Anda di halaman 1dari 17

Portofolio

Nama Wahana: Puskesmas Punung


Topik: Ilmu Penyakit Bedah
Tanggal (Kasus): 10-10-2016
Presenter: dr. Ratna Sari
Tanggal Presentasi: 24-10-2016
Pendamping: dr. Soediro
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansi
a

Bumil

Deskripsi: Laki-laki, 49 tahun, penurunan kesadaran


Tujuan: Diagnostik dan tatalaksana pada kasus stroke hemoragik
Tinjauan
Bahan Bahasan:
Riset
Kasus
Audit
Pustaka
Presentasi dan
Cara Membahas:
Diskusi
Email
Pos
Diskusi
Data Pasien:
Nama: Tn. K
Nomor Registrasi : 12864
Data Klinik:
Telp:
Terdaftar Sejak : 10-10-2016
Data Utama untuk Bahan Diskusi
A. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Pasien datang dengan keluhan utama terdapat benjolan pada buah zakar kanan sejak 3 hari.
B. Riwayat Kesehatan / Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan utama terdapat benjolan pada buah zakar kanan sejak
3 hari. Benjolan sebesar telur angsa dan benjolan tidak dapat dimasukkan kembali serta
tidak masuk saat berbaring. Keluhan disertai dengan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu,
mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2 kali isi makanan. Pasien tidak dapat BAB. BAK tidak
ada keluhan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat trauma pada buah zakar sebelumnya disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada yang mengalami penyakit seperti ini.
E. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah menjalani pengobatan sebelumnya.
F. Riwayat Alergi:
Disangkal.
G. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: Compos Mentis

GCS: E4V5M6

Tanda-tanda vital:

o Tekanan darah: 120/80 mmHg


o Nadi: 100 x/menit
1

o Pernafasan: 20 x/menit
o Suhu: 36,30C
Status Generalis
Kepala:
- Bentuk
: Normosefali, simetris
- Mata
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
- Telinga
: tidak ada kelainan
- Hidung
: tidak ada kelainan
- Mulut
: Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-)
Leher: JVP 5+2cmH2O, KGB tidak membesar
Thoraks: Inspeksi : simetris
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), iktus kordis tidak teraba
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi Jantung

: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
: suara napas Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Abdomen: Inspeksi : datar, lembut
Auskultasi: bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (+) pada seluruh lapang abdomen, massa (-), hepar/lien
tidak teraba
Perkusi : timpani (+) di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas: Akral hangat, edema tungkai (-/-), CRT <2
Status Lokalis
Status lokalis regio skrotalis dextra :
Inspeksi

: tampak benjolan pada skrotum bagian dekstra, tidak merah, warna kulit

Palpasi

sama dengan sekitarnya. Tidak tampak pelebaran vena.


: teraba massa dengan konsistensi lunak, batas atas tidak jelas, nyeri
tekan (-), benjolan tidak dapat didorong masuk dengan jari telunjuk dalam
posisi pasien berbaring, transiluminasi tes (-).

Perkusi

: tidak dilakukan

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

H. Diagnosis
Hernia Skrotalis Dextra Inkarserata
I. Rencana terapi
- IVFD RL 30 tpm makro
- Injeksi Norages 1 ampul
- Injeksi Ranitidin 1 ampul
- Rujuk ke RSUD Dr. Darsono Pacitan
Hasil Pembelajaran
1. Identifikasi etiologi
2. Diagnosis
3. Identifikasi komplikasi dan faktor penyulit
4. Konseling Informasi dan Edukasi tentang terapi nya

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Pasien datang dengan keluhan utama terdapat benjolan pada buah zakar kanan
sejak 3 hari. Benjolan sebesar telur angsa dan benjolan tidak dapat dimasukkan kembali
serta tidak masuk saat berbaring. Keluhan disertai dengan nyeri perut sejak 3 hari yang
lalu, mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2 kali isi makanan. Pasien tidak dapat BAB.
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat trauma
disangkal. Pasien mengaku belum melakukan pengobatan kemanapun.
2. Objektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos mentis GCS 15 (E4V5M6).
Pada tanda vital didapatkan tekanan darah normal yaitu 120/80, nadi normal 100x/menit,
napas normal 20x/menit dan suhu normal 36,3oC. Pada pemeriksaan fisik palpasi
abdomen didapatkan nyeri tekan (+) pada seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan
skrotum didapatkan Inspeksi: tampak benjolan pada skrotum bagian dekstra. Palpasi:
teraba massa dengan konsistensi lunak, batas atas

tidak jelas, nyeri tekan (-), benjolan

tidak dapat didorong masuk dengan jari telunjuk dalam posisi pasien berbaring,
transiluminasi tes (-). Auskultasi didapatkan bising usus (+) normal.
3. Assesment
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami keluhan utama benjolan pada buah
zakar kanan sejak 3 hari, menunjukan kemungkinan adanya hernia. Benjolan sebesar
telur angsa dan benjolan tidak dapat dimasukkan kembali serta tidak masuk saat
3

berbaring, menunjukan hernia irreponible. Keluhan disertai dengan nyeri perut sejak 3
hari yang lalu, mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2 kali isi makanan. Pasien tidak dapat
BAB. Hal ini menunjukan adanya kemungkinan terjepitnya usus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan (+) pada seluruh lapang
abdomen, sesuai dengan gejala hernia inkarserata. Pada pemeriksaan skrotum didapatkan
Inspeksi: tampak benjolan pada skrotum bagian dekstra. Palpasi: teraba massa dengan
konsistensi lunak, batas atas tidak jelas, nyeri tekan (-), benjolan tidak dapat didorong
masuk dengan jari telunjuk dalam posisi pasien berbaring, pada pemeriksaan skrotum
menunjukan hernia skrotalis irreponible. Transiluminasi tes (-), menyingkirkan diagnosis
banding hidrokel. Auskultasi didapatkan bising usus (+) normal, menunjukan bagian
abdomen yang turun ke skrotum adalah usus.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan, maka dapat
ditegakkan diagnosis Hernia Skrotalis Dextra Inkarserata.
4. Plan
- IVFD RL 30 tpm makro
- Injeksi Norages 1 ampul
- Injeksi Ranitidin 1 ampul
- Rujuk ke RSUD Dr. Darsono Pacitan

Tinjauan Pustaka
Hernia Skrotalis Dextra Inkarserata
I.

Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Thalut,2004). Berdasarkan terjadinya,
hernia dibagi atas hernia bawaan atau congenital dan hernia akuisita. Hernia juga
diberikan nama berdasarkan letaknya seperti, diafragma, inguinal, umbilical, femoral.
Sedangkan menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponible bila isi hernia dapat
keluar masuk.Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke rongga perut maka

II.

disebut hernia ireponible (Abrahamson,1990)


Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen muncul
didaerah sekitar lipat paha. Hernia indirect lebih banyak daripada hernia direct yaitu 2:1,
dimana hernia femoralis lebih mengambil porsi yang lebih sedikit. (Gilbert,2010)
Hernia sisi kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Perbandingan
pria:wanita pada hernia indirect adalah 7:1. Ada kira-kira 750000 herniorrhaphy
dilakukan tiap tahunnya di amerika serikat, dibandingkan dengan 25000 untuk hernia
femoralis, 166.000 hernia umbilicalis, 97.000 hernia post insisi dan 76000 untuk hernia
abdomen lainya.(Gilbert,2010)
Hernia femoralis kejadiannya kurang dari 10 % dari semua hernia tetapi 40% dari
itu muncul sebagai kasus emergensi dengan inkarserasi atau strangulasi. Hernia femoralis
lebih sering terjadi pada lansia dan laki-laki yang pernah menjalani operasi hernia
inguinal, meskipun kasus hernia femoralis pada pira dan wanita adalah sama, insiden
hernia femoralis dikalangan wanita 4 kali lebih sering dibandingkan dikalagan pria,
karena secara keseluruhan sedikit insiden hernia inguinalis pada wanita. (Gilbert,2010)

III.

Etiologi
Penyebab terjadinya hernia (Abrahamson ,1990):
Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau

didapat kemudian

Akibat dari pembedahan sebelumnya.


Kongenital
a.

Hernia congenital sempurna


Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat tempat tertentu.
5

b. Hernia congenital tidak sempurna


Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada
tempat - tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 -1 tahun) setelah
lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan
tekanan intraabdominal (mengejan, batuk, menangis)
Aquisial adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi
disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya, antara lain :
a. Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang sering
mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.
b. Postur tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya lebih
sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena
banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan
ikat penyokong pada LMR.
c. Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
d. Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intraabdominal.
e. Sikatrik.
f. Penyakit yang melemahkan dinding perut.
IV.

Macam-macam hernia
Brunicardi (2005) membagi macam-macam hernia menjadi:
1. Menurut lokasinya:
a. Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi dilipatan paha. Jenis ini merupakan
yang tersering dan dikenal dengan istilah turun berok atau burut.
b. Hernia umbilikus adalah di pusat.
c. Hernia femoralis adalah di paha.
2. Menurut isinya:
a. Hernia usus halus
b. Hernia omentum
6

3. Menurut penyebabnya:
a. Hernia kongenital atau bawaan
b. Hernia traumatic
c. Hernia insisional adalah akibat pembedahan sebelumnya
4. Menurut keadaannya:
a. Hernia inkarserata adalah bila isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali
kedalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase atau
vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia
irrenponibel.
b. Hernia strangulata adalah jika bagian usus yang mengalami hernia terpuntir atau
membengkak, dapat mengganggu aliran darah normal dan pergerakan otot serta
mungkin dapat menimbulkan penyumbatan usus dan kerusakan jaringan.
5. Menurut sifatnya:
a. Hernia reponibel adalah bila isi hernia dapat keluar masuk. Isi hernia keluar jika
berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia irreponibel adalah bila isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga.
V.

Patofisologi
1. Hernia Inguinalis
Kanalis inguinalis dalam kanal normal pada fetus. Pada bulan ke -8 dari
kehamilan, terjadi desensus vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis itu
akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang
disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah
mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut.
Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis yang kiri turun terlebih
dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka.
Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
(Artioukh,2000)
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka
terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis
7

kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut sebab pada
umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur,
organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut
telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka
pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk
-batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang - barang berat, mengejan.
Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis
karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut.
Akhirnya menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi protat,
asites, kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua.
(Brunicardi,2005)
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan
alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial komplikasi terjadi perlengketan
antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat
dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin
banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang kemudian
menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan
perdarahan akan timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan,
maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah
dan terjadi nekrosis. (Brunicardi,2005)
Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut
terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses. Komplikasi hernia
tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus
sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses
lokal, fistel atau peritonitis. (Brunicardi,2005)
A. Hernia Inguinalis Direkta (Medialis)
Hernia ini merupakan jenis henia yang didapat (akuisita) disebabkan oleh faktor
peninggian tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
Hesselbach. Jalannya langsung (direct) ke ventral melalui annulus inguinalis
subcutaneous. Hernia ini sama sekali tidak berhubungan dengan pembungkus tali
mani, umumnya terjadi bilateral, khususnya pada laki-laki tua. Hernia jenis ini
jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan strangulasi.
(Townsend,2004)
8

B. Hernia Inguinalis Indirekta (lateralis)


Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar melalui dua pintu dan
saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis
akan tampak tonjolan berbentuk lonjong. Dapat terjadi secara kongenital atau
akuisita. (Townsend,2004)
2. Hernia femoralis
Pada umumnya dijumpai pada perempuan tua, kejadian pada wanita kira- kira
4 kali lelaki. Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha. Sering penderita datang
ke dokter atau rumah sakit dengan hernia strangulata. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan benjolan di lipat paha di bawah ligamentum inguinale, di medial vena
femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Tidak jarang yang lebih jelas adalah tanda
sumbatan usus, sedangkan benjolan di lipat paha tidak ditemukan, karena kecilnya
atau karena penderita gemuk. Hernia ini masuk melalui annulus femoralis ke dalam
kanalis femoralis dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha. (Abrahmson,1990)
Kanalis femoralis terletak medial dari v. femoralis di dalam lakuna vasorum
dorsal dari ligamentum inguinale, tempat v. safena magna bermuara di dalam v.
femoralis. Foramen ini sempit dan dibatasi oleh pinggir keras dan tajam. Batas
kranioventral dibentuk oleh lig. Inguinale, kaudodorsal oleh pinggir os. Pubis yang
terdiri dari lig. Iliopektineale (lig. Cooper), sebelah lateral oleh (sarung) v. femoralis,
dan di sebelah medial oleh lig. Lakunare Gimbernati. Hernia femoralis keluar melalui
lakuna vasorum kaudal dari lig. Inguinale. Keadaan anatomi ini sering mengakibatkan
inkarserasi hernia femoralis. (Abrahamson,1990)
VI.

Diagnosis
A. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi (Gilbert,2010)
a. Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang setelah berbaring.
b. Hernia inguinal
i. Lateralis: muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral ke
medial, tonjolan berbentuk lonjong.
ii. Medialis: tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.
c. Hernia skrotalis: benjolan yang terlihat sampai skrotum yang merupakan
tojolan lanjutan dari hernia inguinalis lateralis.
d. Hernia femoralis: benjolan di bawah ligamentum inguinal
e. Hernia epigastrika: benjolan di linea alba.
9

2.

f. Hernia umbilikal: benjolan di umbilikal.


g. Hernia perineum: benjolan di perineum.
Palpasi (Gilbert,2010)
a. Titik tengah antara SIAS dengan tuberkulum pubicum (AIL) ditekan lalu
pasiendisuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka
b.

dapat diasumsikan bahwa itu hernia inguinalis medialis.


Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (AIM) ditekan lalu
pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan

c.

maka dapat diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis.


Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis
inguinalis) ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di
lateralnya berarti hernia inguinalis lateralis jika di medialnya hernia

d.

inguinalis medialis.
Hernia inguinalis: kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada
funikulus spermatikus sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda ini
disebut tanda sarung tangan sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin
teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dalam hal hernia dapat
direposisi pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien
mulai mengedan kalau hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis
lateralis dan kalau samping jari yang menyentuh menandakan hernia
inguinalis medialis. lipat paha dibawah ligamentum inguinal dan lateral

tuberkulum pubikum.
e. Hernia femoralis: benjolan lunak di benjolan dibawah ligamentum inguinal
f. Hernia inkarserata: nyeri tekan
3. Perkusi (Gilbert,2010)
a. Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan
hernia
b. Strangulate: Hipertimpani, terdengar pekak.
4. Auskultasi (Gilbert,2010)
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang
mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata).
Tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test. Cara
pemeriksaannya sebagai berikut:

Pemeriksaan finger test(Gilbert,2010):


a. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
b. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.
c. Penderita disuruh batuk:
d. Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
10

e. Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis

Pemeriksaan Ziemen test (Gilbert,2010):


a. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).
b. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan
c. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada:
i. Jari ke 2: Hernia Inguinalis Lateralis.
ii. Jari ke 3: hernia Ingunalis Medialis.
iii. Jari ke 4: Hernia Femoralis.

Pemeriksaan Thumb Test (Gilbert,2010):


Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan Bila
keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis. Bila tidak keluar benjolan
berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil laboratorium
Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut (Townsend,2004):
Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi. Elektrolit,
BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi
dehidrasi.Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.
2.

Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam posisi supine
dan posisi berdiri dengan manuver valsafa dilaporkan memiliki sensitifitas dan
spesifisitas diagnosis mendekati 90%. Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna
untuk membedakan hernia incarserata dari suatu nodus limfatikus patologis atau
penyebab lain dari suatu massa yang teraba di inguinal. Pada pasien yang dengan
nyeri inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau sonografi yang menunjukkan hernia
inguinali(Townsend,2004)

VII.

Diagnosis banding
Terdiri dari(Thalut,2004):
1. Keganasan:
a. Limfoma
b. Retroperitoneal sarcoma
c. Metastasis
d. Tumor testis
2. Penyakit testis primer
a. Varicocele
11

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

b. Epididimitis
c. Torsio Testis
d. Hidrokel
e. Testis ectopic
f. Undescendent testis
Aneurysma artery
Nodus Limfatikus
Kista Sebasea
Hidraenitis
Psoas abses
Hematoma
Asites

VIII. Penatalaksanaan
Adapun menurut Hoffstetter (2010)
1.

Konservatif :
a.

Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong


sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan
lambat dan menetap sampai terjadi reposisi

b. Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi Trendelenburg,


pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian bila berhasil,
anak boleh menjalani operasi pada hari berikutnya.
c. Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan
harus dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena
merusak kulit dan otot abdomen yang tertekan, sedangkan strangulasi masih
mengancam
2. Operatif
Indikasi operasi adalah
a. Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif tanpa
penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata,
strangulasi, termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan adanya
peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan operatif.
b. Pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada keadaan
inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat bahwa lebih baik
melakukan pembedahan yang elektif karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih
rendah jika dilakukan pembedahan cito.
Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi. Karena potensinya
menimbulkan komplikasi inkarserasii atau strangulasi lebih berat dibandingkan
12

resiko yang minimal dari operasi hernia (khususnya bila menggunakan anastesi
local). Khusus pada hernia femoralis, tepi kanalis femoralis yang kaku meningkatkan
resiko terjadinya inkarserasi. Ada 2 jenis operasi pada hernia:
1. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
(Thalut,2004)
2.

Hernioplasty
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting
artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi.
(Thalut,2004)
Teknik operasi Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik hernioplasty
dapat diklompokkan dalam 4 kategori utama:
a . Kelompok 1: Open Anterior Repair
Kelompok 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice)
melibatkan pembukaan aponeurosis otot obliquus abdomins ekternus dan
membebaskan funikulus spermatikus. Fascia transversalis kemudian dibuka,
dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia
biasanya diligasi dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi. (Hoffstetter,2010)
Teknik Bassini
Komponen utama dari teknik bassini adalah
a. Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis
ingunalis hingga ke cincin ekterna.
b. Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia
indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk
mencari hernia direct.
c. Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis
(fascia transversalis)
d. Melakukan ligasi kantung hernia seproksimal mungkin

13

e. Rekonstuksi didinding posterior dengan menjahit fascia tranfersalis,


otot

transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke

ligamentum inguinalis lateral


Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam
rekontruksi, tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat
fascia disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis,
kelemahannya yaitu tegangan yang tejadi akibat jahitan tersebut, selain dapat
menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis otot yang akan menyebakan
jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan (Hoffstetter,2010)
b . Kelompok 2: Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus) dilakukan
dengan membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincin luar
dan masuk ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua
bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik open
anterior adakah rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior repair
sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari
jaringan parut dari operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan
dengan anastesi regional atau anastesi umum. (Hoffstetter,2010)
c . kelompok 3: Tension-FreeRepair With Mesh
Kelompok

operasi

hernia

(teknik

Lichtenstein

dan

Rutkow)

menggunakan pendekatan awal yang sama degan teknik open anterior. Akan
tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi
menempatkan sebuah prostesis, mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat
memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan
disekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka
kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen. Beberapa ahli bedah
meragukan keamanan jangka panjang penggunaan implant prosthesis,
khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan. Akan tetapi pengalaman
yang luas dengan mesh hernia telah mulai menghilangkan anggapan ini, dan
teknik ini terus populer. Teknik ini dapat dilakukan dengan anastesi lokal,
regional atau general(Hoffstetter,2010)

14

Gambar 4: Tension-FreeRepair With Mesh


(sumber: http://www.aafp.org/afp/990101ap/143_f7.jpg)
d . Kelompok 4: Laparoscopic
Operasi hernia Laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun
terakhir, tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan
teknik ini, hernia diperbaiki dengan menempatkan potongan mesh yang besar
di region inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi
obstruksi usus halus dan pembentuka fistel karena paparan usus terhadap
mesh. (Hoffstetter,2010)
IX.

Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel ini dapat terjadi kalau
hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ektraperitoneal (hernia geser) atau
hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula
terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang
menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia Richter. Bila cincin
hernia sempit, kurang elastis atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia
obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi retrograde yaitu
dua segmen usus terperangkap didalam kantong hernia dan satu segmen lainnya berada
dalam rongga peritoneum seperti huruf W. (Brunicardi,2005)
Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur didalam
hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan
pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringa
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan
15

serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses local, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan
rongga perut. (Brunicardi,2005)
Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan
gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam
basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi terjadi gangguan
toksik akibat gangren, gambaran klinik menjadi komplek dan sangat serius. Penderita
mengeluh nyeri lebih hebat ditempat hernia, nyeri akan menetap karena rangsangan
peritoneum. (Brunicardi,2005)
Pada pemeriksaan lokal yang ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan
lagi, disertai nyeri tekan dan tergantung keadaaan isi hernia dapat dijumpai tanda
peritonitis atau abses local. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat darurat karena
perlu mendapat pertolongan segera. (Brunicardi,2005)
X.

Pencegahan
Hernia lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami, kelebihan berat
badan, menderita batuk menahun, sembelit menahun atau BPH yang menyababkan dia
harus mengedan ketika berkemih. Penobatan terhadap berbagai keadaan diatas dapat
mengurangi resiko terjadinya hernia. (Townsend,2004)

Daftar Pustaka
1. Abrahamson, J (1990).Maingots Abdominal Operation.9thed. Schwartz,S I & Ellis, H ed.
Connecticut : Prentice-Hall International Inc.215-296
2. Amid,P (2010) Surgery Roundtable: Current Issues in Inguinal Herniorrhaphy. Available
from: http://cme.medscape.com/viewarticle/416375_3
3. Artioukh DY, Walker SJ(2000) Inguinal and Femoral Hernias Oxford Textbook of
Surgery, Morris P, Wood W ed. England : Oxford Press; Page 1307-1310.
4. Brunicardi, F Charles.( 2005). Inguinal Hernias. Schwartzs Principles of Surgery. 8th ed.
New York:Mc Graw-Hill. 1353-1394.
5. Burhitt ,H.G (2003). Essential Surgery .3rded.England:Oxford Press: Page348-356
6. Divilio T.(1997) Inguinal Hernias and The Prolene (Polypropylene) Hernia System,.
http://www.herniasolution.com/profesionalcontent/clin.
16

7. Gilbert,A(2010) Inguinal Hernia: Anatomy and Management. Available from:


http://cme.medscape.com/viewarticle/420354_2
8. Hoffstetter, S R(2010) Tension free hernioplasty. Available from :
http://herniaplasty.med.nyu.edu/tensionfreeherniaplasty.html
9. Mantu, F.N(1993), Hidrokel, Bedah Anak, Jakarta, EGC: 33-35
10. Norton,Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic Science
and Clinical Evidence. New York: Springer. 787-803.
11. Purnomo, Basuki B.(2003) Kelainan skrotum dan isinya dalam Dasar-Dasar
Urologi, edisi kedua, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang :
Sagung Seto.140-142
12. Putnam, T C & Emmens,R(1990).Pediatric Abdominal wall defects in Maingots
Abdominal Operation.9thed. Schwartz,S I & Ellis, H ed. Connecticut : Prentice-Hall
International Inc.297-299
13. Sheppard C.(1999), Surgical Options in the Management of Groin Hernias.Available
from: http://www.aafp.org/afp/990101ap/143_f6.jpg
14. Smith, Donald R.(1969).General Urology, 7th edition, Maruten Asian Edition.Mc GrawHill:120-125
15. Thalut K.(2004).Buku Ajar Ilmu Bedah.3rd ed. . R.Sjamsuhidajat & Wim de Jong
ed.Jakarta:Penerbit buku Kedokteran EGC. 523-538.

17

Anda mungkin juga menyukai