Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan
manusia dan makhluk hidup. Pelestarian sumberdaya air secara kualitatif
dan kuantitatif kurang mendapat perhatian. Secara kualitatif pencemaran
sumberdaya air oleh manusia semakin tinggi, dan secara kuantitatif
kebutuhan air semakin besar sedangkan jumlah sumberdaya air relatif
tetap sehingga tidak mencukupi. Permasalahan air yang melanda dunia
dan juga di Indonesia seharusnya menggugah kesadaran dan kepedulian
masyarakat untuk bersama-sama melestarikan sumberdaya air secara
berkelanjutan, salah satunya dengan menampung air hujan sebanyakbanyaknya.
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS), persentase rumah
tangga dengan sumber air minum bukan leding menurut provinsi untuk
wilayah pedesaan dan perkotaan Tahun 1999, 2001, 2003 dan tahun
2006 secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa persentase jumlah rumah tangga di daerah
perdesaan yang menggunakan sumber air minum bukan dari leding masih
sangat besar yakni antara 90 93 %, sedangkan untuk wilayah perkotaan
berkisar antara 60 -68 %. Sebagian besar masyarakat yang belum
terlayani oleh air minum perpipaan umumnya menggunakan air tanah.
Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan
Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan.
Perdesaan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Provinsi / Province

1999

Nanggroe Aceh Darussalam


Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu

96.1
91.6
88
99.2
92
95
93.4

2001 2003 2006


Persentase (%)
98.3
92.5
92.4
93.5
90.4
88
87.1
85.8
97.5
98.9
97.1
91.2
90.6
89.3
97.3
97.6
93.8
92.2
93.7
91.6

8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.

Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kep. Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta *)
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Irian Jaya Barat
Papua
Indonesia

98.1
94.9
94.4
95.2
93.8
59.1
90.1
89.8
95
93.5
84.1
80.4
98
85.9
91.8
89.8
90.9
98.1
93

97.2
99.4
95
94.6
97.3
93.9
98.1
66.3
94.5
88.2
96
95.6
86.8
88.6
81.8
87.3
95.2
86.9
92.7
76
90.9
96
93.5

97.9
94.8
94
90.5
94.5
97.2
63
93.5
91
94
91.7
87.3
83.2
85.2
88.9
93.3
84.6
97.4
94.9
95.6
96.8
93.6

96.8
96.3
96.8
91.2
91.0
83.9
89.7
94.0
61.0
84.8
86.4
92.4
92.1
84.2
78.8
76.0
87.1
89.8
80.2
89.9
91.3
85.5
90.6
88.6
93.0
90.0

*) DI Yogyakarta tidak mencakup Kabupaten Bantul.


Sumber : http://www.bps.go.id/sector/socwel/housing/table6.shtml

Tabel 1.2 : Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan
Leding menurut Provinsi Untuk Wilayah Perkotaan.
Perkotaan
No.

Provinsi / Province

1.
2.

Nanggroe Aceh Darussalam


Sumatera Utara

1999

2001 2003 2006


Persentase (%)
69.1
69.3 56.1
56.7 53.3 51.3 48.0

3.
Sumatera Barat
4.
Riau
5.
Jambi
6.
Sumatera Selatan
7.
Bengkulu
8.
Lampung
9.
Kep. Bangka Belitung
10.
Kep. Riau
11.
DKI Jakarta
12.
Jawa Barat
13.
Jawa Tengah
14.
DI Yogyakarta *)
15.
Jawa Timur
16.
Banten
17.
Bali
18.
Nusa Tenggara Barat
19.
Nusa Tenggara Timur
20.
Kalimantan Barat
21.
Kalimantan Tengah
22.
Kalimantan Selatan
23.
Kalimantan Timur
24.
Sulawesi Utara
25.
Sulawesi Tengah
26.
Sulawesi Selatan
27.
Sulawesi Tenggara
28.
Gorontalo
29.
Sulawesi Barat
30.
Maluku
31.
Maluku Utara
32.
Irian Jaya Barat
33.
Papua
Indonesia

54.9
81.7
47.1
54.7
69.2
75.3
52.4
77.5
67.7
98.7
58.3
47.1
69.8
35
66.7
57.8
22.7
28.9
50.9
63.6
45.7
45.6
49.5
47.9
63.6

51.6
79.1
61.6
55.7
73.2
78
78.8
49
79.7
72
90.9
65.3
78.4
53
63.8
39.5
74.6
64.4
29.7
34.6
48.8
61.5
41.1
40.3
63.2
62
34.1
49.3
66.4

*) DI Yogyakarta tidak mencakup Kabupaten Bantul.


Sumber : http://www.bps.go.id/sector/socwel/housing/table7.shtml

53.7
76.1
61.3
54.9
69.8
80.2
88.1
54.3
81.8
73.5
87.3
67.9
77.4
53.5
78.6
38.7
77
62.4
27.8
27
51.5
61.6
41.4
42.5
67.6
45.4
37.8
45.1
68

51.6
82.9
59.5
47.1
69.6
81.5
85.2
44.6
39.5
74.8
68.0
72.4
58.8
67.9
33.9
70.3
39.1
76.8
57.4
27.0
22.2
54.6
47.5
36.6
38.6
64.8
57.9
51.1
35.5
40.9
48.9
60.3

Air tanah merupakan sumber daya air yang sangat penting bagi
makhluk hidup. Air tanah dapat dijumpai atau terdapat dalam suatu
lapisan yang disebut akuifer. Pembuatan sumur baik gali maupun bor
harus mencapai lapisan akuifer ini jika tidak maka debit air akan kecil.
Untuk keperluan mendapatkan air dalam jumlah banyak biasanya dapat
dilakukan dengan mengambil air di beberapa lapisan sekaligus.
Lapisan akuifer tersebut dapat dijumpai pada dataran pantai,
daerah kaki gunung, lembah antar pegunungan, dataran aluvial dan
daerah topografi karst. Lapisan ini merupakan lapisan yang porus terdiri
dari pasir sampai gravel. Ketebalan lapisan ini umumnya bervariasi dalam
suatu kondisi ketebalannya dapat lebih dari 10 m. Lapisan akuifer ditinjau
dari sistemnya terdiri dari akuifer tak tertekan, akuifer semi tertekan dan
akuifer tertekan. Akuifer dataran pantai pada umumnya berkembang
sebagai daerah pemukiman yang padat (misal wilayah DKI Jakarta) hal ini
disebabkan karena akuifer daerah ini merupakan sumber air tanah yang
sangat penting bagi daerah kota daerah tersebut. Air tanah di daerah
tersebut disamping dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kota juga
digunakan untuk pertanian.
Pemakaian air tanah harus mempertimbangkan faktor kelestarian
air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu cara
mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan sumur
resapan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan sumur
resapan adalah dapat menambah jumlah air tanah serta mengurangi
jumlah limpasan.
Peningkatan kapasitas Infiltrasi dengan penerapan sumur resapan
diperlukan untuk menambah jumlah air yang masuk kedalam tanah.
Adanya sumur resapan akan memberikan dampak berkurangnya
limpasan permukaan. Air hujan yang semula jatuh keatas permukaan
genteng disalurkan melalui talang air kemudian ditampung kedalam
tangki penampung, limpasan air yang keluar dari tangki penampung
kemudian dimasukkan kedalam sumur resapan.
Untuk mendapatkan air hujan dalam jumlah banyak maka
beberapa talang dari rumah digabung menjadi satu, kemudian disalurkan
melalui pipa untuk dialirkan kedalam bak penampung air. Untuk rumahrumah yang dibangun dengan sistem kopel, saluran air dapat digabung
menjadi satu atau secara komunal, air hujan dialirkan dengan pipa air
dibawa ke bak penampung air hujan. Dengan menggunakan sistem
komunal tersebut jumlah air hujan yang dapat ditampung akan menjadi

lebih banyak sehingga akan dapat memenuhi bak penampung air yang
disediakan.
Salah satu contoh lain adalah wilayah Depok yang merupakan
daerah penyangga untuk wilayah DKI Jakarta sangat berpengaruh
terhadap sumber daya air tanah untuk wilayah DKI Jakarta. Dengan
semakin berkembangnya kota Depok maka daerah terbangun menjadi
semakin luas yang mengakibatkan jumlah air limpasan air hujan yang
mengalir ke saluran meningkat dengan pesat dan mengakibatkan banjir.
Dengan semakin besarnya jumlah penduduk, telah mengakibatkan
perubahan tata guna lahan yang pada akhirnya menyebabkan koefisien
limpasan (run off) meningkat, di lain pihak kapasitas saluran atau sungai
menurun akibat sedimentasi, sehingga mengakibatkan banjir terutama
pada saat musim hujan
Selain itu, salah satu permasalahan yang ada di Indonesia adalah
prosentase pelayanan air bersih oleh PDAM masih rendah, sehingga
masyarakat sebagian besar menggunakan air tanah untuk kebutuhan
sehari-hari. Oleh karena itu konservasi air tanah di wilayah Depok perlu
dilakukan agar kesimbangan air tanah tetap terjaga serta jumlah air
limpasan hujan dapat dikurangi sehingga resiko banjir juga dapat diatasi.
Dalam rangka
menjaga keseimbangan pengambilan dan
peresapan air hujan serta mengurangi jumlah limpasan air hujan perlu
dikembangkan teknologi pemanenan dan pemanfaatan air hujan untuk
menjaga ketersediaan air tanah terutama pada saat musim kemarau,
sehingga berdampak dapat meningkatkan suplai air bersih di Kota Depok.
Rain harvesting atau pemanenan air hujan adalah kegiatan menampung
air hujan secara lokal dan menyimpannya melalui berbagai teknologi,
untuk penggunaan masa depan untuk memenuhi tuntutan konsumsi
manusia atau kegiatan manusia. Pengumpulan, penyimpanan dan
pendistribusian air hujan dari atap dilakukan untuk penggunaan di dalam
atau di luar rumah maupun untuk keperkuan bisnis. Menurut peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009 pasal 1 ayat 1:
Pemanfaatan air hujan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan,
menggunakan, dan/atau meresapkan air hujan ke dalam tanah.
Sedangkan pada pasal 3 disebutkan, kolam pengumpul air hujan adalah
kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang
jatuh di atap bangunan (rumah, gedung perkantoran atau industry) yang
disalurkan melalui talang.
Salah satu alternatif untuk penyediaan air bersih masyarakat
adalah dengan cara memanfaatkan air hujan baik secara langsung
5

maupun tidak langsung. Dalam rangka memasyakatkan teknologi


pemanenan serta pemanfaatan air hujan perlu dilakukan kajian serta
pengembangan teknologi pemanenan air hujan serta teknologi
pengolahan air hujan agar dapat diaplikasikan oleh masyarakat. Dengan
demikian dapat meningkatkan penyediaan air bersih yang murah bagi
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai