
kemudian diserap di usus halus. Jumlah iodida yang dibuang sama dengan
jumlah iodida yang diserap setiap harinya, jika yang diserap lewat usus
adalah 500 mikrogram maka yang dibuang juga sejumlah 500 mikrogram,
sejumlah besar 485 mikrogram akan dibuang melalui urin dan sisanya 15
mikrogram akan dibuang melalui garam empedu. Cadangan iodida di cairan
ekstrasel adalah sebesar 150 mikrogram, sedangkan cadangan iodida
terbanyak ada di kelenjar tiroid itu sendiri yaitu sebesar 8000 mikrogram,
sisanya yaitu sebesar 600 mikrogram disimpan di hormon tiroksin atau
triiodotironin yang beredar dalam darah.
Pemasukan iodida kedalam kelenjar tiroid adalah dengan cara transpor aktif
menggunakan kanal ion Na-K-ATPase. Iodida akan terikat pada ion natrium
dan ikut masuk kedalam kelenjar tiroid dengan perantara ion natrim tersebut,
proses ini dinamakan trapping iodida. Setelah berada didalam sel tiroid,
iodida akan menjalankan fungsinya, yaitu iodida yang telah terlebih dahulu
dioksidasi oleh peroksidase menggunakan H2O2 akan digabung dengan
residu tirosil sehingga menghasilkan iodotirosin yang akan bergabung

dengan iodotirosin lainnya membentuk triiodotironin atau tiroksin di dalam


protein pengikat tiroglobulin (Robbert K. Murray et al, 2009).
Pada kondisi kekurangan iodium atau iodida, cadangan iodida tubuh akan
digunakan sehingga kondisi kekurangan itu tidak akan berdampak apapun
pada tubuh. Yang menjadi masalah adalah apabila kondisi kekurangan iodida
tersebut terjadi selama kurun waktu yang cukup lama, lebih dari 2 bulan
misalnya, sehingga menyebabkan tubuh kehabisan cadangan iodida (Guyton,
2008). Ketika tubuh kehabisan cadangan iodida, maka hormon tiroksin atau
triiodotironin yang dihasilkan akan berkurang, hal ini akan menimbulkan
manifestasi kekurangan hormon tiroid dalam tubuh. Kekurangan iodida
mencegah produksi hormon tiroksin dan triiodotironin. Akibatnya tidak
tersedia hormon yang dapat dipakai untuk menghambat produksi TSH oleh
hipofisis anterior, hal ini menyebabkan kelenjar hipofisis menyekresi banyak
sekali TSH (Guyton, 2008). Selanjutnya TSH merangsang sel-sel tiroid
menyekresi koloid tiroglobulin kedalam folikel, dan kelenjarnya tumbuh
semakin besar. Tetapi oleh karena iodida yang kurang, produksi tiroksin dan
triiodotironin tidak meningkat dalam molekul tiroglobulin dan oleh karena
itu tidak ada penekanan secara normal pada produksi TSH oleh kelenjar
hipofisis. Ukuran folikelnya menjadi sangat besar dan kelenjar tiroidnya
dapat membesar 10 sampai 20 kali ukuran normal (Guyton, 2008).
Pembahasan home visit
Evaluasi kasus pasien
Ibu P, usia 25 tahun, mengeluhkan benjolan dileher bagian depan bawah.
Beliau menyatakan bahwa benjolan tersebut sudah ada sejak tahun 2002 dan
semakin lama semakin membesar. Beliau menambahkan bila benjolan
tersebut tidak nyeri apabila ditekan dan ikut bergerak ketika menelan.
Ternyata ibu P juga sering merasakan keram dan kesemutan pada tangannya.
Disamping itu beliau juga menyatakan bila nafsu makan beliau turun, sering
mengantuk, dan semakin lama semakin tidak kuat melakukan aktivitas fisik
yang berat.
Dilihat dari hal-hal diatas, keluhan-keluhan yang dialami pasien mengarah ke
diagnosis kekurangan hormon tiroid. Benjolan pada leher pasien berlokasi di
lokasi kelenjar tiroid, tidak nyeri tekan karena memang kelenjar tiroid adalah
organ visceral tubuh jadi tidak menimbulkan nyeri, ikut bergerak ketika
menelan sebagaimana kelenjar tiroid yang ikut bergerak pada saat menelan.
Keram dan kesemutan pada tangan beliau adalah salah satu manifestasi khas
dari perbesaran kelenjar tiroid yang disebut carpal tunnel. Nafsu makan
menurun, sering mengantuk, dan semakin lama semakin tidak kuat
melakukan aktivitas berat adalah dikarenakan kurangnya hormon tiroksin

dan triiodotironin menyebabkan menurunnya metabolisme tubuh dan


produksi energi tubuh (Larry Jameson, 2010).
Ibu P mengaku telah berobat ke puskesmas pada tanggal 26 Mei 2011 dan
diberi 2 buah obat yang langsung dihabiskan saat itu juga kemudian diminta
cek setelah satu tahun untuk diperiksa apakah benjolannya bertambah besar
atau mengecil. Apabila benjolannya mengecil berarti ibu P dinyatakan
sembuh. Namun, apabila benjolan malah membesar atau ukurannya tetap,
dokter menyarankan ibu P untuk dilakukan operasi pada kelenjar tiroidnya.
Setelah mengecek pengobatan gangguan akibat kekurangan iodium dan
berdiskusi dengan dokter pembimbing, ternyata terapi yang diberikan kepada
pasien ini adalah terapi pemberian kapsul iodium satu kali selama satu tahun.
Diliteratur disebutkan bahwa pemberian kapsul iodium ini seharusnya hanya
satu selama satu tahun, namun pada pasien ini diberikan dua kapsul. Menurut
dokter pembimbing, yang memberikan kapsul itu bukanlah dokter melainkan
perawat, jadi disini dapat kita temukan suatu contoh praktek yang salah dari
seorang perawat dimana beliau memberi dosis obat yang berlebihan
(Djakomoeljanto, 2007).
Kami menanyai mengenai cara penyimpanan dan pemakaian garam ibu P.
Cara penyimpanan garam beliau sudah benar yaitu di dalam toples tertutup
dan jauh dari cahaya matahari, namun cara pemakaian garamnya lah yang
masih salah, yaitu penggunaan garam ketika awal memasak. Sebagaimana
kita ketahui bahwa merebus dapat menghilangkan kadar iodium dalam
garam hingga 50%, menggoreng 35%, memanggang 25%, dan memepes
10%.
Yang terkahir ibu P menanyakan mengenai kontrasepsi oral yang ia gunakan
dan apa hubungannya dengan penyakit yang dideritanya, mendengar
pertanyaan ibu P, kami langsung menjawab memang ada hubungan antara
penyakit yang ibu derita derita dengan alat kontrasepsi oral yaitu alat
kontrasepsi oral yaitu preparat estrogen akan meningkatkan jumlah dari
tiroid binding globulin sehingga menyebabkan jumlah hormon tiroid yang
beredar bebas yang dapat menimbulkan aksi akan berkurang (Larry Jameson,
2010).
Pada anamnesis sistem, data yang kami peroleh positif adalah pada sistem
cerebrospinal : pusing dan mudah mengantuk, sistem kardiovaskular :
berdebar-debar terutama setelah minum obat, hal ini dikarenakan obat
tersebut merangsang produksi tiroksin dan triiodotironin yang penting untuk
metabolisme tubuh, sistem respirasi : sesak napas terutama ketika
mengangkat beban, hal ini karena perbesaran kelenjar tiroid yang menekan

saluran napas, sistem integumentum : tangan teraba dingin terutama sebelum


minum obat, karena kekurangan tiroksin dan triiodotironin.
Pada anamnesis riwayat penyakit dahulu, pasien menyangkat semua riwayat
penyakit dahulu yang kami tanyakan seperti : apakah ibu pernah sakit seperti
ini sebelumnya? Apakah ibu pernah dirawat dirumah sakit? Apakah ibu
memiliki riwayat darah tinggi dan kencing manis? Semua pertanyaan itu
disangkal oleh sang pasien.
Pada anamnesis riwayat penyakit keluarga, ternyata kami dapati ada keluarga
pasien yaitu saudara dari nenek pasien yang mengalami benjolan di leher.
Dengan ditemukannya data tersebut kami langsung curiga adanya keterkaitan
penyakit ibu P dengan faktor keturunan. Riwayat penyakit keluarga lain
seperti riwayat keluarga yang pernah dirumah sakit dan riwayat darah
tinggi/kencing manis semua disangkal oleh ibu P.
Kami lanjutkan menanyai ibu P, sekarang kami tanyai yang berkaitan dengan
lingkungan tempat tinggal ibu P. Kami menanyakan mengenai makanan dan
pola makan beliau. Mengenai pola makan beliau menjawab pola makannya
teratur yaitu pada pagi, siang, dan malam hari, namun hanya sedikit tiap kali
makan. Mengenai jenis makanan yang dimakan, beliau mengtakan bahwa
beliau senang makan kol, singkong, dan kurang suka makanan yang asin.
Yang perlu kita tekankan disini adalah bahwa kol dan singkong adalah
makanan yang bersifat goitrogenik. Zat goitrogenik adalah zat yang dapat
mengganggu sintesis hormon tiroid, misalnya kalsium dan sayuran yang
termasuk golongan Brassica dan Cruciferae (kol, kembang kol, taoge
brussel, dan lobak cina) (Kumat et al, 2007). Disamping itu beliau
mengungkapkan apabila garam yang digunakan adalah garam yang
bentuknya kotak dan ternyata garam tersebut adalah garam yang tidak
mendapat fortifikasi iodium. Mengenai kebiasaan, ibu P adalah seorang
petani yang masih giat bekerja di sawah dan tidak merokok, kebiasaan
tersebut adalah kebiasaan yang baik, jadi kami meminta beliau untuk
melanjutkan kebiasaan tersebut. Kami dapati informasi baru lagi yaitu
ternyata tetangga ibu P juga ada yang menderita penyakit serupa, jadi yang
kami pikirkan adalah berarti ada keterkaitan lingkungan ibu P yang
menyebabkan beberapa warga didaerah itu mengidap penyakit yang sama
dengan ibu P.
Beerkenaan dengan lingkungan ibu P, kami langsung melakukan observasi
dan yang kami temukan adalah : tempat tinggal ibu P berada di lereng
gunung, tempat tinggal ibu P lumayan bersih, dapurnya bersih, didepan
tempat tinggalnya ada sebuah kolam ikan yang luas, pencahayaan matahari
ke dalam tempat tinggal juga baik, sanitasi baik, pengairannya baik, air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari adalah air sumur, dan ibu P mengaku

memiliki WC. Jadi untuk lingkungan ibu P, kami rasa tidak ada masalah,
mungkin sedikit yang perlu kami perhatikan adalah bahwa ibu P tinggal di
daerah lereng gunung. Teorinya adalah daerah lereng gunung sedikit atau
tidak ada kandungan iodiumnya di tanah maupun di airnya karena iodium
dapat meresap kedalam tanah yang cukup dalam dan tersapu mengikuti
aliran air di dalam tanah ke laut.
Kami melanjutkan pemeriksaan kami, keadaan umum ibu P baik dan sadar,
kemudian dari vital sign pun dalam batas normal yaitu tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 68x/menit, respirasi 20x/ menit, dan suhu 36, 8 C. Berat badan
dan tinggi badan ibu P adalah 45 kg dan 150 cm, sehingga BMI ibu P adalah
20, berarti status antropometri ibu P dalam batas normal.
Pada pemeriksaan kepala, kami tidak menemukan kelainan apapun. Pada
pemeriksaan leher kami temukan JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
teraba, kemudian ada benjolan di leher bagian depan yang teraba kenyal,
mudah digerakan, tidak ada nyeri tekan, dan saat menelan benjolan ikut
bergerak (Larry Jameson, 2010). Satu lagi yang penting adalah bahwa
benjolan ini terletak tepat didepan kenjar tiroid. Jadi yang kami pikirkan
adalah apakah benjolan ini disebabkan karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pada pemeriksaan thorak dan abdomen tidak ditemukan adanya kelainan.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan diagnosa dokter, kami
mengambil kesilmpulan bahwa penyakit yang diderita ibu P adalah penyakit
gondok endemik dikarenakan kekurangan iodium.
Faktor resiko
Penyebab penyakit gondok endemik adalah karena kekurangan iodium,
berarti faktor resiko yang dimaksud disini adalah faktor resiko yang
berkaitan dengan faktor yang menyebabkan pemasukan iodium ke dalam
tubuh ibu P yang berkurang. Menurut kami pengamatan kami yang
didasarkan pada literatur-literatur, beberapa faktor resiko itu adalah : 1.
Pemakaian garam yang tidak beryodium 2. Senang memakan makanan yang
bersifat goitrogenik 3. Tinggal di daerah pegunungan 4. Penggunaan alat
kontrasepsi 5. Tidak mengkonsusmsi suplementasi iodium lain 6. Cara
pemakaian garam yang salah yaitu pemberian garam ketika memasak yang
diberikan ketika awal memasak.
Penanganan
Ibu P mendapat penanganan berupa dua buah kapsul larutan iodium yang
diminum dalam satu waktu kemudian ditunggu hasilnya selama satu tahun,
apakah benjolan dilehar ibu P bertambah besar atau mengecil. Menurut

literatur-literatur, dosis kapsul larutan iodium yang diberikan seharusnya


hanya satu selama satu tahun, dan ketika saya tanyakan dengan dokter
pembimbing, beliau mengatakan bahwa obat itu yang memberi adalah
perawat.
Edukasi yang kami lakukan pada ibu P adalah yang pertama mengenai
makanan, kami mengedukasikan untuk memperbanyak konsumsi garam
beryodium, mengganti garam yang lama yang tidak beryodium dengan
garam baru yang beryodium. Penyimpanan garam beryodium adalah di botol
atau toples tertutup dan dijauhkan dari cahaya matahari karena dapat
mengurangi kadar iodiumnya. Pemberian garam ketika memasak adalah saat
akhir memasak bukan saat awal memasak. Kurangi konsumsi zat goitrogenik
seperti kol dan singkong. Konsumsi makanan empat sehat lima sempurna.
Kedua, adalah mengenai aktivitas dan kebiasaan, kami mengedukasikan
kepada ibu P agar tetap menjanga aktivitas ke sawah, tapi jangan terlalu berat
aktivitasnya, ibu P juga bagus tidak merokok. Yang ketiga adalah mengenai
lingkungan, kami mengedukasikan kepada ibu P untuk tetap menjaga
kebersihan lingkungannya.

Daftar Pustaka
Djokomoeljanto. 2007. Gangguan Akibat Kurang Iodium dalam Sudoyo A.
W. et al, (Eds.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (4th Ed). Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, (hal. 1944-1948).
Kumar, et al. 2007. Buku Ajar Patologi (7th Ed). Terjemahan Brahm U.
Pendit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (11th Ed).
Terjemahan Rachman et al. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Murray, Robbert K., et al. 2009. Biokimia Harper (27th Ed). Terjemahan
Brahm U. Pendit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jameson, J. Larry. 2010. Harrisons Endocrinology (2nd Ed). Chicago : Mc
Graw Hill Medical
Wiwanitkit. 2007. A field survey of iodine supplementation of primary
school children and their parents in a rural village in the endemic area of
iodine deficiency disorder, northeastern, Thailand dalam The International
Electronic Journal of Rural and Remote Health Research, Education,
Practice, and Policy.

Anda mungkin juga menyukai