Anda di halaman 1dari 7

Model Pembelajaran Perubahan Konseptual

12MAR
MODEL PEMBELAJARAN PERUBAHAN KONSEPTUAL
1.
A. Pendahuluan
Model perubahan konseptual berdasarkan pada filosofi pembelajaran konstruktivisme.

Konstruktivisme merupakan proses


pembelajaran
yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri seseorang. Berdasarkan faham
konstruktivime, dalam proses belajar mengajar guru tidak serta merta
memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Peserta
didik harus membangun suatu pengetahuan berdasarkan pengalaman masing-masing. Untuk
membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan
struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap
untuk dijadikan sebagian dari pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang suatu bentuk
ilmu pengetahuan dapat dibina.
Dalam proses pembelajaran dengan konstruktivisme, siswa harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka dengan bantuan guru. Proses pembelajaran dengan penekanan siswa belajar
aktif ini sangat penting dan perlu dikembangkan karena keaktifan siswa akan membantu mereka
untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitifnya. Mereka juga akan terbantu menjadi orang kritis
dalam menganalisis suatu hal karena mereka berpikir dan bukan meniru saja.
Pendekatan ini menekankan agar murid mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya, memerlukan
waktu belajar yang relatif lama, dan penanganan yang berbeda-beda untuk setiap murid. Ini dapat
menjadi hambatan terutama bila berhadapan dengan kurikulum yang sarat muatan. Kendala lain
dalam pelaksanaan konstruktivisme di Indonesia adalah situasi dan kondisi setiap sekolah tidak
sama. Ada beberapa sekolah yang mempunyai sedikit sarana, dalam situasi seperti ini kita harus
tetap memilih dan mencoba beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melibatkan siswa agar aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri. Kegiatan kelompok seperti diskusi, menulis dan
mempresentasikan hasil diskusi atau makalah, serta meneliti di lapangan dapat menantang siswa
untuk aktif berpikir dan membangun pengetahuan mereka.
Dalam proses belajar mengajar, guru harus sadar bahwa siswa sudah mempunyai pengetahuan awal,
yaitu pengetahuan yang akan menjadi dasar untuk membangun pengetahuan mereka selanjutnya.
Jadi, dalam hal ini guru harus mengetahui taraf pengetahuan siswa.

Adapun jawaban siswa terhadap suatu persoalan adalah jawaban yang terbaik bagi mereka saat itu.
Kalaupun jawaban tersebut salah, guru harus membantu atau memberi jalan kepada siswa sehingga
dengan demikian diharapkan jawaban menjadi lebih baik. Untuk itu, guru perlu menciptakan suasana
yang menyenangkan. Guru perlu membantu mengaktifkan siswa untuk berpikir dengan memberikan
orientasi dan arah, tetapi tidak memaksakan. Cara ini cukup memakan waktu tapi siswa menemukan
dan menyelesaikan sendiri dan ia akan siap untuk menghadapi persoalan baru.
Peran guru dalam pembelajaran dengan konstruktivisme adalah sebagai mediator dan fasilitator yang
membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik. Peran ini dapat dijabarkan dalam
beberapa tugas berikut:
1.

Menyediakan kondisi/pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, mendukung


proses belajar siswa, memberi semangat, dan berpastisipasi aktif pada setiap kegiatan siswa.
2.
Menyediakan konflik kognitif dalam upaya mengubah miskonsepsi yang dibawa siswa menuju
kepada konsep ilmiah.
3.
Menyediakan sarana yang memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya,
merangsang siswa berpikir secara produktif atau membantu siswa dalam mengekspresikan atau
mengkomunikasikan gagasannya.
4.
Memonitor, mengevaluasi, dan memberikan umpan balik kepada siswa untuk menunjukkan
apakah pemikiran siswa berhasil atau tidak.
Perlu kita ketahui bahwa tidak semua model pembelajaran dapat digunakan di mana saja dan dalam
situasi apa saja. Seorang guru yang konstruktivis harus dapat mengembangkan metode dalam suatu
model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan awal siswanya.
Terdapat model pembelajaran yang bertolak dari pandangan konstruktivis tentang pembentukan
pengetahuan, salah satunya adalah model pembelajaran perubahan konseptual.
1.
B. Model pembelajaran perubahan konseptual.
Model perubahan konseptual merupakan model pembelajaran yang banyak
digunakan dalam mata pelajaran IPA. Model ini untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh
Posner, dkk tahun 1982 dan sudah lebih dari satu dekade model ini telah banyak mempengaruhi riset
dalam bidang konsepsi anak. Model ini pertama kali dikembangkan di Cornell University pada tahun
1978-1979 (Barlia, 2009).
Model perubahan konseptual merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang perlu
dikembangkan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar yang diinginkan.
Pembelajaran inovatif yang berlandaskan paradigma konstruktivistik membantu siswa untuk
menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.
Model perubahan konseptual ini hampir sama dengan Model Struktur Ilmu
Pengetahuan (A Model of A Structure of Knowledge) dari Marlin L. Tanck (1969). Model struktur ini
menyajikan materi yang penuh dengan muatan konsep, generalisasi dan teori. Gardner (1991)
mengemukakan bahwa transformasi terjadi melalui kreasi pemahaman baru yang merupakan hasil
dari munculnya struktur kognitif baru. Pemahaman yang mendalam terjadi ketika hadirnya informasi
baru yang mendorong munculnya atau menaikkan struktur kognitif yang memungkinkan para siswa
memikirkan kembali ide-ide mereka sebelumnya. Dalam seting kelas konstruktivistik, para siswa
bertanggung jawab terhadap pelajarannya, menjadi pemikir yang otonom, mengembangkan konsep

terintegrasi, mengembangkan pertanyaan yang menantang, dan menemukan jawabannya secara


mandiri.
1.
C. Pembelajaran perubahan konseptual.
Ada beberapa model pembelajaran yang bertolak dari pandangan konstruktivisme tentang
pembentukan pengetahuan, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran perubahan
konseptual (conceptual change). Davidson dalam Hudojo menjelaskan bahwa pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme menekankan pada proses perubahan konseptual pelajar. Dalam hal ini
konsepsi-konsepsi yang dimiliki pelajar sebelum mengikuti pelajaran harus digali terlebih dahulu.
Konsep adalah pengertian umum sedangkan konsepsi adalah pendapat seseorang tentang konsep.
Dalam hal ini konsepsi yang telah dimiliki siswa sebelum mengikuti pelajaran secara formal disebut
konsepsi awal. Pada umumnya konsepsi ini tidak sesuai dengan konsepsi ilmuan Driver and Oldam
dalam Sutrisno.
Ada bebeapa istilah untuk mengungkapkan konsepsi awal siswa, antara lain:
1.

Children Science yang diungkapkan oleh Osborne (1980:1), untuk menggambarkan


pengetahuan para siswa tentang dunia dan arti dari istilah-istilah yang mereka gunakan. Para
siswa mengembangkannya untuk lebih memahami sesuatu yang ada di lingkungannya.
2.
Alternative Pre-Conception yang diungkapkan oleh Clernent (1982:66), yang dikembangkan
dengan alasan bahwa konsepsi alternatif dimiliki para siswa sebelum mengikuti kegiatan belajar
secara formal.
3.
Alternative Framework yang diungkapkan oleh Driver (1986:443), untuk mengasumsikan
bahwa para siswa memiliki kerangka berpikir yang berlainan dengan kerangka berpikir ilmuan.
4.
Common Mis-conception yang diungkapkan oleh MC. Dermott (dalam Sutrisno, 1997:2),
untuk menyatakan pandangan (konsepsi) para siswa yang tidak sesuai dengan pandangan para
ilmuan. Dalam hal ini konsepsi awal siswa dianggap sebagai konsepsi yang keliru.
5.
Prior Knowledge yang diungkapkan oleh Bell (dalam Sutrisno, 1997:4), diartikan sebagai
pengetahuan yang dimiliki para siswa sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dari pengertian konsepsi awal di atas, maka disimpulkan bahwa konsepsi awal siswa adalah
pengetahuan awal siswa tentang suatu konsep yang sudah diperoleh dan dimiliki siswa sebelum
mengikuti pembelajaran. Sedangkan konsepsi siswa adalah pemahaman atau pengertian, pendapat,
atau kerangka berpikir siswa tentang suatu konsep yang diperoleh dan dimiliki siswa sesudah
mengikuti pembelajaran.
Terkait dengan konsepsi awal (prakonsepsi) dan miskonsepsi sering juga dipandang sebagai
padanan satu sama lain, meskipun tidak bisa dianggap tepat sama maknanya. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan prakonsepsi adalah konsep awal yang dimiliki oleh seseorang tentang sesuatu
objek. Konsep awal ini dapat diperoleh seseorang dari pendidikan formal dan dari pendidikan secara
tidak formal.
Konsep awal tentang sesuatu objek yang dimiliki oleh seseorang, tidak mustahil apabila berbeda
dengan konsep yang diajarkan di sekolah tentang objek yang sama. Juga bukan suatu yang
mengherankan kalau konsep yang diterima siswa di sekolah tidak tepat sama dengan konsep yang
diajarkan di perguruan tinggi. Dalam semacam inilah kemudian prakonsepsi itu dapat menjadi suatu
miskonsepsi. Soedjadi mengatakan bahwa dalam pembelajaran kimia, miskonsepsi dapat dijumpai
dalam beberapa sumber antara lain; makna kata, aspek praktis, sim-plifikasi, ketunggalan struktur
matematika, dan gambar. Dan tentu masih mungkin terdapat sumber lain sebagai penyebab

terjadinya miskonsepsi. Berg mengemukakan bahwa apabila guru mengajar tanpa memperhatikan
miskonsepsi yang sudah ada dalam proses berpikir siswa sebelum pelajaran dilaksa-nakan, guru
tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar. Oleh karena itu, dibagian lain Berg mengatakan
bahwa kunci untuk memperbaiki miskonsepsi siswa dan konsepsi siswa yang sudah hampir benar
adalah interaksi dengan siswa melalui latihan, pertanyaan dan soal. Tanpa interaksi dengan siswa,
guru tidak dapat mengetahui miskonsepsi siswa, konsepsi siswa yang hampir benar dan tidak dapat
memperbaikinya. Berg mengatakan bahwa miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang bertentangan
dengan konsep para ilmuan. Sedangkan Sedjadi mengatakan bahwa konsep awal siswa yang tidak
sesuai dalam struktur deduktif aksiomatik matematika. Berdasarkan pendapat di atas, maka yang
dimaksud miskonsepsi mahasiswa adalah pemahaman atau pengertian mahasiswa tentang konsep
yang sudah dipelajari yang tidak sesuai dengan pengertian konsep ilmuwan.
Strike dan Porner dalam Sutrisno mengatakan bahwa belajar merupakan pemahaman suatu ide baru,
menilai kebenaran ide dan konsistennya dengan ide yang lain. Anggapan dasarnya adalah bahwa
konsepsi yang dibawa oleh pelajar berpengaruh pada kemampuan untuk belajar dan berpengaruh
pada ide yang akan dipelajari. Lonning mengatakan bahwa belajar perubahan konseptual
digambarkan sebagai assimilasi, yaitu perubahan konsep-konsep baru pada pengetahuan yang telah
ada dan sebagai akomodasi yaitu penyususnan ulang dan peng-gantian ide baru dengan konsep
yang lebih tepat. Soedjadi mengatakan bahwa model perubahan konseptual kemungkinan lebih
sesuai digunakan untuk meluruskan suatu miskonsepsi. Hal ini disebabkan suatu model
pembelajaran yang dimulai dengan menggali terlebih dahulu konsepsi-konsepsi pelajar sebelum
mengikuti pembelajaran di kelas dan menuntut pelajar untuk menyempurnakan pengetahuan yang
sudah dimiliki serta merubah, menyusun ulang atau mengganti pengetahuan yang sudah dimiliki
tetapi salah dengan pengetahuan baru yang benar. Jadi model pembelajaran perubahan
konseptual yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu model pengajaran yang disusun
berdasarkan konsepsi mahasiswa dan dapat diterapkan oleh pengajar untuk meluruskan
konsepsi siswa yang kurang jelas atau berbeda sekali dengan konsep ilmiah dan sekaligus
membangun konsepsi baru. Melalui perubahan konseptual dalam kegiatan pembelajaran, para
pelajar diharapkan aktif membentuk pengetahuannya sendiri dengan cara memodifikasi konsepsi
yang telah dimilikinya.
1.
D. Proses Terjadinya Perubahan Konseptual.
Menurut Posner (1982) dan Hewson (1989), jika perubahan konseptual akan terjadi, mula-mula anak
itu harus merasa tidak puas dengan gagasan yang ada. Walaupun demikian, ketidakpuasan saja
tidak cukup untuk mengganti gagasan lama dengan gagasan baru. Harus ditambahkan tiga kondisi,
yaitu gagasan baru itu haris intelligible (dapat dimengerti), plausible (masuk akal), dan fraitfull
(memberi suatu kegunaan). Pada umumnya focus pengajaran sains hanya pada intelligiblety
(Gunstone, 1992) dan jarang memperhatikan plausibility. Ternyata segi kegunaan (fraitfull) sangat
menentukan terjadinya perubahan konseptual.
Mengingat pentingnya perubahan konseptual dari pengetahuan awal siswa pada proses
pembelajaran yang berlandaskan pada pandangan constructivist. Novik (1982) mengemukakan
bahwa perubahan konseptual terjadi melalui akomodasi kognitif yang berawal dari pengetahuan awal
siswa. Untuk menciptakan proses akomodasi kognitif tersebut, Novick mengusulkan tiga tahap
strategi kemudian tiga tahap terangkum dalam suatu model pembelajaran, yang dikenal dengan
model pembelajaran Novick. Model pembelajaran Novick tersebut mempunyai pola umum seperti
bagan berikut:

Bagan model pembelajaran Novick diadaptasi dari Osborne 1985 : 103


1)

Fase pertama, eksposing alternative framewok (mengukapkan konsepsi awal).

Terdapat dua hal utama yang perlu dilakukan pada fase pertama yaitu:
1.
mengungkapkan konsepsi awal siswa
Mengungkapkan konsepsi awal siswa dalam mengajar ditujukan agar terjadi perubahan konseptual
sesuai dengan gagasan contructivist yang memungkinkan siswa membentuk konsepsi baru yang
lebih ilmiah dari konsepsi awalnya. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa bisa benar atau salah, unuk
itu langkah penting yang harus dilakukan guru agar terjadi perubahan konseptual yaitu membuat
siswa sadar akan gagasan mereka sendiri tentang topik yang sedang dipelajari. Dalam
mengungkapkan konsepsi awal siswa, guru harus melakukan dua hal yaitu menghadirkan suatu
peristiwa baik yang sudah diketahui siswa atau yang baru diketahui siswa kemudian meminta mereka
untuk mendeskripsikannya.
1.
Mendiskusikan dan mengevaluasi konsepsi awal siswa.
Tujuan langkah ini adalah untuk memperjelaskan dan meninjau kembali konsepsi awal siswa melalui
kelompok dan diskusi siswa. Hal pertama yang dapat dilakukan guru adalah dengan bertanya pada
siswa tentang uraian konsepsi mereka. Setelah semua konsep siswa diungkapkan, guru memimpin
kelas itu untuk mengevaluasi masing-masing konsepsi yang diajukan.
Menurut Natsir (1997:38) evaluasi konsepsi yang diajukan berdasarkan kejelasannya atau
kemengertiannya (intelligible), dapat masuk akal (plausible) dan peluang keberhasilan (fruitfull) dalam
menjelaskan peristiwa yang dihadirkan. Nussbaum dan Novick (1982) menyatakan bahwa pada
langkah ini guru harus menerima semua penyajian dan menahan diri untuk tidak memberikan
penilaian salah atau benar. Walaupun guru tidak memberikan penilaian salah atau benar, tetapi guru
harus tetap mengevaluai gagasan mereka didasarkan pada kejelasannya, kemengertiannya dan
peluang keberhasilannya.
2)

Fase kedua , creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual)

Menciptakan konflik konseptual (konflik kognitif) dalam pikiran siswa adalah satu tahap penting dalam
pembelajaran, sebab dengan hanya adanya konflik tersebut siswa merasa tertantang untuk belajar.
Dengan kata lain mereka merasa tidak puas dengan kenyataan yang sedang dihadapinya.
Untuk menciptakan konflik konseptual, Niaz (Masud 2006:67) memberikan contoh beberapa situasi
yang sekaligus menjadi indikator terjadinya konflik konseptual dalam diri siswa antara lain :
1.

Kejutan (surprise) yang diitimbulkan oleh munculnya seseorang yang kontradiksi dengan
persepsinya.
2.
Pengetahuan yang penuh dengan teka-teki, merasa gelisah atau sebuah keingintahuan
intelektualnya.
3.
Kekosongan akan pengalaman kognitif, seperti jika seseorang sadar akan segala sesuatu
dalam struktur kognitifnya yang hilang.

4.

Ketidakseimbangan kognitif, dimana pertanyaan atau perasaan kosong muncul pada situasi
yang diberikan.
3)
Fase ketiga, encouraging cognitive accomaodation (mengupayakan terjadinya akomodasi
kogntitif)
Dengan akomodasi, siswa mengubah konsep yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang
dihadapinya. Menurut Posner (1982) adapun syarat terjadinya akomodasi adalah sebagai berikut:
1.

Harus ada ketidakpuasan (dissatisfaction) terhadap konsep lama yang telah ada dalam
struktur kognitif.
2.
Ada konsepsi baru yang lebih mudah dimengerti (intelligible).
3.
Ada konsepsi baru yang lebih masuk akal (plausible).
4.
Ada konsepsi baru yang menyajikan peluang keberhasilan (fraitfull).
1.
E. Langkah Langkah Yang Dilakukan Dalam Pembelajaran Perubahan Konseptual
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran perubahan konseptual untuk membangkitkan
perubahan konseptual dalam hal ini adalah;
1.

Orientasi, yaitu pengajar membuka pelajaran dengan memberikan uraian singkat tentang
materi yang akan dipelajari dan tujuan pembelajaran.
2.
Pemunculan ide, yaitu mahasiswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil.
Pengajar berusaha memunculkan ide siswa dengan siswa diminta untuk menyatakan secara
eksplisit idenya kepada teman dalam kelompok dan pengajar (guru).
3.
Penyusunan ulang ide, yaitu siswa menyusun kembali ide yang telah diperoleh pada langkah
2), yaitu meliputi;
1.
Pertukaran ide, yaitu siswa mendiskusikan jawaban pada langkah pemunculan ide
dalam kelompoknya.
2.
Pembukaan situasi konflik.
Hal ini dimaksudkan agar jawaban mereka sesuai dengan konsep ilmiah tentang materi yang sedang
dipelajari.
1.

Pembentukan dan penilaian ide baru, yaitu siswa membangun sendiri ide atau pengetahuan
baru berdasarkan konsepsi mereka. Pada kegiatan ini guru dapat memberikan bimbingan
seperlunya. Dari kegiatan ini diharapkan siswa dapat menilai sendiri idenya.
2.
Penerapan ide baru (aplikasi), yaitu siswa mendiskusikan kembali jawaban pada tahap
pemunculan ide. Selain itu siswa diminta untuk menjawab tugas-tugas lainnya yang berkaitan
dengan materi yang dipelajari. Hal ini dimaksudkan untuk mencoba konsep-konsep ilmuwan yang
telah dikembangkan dan diperoleh siswa dalam situasi baru.
3.
Pengkajian ulang perubahan ide, yaitu guru memberikan umpan balik untuk memperkuat
konsep ilmuwan yang dimiliki siswa.
4.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Perubahan Konseptual
Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan
kekurangan model pembelajaran perubahan konseptual adalah sebagai berikut :
1.
2.

Kelebihan
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pikiran, pendapat,
pemahamannya tentang suatu konsep sebelum dipelajari secara formal. Dengan demikian siswa
dilibatkan dalam merencanakan pengajarannya.

3.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk peduli dengan konsepsi awalnya (terutama
konsepsi awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah). Dengan demikian siswa diharapkan
menyadari kekeliruannya dan bersedia memperbaiki kekeliruaan tersebut.
4.
Dapat menciptakan suasana kelas yang hidup karena siswa dituntut untuk aktif berdiskusi
dengan teman dan gurunya. Dengan demikian cara belajar siswa aktif dapat terlaksana.
5.
Siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri pengetahuan yang diajarkan dengan
memperhatikan konsepsi awalnya. Dengan demikian akan terjadi pembelajaran yang bermakna.
6.
Guru yang mengajar menjadi kreatif karena harus berusaha mencarikan alternatif untuk
meluruskan konsepsi awal siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah.
1.
Kelebihan
2.
Karena untuk menerapkan model pembelajaran perubahan konseptual menggali
konsepsi awal siswa sebelum siswa belajar secara formal, maka bagi siswa yang belum
terbiasa pada situasi ini merasa takut dengan beberapa pertanyaan berkenaan dengan
materi yang belum dipelajari. Namun ini bisa diatasi dengan memberikan informasi bahwa
tes awal tidak mempengaruhi nilai siswa.
3.
Membutuhkan waktu yang banyak, namun ini bisa diatasi dengan membatasi waktu
ketika membagikan kelompok.
4.
Bagi guru yang kurang berpengalaman akan merasa kesulitan karena pengajaran
disusun berdasarkan pada konsepsi awal siswa yang beragam, namun ini bisa diatasi
dengan seringnya menerapkan model pembelajaran perubahan konseptual pada materi yang
ada miskonsepsinya.
Hasil dari pembelajaran model perubahan konseptual ini, diharapkan dapat
berdampak dan bermakna dalam hidup keseharian peserta didik. Hal ini
berdasarkan dari teori belajar bermakna David Ausubel. Menurut Ausubel, belajar
dapat dikalsifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan
dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui
penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa
dapat mengaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang ada. Struktur kognitif ialah faktafakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi
dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk penerimaan yang
menyajikan informasi dalam bentuk final, atau bentuk belajar penemuan yang
mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang
diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa dapat menghubungkan atau mengaitkan
informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep) yang dimilikinya, sehingga terjadi
belajar bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
http//repository.upi.edu/operator/upload/s_bio_0706603_chapter2.Diakses tanggal 15 Oktober 2012
http// isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/281094859_0216-1370. Diakses tanggal 10 Oktober 2012.
http// journal.um.ac.id/index.php/pendidikan-dan-pembelajaran//693. oleh IN Sudyana 2009.
Diakses tanggal 15 Oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai