Anda di halaman 1dari 8

4,5 KARANG

Modern Reef Karbonat


Hubungan dengan sirkulasi
Hubungan dengan salinitas
Hubungan dengan air llaut

Present

4.5.1 Pendahuluan klasifikasi

a Skeletal (frame-built) reefs

Karang adalah sistem sedimen yang unik. antar- yang hubungan fisik, kimia
dan biologi proses membuat mereka sangat menarik dan, di Selain itu,
terumbu fosil repositori utama hidrokarbon.
Dalam istilah sederhana dua fitur ciri terumbu. Pertama, mereka lateral
dibatasi dalam beberapa cara, bahkan meskipun mereka mungkin mencakup
area yang luas
Kedua, mereka menunjukkan bukti hayati yang cal pengaruh selama
pertumbuhan, meskipun hal ini tidak selalu jelas dalam beberapa terumbu
kuno,
Dalam bab ini istilah yang digunakan dalam pengertian umum untuk
karbonat biologis yang dipengaruhi akumulasi yang cukup besar selama
pembentukan telah memiliki beberapa bantuan topografi.

Reef mounds

Ini adalah penumpukan karbonat terbentuk biogenically tapi SKELETAL


FRAMEWORK kurang menonjol dalam pembentukan insitu Mereka mungkin
kaya bahan bioklastika atau didominasi lumpur. Struktur tersebut telah
dibentuk terutama oleh perangkap dan mengikat sedimen oleh berbagai
organisme dan oleh tingkat produksi lokal tinggi dari bahan tulang.

para ahli mengakui dalam divisi lain dalam spektrum karang tergatung pada
peran organisme/biota yang terlibat.

James & Macintyre (1985) telah menawarkan klasifikasi terumbu mengakui


dua jenis reef mound yaitu buildups mikroba (dibentuk oleh illgae dan
cyanobacteria, dan termasuk stromatolit) dan mud mounds (gundukan
lumpur) (dibentuk oleh metazoans dan metaphytes).
Namun, beberapa Reef mound, seperti yang diakui oleh James & Macintyre,
mungkin dibentuk oleh aktivitas mikroba dan klasifikasi mereka tidak
menawarkan kriteria formal untuk digunakan dalam mengklasifikasikan
terumbu kuno.
Sejak spektrum ada antara frame-built and non-frame-built reefs mungkin
masuk akal untuk mencoba untuk menempatkan nilai, untuk kenyamanan,
persentase in situ kerangka hadir untuk membatasi dua kelompok.

Namun, banyak terumbu Kuarter memiliki jumlah yang sangat kecil dari
kerangka
terumbu mengungkapkan persentase yang sangat tinggi (volume) dari
rongga dan sedimen, sebelumnya diciptakan oleh pertumbuhan yang tidak
teratur dari frame dan oleh proses perubahan seperti bioerosion. Sebanyak
50% atau lebih dari frame asli dapat dihancurkan oleh proses fisik, biologis
dan diagenetic
Hasilnya adalah bahwa banyak terumbu kuno tampaknya kurang memiliki
luas, kaku, bingkai saling berhubungan, mungkin awalnya telah memiliki satu
selama pertumbuhan.

mungkin semula memiliki satu proses selama pertumbuhan


Ketika melihat material inti, menilai 'berapa banyak karang terbentuknya
karang' bisa sangat sulit,

Reef Kompleks

Merupakan komplek reef utama


Penumpukan yang sangat besar
Resisten terhadap gelombang sehingga
Untuk pengembangan relief topografi yang signifikan sehingga di bagi mnjadi
reef core,
fore reef
back-reef zones

Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi pada shelf, sebagian


mengalami transportasi ke arah daratan, yaitu ke tidal flat, pantai lagoon sedangkan
sebagian lagi mengalami transportasi ke arah laut yaitu cekungan yang lebih dalam.

Gambar 2.4 Fasies Terumbu Menurut James (1979)

James (1979) membagi fasies terumbu masa kini secara fisiografis menjadi 3 macam,
yaitu sebagai berikut:
a. Fasies Inti Terumbu (reef core facies)
Fasies ini tersusun oleh batugamping yang masif dan tidak berlapis, berdasarkan litologi
dan biota penyusunnya, fasies ini dapat dibagi menjadi 4 sub fasies, yaitu:
Sub-fasies puncak terumbu (reef crest)
Sub-fasies dataran terumbu (reef flat)
Sub-fasies terumbu depan (reef front)
Sub-fasies terumbu belakang (back reef)
b. Fasies Depan Terumbu (fore reef facies)
Litologi berupa grainstone dan rudstone dan merupakan lingkungan yang mempunyai
kedalaman >30 m dengan lereng 45 60. Semakin jauh dari inti terumbu (ke arah laut),
litologi berubah menjadi packstone, wackstone, dan mudstone.
c. Fasies Belakang Terumbu (back reef facies)

Fasies ini sering disebut juga fasies lagoon dan meliputi zona laut dangkal (< 30 m) dan
tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi air terbatas dan
banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi berupa packstone, wackstone dan
mudstone dan banyak dijumpai struktur jejak dan bioturbasi, baik horizontal maupun
vertikal.

Tipe-tipe terumbu karang


Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land
masses) terdapat tiga klasifikasi tipe terumbu karang yang sampai sekarang masih secara luas
dipergunakan. Ketiga tipe tersebut adalah (gambar 2):
1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulaupulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas
dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk
melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang
mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara
vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut
lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk
lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya
karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan
pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi
Selatan), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).
3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang
tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang
cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata
45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana
(NTT), Mapia (Papua)

Namun demikian, tidak semua terumbu karang yang ada di Indonesia bisa digolongkan ke dalam
salah satu dari ketiga tipe di atas.
4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu
ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis,
membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal
atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta),
Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

Faros merupakan terumbu yang berbentuk cincin,terdapat dalam


suatu beting (laut dalam) (Rositasari, 1998).
Karang Meja (Coral Bank) merupakan karang yang tumbuh pada
suatu perairan laut sempit, lebih menyerupai dasar laut yang
mendangkal, tanpa tepian yang jelas (Rositasari, 1998).

Menurut BIRD (1976) terdapat tiga teori terbentuknya terumbu karang


berdasarkan bidang ilmu geologi. Ketiga teori tersebut adalah
Subsidence theory yang diusulkan oleh Darwin, Anthecendent
platform theory yang diusulkan Murray dan Glacial control theory yang
diusulkan oleh Daly (Rositasari, 1998).
Subsidence theory atau teori penurunan lempengan kerak bumi di
dasar samudra akibat aktivitas gunung berapi diperkirakan terjadi
pada masa Pleistosen, dimana pada saat itu terbentuk 75% dari
keseluruhan terumbu karang. Darwin yang mempelajari terumbu
dibeberapa daerah selama 5 tahun selama pengalamannya diatas
kapal Beagle menyatakan bahwa Fringing Reef, Barrier Reef, dan
Atoll memiliki proses evolusi akibat terjadinya Tectonic Subsidence
yaitu penurunan lapisan kerak bumi di dasar samudra akibat letusan
gunung berapi (Rositasari, 1998).

Glacial Control Theory adalah teori yang menyatakan bahwa


pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang erat hubungannya
dengan perubahan perubahan paras muka laut akibat perubahan
massa es mulai dari jaman Pleistosen sampai resen (Rositasari,
1998).

Perkembangan Gunung Merapi Menjadi Atol (Rositasari, 1998)


Penurunan lapisan kerak bumi di dasar samudra akibat letusan
gunung berapi dan fluktuasi paras muka laut akibat terjadinya
perubahan massa es mulai jaman Pleistosen hingga periode resen
adalah yang mengakibatkan variasi pada kedalaman laut di sepanjang
Paparan Kontinental (Continental Shelf). Terjadinya variasi pada
kedalam laut di sepanjang paparan kontinental inilah yang
menyebabkan tumbuhnya karang secara berkesinambungan. Menurut
teori, terjadi aktivitas magmatik pada suatu titik panas (hotspot)
dimana titik panas tersebut kemudian tumbuh dan berkembang
menjadi gunung berapi yang berada di dasar samudra, setelah
gunung berapi dasar samudra itu meletus dan menjadi tidak aktif,
dalam beberapa juta tahun gunung berapi tersebut berubah menjadi
pulau yang kemudian mengalami pergeseran dari posisi semula oleh
pergerakan kerak bumi. Pulau tersebut kemudian ditumbuhi beberapa
formasi karang menjumbai (fringing reefs) (Rositasari, 1998). Pulaupulau ini kemudian mulai turun dan apabila penurunan ini tidak terlalu

cepat, pertumbuhan terumbu akan seimbang dengan penurunan


pulau tersebut, kemudian akan membentuk terumbu penghalang dan
akhirnya menjadi sebuah atol sedangkan pulaunya menghilang di
bawah laut menjadi sebuah gunung kecil di laut (guyot). Kalau pulau
sudah menghilang, pertumbuhan karang yang diteruskan di sebelah
luar akan menahan terumbu diatas permukaan, tetapi dibagian dalam,
dimana pulau dahulu berada, keadaan air tenang dan pengendapan
tinggi, sehingga mencegah pertumbuhan karang yang terus-menerus,
dan oleh karenanya terbentuklah gobah (lagoon). Secara garis besar
perkembangan gunung berapi menjadi atol adalah demikian, dan
proses tersebut akan terulang kembali pada gunung berapi yang
terbentuk kemudian (Nybakken, 1992).

Evolusi Atol (Rositasari, 1998)


Kebenaran teori Darwin dibuktikan dengan pengeboran Eniwetok Atol
di Kepulauan Marshall sampai kedalaman 1283 m pada batu kapur
terumbu, dan membentur batuan vulkanik pada tahun 1953. Bukti
lainnya dengan ditemukan gunung-gunung dengan puncak datar atau
guyot, yang pada saat sekarang, puncak-puncak itu berada ratusan
atau ribuan meter dibawah permukaan lautan, tetapi pada

permukaannya terdapat bekas-bekas karang perairan dangkal.


Ternyata gunung-gunung itu tenggelam terlalu cepat bagi terumbu
yang tumbuh di zona yang mendapat cahaya. Dengan demikian, teori
ini mengaitkan ketiga tipe terumbu itu dalam rangkaian yang
evolusioner, tetapi bukan merupakan penjelasan untuk semua tipe
terumbu penghalang dan terumbu tepi (Nybakken, 1992).
Anthecendent Platform Theory adalah teori yang mengemukakan
bahwa keberadaan terumbu karang bermula saat terbentuknya koloni
antara koral dengan alga di dasar laut. Teori ini tidak membahas
mengenai terjadinya perubahan pada permukaan tanah ataupun laut,
sehingga teori ini dianggap memiliki terlalu banyak kelemahan oleh
para pakar geologi (Rositasari, 1998). Tetapi hal ini menjelaskan
bahwa terjadinya terumbu tepi dan terumbu penghalang di sekitar
tepi-tepi benua dan di pulau bukanlah hanya vulkanik yang intensif,
tetapi karena daerah-daerah tersebut mempunyai kondisi lingkungan
yang sesuai bagi pertumbuhan terumbu dan suatu substrat yang
cocok untuk memulai pertumbuhan, selain itu perairan yang dangkal
cocok untuk mereka memulai pertumbuhannya. Pada Kepulauan
Karibia dan Florida, Indonesia, Filipina, Nugini, dan Fiji tidak ada
daratan turun, sehingga terumbu tidak akan menjadi atol (Nybakken,
1992).

FASIES REEF. SKELETAL


Reef front and crest
Fore-reef slope
Reef flat
Back-reef lagoons

Anda mungkin juga menyukai