Anda di halaman 1dari 13

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA KONDISI
PARAPLEGI FRANKEL A ET CAUSA BURST FRAKTUR VERTEBRA THORACAL
XII POST LAMINECTOMI DEKOMPRESI DENGAN PEMASANGAN INTERNAL
FIKSASI PEDICLE SCREW DENGANG MODALITAS TERAPI LATIHAN
DI RSO Dr. SOEHARSO SURAKARTA

Eli Masruroh, Irine Dwitasari Wulandari


Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Pekalongan
Email : eliyunianto@gmail.com
ABSTRACT
Back bone Injury can cause fractures that result in medulla spinals injury or
spinal cord injury. Fracture is a condition where bone continuity is lost. Paraplegia is
the loss of sensory and motor function of both lower extremities. Appears
problematic that decreased muscle strength both upper extremities and both lower
extremities, defecate and urination inability, sexual dysfunction and sensory
disturbances both lower extremities, back pain, decreasing of functional activity and
bedrest complications such as decubitus, pneumonia, atrophy, deep vein platelets,
osteoporosis, embolism, and infection. Physiotherapy examination includes
examining pain with Verbal Descriptor Scale (VDS), examination of muscle strength
with Manual Muscle Testing (MMT), examination antopometri with midline, sensory
examination with dermatomes functional test, and inspection of daily functional
activities with the Barthel index. Management of physiotherapy uses modalities such
as exercise therapy that includes Breathing Exercise, Exercise Passive, Active
Resisted, Change Position, Defecate Stimulation , Urination Stimulation, Erection
Stimulation, transfer and ambulation.
The research design that is used in this Scientific Writing is research design
of case study taken from RSO Dr. Soeharso Surakarta. Results : After six times in
therapy, the pain relieved silently, press, and motion, increase muscle strength to the
two upper extremities, sensory and motor to the two lower extremities are fixed, not
yet found atrophy of the two lower extremities. Evaluation of the ability of functional
activities is by using the Barthel index and it obtained an increasing in functional
activity.
Conclusion: a physiotherapy Intervention with Therapeutic exercise modality
of can help reduce the problems arising on the conditions of Paraplegia

Keywords: Spinal Cord Injury, Paraplegia, Therapeutic Exercise.


PENDAHULUAN

(Bromley, 2006). Di Amerika bagian

Secara umum cidera pada tulang

utara setiap tahun sekitar 8000 sampai

belakang disebabkan karena trauma

50000 orang menderita cidera medulla

(84%) dan tidak karena trauma (16%).

spinalis. Area yang sering terkena

Trauma merupakan suatu cidera yang

cidera

disebabkan oleh suatu kejadian yang

thorakal, lumbal dan sacral (46,3%).

dapat memberikan penekanan secara

Setiap

langsung

belakang

meningkat dari tahun 1980 sekitar

kekerasan,

4,7% dan tahun 2000 menjadi 10,9% (

pada

tulang

misalnya

olahraga,

kecelakaan,

dan

Persentase

bidang

penyebab

industri.

cidera

adalah

tahun

cervical

kasus

ini

(51,6%),

semakin

Brust, 2012).

pada

Perbandingan kasus yang terkena

tulang belakang karena trauma antara

antara laki- laki dan perempuan adalah

lain : olahraga (21%), kekerasan (7%),

3:1. Insiden terbesar mengeni usia 20-

kecelakaan lalu lintas (36%) dan

39 tahun (45%), dan usia 40-59 tahun

bidang industri (36%) (Stokes, 2004).

(24%), dan usia 0-19 tahun (20%).

Tidak karena trauma merupakan suatu

Seseorang yang berusia diatas 60

cidera yang disebabkan karena spina

tahun menunjukkan insiden paling

bifida, multiple sclerosis, dan tumor.

rendah yaitu 11% ( Stokes, 2004).

Insiden cidera pada tulang belakang di

Banyak

seluruh dunia ini diperkirakan antara

mengalami cidera tulang belakang

11 sampai 53 kasus per juta penduduk

tergantung tingkat kehati - hatian

dan

sedikitnya

yang

seseorang tersebut dalam melakukan


sesuatu.

Terapi latihan merupakan suatu


modalitas

fisioterapi

yang

dalam

Problematik yang sering muncul

pelaksanannya menggunakan terapi

pada kasus ini yaitu (1) impairment

gerak tubuh baik secara aktif maupun

yang terbagi menjadi

impairment

pasif. Tujuan terapi latihan mencakup

aktual penurunan kekuatan otot kedua

pencegahan disfungsi, peningkatan,

ekstremitas bawah, ketidak mampuan

perbaikan atau pemeliharaan terhadap

dalam BAB, BAK, disfungsi sexual

kekuatan, ketahanan dan kemampuan

serta gangguan sensoris ekstremitas

respirasi, kardiovaskuler, mobilitas,

bawah, adanya nyeri pada punggung,

rileksasi, dan kemampuan fungsional.

adanya penurunan aktifitas fungsional.

Selain itu manfaat lain terapi latihan

Impairment

meliputi

yaitu dapat memajukan aktivitas fisik

decubitus, pneumonia, atrofi, deep

penderita, memperbaiki otot-otot yang

vena trombosit, osteoporosis, emboli,

tidak efisien dan memperbaiki lingkup

dan infeksi. (2) fungsional limitation

gerak

pasien terbatas dalam transfer dan

usaha

ambulasi seperti berdiri, berjalan dan

berfungsi

dan

berpindah tempat dari bed ke kursi

memajukan

kemampuan

roda dan sebaliknya. (3) disability

yang telah ada untuk dapat melakukan

pasien pasien tidak dapat bekerja dan

gerakan-gerakan yang berfungsi dan

melakukan

bertujuan (Kisner,Karolin 2007).

potensial

aktifitas

(Kisner, Karolin.2007

sehari-hari

sendi

tanpa

mencapai

memperlambat
gerakan

yang

efisien,

serta
penderita

METODE PENELITIAN
1.

Pendekatan
Rancangan penelitian yang
digunakan dalam karya tulis
ilmiah ini adalah rancangan

Keterangan :
A = keadaan pasien sebelum
diberikan program fisioterapi
B = keadaan pasien sesudah

penelitian studi kasus.

diberikan program fisioterapi


2.

Desain Penelitian

C = program fisioterapi

dilakukan

Problematik yang sering

melakukan

muncul pada kasus ini yaitu

interview dan observasional paa

penurunan kekuatan otot kedua

seorang pasien dan keluarganya

ekstremitas

dengan kondisi paraplegi.

mampuan dalam BAB, BAK,

Penelitian
dengan

cara

ini

Desain penelitian digambarkan

ketidak

disfungsi sexual serta gangguan


sensoris

sebagai berikut.

bawah,

ekstremitas

bawah,

adanya nyeri pada punggung,

decubitus, pneumonia, atrofi,


deep

vena

osteoporosis,

trombosit,
emboli,

dan

infeksi. Terbatas dalam transfer


dan ambulasi seperti berdiri,
berjalan dan berpindah tempat

dari bed ke kursi roda dan

gerakan, 2 = Mampu bergerak

sebaliknya. Tidak dapat bekerja

namun

dan melakukan aktifitas sehari-

gravitasi,

hari.

bergerak penuh melawan gravitasi

belum
3

bisa

melawan

Pasien

mampu

tetapi belum bisa melawan tahanan,


INSTRUMEN PENELITIAN

4 = Dapat bergerak penuh melawan

1. Pemeriksaan Nyeri

gravitasi

dan

dapat

melawan

Pemeriksaan nyeri dengan VDS

tahanan minimal, 5 = Dapat penuh

adalah cara pengukuran derajat

melawan gravitasi dan mampu

nyeri dengan tujuh skala penilaian

melawan tahanan maksimal.

yaitu :

3. Pemeriksaan Antopometri

1= tidak nyeri, 2= nyeri sangat

Pemeriksaan

ringan, 3= nyeri ringan, 4= nyeri

dalam kondisi ini untuk mengetahui

tidak begitu berat, 5= nyeri cukup

adanya atrofi atau tidak dengan

berat, 6= nyeri berat, 7= nyeri tak

mengukur lingkar segmen kaki

tertahankan.

yang sakit dibandingkan dengan

2. Pemeriksaan

Kekuatan

Otot

dengan MMT
Pengukuran kekuatan otot dengan

antopometri

yaitu

kaki yang sehat meggunakan mid


line.
4 Pemeriksaan

Sensoris

dengan

MMT ada 5 nilai yaitu : 0 = Tidak

Dermatom Chart

ada kontraksi, 1 = Ada kontraksi

Pemeriksaan

otot namun tidak terjadi adanya

dengan menggunakan dermatom

sensoris

dilakukan

test dengan cara memberi stimulasi

transfer,

rangsangan sentuhan dan dengan

tangga.

mobilitas,

naik

turun

membedakan tajam atau tumpul,


kasar atau halus guna mengetahui

PROSEDUR

ada

DATA

atau

tidaknya

gangguan

terhadap penerimaan informasi dari


reseptor

sensorik

mengakibatkan

yang

menurunnya

kontrol motorik atau terganggunya


gerakan.
Hasil

dari

PENGAMBILAN

1. Pemeriksaan Fisik
Bertujuan

untuk

mengetahui

keadaan fisik pasien. Pemeriksaan


ini terdiri dari : vital sign, inspeksi,
palpasi, pemeriksaan gerak dasar,

pemeriksaan

di

interpretasikan dengan warna dimana


warna putih berarti normal, warna biru
berarti agak terasa dan warna merah

pemeriksaan

kekuatan

otot,

pemeriksaan sensoris, pemeriksaan


nyeri, pemeriksaan antopometri dan
kemampuan aktivitas fungsional.

sama sekali tidak teras


5. Pemeriksaan

Aktifitas

2. Interview

Fungsional

Metode

Pemeriksaan ini dilakukan dengan

mengumpulkan data dengan cara

cara pasien dinilai dari 10 item

tanya jawab antara terapis dengan

yaitu makan, mandi, perawatan diri,

sumber data

berpakaian, buang air kecil, buang


air

besar,

penggunaan

toilet,

3. Observasi

ini

digunakan

untuk

Dilakukan

mengamati

sebelum

terapi, selama terapi dan sesudah

terapi.

perkembangan

untuk
pasien

nyeri diam
nyeri tekan

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Pemeriksaan Nyeri
Pemeriksaan nyeri dengan VDS

nyeri gerak

2
1
0
T1

T2

T3

adalah cara pengukuran derajat


nyeri dengan tujuh skala penilaian

2. Pemeriksaan Kekuatan Otot

yaitu :

Pengukuran kekuatan otot dengan

1= tidak nyeri, 2= nyeri sangat

MMT ada 5 nilai yaitu : o = Tidak

ringan, 3= nyeri ringan, 4= nyeri

ada kontraksi, 1 = Ada kontraksi

tidak begitu berat, 5= nyeri cukup

otot namun tidak terjadi adanya

berat, 6= nyeri berat, 7= nyeri tak

gerakan, 2 = Mampu bergerak

tertahankan.

namun
gravitasi,

Grafik 1 Nyeri

belum
3

bisa
Pasien

melawan
mampu

bergerak penuh melawan gravitasi


tetapi belum bisa melawan tahanan,
4 = Dapat bergerak penuh melawan
gravitasi

dan

dapat

melawan

tahanan minimal, 5 = Dapat penuh

melawan gravitasi dan mampu

lingkar segmen kaki yang sakit

melawan tahanan maksimal.

dibandingkan dengan kaki yang sehat

Hasil

dari

pemeriksaan

penatalaksanaan

dan

fisioterapi

menunjukkan

tidak

adanya

peningkatan kekuatan otot kedua


ekstremitas

meggunakan mid line.

bawah.

Sedangkan

kedua ekstremitas atas mengalami

Grafik 4 Antopometri
Dari Condilus Lateralis Ke Distal
33.5
33

peningkatan.

32.5

Grafik 2 MMT Kedua Ekstremitas


32

bawah
Ter
api

Fleks
orekste
nsor
phala
ng

Dor
sipla
ntar
flek
si

inve
rsiever
si

T1

T2

T3

10 cm
fleks
i
ekst
ensi
knee

fleks
i
ekst
ensi
hip

a
b
d
a
d
d
hi
p
0

3. Pemeriksaan Antopometri
Pemeriksaan antopometri yaitu dalam
kondisi ini untuk mengetahui adanya
atrofi atau tidak dengan mengukur

31.5

20 cm

31
30.5
30
Condilus Lateralis ke distal (kanan) 14/03/2016

Grafik 5 Antopometri Dari Condilus


Lateralis Ke Proksimal

50

26

48

25
24

46
44

23

10 cm

5 cm

20 cm

22

10 cm

42
21
40

20

38
Condilus Lateralis ke proksimal (kanan) 14/03/2016

Grafik 6 Antopometri Dari Maleolus

19
Maleolus lateralis ke proksimal (kanan) 14/03/2016

4. Pemeriksaan Sensoris

Lateralis Ke distal
Pemeriksaan

sensoris

dilakukan

25.5

dengan menggunakan dermatom

25

test dengan cara memberi stimulasi

24.5

rangsangan sentuhan dan dengan

24
5 cm
23.5

10 cm

23
22.5
22
Maleolus lateralis ke distal (kanan) 14/03/2016

Grafik 7 Antopometri Dari Maleolus


lateralisKe Proksimal

membedakan tajam atau tumpul,


kasar atau halus guna mengetahui
ada

atau

tidaknya

gangguan

terhadap penerimaan informasi dari


reseptor
mengakibatkan

sensorik

yang

menurunnya

kontrol motorik atau terganggunya

Pemeriksaan ini dilakukan dengan

gerakan.

cara pasien dinilai dari 10 item

Hasil

dari

interpretasikan

pemeriksaan
dengan

di

yaitu makan, mandi, perawatan diri,

warna

berpakaian, buang air kecil, buang

dimana warna putih berarti normal,

air

besar,

warna biru berarti agak terasa dan

transfer,

warna merah sama sekali tidak

tangga.

penggunaan

mobilitas,

naik

toilet,
turun

terasa. Untuk kasus ini didapati


hasil warna merah pada kedua
ekstremitas bawahnya.
Grafik 8 Pemeriksaan sensoris
100%
90%

Grafik

80%
70%

40%
30%
20%
10%
0%

Aktifitas

6
5
4
Terapi 1

terapi 2
Terapi 3

5. Pemeriksaan Aktifitas
Fungsional

Fungsional

dengan Indeks Barthel

60%
50%

1
0
NILAI TOTAL

SIMPULAN

2.

Akademi

Fisioterapi

Surakarta Depkes RI. Surakarta.


Barbara

C.long,

1996.

Perawatan

medical bedah, Yayasan ikatan


alumni pendidikan keperawatan
pajajaran bandung cetakan 1.
Bromley, Ida,1998. Tetraplegia and
Paraplegia

Physiotherapists;

Guide

For

Harcourt

Brace and Company. Churchill


Livingstone.
Caillet R. 1996. Knee Pain and
Disability. F.A. Davis Company,
Philadepia.
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham,1995. Buku Ajar

Dawudo

at,all,2008.

Patafisiologi.

Apley. Edisi Ketujuh. Widya

Emedicime.Com

Ardiaman, Sri. Parjoto, Slamet. Dkk.


1994. Dokumentasi Persiapan
Praktek Profesional Fisioterapi

Cord

Injuri Definisian Epidemiologi,

Orthopedi Dan Fraktur Sistem

Medika. Jakarta.

Spinal

Ganong,

W.F

Fisiologi

Http,

1995.Buku

Ajar

Kedokteran.

Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Garrison, Susan, 1995. Dasar-dasar


Terapi dan Rehabilitasi Fisik;
terjemahan,

dr.

Anton

C.

Widjaja, Jakarta, Hipokrates.

Techique.F.A Davis Company.


Philadelpia.
Manjoer ,arif at,all. 2000. Kapita
slekta kedokteran jilid 2.Skui

Grundy, David, 2002. ABC Of Spinal


Cord Injury Fourth Edition.BMJ

Jakarta.
Moeloeng L, 2010. Metode Penelitian

Publishing Group, BMA House,

Kualitatif.

Tavistock Square, London.

Rossdakarya, Bandung.

Ignatavisus,Ddona,1995.
Medicalsurgikal
Approach

Anursing

W.B

Saunder

Ajar Ilmu Bedah. EGC .Jakarta

Anatomi

Manusia

Lokomoto

Muskuloskeletal

r
dan

Topografi.Hipokrates. Jakarta.
Kisner, Carolyn, 2007. Therapeutic
Exercise

Kesehatan.Rineka

Cipta, Jakarta.

Foundation

Fundamental Keperawatan :
Konsep , Proses dan Praktik,

Kahle, Werner. 1997. Atlas Berwarna

Sistem

Penelitian

Potter & perry , 2005. Buku Ajar

Jong,Samsul, Hidayat 2005. Buku

Teks

Remaja

Notoatmodjo S, 2010. Metodologi

Company.

dan

PT

And

EGC. Jakarta
Richard, Snell. 1998. Buku Anatomi
Klinik Untuk mahasiswa. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Sulistyoningrum, Evy. 2005. Jurnal
Pemeriksaan Sensorik, Posisi,
Keseimbangan Dan Koordinasi.

Modul

Skillab

Purwokerto.

Jilid

I.

Syaifuddin, H. 2006. Anatomi


Fisiologi edisi 3 . Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai