Anda di halaman 1dari 16

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik

Jean Nadya Pracitaningrum Rosdiantoro


102014095
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telepon : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
Email: Jean.2014fk095@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Pada umumnya penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik menunjukan manifestasi klinis sianosis
pada sat neonates. Namun, tidak semua sianosis pada neonates disebabkan oleh PJB sianotik.
Oleh karna itu, diperlukan pemeriksaan yang tepat untuk mengetahui etiologi sianosis. Sianosis
sentral pada neonates dapat disebabkan oleh kelainan jantung, paru atau depresi sistem saraf
pusat (SSP). Penyebab sianosis biasanya dapat ditentukan melalui pemeriksaan klinis saja.1

Skenario
Seorang bayi laki-laki berusia 6 jam, semakin lama semakian nampak biru dan sesak nafas. Bayi
ini lahir cukup bulan secara spontan per vaginam ditolong bidan, ketuban jernih, langsung
menangis spontan walau tidak regular. Bayi tidak sesak dan tidak sianotik saat lahir. Berat badan
lahir 3000 gram, PB 48 cm. Apgar score 7/8.

Anamnesis
Anamnesis adalah suatu teknik wawancara terhadap pasien disertai dengan empati. Anamnesis
yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan,
faktor pencetus, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi, riwayat penyakit

keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi. Tujuan utama anamnesis adalah
untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien dan
adaptasi pasien terhadap penyakitnya dan kemudian membuat penilaian keadaan pasien.
Identitas meliputi nama lengkap, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau
suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membuat pasien pergi ke dokter atau
mencari pertolongan. Riwayat penyakit sekarang atau riwayat perjalanan penyakit adalah cerita
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama
sampai pasien datang berobat. Riwayat pengobatan untuk menanyakan apakah pasien sudah
melakukan pengobatan sebelum pasien datang berobat. Riwayat penyakit dahulu untuk
mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita
dengan penyakitnya sekarang. Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan data-data
positif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat
tubuh yang sakit. Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk mencari kemungkinan
penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.
Hasil anamnesis pada skenario :
Identitas

: seorang bayi berusia 6 jam

Keluhan utama

: semakin lama semakin tampak biru dan sesak nafas

Riwayat kelahiran

: bayi lahir cukup bulan, secara spontan per vaginam ditolong

bidan, ketuban jernih, langsung menangis spontan walau tidak reguler, tidak sesak, tidak sianotik
saat lahir. BBL 3000 gram, PB 48 cm. APGAR score 7/8
Riwayat kehamilan

: ibu melakukan ANC teratur di bidan, tidak ada riwayat sakit

selama kehamilan
Riwayat keluarga

:-

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum, kesadaran,
pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) pada pasien dan bila ada berhubungan dengan paru-paru,
jantung, ginjal, hati, lambung, atau limpa ada beberapa pemeriksaan fisik yang khusus terhadap
organ-organ itu. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dalam skenario adalah :
Keadaan umum

: sakit berat

Kesadaran

: tidak aktif, letargis

TTV

: nadi 180x/menit, frekuensi nafas 80x/menit, suhu 36,6 oC, SpO2 60%

Inspeksi

: sesak, pucat dan sianotik

Paru

: gerak dada simetris, bentuk normal, suara nafas vesikuler, ronkhi (-),

wheezing (-), grunting (+), retraksi sela iga (+)


Jantung

: bunyi jantung 1-2 murni reguler, takikardik, terdengar murmur sistolik

tipe ejeksi grade 1-2/6 di ICS 2 LUSB dengan intensitas sangat lemah
Ekstremitas

: sianosis (+), clubbing finger (-)

Pemeriksaan Penunjang Jantung


1. Chest X-Ray
Foto toraks merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
seorang anak yang diduga memiliki kelainan atau defek pada jantung. Foto toraks dapat
memberikan informasi seperti ukuran dan bentuk jantung, pulmonary blood flow
(vaskularisasi), pulmonary edema dan kelainan paru-toraks lainnya. Pemeriksaan foto
toraks ini dilakukan dengan posisi posteroanterior (PA) dimana film diletakkan pada
bagian depan dada dan sinar-X dipancarkan dari belakang ke depan. Pengukuran ukuran
jantung dapat ditentukan dengan cardiothoracic ratio (CTR) dimana jika nilai CTR >50%
menunjukkan adanya cardiomegali atau pembesaran jantung.
2. Electrocardiography (ECG)

EKG dilakukan untuk melihat adanya kelainan pada fisiologi jantung selain itu juga
digunakan untuk menilai irama dan denyut jantung. EKG sangat baik dan sensitif untuk
menilai adanya pembesaran pada ventrikel.
3. Echocardiography
Echocardiography digunakan untuk mengevaluasi struktur jantung pada kelainan
kongenital jantung, memperkirakan tekanan intrakardiak dan gradien di katup pulmonalis
dan pembuluh darah, menilai fungsi kontraktilitas jantung baik sistolik maupun diastolik,
menentukan arah aliran pada defek, memeriksa integritas arteri koroner dan mendeteksi
adanya vegetasi pada endokarditis serta melihat adanya cairan pericardial, tumor jantung
dan trombus pada ruang jantung.
4. Exercise Testing
Exercise testing memegang peranan penting dalam mengevaluasi gejala dan menilai
tingkat keparahan pada suatu kelainan jantung.
5. Cardiac Catheterization
Berfungsi untuk menilai tekanan pada masing-masing ruang jantung.2

Sianosis
Sianosis adalah gejala fisik yang ditandai oleh adalah warna kebiruan pada mukosa, kuku dan
kulit. Kondisi ini disebabkan karena adanya konsentrasi hemoglobin deoksigenasi dalam darah
lebih dari 5 g/dL. Harus dibedakan antara sianosis sentral dan sianosis perifer (acrocyanosis).
Sianosis sentral menunjukkan adanya desaturasi oksigen dalam darah arteri dan didapatkan pada
abnormalitas jantung, paru, susunan saraf pusat atau methemoglobinemia. Pada penderita dengan
sianosis perifer namun lidah dan konjuntiva berwarna pinkish (merah muda) berarti saturasi
oksigen arterial sistemik biasanya normal. Berbagai penyebab sianosis perifer diantanya adalah
sepsis, paparan dingin, syok atau output jantung rendah, atau gangguan metabolik. Oleh karena
itu, bagian yang tonus vasokonstriksinya lemah seperti lidah, gusi dan mukosa mulut perlu
dievaluasi secara cermat (bukan pada tangan dan kaki). 3,4 Pada keadaan hemoglobin yang rendah
(anemia) dan saturasi oksigen diatas 85% sianosis tidak mudah dikenali. Oleh karena itu bila
secara klinis ada keraguan apakah ada sianosis atau tidak, perlu dilakukan pemeriksaan oksigen
dengan oksimetri. Sianosis juga sulit dinilai pada bayi yang berkulit gelap. Namun sianosis akan
dapat terdeteksi dengan inspeksi yang teliti pada membran mukosa dan lidah dengan

menggunakan sinar. Skrining dengan menggunakan pulse oxymetry dapat digunakan untuk
mendeteksi sianosis walaupun tidak dapat mendeteksi semua kelainan. 5 Penyebab nonkardiak
yang sering menimbulkan sianosis pada neonatus adalah kelainan paru. Oleh karena itu,
membedakan penyebab jantung atau paru pada neonatus dengan sianosis adalah sangat penting,
karena PJB sianotik yang tidak terdiagnosis dapat memperlihatkan perburukan yang nyata dan
kematian. Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk membedakan sianosis karena kelainan
jantung atau paru, diperlihatkan pada tabel berikut ini.3

Transposition of Great Arteries (TGA)


Transposition of great arteries (TGA) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan (PJB) tipe
sianotik yang bermanifestasi pada periode bayi baru lahir. Pada TGA terjadi perubahan tempat
keluarnya arteri besar, yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior
arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri, terletak posterior
terhadap aorta. Akibatnya, aorta menerima darah vena sistemik dari vena kava, atrium kanan,
ventrikel kanan, dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik serta darah dari vena pulmonalis
dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan paru. Dengan
demikian, maka kedua sirkulasi sistemik serta paru tersebut terpisah dan kehidupan hanya dapat
berlangsung apabila ada komunikasi antara 2 sirkulasi ini.6

Epidemiologi

Insiden TGA adalah 20-30 kasus tiap 100.000 bayi lahir hidup. Paling sering terjadi pada bayi
laki-laki. Pada 90% pasien, merupakan lesi tunggal dan jarang dihubungkan dengan sindrom
atau malaformasi ekstrakardiak. Bayi dari ibu penderita DM memiliki resiko lebih tinggi
mengidap kelainan ini.1,6
Etiologi
TGA berhubungan dengan terjadinya gangguan embriologi pada saat pembentukan trunkus
arterial. Faktor genetik diduga berperan pada terjadinya TGA. Tanpa terapi koreksi bedah, 30%
akan meninggal pada minggu pertama kehidupan dan 90% pada usia satu tahun. Survival rate 5
tahun pascakoreksi bedah lebih dari 80%.6
Patofisiologi
Pada TGA, sirkulasi pulmonal dan sistemik berfungsi secara parallel, bukan secara seri seperti
seharusnya. Darah kaya oksigen kembali ke atrium kiri dan ventrikel kiri tetapi disirkulasikan
kembali ke vaskularisasi paru melewati koneksi arteri pulmonal abnormal ke ventrikel kiri.
Daerah miskin oksigen dari vena sirkulasi sistemik kembali ke atrium kanan dan ventrikel kanan,
dan kemudian di pompa ke sirkulasi sistemik. Sirkulasi parallel ini menyebabkan suplai oksigen
ke tubuh rendah dan kerja ventrikel kiri dan kanan yang berlebihan. Pasien tidak dapat bertahan
hidup lama kecuali terdapat pembauran darah kaya dan miskin oksigen pada suatu struktur
anatomis tertentu. Tiga struktur anatomis yang umum menjadi tempat pembauran tersebut adalah
defek septum atrium, defek septum ventrikel, dan ductus aeteriosus paten.
TGA dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan tipe tranposisi, yaitu transposisi komplet dan
parsial. Transposisi komplet aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonal keluar dari
ventrikel kiri. Transposisi parsial apabila hanya satu saja arteri besar yang berpindah melewati
septum, sedangkan arteri besar yang lain tetap berada di tempat semula, sehingga kedua arteri
besar akan keluar dari ventrikel kanan (double outlet right ventricle), atau dari ventrikel kiri
(double outlet left ventricle). Kelainan penyerta pada TGA dibagi 2 kelompok, yaitu kelompok
kelainan penyerta kompleks (selain DAP, DSV, DSA, dan stenosis pulmonal) dan tidak kompleks
(DAP, DSV, DSA, dan stenosis pulmonal). Transposisi arteri besar simpel apabila hanya
ditemukan PDA sebagai kelainan penyerta. Anatomi klinik melihat tempatnya komunikasi antara
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal, yaitu DSV, DSA, dan DAP.1,6

Manifestasi Klinis
Bayi dengan TGA biasanya lahir cukup bulan, dengan sianosis yang tampak dalam beberapa jam
setelah lahir. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit tergantung tingkat pembauran antar
sirkulasi dan kehadiran lesi anatomis. Pada pasien TGA dengan septum ventrikel intak, sianosis
yang progresif dan berat terjadi dalam 24jam pertama (seiring penutupan ductus aeteriosus).
Pada pasien TGA dengan defek septum ventrikel besar , gejala gagal jantung mungkin baru
timbul dalam 3-6minggu pertama seiring peningkatan aliran darah pulmonal.1
Selain itu bayi juga sering mengalamin takipneu. Pada pemeriksaan jantung, S2 tunggal dan
keras dapat terdengar. Sistolik ejeksi murmur dapat didengarkan sebagai tanda adanya VSD
ataupun pulmonary stenosis.
Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan klinis, EKG, foto toraks, dan ekokardiografi. EKG akan
menunjukan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Foto toraks akan menunjukan
penampakan jantung berbentuk telur dengan mediastinum sempit (egg on a string).1
Tatalaksana
Pemberian infus prostaglandin E1 dibutuhkan segera untuk menjaga agar ductus arteriosus tetap
terbuka dan meningkatkan oksigenasi (0,01-0,20 ug/kg/min). Karena resiko terjadinya apneu
akibat pemberian infus PGE1, perlu dilakukannya endotracheal intubation pada bayi. Hipotermia
memperhebat asidosis metabolik akibat hipoksia, dan oleh sebab itu pasien harus dijaga agar
tetap hangat.8,9
Pasien yang masih mengalami hipoksia atau asidosis berat akibat pemberian PGE1 harus segera
dilakukan operasi (Rashkind balloon atrial septostomy). Rashkind balloon atrial septostomy
biasanya dilakukan pada semua pasien yang mana mengalami keterlambatan operasi. Jika
operasi direncanakan pada 2 minggu pertama kelahiran dan pasien dalam kondisi stabil, maka
kateterisasi dan atrial septostomy dapat diabaikan.8,9
Untuk memperbaiki transposisi arteri besar biasanya dilakukan pembedahan. Sebelum
pembedahan dilakukan, mungkin perlu diberikan prostaglandin agar duktus arteriosus tetap

terbuka. Pada beberapa bayi perlu dilakukan pelebaran foramen ovale dengan selang yang pada
ujungnya terpasang balon, agar darah yang kaya oksigen lebih banyak yang masuk ke aorta.1,7
Terdapat 2 jenis pembedahan utama yang bisa dilakukan untuk memperbaiki transposisi arteri
besar:1,7
1.

Membuat sebuah terowongan diantara atrium. Dengan cara ini, darah yang kaya oksigen
akan mengalir ke ventrikel kanan lalu masuk ke aorta, sedangkan darah yang kekurangan
oksigen akan mengalir ke ventrikel kiri dan masuk ke dalam arteri pulmonalis.
Pembedahan ini disebut atrial switch atau venous switch, atau prosedur Mustard maupun
prosedur Senning.

2.

Pembedahan arterial switch. Aorta dan arteri pulmoner dikembalikan ke posisinya yang
normal. Aorta dihubungkan dengan ventrikel kiri dan arteri pulmonalis dihubungkan
dengan ventrikel kanan. Arteri koroner yang membawa darah kaya oksigen sebagai
sumber energi bagi otot jantung, juga kembali disambungkan dengan aorta yang baru

Total Anomalous Pulmonary Venous Return


Pembentukan abnormal pada vena pulmonalis dapat menyebabkan sebagian atau total kelainan
pada aliran balik sistemik. Sebagian kelainan pada vena pulmonalis biasanya menyebabkan
terjadinya lesi yang asianosis. Sedangkan total/keseluruhan kelainan pada vena pulmonalis
(TAPVR) yaitu dimana terjadinya campuran seluruh aliran balik sistemik dengan darah dari vena
pulmonalis menuju jantung dan hal ini lah yang menyebabkan terjadinya sianosis. Pada TAPVR
ini tidak terbentuknya sambungan antara vena pulmonalis dengan atrium kiri. Dibagi menjadi 4
jenis :
-

Supracardiac (50% kasus) : darah mengalir via vertical vein menuju vena cava superior
Cardiac (20% kasus ) : darah mengalir menuju sinur coronarius atau langsung menuju

atrium kanan
Infradiaphragma (20% kasus) : darah mengalir via vertical vein menuju vena porta atau

vena hepatica
Mixed (10% kasus) : darah kembali ke jantung melalui kombinasi dari cara diatas

Semua jenis TAPVR melibatkan darah bersih dan darah kotor (mix blood) sebelum ataupun pada
level atrium kanan. Pencampuran darah atrium kanan ini masuk ke ventrikel kanan dan arteri

pulmonalis atau masuk melalui septum atrium (ASD) atau melalui foramen ovale menuju atrium
kiri dimana jalur inilah satu-satunya yang dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Atrium dan
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis secara umum akan membesar sedangkan atrium dan
ventrikel kiri dapat normal ataupun mengecil. Manifestasi klinis pada TAPVR tergantung pada
ada tidaknya obstruksi aliran vena. Jika terjadi obstruksi pada aliran vena, kongesti paru berat
dan hipertensi pulmonal dapat terjadi. Obstruksi pada TAPVR merupakan kasus jantung
emergensi yang segera membutuhkan tindakan pembedahan karena pada kasus ini biasanya
terapi dengan prostaglandin tidak efektif.8,9
Manifestasi klinik
Pada neonatus dengan obstruksi berat pada vena pulmonalis, didapatkan adanya sianosis yang
berat dan gangguan pada respirasi. Pada pemeriksaan jantung, S2 dapat terdengar tunggal dan
keras. Mungkin tidak disertai dengan adanya murmur. Selain itu juga disertai dengan adanya
takipneu. Bayi-bayi ini dalam kondisi sakit berat dan tidak berespon dengan bantuan ventilator.
Pada foto toraks, ukuran jantung normal dan ditandai dengan peningkatan vaskularisasi paru dan
edema paru yang difus. Pada EKG pada ditemukan right ventricular hypertrophy.8,9
Sedangkan pada bayi tanpa obstruksi atau obstruksi ringan vena pulmonalis, dapat disertai
dengan sianosis ringan setelah lahir dan gagal jantung progresif dengan peningkatan aliran darah
paru. Aktiv perikardium dapat terlihat dengan right ventricular heave, wide dan split S2 dengan
komponen pulmonal yang keras dan sistolik ejeksi murmur pada left upper sternal border. Pada
foto toraks didapatkan adanya cardiomegali dengan peningkatan vaskularisasi paru. Selain itu
juga terbentuk adanya gambaran Snowman, terlihat ketika aliran vena pulmonalis via vertical
vein menuju vena cava superior. Pada EKG, terdapat right axis deviation dan right ventricular
hypertrophy.8,9

Pulmonal Atresia (PA) dengan atau tanpa VSD


Terdapat dua macam atresia pulmonal yaitu atresia pulmonal dengan defek septum ventrikel dan
atresia pulmonal tanpa defek septum ventrikel. Atresia pulmonal dengan defek septum ventrikel
merupakan 20% dari pasien dengan gejala menyerupai Tetralogi of Fallot, dan merupakan
penyebab penting sianosis pada neonates. Walaupun letak defek septum ventrikel sama dengan
pada tetralogi, kelainan ini berbeda dengan tetralogi Fallot. Darah dari ventrikel tidak menuju ke
arteri pulmonalis dan semua darah ventrikel kanan akan masuk ke aorta. Atresia dapat mengenai
katup pulmonal, a.pulmonalis, atau infundibulum. Suplai darah ke paru harus melalui duktus
arteriosus atau melalui kolateral aorta-pulmonal (pembuluh darah berasal dari arkus aorta atau
aorta descendens bagian atas). Pada umumnya vaskularisasi paru berkurang, kecuali bila terdapat
arteriosus atau kolateral yang cukup besar.10
Sianosis terlihat lebih dini dibandingkan dengan pada Tetralogi of Fallot, yaitu dalam hari-hari
pertama pasca lahir. Pemeriksaan fisik tidak terdengar bising di daerah jalan keluar ventrikel
kanan, namun mungkin terdengan bising di daerah anterior atau posterior, yang menunjukkan
terdapatnya aliran kolateral. Apabila kolateral banyak, maka pasien mungkin tidak terlihat
sianotik. Jantung dapat membesar dan hiperaktif dan terjadi gagal jantung pada usia bayi.
Terdapatnya hipertrofi ventrikel kanan pada EKG serta adanya sianosis dapat menyingkirkan
diagnosis duktus arteriosus persisten.10

Atresia pulmonal tanpa VSD merupakan kelainan yang jarang ditemukan yakni kira-kira1% dari
seluruh penyakit jantung bawaan. Karena terdapat atresia pulmonal dan tidak terdapat defek
septum ventrikel, maka darah dari ventrikel kanan tidak dapat keluar. Dari atrium kanan darah
menuju ke atrium kiri melalui defek septum atrium atau foramen ovale. Satu-satunya jalan darah
ke paru adalah melalui duktus arteriosus atau sirkulasi bronikal. Biasanya ada terdapat insufiensi
tricuspid.10
Sianosis telah jelas tampak pada waktu bayi lahir dan terus bertambah pada hari-hari pertama.
Bayi sesak dengan gejala gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak terdengar bising,
atau terdengar bising pansistolik insufisiensi tricuspid atau terdengar bising arteriosus.10
Kelainan ini merupakan salah satu jenis duct-dependent lesion; neonatus dapat bertahan hidup
selama duktus terbuka dan bila duktus menutup pasien akan meninggal. Karena itu harus
dilakukan usaha untuk tetap membuka duktus, baik dengan obat (pemberian prostaglandin) atau
dengan operasi paliatif (Blalock-Taussig atau Waterston). Prostaglandin E1 atau E2 diberikan
intravena dengan dosis 0,1 g/kg berat badan/menit. Tindakan ini sangat bermanfaat dan menjadi
prosedur standar di negara maju. Tersedia pula prostaglandin E2 oral dengan dosis 62,5 250
g/kg tiap 1 3 jam.11

Different Diagnosis
Tetralogy of Fallot (TOF)
Tetralogy of fallot (ToF) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan sianotik yang sering
terjadi selama masa neonatal dan setelah 3 minggu kehidupan menjadi penyebab utama
terjadinya sianosis pada penyakit jantung bawaan pada masa anak-anak. ToF meliputi 4 hal yaitu
obstruksi aliran dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis (pulmonary stenosis), VSD
(ventricular septal defect), dekstroposisi aorta (overriding aorta) dan RVH (right ventricular
hypertrophy). Bayi dengan ToF menjadi sianotik karena adanya aliran darah right-to-left
shunting melalui VSD. Penyempitan pada pulmonary arterial blood flow biasanya terjadi pada
kedua infundibulum ventrikel kanan (subpulmonic area) dan pada katub pulmonalis. Bagian
utama arteri pulmonalis bisa menjadi sempit hingga terjadinya stenosis.Tingkat obstruksi pada
jalan keluar ventrikel kanan menentukan tingkat keparahan dari sianosis.8,9

Manifestasi klinik
Manifestasi klinis dari ToF berhubungan secara langsung dengan tingkat keparahan dari kelainan
anatomisnya. Sebagian besar bayi dengan ToF mengalami kesulitan dalam menyusu, dan gagal
tumbuh atau failure to thrive. Bayi dengan atresia pulmoner akan lebih sering lagi sianotik
seiring dengan penutupan ductus arteriosus kecuali bila terdapat kolateral bronkopulmoner. Saat
lahir, beberapa bayi dengan ToF tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis tapi nanti di kemudian
hari mereka akan mulai menunjukkan adanya episode kulit yang pucat selama menangis atau
menyusu (Tet spells). Hypoxic tet spells sangat berpotensial pada kematian, dan merupakan
episode yang tidak dapat diprediksi pada pasien yang non-sianotik dengan ToF. Mekanismenya
mungkin disebabkan oleh karena spasme dari septum infundibular yang semakin memperburuk
aliran keluar ventrikel kanan. Anak-anak dengan ToF seringkali berusaha meningkatkan
pulmonary blood flow-nya dengan berjongkok. Berjongkok atau squatting ini merupakan
mekanisme kompensasi dan sangat khas untuk anak dengan ToF. Berjongkok akan meningkatan
tahanan vaskular perifer dan akan mengurangi shunt kanan ke kiri yang melalui VSD. Saat
berjongkok ini, anak akan merasa lebih nyaman untuk tetap berada dalam posisi knee-chest ini.
Berjongkok sering terdapat pada anak ToF setelah melakukan kegiatan fisik. Berjongkok akan
mengkompres sirkulasi pembuluh darah dari ekstremitas bawah sehingga akan mengurangi aliran
shunt dan meningkatkan pulmonary blood flow yang selanjutnya akan segera meningkatkan
saturasi dari oksigen arteri sistemik.8,9,11
Anak-anak lebih tua dengan sianosis akan mengalami jenis sianosis yang lebih ekstrem, dimana
kulitnya akan berwarna kebiruan, sklera abu-abu dengan pembuluh darah yang melebar dan jari
tangan dan jari kaki tabuh (clubbing). Clubbing dapat ditemukan ketika melakukan pemeriksaan
fisik. Adanya peningkatan impuls di parasternal kiri mengindikasikan adanya hipertrofi ventrikel
kanan. Biasanya suara jantung pertama normal yang selanjutnya diikuti dengan suara jantung
kedua yang tunggal disebabkan oleh karena suara penutupan pulmonal yang sangat lembut.
Pada bayi/anak dengan ToF dapat ditemui adanya sistolic thrill di bagian anterior sepanjang left
sternal border. SEM yang kasar dapat terdengar di area pulmonik dan left sternal border, tetapi
paling kuat pada linea parasternalis kiri. Ketika RVOTO-nya sedang, murmur dapat tidak
terdengar, S2 biasanya tunggal. Selama episode sianotik, murmur dapat menghilang. Pada
palpasi, dapat ditemukan predominan dari ventrikel kanan. Klik ejeksi aorta juga dapat ditemui

pada pasien ToF, batuk darah atau hemoptysis juga merupakan gejala klinis dari ToF sebagai
hasil dari ruptur kolateral di daerah bronkial pada anak yang lebih tua.8,9,11

Double-Outlet Right Ventricle (DORV) (non-ductal dependent)


Double-outlet right ventricle ditandai ketika kedua aorta dan arteri pulmonal sama-sama berasal
dari ventrikel kanan. Jalan keluar dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan adalah melalui VSD.
Secara normal, katub aorta dan katub mitral berada dalam satu kesatuan fibrosa, pada DORV
katub ini terpisah oleh konus otot polos. Pada DORV, pembuluh darah besar dapat saja normal
terkait, dengan aorta lebih dekat ke VSD atau malpose, dengan arteri pulmonalis lebih dekat
dengan VSD.
Manifestasi klinik
Manifestasi klinik pada pasien tergantung dari tingkat obstruksi aorta, tapi karena arteri pulmonal
biasanya terbuka lebar, presentasi biasanya mencakup beberapa derajat oversirkulasi paru dan
gagal jantung. Jika obstruksi aorta berat atau terjadi coarctation, denyut yang buruk, hipoperfusi
dan kegagalan cardivaskular merupakan tanda kemungkinan.

Meconium Aspiration
Meconium aspiration syndrome (MAS) terjadi ketika bayi bernafas (aspirasi) cairan ke paru.
Bayi mengeluarkan mekonium (tinja pertama kali) sesaat setelah lahir. Mekonium dikeluarkan
dari tubuh bayi sebelum iya menerima ASI. Pada beberapa kasus, bayi mengeluarkan
mekoniumnya ketika masih berada di uterus. Hal ini terjadi ketika bayi berada dalam keadaan
stres karena rendahnya suplai darah dan oksigen. Hal ini berkaitan dengan masalah dengan
plasenta atau umbilical cord. Ketika mekonium berada pada sekitar cairan amnion maka bayi
akan menghirup (aspirasi) mekonium tersebut memasuki paru-paru. Hal ini terjadi ketika bayi
masih berada di uterus atau masih diselimuti oleh cairan amnion setelah lahir. Mekonium juga
dapat menghambat aliran udara pada bayi setelah lahir. Hal ini menyebabkan masalah pada
proses pernafasan seperti pembengkakan (inflamasi) pada paru-paru bayi. Bayi yang teraspirasi
mekonium memiliki gejala seperti sianosis, membutuhkan usaha lebih untuk bernafas (noisy
breathing, grunting, penggunaan otot pernafasan tambahan, bernafas lebih cepat).12

Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan dapat dibedakan menjadi 2 garis besar yaitu sianosis dan asianosis.
Pemeriksaan rutin dengan pulse oximetry dapat mendeteksi penyakit jantung bawaan sianotik

yang tidak terduga seperti, pulmonary atresia, tetralogy of fallot, total anomalous pulmonary
venous return, transposition of the great arteries,dsbnya. Banyak diantara kelainan tersebut
merupakan lesi yang ductal-dependent dan jika ductus arteriosus menutup, maka dekompensasi
jantung berat dapat terjadi. Salah satu terapi yang dapat diberikan untuk mencegah penutupan
pada ductus arteriosus sebelum intervensi bedah dilakukan yaitu dengan pemberian
prostaglandin E1(PGE1).

Daftar Pustaka
1. Arifputra A, Pradipta EA, Advani N. Penyakit Jantung Bawan Sianotik. Jakarta: Media
Aesculapus; 2014.h.82-5
2. Gibson J. Fisiologi & anatomi modern untuk perawat. Edisi 2. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC ; 2002. h. 377-81
3. Lee JY. Clinical presentations of critical cardiac defects in the newborn: decision making
and initial management. Korean J Pediatr 2010;53(6):669-79.
4. Nadas AS, Fyler DC. Hypoxemia. Dalam: Keane JF, Lock JE, Fyler DC, penyunting.
Nadas' pediatric cardiology. Edisi ke-2. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h. 97-101.
5. Morrow R, Baldwin S, Graham TP, Strauss AW, Kavanaugh-McHugh AL, Liske MR.
Report of the tennessee task force on screening newborn infants for critical congenital
heart disease. Pediatrics. 2005;118(4):e1251-6.
6. Rahayuningsih SE. Transposisi Arteri Besar: Anatomi, Klinik, Kelainan Penyerta, dan
Tipe. Bandung; Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Hasan Sadikin Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran; 2013.h.357-8
7. Diunduh dari https://bukusakudokter.org/2012/11/06/transposisi-arteri-besar/
8. Bernstein D. The cardiovascular system. Dalam : Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF,
Geme JW, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. 20th edition. USA :
Elsevier;2016.h.2170-8, 87-8, 210-30
9. Lorts A, Krawczeski CD, Marino BS. Cardiology. Dalam : Blueprints Pediatrics. Sixth
edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins;2013.h.86-92
10. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi ke-6. Indonesia: Elsevier;2014. h. 577-82
11. Hay WW, Levin MJ, Deterding RR, Abzug MJ. Current diagnosis & treatment pediatrics.
Twenty-second edition. US : McGraw-Hill;2014.h.1158-69
12. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/904652-overview#a0102, tanggal 01
Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai