Anda di halaman 1dari 28

IDENTIFIKASI ANAK UNDERACHIEVER

DAN STRATEGI PENANGANANNYA


Oleh
RIMBA HAMID
A. Latar Belakang
Banyak penelitian deskriptif memberikan informasi mengenai usia
rata-rata saat anak-anak mencapai berbagai tonggak perkembangan.
Sebagai contoh, anak pada umnya dapat menggambar bujur sangkar
dan bentuk-bentuk segitiga pada usia 3 tahun, mulai menggunakan
repetisi (pengulangan) sebagai cara mempelajari informasi pada usia 7
atau 8 tahun, dan mulai memasuki masa puber pada usia 10 tahun
(anak perempuan) atau 11,5 tahun (anak laki-laki) (McDevit dan
Ormrod, 2007 dalam Ormrod, 2009: 32).
Meski
demikian,
tidak
semua
anak
mencapai
tonggak
perkembangan pada usia yang sama. Beberapa anak mencapainya
lebih dini, beberapa anak yang lain mencapainya lebih lambat. Oleh
karena itu kita hampir selalu menemukan variabilitas yang cukup besar
dalam pencapaian tonggak perkembangan pada kelompok usia
manapun (Ormrod, 2009: 32).
Kondisi seperti ini menjadi suatu persoalan atau masalah tersendiri
dalam konteks pembelajaran baik dari sisi anak maupun gurunya.
Prayitno (1985) mengemukakan ciri-ciri masalah yakni: 1) sesuatu
yang tidak disukai adanya;
2) menimbulkan kesulitan bagi diri
sendiri dan atau orang lain; dan 3) ingin atau perlu dihilangkan.
Masalah seperti di atas dapat terjadi pada siapa saja, termasuk murid
sekolah dasar, dan hal itu perlu diupayakan penanggulangannya.
Salah satu masalah yang mungkin belum tertangani dengan baik
oleh guru selama ini adalah masalah anak yang underachiever.
Istilah ini mungkin masih asing buat kita, termasuk bagi para guru
yang harus menangani anak dengan karakter yang sangat variatif.
Anak underachiever seperti yang dikemukakan oleh Whitmore
(1980) dalam Wahab, 2005: 3 adalah siswa yang mendemonstrasikan
kemampuannya yang unggul untuk prestasi akademik, tetapi tidak
dapat tampil secara memuaskan berdasarkan hasil tugas
akademik dan tes prestasinya untuk kesehariannya.
Contoh konkrit dari anak underachiever yang genius dan berbakat
adalah Albert Einstein, Thomas Alva Edison, Leonardo Davinci, Orlando
Bloom, dan masih banyak tokoh hebat dunia lainnya yang ternyata di
waktu kecil termasuk siswa underachiever. Einstein, meskipun
cemerlang dan berhasil menempatkan namanya dalam seratus tokoh
dunia versi Michael H. Hart karena penemuan fenoemenalnya, yakni
teori relativitas, namun ia tidak pernah mendapat ijazah sekolah.
Thomas Edison yang juga tersohor berkat penemuan-penemuan
cemerlangnya di berbagai bidang, seperti listrik, lampu, dan Iain-Iain,
juga tidak memiliki ijazah. Bahkan, Edison dianggap idiot dan
menderita sakit mental oleh gurunya sehingga ia terpaksa dikeluarkan
dari sekolah dasar pada kelas 3. Namun, berkat kerja keras sang ibu,
Edison berhasil menjadi orang hebat dan namanya terukir abadi dalam
seratus tokoh paling berpengaruh di dunia. Begitu pula Leonardo
Davinci, Orlando Bloom, dan sejumlah tokoh lainnya (Putra, 2013:
272). Padahal Albert Einstein mengatakan Ini adalah seni tertingi
guru untuk membangkitkan kegembiraan yang ekspresif, menebarkan

kreativitas, dan memperoleh pengetahuan (Suyanto dan Djihad, 2012:


111).

Hal ini sejalan dengan review dari Chukwu-Etu, 2009: 85 bahwa


kemungkinan penyebab dari underachievement di antara siswa adalah
kombinasi antara faktor rumah dan sekolah (Sousa, 2002). Di samping
berasal dari pengaruh sekolah dan keluarga, Gallagher (1991)
berpendapat bahwa faktor personal/psikologis dapat juga menjadi
faktor underachievement bagi pelajar. Oleh karena itu pekerjaan
sekarang adalah fokus pada masing-masing siswa, sikap dalam pikiran
yang menjadi fakta bahwa fungsi kognitif siswa akan sangat
menentukan kemampuannya di sekolah.
Sisi lain dari peran seorang guru dalam memahami potensi seorang
anak sangatlah penting bagi pengembangan potensinya, tetapi
sebaliknya guru tidak dapat merubah perilaku anak jika guru sendiri
tidak berupaya merubah dirinya hingga dapat menjadi contoh buat
murid-muridnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oeh
Barbara Luther dari Eleanor Rosevelt High School bahwa jika Anda
ingin siwa menghormati Anda, maka Anda harus menjadi panutan rasa
hormat. Anda tidak dapat mengajar rasa hormat dimana Anda tidak
melakukanya (Lickona, 2012: 137).
Soeorang guru bahasa Inggris kelas 9 di Virginia bernama Gloria
Shields dapat merubah karakter anak didiknya ketika pada hari
pertama tahun ajaran dimana ia telah mengajr selama 20 tahun rasa
empatinya berkembang dengan murid-muridnya, dan menjelaskan
kepada muridnya bahwa iya ingin mereka berhasil dan percaya bahwa
mereka bisa. Pernyataan ini memberinya hubungan dengan muridmuridnya. Hal ni menunjukan bahwa mengajar ternyata adalah sebuah
persoalan hubungan, dan hubungan guru-murid adalah dasar dari
pengajaran yang efektif (Lickona, 2012: 137).
Dalam sebuah riset yang dilakukan oleh Clemonts, dkk. 2008:
xviii diperoleh bahwa sikap seorang pelajar pada suatu sekolah
kemungkinan mirip dengan persepsi dirinya tentang materi ajar
yang ada di sekolah, sehingga jika anda bertanya pada siswa
tentang sikap mereka terhadap matematika, maka kemungkinan
besar anda juga akan dapatkan indikasi mengenai kemampuan
yang mereka rasakan dalam matematika.
Para guru yang mengajar di kelas pada umumnya tidak
mengenal keadaan anak didiknya secara utuh, khususnya pada
kondisi psikologis, bakat alami, motivasi, serta persepsinya
terhadap proses pembelajaran yang sedang dialaminya. Sering kali
guru mengajar dengan hipotesis dan asumsinya sendiri, tanpa
mempertimbangkan
faktor
anak,
sehingga
mekanisme
pembelajaran
seluruhnya
berdasarkan
pada
apa
yang
dipertimbangkan baik oleh guru, tanpa dukungan teori dan fakta
pembanding yang relevan dan pada akhirnya pembelajaran
berlangsung secara klasikal padahal terdapat sejumlah individu
yang memiliki karakter yang berbeda.
Beragam potensi variatif dimiliki oleh anak hampir tak pernah
tergali secara optimal oleh guru, karena selama ini persepsi guru
tentang anak yang baik adalah yang memiliki segudang
pengetahuan, dengan nilai ulangan yang tinggi, nlai raport yang
memuaskan, dan nilai UN yang melebihi standard kelulusan yang
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

dipersyarakan. Inilah indikator-indikator yang menjadi rujukan para


guru dan orang tua dalam menilai potensi anak. Hal ini
dimungkinkan karena menurut Brophy (1987), motivasi siswa
merupakan kompetensi yang diperoleh dan dikembangkan melalui
pengalaman secara umum, namun distimulasi melalui pemodelan,
ekspektasi dalam berkomunikasi, dan interaksi langsung atau
sosialisasi dengan orang lain. Oleh karena itu, lingkungan kelasbagaimana guru mempengaruhi sosialisasi, harapan-harapan yang
dimiliki dan bagaimana mereka berkomunikasi, dan komponen
pemodelan-dapat mempengaruhi motivasi dan perhatian siswa
secara signifikan (Sprenger, 2011: 19).
Untuk mengembangkan daya nalarnya, daya cipta atau
kreativitas anak, maka kepada anak perlu diberi peluang-peluang
untuk bertanya, berpendapat, atau menilai (memberikan kritik)
tentang berbagai hal yang terkait dengan pelajaran, atau peristiwa
yang terjadi di lingkunganya (Yusuf dan Sugandhi, 2011: 61-62).
Pertanyaannya sekarang adalah betulkah indikator kognitif ini
akan meningkatkan kualitas dan potensi anak didik? Fakta
membuktikan bahwa pengetahuan kognitif yang diserap anak dan
menjadi ukuran kebanggaan orang tua dan guru akan hilang secara
perlahan seiring waktu jika tidak ada repetisi bagi konsep yang
telah dipahaminya, tetapi bakat seorang anak akan tumbuh secara
alami seiring pertambahan waktu apalagi jika mendapat perhatian
dan penanganan secara optimal oleh guru dan orang tua.
Sebagai ilustrasi, Jika terdapat dua orang anak yang menempuh
pendidikan bersama dan terdapat perbedaan kemampuan bakat
dan kemampuan akademis antara keduanya, maka jika kedua anak
ini kemudian ditakdirkan putus sekolah, maka kemampuan
akademis anak akan berkurang dan keberbakatan akan semakin
baik, sehingga dalam perspektif ini bakat seorang anak hendanya
juga menjadi perhatian yang serius oleh institusi pendidikan.
Kelas yang di dalamnya siswa ditantang dan dilibatkan untuk
belajar lebih cerdas memeiliki banyak dimensi. Teori Gardner
tentang kecerdasar multiple telah menyediakan guru kerangka
kerja yang kuat untuk mendorong minat guru agar mengunakan
taktik dan strategi pengajaran dalam mendesain mata pelajaran
dan tugas-tugas yang mampu memperkaya perkembangan
intelektual atau pemikiran seluruh siswa. Dengan memungkinkan
guru melihat lebih jelas bahwa perbedan pembelajaran siswa lebih
dari sekadar perbedan cara, gaya, tingkah, ataupun bakat
(Bellanca, 2011: 23).

Salah satu karakter anak adalah mereka berbakat tapi


berprestasi
kurang
dan
lebih
dikenal
dengan
istilah
underachievement. Karena banyaknya variasi karakter anak, maka
guru perlu menolong anak agar menjadi pembelajar-pembelajar
yang mandiri, yang meliputi membangkitkan motivasi diri sendiri
dan memonitor pikiran-pikiran, perasaan dan perilaku dalam
mencapai tujuan, baik yang bersifat akademis maupun yang
bersifat sosio-emosional (Santrok, 2007: 306). Menjadi guru yang
baik juga tidak sekadar menunjukkan integritas dan nilai
keperibadian, karena betapa banyak guru yang baik hatinya, tidak
pemarah, tidak berkata keras, tidak suka menghukum, dan selalu
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

tersenyum, tapi mereka kurang dapat menginspirasi siswa untuk


berbuat lebih dari yang mereka berikan, seperti kata sebuah
pepatah Cina bahwa: Guru yang pintar mengajari, dan Guru yang
baik menginspirasi (Faidi, 2013: 19). Akan tetapi, siswa dapat
terinspirasi pada seorang guru jika ia merasa tertarik dan merasa
bahwa informasi yang disampaikan guru pada saat mengajar
adalah berharga (Suriasumantri, 2010: 30) . Guru tidak hanya
menjadi pengajar, tetapi juga mampu membangun motivasi untuk
anak bangsa menjadi manusia pembelajar abadi (Arifin, 2012: 64).
Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, maka rasanya
tidak ada pilihan lain kecuali melakukan terobosan bagi tersedianya
akomodasi pendidikan yang lebih variatif bagi anak dengan potensi
yang variatif sehinga mereka merasa bahwa bersekolah adalah
bagian dari proses pengembangan potensi yang dimilikinya. Hal ini
sejalan dengan pernyataan dari Silvermen, 2003: 9 bahwa kita
sekarang ini berada pada abad 21, waktunya untuk menset
prasangka di abad 20 yang memarginalkan para pelajar visualspatial di sekolah dan masyarakat, dan menolong mereka untuk
mengembangkan cara-cara unik yang mereka miliki. Bahkan dalam
penelitiannya menemukan bahwa 1/3 dari jumlah siswa adalah
visual-spatial. Mereka tidak harus dianggap underachievement
Dengan menyediakan adaptasi sederhana dalam era teknologi,
para pelajar ini dapat menjadi sangat sukses.
B. Defi nisi Anak Underachiever
Untuk memahami konsepsi dari anak berbakat berprestasi
kurang, peting untuk menguji konsep keberbakatan sebagaimana
halnya dengan teori-teori dan penelitian terhadap underachievement.
Dalam pengujian literature terhadap konsep kberbakatan, factor
personal seperti motivasi sering dijumpai sebagai faktor penting bagi
anak berbakat berprestasi. Demikian juga, dalam teori mengenai
underachievement, diungkapkan bahwa underachievement adalah
konsepsi yang kompleks yang dipengaruhi oleh banyak variable
(Clemonts, dkk. 2008: 2).

D al a m p e n g e rt i a n ya n g l e b i h l u a s , i n d i vi d u ya n g
b e rp re s t a si ku r an g (underachiever) adalah individu yang tak
bermotivasi. Mereka secara konsisten tidak menunjukkan usaha,
bahkan mereka cenderung bekerja jauh di bawah potensinya. Dengan
demikian, masalahnya bukanlah terletak pada kemampuan,
m e l a i n k a n t e r l e t a k p a d a s i ka p n y a . M e re k a c e n d e r u n g
m e n g h a b i s ka n kesempatannya, sehingga melupakan masa
depannya. Mereka biasanya menolak, melalui tindakannya,
bahwa apa yang mereka lakukan sekarang memiliki dampak
bagi masa depannya. Mereka tidak dapat melihat atau
mengijinkan
atau
menerima
bahwa
ketidakmampuannya
menyelesaikan tugas dan mengabaikan tanggung jawabnya akan
dapat menimbulkan kegagalan di masa depannya.
Underachievers adalah siswa yang menunjukkan perbedaan
yang jauh antara prestasi yang diharapkan (yang diukur dengan
perolehan nilai tes kemampuan yang telah distardisasi atau kognitif
atau penilaian kemampuan intelektual) dan prestasi aktual (yang
diukur dengan nilai kelas dan evaluasi guru). Untuk dapat
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

diklasifikasikan sebagai underachiever, perbedaan antara yang


diharapkan dan aktual prestasi tidak harus menjadi akibat langsung
dari ketidakmampuan belajar yang didiagnosis. Anak Berbakat
underachiever yang menunjukkan skor lebih unggul pada pengukuran
prestasi yang diharapkan (yaitu, nilai tes prestasi standar atau kognitif
atau intelektual penilaian kemampuan) (McCoach dan Del Siegle,
2007)

Untuk memahami secara komprehensif tentang anak


berprestasi kurang, maka` berikut ini akan dikemukakan sejumlah
definisi sebagai berikut:
RUMUSAN DEFINISI ANAK BERPRESTASI KURANG MENURUT
BEBERAPA
AHLI*
Penulis
Definisi
Bricklin and
Siswa yang penampilannya di sekolah lebih
Bricklin (1967)
lemah daripada yang diharapkan berdasarkan
tingkat inteligensinya.
Fine (1967)

Siswa
yang
rentangan
kemampuan
intelektualnya
berada
pada
rentangan
sepertiga bagian atas dari kemampuan
intelektual, tetapi
penampilannya secara
dramatik berada di bawah tingkatannya.
Finney
and Siswa yang skor DAT (Differential Aptitude
Van
Tests) berada pada 25% bagian atas bidang
Dalel (1966)
verbal dan numerikal dan Indeks Prestasi
Komulatif (IPK)-nya berada di bawah rata- rata
dari semua siswa yang menjadi peserta DAT.
Gowan (1957)
Siswa yang berpenampilan 1 simpangan baku
atau
lebih
bawahnya
dari
tingkat
kemampuannya.
Newman (1974)
Siswa yang berprestasi secara signifikan
berada di bawah tingkat yang diprediksikan
oleh IQ-nya, yang ditunjukkan dengan IPK C
atau di bawah potensinya secara signifikan)
Pringle (1970)

Siswa yang ber-IQ 120 atau di atasnya yang


memiliki
pendidikan
dan
perilaku.
Shaw
and kesulitan
Siswa yang
potensinya
berada
pada bagian dari
McCuen (1980)
25% di atas berdasarkan Tes Kemampuan Umum
(IQ di atas 110) yang memperoleh IPK di bawah
rata-rata.
Thorndike (1963) Siswa yang berprestasi kurang diukur dalam
kaitannya dengan beberapa standar prestasi
yang diharapkan atau diprediksikan.
Whitmore (1980)

Zive (1977)

Siswa yang mendemonstrasikan kemampuannya


yang unggul untuk prestasi akademik, tetapi
tidak
dapat
tampil
secara
memuaskan
berdasarkan hasil tugas akademik dan tes
prestasinya untuk kesehariannya.
Siswa dengan IQ tinggi yang mempunyai prestasi
rendah di sekolahnya.

Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

(Wahab, 2005; 3)

Dalam penanganan anak-anak berbakat ini bukan tanpa


masalah, terutama dalam konteks klasikal, karena menurut
Michael, 1960 dalam Suryabrata, 2004: 160) bahwa bakat itu
terutama dari segi kemampuan individu untuk melakukan
sesuatu tugas, yang sedikit sekali tergantung kepada latihan
mengenai hal tersebut. Selain itu, terdapat kebutuhan lain
selain jasmani dan social, yakni kebutuhan intelektual, dimana
siswa tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari sesuatu
ilmu pengetahuan (Sardiman, 2011: 114).
Berikut ini ditampilkan masalah-masalah yang mungkin
terjadi akibat faktor kuat anak berbakat:
Tabel 1. Masalah yang Dihadapi Anak Gifted
MASALAH-MASALAH YANG MUNGKIN TERJADI AKIBAT
FAKTOR KUAT ANAK GIFTED
FAKTOR KUAT
KEMUNGKINAN MASALAH
Mudah menerima/mengingat
Tidak sabaran; tidak menyukai
informasi
latihan dasar
Rasa ingin tahu tinggi, mencari
Bertanya yang tidakyang bermakna
tidak/memalukan; minatnya
berlebihan
Motivasi dari dalam
Kemauan tinggi; tidak suka campur
tangan dengan orang lain
Senang menyelesaikan masalah, Tidak suka hal-hal rutin
dapat memhnat konsep,
mempertanyakan cara pengajaran
abstraksi, dan sintesa
Mencari hubungan sebab
Tidak menyukai hal yang tidak jelas
akibat
dan tidak iogis, misalnya tradisi dan
perasaan
Menekankan kejujuran, keadilan, Khawatir sekali akan masalah
dan kebenaran
kemanusiaan
Senang mengorganisir berbagai Membuat peraturan rumit; tampil
hal
bossy
Kosakatanya banyak;
Memanipulasi menggunakan
informasinya luas & mendalam
bahasa; bosan dengan teman
sekolah & sebayanya
Harapan tinggi akan diri sendiri
Tidak toleransi, perfeksionis, bisa
dan orang lain
menjadi depresi
Kreatif banyak akal; senang
Dianggap menganggu dan di luar
menggunakan caranya sendiri
"jalur"
Konsetrasinya intensif;
Lupa kewajiban dan orang lain saat
mencurahkan perhatian yang
sedang konsentrasi; tidak suka
besar dan sulit dibelokkan dari
disela/diganggu; keras kepala
hal yang diminati
Sensitif, empati; ingin diterima
Sensitif terhadap kritik atau
oleh orang lain
penolakan dari sebayanya
Energy, semangat tinggi serta
Frustrasi karena tidak ada kcgiatan;
sangat alert
tampak seperti hiperaktif
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

Independen, memilih bekerja


sendiri; bertumpu pada diri
sendiri
Bermacam-macani minat &
kemampuan berubah-ubah

Menolak masukan dari orang tua


dan sebayanya, tidak bisa
kompromi
Tampil tidak terorganisasi &
berantakan; frustrasi karena
kekurangan waktu
Rasa humor tinggi
Sebagiannya dapat salah
menangkap humornya; mencari
perhatian di depan kelas dengan
"melawak"
Sumber: Webb, dkk (1982) dalam Savira: Guiding the gifted children
Para peneliti (Raph, Goldberg, and Passow, 1966) dan
beberapa penulis mutakhir (Davis and Rimm, 1989) telah
mendefi nisikan
berprestasi
kurang
(underachievement)
berkenaan
dengan
suatu
kesenjangan
antara
suatu
performansi sekolah dan beberapa kemampuan yang sering
diindikasikan dengan suatu indeks IQ. Defi nisi ini, walau
nampak jelas dan singkat, memberikan sedikit wawasan bagi
orangtua dan guru yang bermaksud untuk menyelesaikan masalah
ini dengan siswa secara individual. Cara yang lebih baik u n t u k
m e n d e fi n i s i ka n
b e r p re s t a s i
ku r a n g
(underachievement)
a d a l a h mempertimbangkan berbagai komponen (Welisch dan
Brown, 2011).

P e r t a m a d a n a w a l k a l i n y a , bahwa berprestasi kurang


(underachievement) adalah suatu perilaku yang dapat berubah
sepanjang waktu. Sering kali berprestasi kurang (underachievement)
dilihat sebagai suatu masalah sikap atau kebiasaan bekerja.
Namun, perlu diketahui bahwa kebiasaan atau sikap dapat
dimodifikasi secara langsung oleh prilaku.
Kedua, berprestasi kurang (underachievement) adalah
sesuatu yang berkenaan dengan isi dan situasi yang spesifik. Anakanak berbakat yang tidak berhasil di sekolah sering kali sukses
dalam berbagai kegiatan di luar, seperti: olahraga, kegiatan sosial,
dan bekerja setelah selesai sekolah. Bahkan seorang anak yang
tampil secara kurang memuaskan untuk hampir pada semua mata
pelajaran, mungkin menampilkan suatu bakat atau minat, paling
tidak satu mata pelajaran. Dengan demikian, memberi nama
seorang anak sebagai berprestasi kurang (underachievement)
dapat juga mengurangi penghargaan terhadap setiap dampak
positif atau perilaku yang ditampilkannya. Adalah lebih baik
untuk memberikan label terhadap perilaku daripada anak
(misalnya, anak itu lemah di matematika dan bahasa cenderung
lebih baik daripada menyebut anak sebagai berprestasi kurang.
Secara historis, identifikasi dari anak berbakat yang berasal dari
latar belakang yang kurang menguntungkan, termasuk sosial ekonomi
yang kurang dan status budaya yang minoritas terbukti sangat sulit.
Sebuah penelitian dari The Wii Gaay Project (Merrotsy, 2008: 1) yang
mengidentifikasi siswa-siswa pribumi Aborijin yang berbakat, yang
termasuk dalam kategori siswa berbakat kurang berprestasi (siswa-siswa
yang sebelumnya teridentifikasi memiliki potensi belajar yang tinggi) dan
pelajar yang berbakat rendah prestasi yang belum teridentivikasi dengn
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

baik (siswa-siswa yang tidak teridentifikasi sebelumnya yang memiliki


potensi belajar yang tinggi). Para siswa ini kemudian diberi sebuah
perlakuan yang kemudian menjadi catatan sebagai dasar penyebab diri
underachievement, yang memungkinkan mereka mencapai potensinya
melalui system pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat didefi nisikan
bahwa Anak Berbakat Berprestasi Kurang adalah anak berbakat
yang menampilkan p re s t a s i a k a d e m i k n y a l e b i h re n d a h
s e c a r a b e r a r t i d a r i p a d a p o t e n s i akademiknya, sehingga
membtuhkan untuk bantuan dan fasilitasi yang sesuai untuk dapat
mengoptimalkan perkembangan potensinya.
Sejalan dengan hal tersebut, Adelman dan Taylor (2000)
berpendapat bahwa komponen yang memungkinkan dalam model
pendidikan pada sasaran anak dengan hambatan belajar, bagi
pencapaian yang baik tentu saja lebih dibutuhkan dari
pembelajaran yang baik (Welisch dan Brown, 2011: 115).
C. Kecerdasan Istimewa dalam Konsep Pendidikan
1. Konsep The Triadich dari Renzulli-Mnks
The Triadich dari Renzullli-Mnks adalah pengembangan dari
The Three Rings dari Renzulli. Model ini disebut sebagai model
multifaktor yang melengkapi The Three Rings dari Renzulli. Dalam
model multifaktor, Mnks mengatakan bahwa potensi kecerdasan
istimewa (giftedness) tidak akan terwuj ud jika tidak mendapat
dukungan yang baik dari sekolah, keluarga, dan lingkungan dimana si
anak tinggal (Mnks & Ypenburg, 1995). Dengan model ini, maka
pendidikan anak cerdas dan berbakat istimewa tidak dapat
dilepaskan dari bagaimana peran orang tua dan lingkungan dalam
menanggapi gejala/sinyal berkecerdasan istimewa (giftedness), serta
bagaimana peran orang tua dan li ngkungan dalam mengupayakan
layanan pendidikannya. Dengan model pendekatan ini, artinya
perlu adanya keterlibatan pihak orang tua dalam pengasuhan di
rumah agar berpartisipasi secara penuh dan simultan dengan
layanan pendidikannya di sekolah.
Dengan model pendekatan teori ini, maka anak-anak yang
mempunyai gejala/sinyal-sinyal berkecerdasan istimewa atau
giftedness
(sinyal
tumbuh
kembang,
personalitas,
dan
intelektualnya) sekalipun underachiever masih dapat terdeteksi
sebagai anak berkecerdasan istimewa yang memerlukan dukungan
dari sekolah, keluarga, dan lingkungan.

Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

Gambar 1. Model Triadich Renzulli-Mnks (Savira)


Model ini menuntut perhatian yang besar terhadap berbagai
komponen
(sekolah,
lingkungan,
dan
keluarga)
untuk
mendukungnya, tetapi model ini lebih fleksibel dalam melakukan
pendeteksian dan pendiagnosisan anak berkecerdasan istimewa,
terutama dalam menghadapi anak-anak berkecerdasan istimewa
dengan kondisi tumbuh kembang yang mengalami disinkronitas
yang besar dan krusial, berkesulitan dan bergangguan belajar (learning
difficulties & learning disabilities), serta yang mengalami
komorbiditas dengan gangguan lainnya (gangguan emosi dan
perilaku yang patologis). Fleksibilitas yang dimaksud adalah dalam
upaya penggunaan daftar dan alat-alat ukur assessment (Hogeveen,
2004; Mnks & Pflger, 2005 dalam Savira)
2. Kecerdasan Majemuk Howard Gardner
Kecerdasan
majemuk
Howard
Gardner
menyebutkan
setidaknya terdapat 8 macam kecerdasan (ditambah eksistensial
menjadi 9). Howard Gardner (1989) memandang inteligensi sebagai
suatu
kapasitas
untuk
memecahkan
masalah
atau
untuk
menghasilkan produk atau karya yang bernilai dalam satu setting
budaya atau lebih.
Berikut adalah 8 kecerdasan menurut Gardner:
a) Kecerdasan linguistik, yaitu kemampuan untuk menggunakan
bahasa lisan dan tulisan, kemampuan mempelajari bahasa, dan
kapasitas untuk memanfaatkan bahasa untuk mencapai tujuan
tertentu. Kecerdasan ini meliputi kemampuan untuk secara
efektif menggunakan bahasa untuk mengekspresikan diri
sendiri dan untuk mengingat informasi
b) Kecerdasan logis-matematis; merupakan kapasitas untuk
melakukan analisa masalah secara logis, melakukan operasi
matematis, serta melakukan penelitian masalah secara
ilmiah, kemampuan melihat pola, penalaran deduktif, dan
berpikir logis.
c) Kecerdasan
musikal;
mencakup
keterampilan
dalam
performa, komposisi, dan apresiasi terhadap komposisi
nada, kapasitas untuk mengenali dan menyusun nada, dan
irama. Menurut Gardner kecerdasan musikal hampir selalu
menyertai kecerdasan linguistik.
d) Kecerdasan kinestetik; mencakup potensi untuk menggunakan
sebagian atau seluruh anggota tubuh untuk memecahkan
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

e)
f)

g)

h)

masalah,
secara
mental
maupun
fisik.
Merupakan
kemampuan untuk menggunakan kemampuan mental untuk
mengatur gerakan tubuh, sehingga terampil dalam
melakukan gerakan-gerakan motorik halus.
Kecerdasan spasial; mencakup potensi untuk mengenali dan
menggunakan pola dalam ruang atau bidang yang luas
maupun sempit.
Kecerdasan interpersonal; menekankan pada kapasitas
untuk memahami maksud, motivasi, dan keinginan orang
lain. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk bekerja
dengan efektif dengan orang lain.
Kecerdasan intrapersonal; memerlukan kapasitas untuk
memahami dan menghargai perasaan diri sendiri, rasa takut
ataupun motivasi. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang
untuk membuat metode kerja yang sesuai bagi dirinya dan
menggunakan
informasi
tersebut
untuk
mengatur
kehidupannya.
Kecerdasan naturalis; kemampuan untuk mengenali dan
mengelompokkan obyek-obyek lingkungan, serta berbagai
spesies flora dan fauna (Savira)

3. The Munich Model dari Kurt Heller (Heller, 2004)


The Munich Study of Giftedness adalah studi yang
berdasarkan pada klasifikasi psikometrik dengan beberapa tipe
giftedness atau faktor talenta. Model ini disebut model
multidimensional karena berisi tujuh kelompok faktor prediktor
yang relatif independent. Kelompok faktor kemampuan yang
disebut faktor prediktor ini adalah inteligensi, kreativitas, sosial
kompetensi, musik, artistik, keterampilan motorik, dan inteligensia
praktis. Di samping itu model ini juga mempunyai beberapa domain
kinerja (criterian variables) yaitu variabel kepribadian (seperti
motivasi), dan faktor lingkungan yang akan bekerja sebagai
moderator yang dapat mengubah potensi istimewa individu ke
performa istimewa dalam bentuk beberapa domain. Model ini juga
mempunyai konsep bahwa giftedness mempunyai kaitan dengan
faktor-faktor non-kognitif yaitu motivasi berprestasi, pengontrolan
terhadap harapan-harapan, dan konsep diri anak (Savira)
Sebuah peneitian yang dilakukan oleh Malik dan Balda (2006)
terhadap enam ratus remaja dalam rentang usia 15-17 tahun, di mana
120 di antaranya memiliki IQ di atas 110. Penelitian ini membuktikan
adanya siswa underachiever yang gemilang di India. Populasi yang tak
dikenal ini sangat membutuhkan perhatian terhadap masalah dan
penyebab yang mendasarinya. Bakat Anak-anak ini terabaikan dan
menjadi kewajiban moral dari peneliti dan para pendidik untuk
membantu mereka dalam menggunakan potensinya secara optimal.
D. Karakteristik Siswa Underachiever
Ada beberapa ciri yang menandakan seorang siswa tergolong siswa
underachiever. Untuk mengetahui hal tersebut, diperlukan waktu
sekurang-kurangnya dua minggu. Penelitian tentang anak berbakat
berprestasi kurang menemukan ciri-ciri yang khas dari anak-anak ini.
Whitmore meringkas ciri-ciri yang paling penting dalam suatu daftar
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi mereka. Jika siswa
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

10

menunjukkan lebih dari sepuluh ciri-ciri dalam daftar berikut,


kemungkinan besar ia termasuk anak berbakat berprestasi kurang:
1. Nilai rendah pada tes prestasi.
2. Mencapai nilai rata-rata atau di bawah rata-rata kelas dalam
keterampilan dasar: membaca, menulis, dan berhitung.
3. Pekerjaan setiap hari tidak lengkap atau buruk.
4. Memahami dan mengingat konsep-konsep dengan baik jika
berminat.
5. Kesenjangan antara tingkat kualitatif pekerjaan lisan dan tulisan
(secara lisan lebih baik).
6. Pengetahuannya faktual sangat luas.
7. Daya imajinasi kuat.
8. Selalu tidak puas dengan pekerjaannya, juga dalam bidang seni.
9. Kecenderungan perfeksionis dan mengkritik diri sendiri,
menghindari kegiatan baru, seperti menghindari kinerja yang
tidak sempurna.
10.
Menunjukkan prakarsa dalam mengerjakan proyek di
rumah yang dipilih sendiri.
11.
Mempunyai minat luas dan mungkin keahlian khusus
dalam suatu bidang penelitian dan riset.
12.
Rasa harga diri rendah nyata dalam kecenderungan untuk
menarik diri atau menjadi agresif di dalam kelas.
13.
Tidak
berfungsi konstruktif di dalam kelompok.
Menunjukkan kepekaan dalam persepsi terhadap diri sendiri,
orang lain, dan terhadap hidup pada umumnya.
14.
Menetapkan tujuan yang tidak realistis untuk diri sendiri,
terlalu tinggi atau terlalu rendah.
15.
Tidak menyukai pekerjaan praktis atau hafalan.
16.
Tidak mampu memusatkan perhatian dan berkonsentrasi
pada tugas.
17.
Mempunyai sikap acuh dan negatif terhadap sekolah.
18.
Menolak
upaya
guru
untuk
memotivasi
atau
mendisiplinkan perilaku di dalam kelas.
19.Mengalami kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya,
kurang dapat mempertahankan persahabatan (Putra, 2013:
277)

Sejalan dengan pencirian anak underachiever di atas, dan


menyadari akan kompklesitas keberadaan Anak Berbakat
Berprestasi Kurang, maka setidak-tidaknya karakteristik anak
berbakat akademik di antaranya sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Memiliki IQ yang sangat tinggi


Memiliki kebiasaan kerja yang jelek
Ketidakmampuan berkonsentrasi
Kurang usaha dalam menjalankan tugas.
Minat yang kuat terhadap suatu bidang tertentu, sehingga
melupakan akademiknya.
6. Pekerjaaannya sering tidak selesai.
7. Harga dirinya rendah
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

11

8. Menampilkan frustasi emosional


9. Bersikap negatif terhadap diri sendiri dan orang lain.
10.
Tiadanya perhatian terhadap tugas yang sedang
dihadapi.
(Wahab, 2005: 4)

Menurut penelitian, anak underachiever di Amerika ternyata


jumlahnya sekitar 10%-40% dari populasi anak gifted. Mengapa
anak gifted? Karena penelitian terhadap anak underachiever biasanya
dilakukan kepada anak gifted, yang IQ-nya di atas rata-rata.
Intervensi dini memberi hasil yang lebih efektif. Tanda-tanda
kebiasaan buruk anak harus dikenali sejak awal. Misalnya ia kurang
berprestasi, kalau ditangani sejak dini akan semakin cepat
membantunya.
Definisi underachiever adalah prestasi akademis anak lebih
rendah dari perkiraan berdasarkan umur, kemampuan dan potensi.
Misalnya anak kelas 2 SD seharusnya bisa perkalian sampai 10, namun
anak itu tidak bisa. Misalnya kita melihat anak kita pintar main game,
mampu menguasai game dengan cepat, tapi belajar berhitung dan
menulis lamban sekali.
Ciri ciri anak underachiever ialah:
1. IQ lebih tinggi dari prestasi
2. Prestasi inkonsisten: kadang bagus, kadang tidak
3. Tidak menyelesaikan Pekerjaan rumah
4. Rendah diri
5. Takut gagal (atau sukses)
6. Takut menghadapi ulangan
7. Tidak punya inisiatif
8. Malas, bahkan depresi
Salah satu penyebab utama anak menjadi underachiever ialah
cara kita membimbing anak kita baik di rumah maupun di sekolah. Kita
menggunakan memakai metode one size fits all ( atau dalam ukuran
baju disebut free size atau all size). Artinya anak dipaksakan mengikuti
sistem yang ada. Misalnya, guru mengatakan bahwa kurikulum sudah
demikian
maka
anak
harus
mengikutinya
begitu
(http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/17/anak-pandai-tapi-tidak-berprestasi-

underachiever-356239.html)
Apakah karakteristik umum anak berbakat underachievement?
Para peneliti memahami bahwa underachievement adalah fenomena
dengan berbagai ragam determinan. Whitmore (1989) mengidentifikasi
tiga penyebab utama kurang berprestasi pada anak-anak berbakat,
yakni: a) kurangnya motivasi untuk menunjukan jati dirinya di sekolah;
b) lingkungan tidak mendukung bakat mereka secara alami dan
bahkan menghambat pada prolehan kemajuan yang tinggi; dan c)
ketidakmampuan atau kekurang mampuan lain dalam belajar lebih
tertutupi dari bakatnya. (Smutny, 2001)
Anak-anak adalah pribadi yang kompleks, dan menjelaskan
underachievement dalam beberapa anak, berbakat atau tidak,
mungkin bagaikan mengurai bola dari rajutan benang, tidak ada
penyebab tunggal yang terpisah, tapi sebuah sistem di mana setiap
bagian mempengaruhi yang lain. Berbakat berprestasi kurang
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

12

cenderung sangat sensitife untuk guru yang kritis, kaku, suka


mengganggu, dan tidak simpatik (Fine, 1967). Ada banyak guru yang
memiliki sikap negatif terhadap siswa berbakat yang menolak
kompromi. Guru
yang
menekankan
ketertiban,
kendali,
dan
penyesuaian cenderung untuk mempromosikan gaya yang lebih
terstruktur dan kurang inovatif pada siswa mereka (Kim, 208: 235)
Emerick (1992) dalam Kim, 2008: 235 menemukan bahwa anak
berbakat kurang berprestasi memamerkan kemandirian berpikir dan
pengambilan keputusan, kemauan untuk mengambil risiko, ketekunan,
kemampuan di atas rata-rata, kemampuan kreatif, dan sangat
mencintai apa yang mereka lakukan.
E. Faktor-Faktor Penyebab Siswa Mengalami Underachiever
Prestasi belajar rendah ini bukan disebabkan oleh adanya
hambatan dalam menguasai pelajaran yang diberikan dalam proses
belajar. Menurut Gustian (2002:30), underachiever dapat disebabkan
oleh oleh faktor lingkungan, baik lingkungan luar rumah (lingkungan
sekolah), lingkungan rumah, maupun dari individu itu sendiri.
Masing-masing faktor tersebut atau secara kombinasi dapat
menyebabkan anak menjadi underachiever. Dengan mengetahui
faktor-faktor penyebabunderachiever, orang tua dapat melakukan
tindakan-tindakan
untuk
menangani
anak
yang
mengalami underachiever.
Sebuah tinjauan literatur telah mengungkapkan divergensi besar
pendapat tentang apa yang menyebabkan keterbelakangan pada
siswa. Sousa (2003) mengamati bahwa kombinasi faktor baik di rumah
maupun
di
sekolah
dapat
menyebabkan
underachievement. Berdasarkan
penelitian
saat
ini
dalam
perkembangan kognitif dan bahan bacaan yang lengkap, terdapat dua
alasan penting bagi siswa dengan prestasi kurang dalam bidang
akademik dapat diidentifikasi: (1) kurangnya pemahaman mereka
tentang bagaimana untuk memilih, menyesuaikan, dan memonitor
strategi untuk belajar, dan (2 ) kurangnya motivasi mereka untuk
menerapkan secara aktif pemahaman yang mereka miliki (Ryan 1989
dalam Chukwu-Etu, 2009: 94).
Ryan menekankan bahwa membaca memainkan peran penting
dalam prestasi. Penelitiannya menunjukkan bahwa untuk pencapaian
setiap membaca atau menulis tujuan, seorang individu memiliki empat
jenis kemampuan kognitif tersedia untuk digunakan, yakni:
1) kemampuan dasar; 2) pengetahuan yang diperoleh, 3) strategi; dan
4) menemukan kognisi. Ryan lanjut mengamati bahwa 75% dari siswa
underachievement di sekolah dasar telah membaca masalah di antara
satu dengan yang lain, sedangkan hanya 35% dari siswa lain telah
membaca masalah. Kelompok pertama underachieved dalam semua
mata pelajaran (Chukwu-Etu, 2009: 95).
Perhatian yang memadai harus diberikan untuk membaca dan
menulis ketika masalah underachievement muncul, terutama di negara
di mana bahasa Inggris adalah bahasa kedua. Jika siswa tidak belajar
membaca secara efektif pada awal sekolah, mereka mungkin
mengalami kesulitan pada tahap kemudian dan dapat menarik diri dari
belajar dari pada berisiko terkena malu. Neurolearning (2005)
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

13

1.
2.
3.
4.
5.

menemukan bahwa masalah memori visual menyedihkan belum


sepenuhnya
dipahami
sebagai
sumber
underachievement
sekolah. Studi ini menjelaskan bahwa guru mengelola kegiatan memori
visual untuk diberikan kepada anak didik.
Para penulis lebih lanjut menyatakan bahwa kurangnya motivasi
yang diberikan oleh guru atau orang tua dapat memiliki dampak
negatif pada kinerja anak-anak. Misalnya, Whitmore dan Rand (2000)
mengamati bahwa banyak siswa kurang berprestasi berbakat
membutuhkan motivasi dari guru mereka karena mereka memiliki gaya
belajar yang kurang sesuai dengan metode pembelajaran yang
diteraokan guru. Pengkajian oleh Rutter (1974) menyatakan bahwa
tidak pernah ada satu penyebab tungal dari anak berbakat berprestasi
kurang. Sebaliknya ia percaya bahwa beberapa penyebab yang
dikaitkan dengan keadaan yang kompleks yang tidak dapat secara
ilmiah
atau
mudah
dijelaskan,
misalnya,
gangguan
emosional. Biasanya ada interaksi dari faktor kepribadian dan sosial
dalam hal ini. Penelitian oleh Mroczek dan Little (2006) pada studi
kepribadian berpendapat bahwa konsep diri dipelajari melalui
lingkungan anak, baik di rumah maupun di sekolah. Konsep diri negatif
dapat menyebabkan prestasi rendah ketika orang tua tidak memahami
kemampuan anak-anak mereka atau gagal untuk mendukung
mereka. Sebuah tanggapan guru dan umpan balik yang diberikan
kepada siswa juga memiliki kemampuan untuk membentuk persepsi
mereka tentang diri mereka sendiri.
Selanjutnya telah diketahui penyebab underachievement dan
menemukan bahwa gender dan budaya merupakan faktor penting
yang
harus
dipertimbangkan
ketika
membahas
penyebab
underachievement pada siswa. Selain itu, sebuah studi prestasi rendah
di perkotaan sekolah di Amerika Serikat berpendapat bahwa mungkin
ada perbedaan regional atau sub-budaya tetapi faktor yang terkait
dengan rumah dan sekolah yang selalu penting dalam rendahnya
prestasi pada siswa (Smith, 2005. dalam Chukwu-Etu, 2009: 96).
Hal ini dapat, oleh karena itu, disimpulkan bahwa faktor-faktor
berikut dapat menyebabkan prestasi rendah pada anak-anak sekolah:
kurangnya motivasi
pengaruh orang tua/rumah
kurangnya memelihara potensi intelektual.
konflik nilai
cacat/kondisi kesehatan yang buruk.
6. pengalaman hidup kelompok tertentu murid, misalnya, akibat
kerusakan otak/disfungsi otak atau gangguan neurologis.
7. ketidakmampuan untuk merekrut dan juga mempertahankan
personil yang berkualitas di sekolah.
Meskipun kompleksitas ini, menarik untuk dicatat bahwa ada
juga beberapa kemajuan dalam pengajuan pada patologi sosial.
(Chukwu-Etu, 2009: 96).

Secara umum faktor


underachiever adalah:

dominan

penyebab

dari

anak

1. Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan faktor yang sangat berperan dalam
menyebabkan terjadinya underachiever pada anak. Cara pengajaran,
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

14

materi-materi yang diberikan, dan ukuran-ukuran keberhasilan dan


kemampuan
guru
dapat
menjadi
penyebab
anak
mengalami underachiever.
Alberlt Einstein adalah salah satu kasus bagaimana sekolah dapat
menjadikan anak jenius sebagai underachiever. Ketika sekolah dasar,
nilai-nilai Einstein sangatlah buruk hingga ia sempat disebut anak yang
bodoh karena tidak mampu berprestasi dengan baik. Einstein tidak
dapat berprestasi di sekolah karena ia harus mengulang hal-hal yang
sudah diketahuinya, yang menurutnya tidak ada manfaatnya, bukan
karena ia tidak mampu.
Dapat kita bayangkan kerugian seperti apa yang dialami oleh
dunia jika Einstein tidak dapat mengatasi permasalahannya di sekolah.
Yang perlu menjadi catatan di sini adalah Albert Einstein berhasil
mengatasi permasalahan tersebut di atas dengan bantuan orang lain,
pamannya, bukan karena ia mampu mengatasi sendiri permasalahan
tersebut. Mungkin saat ini banyak Einstein-Einstein Indonesia yang
gagal
mengatasi
permasalahan
dengan
sekolahnya
(http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/19/underachiever/)
Whitmore (1980) dalam (Wahab, 2005: 5 ). mengemukakan
bahwa ada beberapa faktor sekolah yang menyebabkan gejala
berprestasi kurang, di antaranya sbb:
1. Kurangnya respek yang tulus dari guru
2. Suatu iklim sosial yang kompetitif.
3. Tidak adanya fleksibilitas dan adanya kekakuan.
4. Penekanannya pada evaluasi eksternal.
5. Adanya sindrom kegagalan dan kondisi kritis yang
mendominasi kecuali bagi orang-orang yang berprestasi.
6. Kontrol orang dewasa/guru secara konstan di kelas.
7. Kurikulum belajar yang tak apresiatif
2. Faktor guru
Guru memegang peranan penting dalam prestasi sekolah.
Bagaimana guru dalam memperlakukan anak didiknya akan
mempengaruhi prestasi yang akan dicapai anak. Penelitian yang
dilakukan oleh ahli-ahli psikologi menunjukkan bahwa harapan
(expectancy) guru terhadap kemampuan anak sangat berpengaruh
pada penilaian anak mengenai hal tersebut di atas. Kelas yang
diberitahukan bahwa mereka adalah anak-anak pintar dan cerdas
mendapatkan perstasi belajar lebih tinggi dibandingkan kelas yang
dibandingkan kelas yang diberitahukan bahwa kemampuan mereka
kurang (pada kenyataannya, kemampuan mereka tidak berbeda).
Sering
kali
guru
tanpa
sadar
mengabaikan
hal
ini
(http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/19/underachiever/)
Sejalan dengan hal di atas, banyak hal yang dapat diperoleh dari
hubungan guru-murid yang baik, yakni: 1) membantu siswa merasa
dicintai dan mampu;
2) memotivasi mereka untuk melakukan dan
menjadi yang terbaik, karena mereka peduli tentang apa yang guru
pikirkan tentang mereka; 3) membuat guru dan siswa lebih mudah
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

15

untuk berkomunikasi dan bekerjasama untuk mengatasi hambatan


dalam belajar; dan 4) megajarkan siswa untuk mengenali guru mereka
dan dengan demikian mereka dapat membuka pengaruh positif dan
pengharapan karakter guru dan teladan peribadinya. Seperti yang
dikatakan oleh Hendri Adams, bahwa pengaruh guru adalah abadi.
Guru yang berdedikasi dan peduli selalu menjadi pengaruh yang
signifikan pada nilai-nilai dan karakter seorang anak (Lickona, 2012:
137-147).

3. Keluarga dan Lingkungan Rumah


Selain sekolah, lingkungan rumah juga dapat menyebabkan anak
menjadi
underachiever.
Bagaimana
orang-orang
terdekat
memperlakukan anak akan mempengaruhi pencapaian anak dalam
berprestasi. Keluarga adalah faktor terpenting yang dapat
menyebabkan anak mengalami underachiever. Misalnya: kurangnya
perhatian, dukungan, dan kesiapan orang tua untuk membantu
anaknya dalam belajar di rumah. Harapan orang tua yang terlampau
tinggi terhadap anaknya sehingga sering terjadi pertentangan
pendapat antara orang tua dengan anak. Selain itu, orang tua kurang
menghargai prestasi belajar yang telah dicapai oleh anak. Sikap orang
tua yang demikian kurang memacu anak untuk belajar lebih giat. Anak
merasa prestasi belajar yang telah dicapai kurang dihargai dan anak
juga akan merasa dirinya tidak mampu berprestasi dalam belajar.
Keretakan hubungan antara orang tua (ayah dan ibu), sehingga sering
menimbulkan percekcokan dalam rumah tangga yang pada akhirnya
menjurus pada perceraian. Kondisi yang demikian, menyebabkan anak
kurang
berkonsentrasi
dalam
belajar.
Anak
akan
mengalami underachiever juga terjadi jika suasana rumah gaduh,
bising,
sumpek,
dan
dalam
keadaan
berantakan
(http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/19/underachiever/)
Apa yang kita tahu tentang perkembangan otak dan
emosional adalah bahwa setiap anak berkembang pada
kecepatan yang berbeda dan beberapa orang tidak siap untuk
mencapai akademis sampai awal dua puluhan.
1.
Jaga hubungan anak-orang tua dalam arah yang
benar.
2.
Ajarkan nilai kerja keras. Ajarkan kepada anak rasa
tanggung jawab. Apakah mereka melakukan pekerjaan.
Tidak ada hal seperti makanan gratis dalam hidup.
3.
Biarkan anak tahu dia bisa berhasil atau gagal dan
Anda senantiasa menyayanginya. Hal ini membuat mereka
merasa tidak harus berhasil.
4.
Jangan memaksakan anak-anak di luar kemampuan
belajarnya.
5.
Jangan memberi kesan bahwa selalu orang tua yang
menang dan anak yang kalah.
6.
Jangan membuat pertentangan awal dalam kehidupan
atau anak masih akan berjuang menjadi figur otoritas
sebagai orang dewasa.
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

16

(Fay dan Fay)

Beberapa studi telah mengeksplorasi pengaruh variabel


keluarga terhadap prestasi siswa berbakat minoritas. Selain itu
Clark (1983) melalui studinya terhadap siswa berkulit hitam yang
berstatus sosial ekonomi rendah yang anak mengalami gejala
berprestasi kurang menunjukkan bahwa orangtuanya cenderung:
a ) Ku r a n g o p t i m i s t i k d a n p e r a s a a n y a n g t e re k s p re s i ka n
t e n t a n g ketidakberdayaan dan tak berpengharapan.
b) Kurang assertif dan terlibat dalam pendidikan anak-anaknya.
c) Menetapkan harapan yang tak realistik bagi anak-anaknya.
d) Kurang percaya diri berkenaan dengan keterampilan
pengasuhan.
(Wahab, 2005: 5).

4. Faktor dalam Diri Individu


a. Persepsi diri
Tidak tercapainya prestasi sekolah yang baik juga sangat
ditentukan oleh karakteristik anak. Salah satunya adalah penilaian
anak terhadap kemampuan yang dimilikinya. Penilaian anak terhadap
kemampuannya berpengaruh banyak terhadap pencapaian prestasi
sekolah. Anak yang merasa dirinya mampu akan berusaha untuk
mendapatkan prestasi sekolah yang baik sesuai dengan penilaian
terhadap kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, anak yang menilai
dirinya sebagai anak yang tidak mampu atau anakyang bodoh akan
menganggap nilai-nilai kurang yang didapatkannya sebagai hal yang
sepatutnya dia dapatkan.
b. Hasrat berprestasi
Faktor lain dalam diri anak yang menentukan prestasi yang akan
dicapainya adalah faktor keinginan untuk berprestasi (need for
achievement) itu sendiri. Ada anak yang memilii dorongan dari dalam
dirinya sendiri untuk berprestasi, tetapi ada pula yang kurang memiliki
dorongan tersebut. Keinginan untuk berprestasi adalah hasil dari
pengalaman-pengalaman anak dalam mengerjakan sesuatu. Anak
yang sering gagal dalam mengerjakan sesuatu akan mengalami
frustasi dan tidak mengharapkan hasil yang baik dan tindakantindakan yang dilakukaknnya.
c. Lokus kontrol
Bagaimana anak menilai penyebab prestasi yang dimilikinya
dapat menyebabkan tercapainya preatsi yang tinggi. Anak dapat
menilai bahwa penyebab terjadinya prestasi tersebut karena faktor
usaha yang dilakukannya atau karena faktor-faktor di luar yang tidak
dapat dikontrolnya.
Anak yang menilai bahwa penyebab terjadinya prestasi karena
faktor usaha tersebut anak yang memiliki lokus kontrol (locus of
control) internal, dan jika sebaliknya disebut memiliki lokus kontrol
eksternal. Anak yang memiliki lokus kontrol internal akan menilai
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

17

bahwa angka 4 yang didapatnya dalam pelajaran matematika adalah


karena ia kurang belajar, sedangkan mereka yang memiliki lokus
kontrol eksternal akan mengatakan karena guru yang sentimen pada
dirinya.
d. Pola belajar
Pola belajar anak sangat mempengaruhi pencapaian prestasi
anak. Ada anak yang terbiasa belajar secara teratur walaupun besok
harinya tidak ada tes atau ujian, tetapi ad apula anak yang hanya
belajar jika ada ujian.
(http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/19/underachiever/)
F. Strategi Penanganan Anak Underachiever
Psikolog dan pendidik motivasional tertarik pada bagimana
pikira (anak) memengaruhi perilaku mereka-pihan penting mereka di
sekolah, keterlibatan ereka dalam tugas-tuga akademik, kemampuan
mereka untuk gigih saat mereka menghadapi kemunduran (Dweeck,
2002,h. 80-81 dalam Gredler, 2011: 476)
Ketika menemukan siswa atau anak mengalami masalah
underachievement, mungkin Anda bertanya-tanya; bagaimana
mengatasi anak dengan masalah tersebut? Beberapa tips yang dapat
dilakukan dalam menghadapi anak underachievement. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1 . Bantulah anak untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya.
Dengan gaya belajar yang sesuai, ia dapat menentukan pola
belajar yang efektif. Tipe pembelajar auditori lebih suka belajar
dengan mendengarkan daripada membaca. Tipe pembelajar
kinestetik lebih mudah memahami pelajaran dengan melakukan
praktik.
2. Modifikasi cara mengajar sesuai dengan gaya belajar anak.
3. Berikan reinforcement positif dan pujian. Motivasi yang berasal
dari luar diri anak dianggap efektif untuk menimbulkan
semangat dan daya dorong baginya untuk berprestasi lebih baik.
Untuk itu, pemberian pujian atau hadiah masih sangat relevan.
4. Berikan harapan yang jelas, dan sesuaikan tuntutan dengan
kemampuan anak. Pemberian harapan yang jelas dan realistis
sesuai dengan kemampuan anak akan mengantarkan anak
kepada upaya yang optimal, karena ia yakin meraih harapan
tersebut. Siswa dengan ketangguhan diri tinggi meningkatkan
usahanya pada tugas yang sulit, gigih saat menghadapi
rintngan, dan cenderung enentukan tujuan yang menantang
(Gredler, 2011: 476).
5. Libatkan mentor dan role model, libatkan anggota keluarga jika
perlu.
6. Gunakan metode belajar yang variatif (role play, simulasi, studi
kasus, proyek, dan Iain-Iain).

7. Ajarkan anak manajemen waktu. Dengan manajemen waktu

yang teratur, pola belajar anak dapat dijadwalkan, dan akan


terbentuk menjadi kebiasaan yang positif.
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

18

8. Belajar dalam kelompok kecil. Belajar kelompok dengan jumlah

anggota 3-5 orang dapat meningkatkan kerja sama dan


semangat berkompetisi yang positif.
9. Ciptakan situasi yang kondusif, gunakan pola belajar kerja sama,
bukan kompetitif. Melalui situasi yang kondusif, anak akan
merasa nyaman dan mengeluarkan seluruh potensinya dengan
optimal.
(Putra, 2013: 283-284)

Selain itu, salah satu upaya yang selama ini ditempuh


pemerintah untuk mengakodasi dan mengani anak cerdas berbakat
adalah melalui program akselerasi. The National Association for Gifted
Children or NAGC (2007) mempercayai bahwa program akselerasi
sesuai untuk menangani anak berbakat secara akademik, dimana pada
proses akselerasi disediakan tantangan akdemik yang memadai dan
dapat mereduksi waktu bagi siswa dalam menyelesaikan sekolahnya
(Fahmi, dkk., 2011: 4)

Khusus untuk siswa underachiever yang hidup dalam kemiskinan


memerlukan:
1) Harapan yang tinggi
2) Intervensi Dini
3) Kebutuhan berdasarkan rencana "saus tomat"
4) Membaca Intensif / Belajar Matematika
5) Waktu Ekstra Instruksional
6) Kurikulum ketat yang relevn dan dapat dicapai
7) Pendidikan dari orang tua / Dukungan keluarga
8) Program: Musim Panas / Nutrisi / Pembelajaran bertujuan,
Percepatan/Pengayaan
9) Rencana Mobilitas / Transisi / Perilaku
10)
Alternatif Sekolah / Program
(Parret dan Budge, 2010: 14)

Salah satu strategi yang dianggap berhasil membalikkan gejala


kurang berprestasi yakni dengan penggunaan Trifocal Model Pada Klinik
Keluarga Berprestasi, kita mampu mengubah kurang berprestasi di
sekitar empat dari lima anak-anak dengan menggunakan pendekatan
tiga cabang. Kami menyebutnya Trifocal Model porque Fokus pada
anak, orang tua, dan sekolah. Banyak sekolah telah menggunakan
Model Trifocal Juga dengan keberhasilan yang sangat baik. Telah
teratur digunakan efektif dalam program sekolah, program di sekolah
yang kurang berprestasi, pendidikan khusus dan program berbakat,
dan anak-anak di TK sampai kelas 12. Juga Telah digunakan dengan
mahasiswa. The Trifocal Model meliputi enam langkah, yang lima
pertama berlaku untuk semua anak underchiever. Pada langkah enam,
dibagi menjadi tiga jenis anak underachiever, Anda dapat memilih Ide
yang paling mungkin untuk anak atau siswa.

Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

19

Model Trifocal untuk Penanganan Sindrom Underachievement (Rimm,


2008)

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa penanganan


sindrom underachiever yang melibatkan kolaborasi antara anak, orang
tua dan sekolah dalam penerapannya melalui enam langkah, yakni:
Tahapan
1) Assesmen
2) Komunikasi

3) Mengubah
Harapan

4) Identifiksi
Model Peran

5) Koreksi
Kekurangan
6) Modifikasi
Pengukuhan

Tujuan
Untuk menentukan sifat
danTingkat siswa
underachievement
Untuk mendapatkan orang
tua, guru, dan siswa untuk
bekerja sama
Untuk mengubah harapan
siswa, orang tua, dan guru
untuk menyesuaikan
tingkat pencapaian yang
baru
Untuk menemukan model
peran yang baik bagi siswa

Untuk
mengatasi
penurunan
keahlian
apapun Itu yang mungkin
ada kekurangan
Untuk
membuat
perubahan di rumah dan di
sekolah yang diperlukan
untuk
menghentikan
tingkah laku manipulatif
siswa

Diperoleh dengan
Menggunakan tes,
penemuan,
pertanyaan, dan observasi
Pertemuan untuk
membahas isu-isu dan
Pertukaran informasi
dengan saling menghargai
dan tanpa menyalahkan
Menetapkan tujuan yang
realistis dan
mengungkapkan keyakinan
dalam kemampuan siswa
untuk menemui mereka
Pemilihan
positif
dan
pencapaian
yang
berorientasi
kedewasaan
dengan siapa siswa dapat
mengidentifikasinya
Menyediakan tutorial jangka
pendek
Memperkuat
perilaku

pencapaian

(Rimm, 2004)

Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

20

G. KesimpuIan
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang ada, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Underachievement dari siswa berbakat merupakan
masalah
kompleks.
Bakat,
yang
biasanya
diidentifikasi
oleh
intelegensi,
tidak
mengesampingkan kreativitas, dan banyak anak-anak
yang sangat kreatif tidak melakukannya dengan baik
di
lingkungan
sekolah.
Karakteristik
anak
underachievement
mirip
dengan
karakteristik
berprestasi
sangat
kreatif:
Mereka
menolak
kesesuaian; mereka memiliki penerimaan sedikit
sosial dengan rekan-rekan mereka dan dengan guru,
dll (Kim, 2008: 240) atau secara khusus teridentifkasi
pada: a) Pekerjaan setiap hari tidak lengkap atau buruk;
b) Memahami dan mengingat konsep-konsep dengan baik
jika berminat; c) Kesenjangan antara tingkat kualitatif
pekerjaan lisan dan tulisan (secara lisan lebih baik); d)
Pengetahuannya faktual sangat luas; e) Kecenderungan
perfeksionis dan mengkritik diri sendiri, menghindari
kegiatan baru, seperti menghindari kinerja yang tidak
sempurna; f) Tidak menyukai pekerjaan praktis atau
hafalan; g) Tidak mampu memusatkan perhatian dan
berkonsentrasi pada tugas-tugash); h) Minat yang kuat
terhadap suatu bidang tertentu, sehingga melupakan
akademiknya.
2. Guru hendaknya dapat membuat atau menambah tantangan
sehingga tugas berjalan sedikit melampaui apa anak-anak sudah
bisa melakukan, sehinga mereka mersa memiliki tantangan dan
lebih bergairah untuk mengikuti proses pembelajaran (Copple
dan Bredecamp, 2009: 36). Selain itu guru juga harus
melakukan penilaian klinis yang sensitive setiap saat untuk
mengetahui kapan harus mengintervensi dan kapan harus
membiarkan interaksi terus berlanjut (Palinscar, 1998; Perkins,
1999 dalam Gredler, 2011: 29). Pendekatan secara spesifik
mentargetkan
kekuatan
dan
minat
siswa
sehingga
membantu mengatasi gejala berprestasi kurang bidang
akademik.
3. Anak underachiever dapat ditangani dengan: 1) Membantu anak
untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya.; 2) Modifikasi cara
mengajar sesuai dengan gaya belajar anak; 3) Berikan
reinforcement positif dan pujian; 4) Berikan harapan yang jelas,
dan sesuaikan tuntutan dengan kemampuan anak; 5) Libatkan
mentor dan role model, libatkan anggota keluarga jika perlu; 6)
Gunakan metode belajar yang variatif; 7) Ajarkan anak
manajemen waktu; 8) Belajar dalam kelompok kecil. Belajar
kelompok
dengan
jumlah
anggota
3-5
orang
dapat
meningkatkan kerja sama dan semangat berkompetisi yang
positif; 9) Ciptakan situasi yang kondusif, gunakan pola belajar
kerja sama, bukan kompetitif. Melalui situasi yang kondusif, anak
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

21

akan merasa nyaman dan mengeluarkan seluruh potensinya


dengan optimal; dan 10) Gunakan model trifocal dalam
mengatasi sindrom underachievement.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku:
Arifin, Anton Ludfi. 2012. Demi Waktu: So, Use Your Time
Efectively. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bellanca, James. 2011. 200+ Strategi dan Proyek Pemebelajaran
Aktif untuk Melibatkan Kecerdasan Siswa. Jakarta: PT
Indeks.
Copple, C. dan Bredecamp, S. 2009. Developmentally Appropriate
Practice In Early Childhood Programs. Third Edition.
Washington: National Asociation for the Education of Young
Children.
Faidi, Ahmad. 2013. Tutorial Mengajar untuk Melejitkan Otak Kanan dan
Kiri Anak. Jogjakarta: Diva Press.
Gredler, Margaret E. 2011. Learning and Instruction Teori dan Aplikasi.
Edisi Keenam. Jakarta: Prenada Media Group.
Lickona, Thomas. 2012. Character Matters. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ormrod, Jeane Elilis. 2009. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa
Tumbuh dan Berkembang. Edisi Kenam. Jakarta: Erlangga.
Putra, Sitiatava Rizema. 2013. Panduan Pendidikan Berbasis
Bakat Siswa. Jogjakarta: Diva Press.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Edisi Kesebelas,
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Sprenger, Marilee. 2011. Cara Mengajar Agar Siswa Tetap Ingat.
Jakarta: Erlangga.
Suriasumantri, Jujun S. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Edisi Kelima. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Suyanto dan Djihad, A. 2012. Bagaimana Menjadi Calon Guru dan
Guru Profesional. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Yusuf, S. dan Sugandhi, N.M. 2012. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

22

2. Internet
Clemons, Trudy L. 2008. Undeachieving Gifted Student: A Social
Cognitive Model. Virginia: University of Virginia.
Chukwu-Etu, O. 2009. Underachieving Learners: Can They Learn
All. University of Nigeria Nsukka.
Fahmi, M., Maulana, A., dan Yusuf, A.A. 2011. Acceleration or
Internationalization?
A
Cost-Effectivenes-Analysis
of
Improving School Quality In Indonesia. Padjadjaran
University
Bandung:
Center
for
Economics
and
Development Studies (CEDS).
Fay, Jim dan Fay, Charles. Opening the Dor to Success: Hope for
Underachieving Kids.
Flint, Lori J. 1997. Self-interventions of Gifted Underachievers: Stories
of Success. Ashland University
Kim, Kyung Hee. 2008. Underachievement and Creativity: Are
Gifted Underachievers Highly Creative? Eastern Michigan
University: Taylor & Francis Group.
Mali, Poonam R. dan Balda, Shanti. 2006. Bright Underachievers:
Prevalence and Profile. India: Haryana Agricultural
University.
McCoach, D. Betsy dan Del Siegle. 2007. Factors That
Differentiate Underachieving Gifted Students From HighAchieving Gifted Students. University of Connecticut.
Merrotsty, Peter. 2008. The Wii Gaay Project. Educational
Research Journal. Australia: University of New England.
Parret,

William H. dan Budge, Kathleen. 2010. Leading


Underachieving Children Living in Poverty to Success .
Boise State University.

Rimm, Sylvina. 2004. Why Bright Kids Get Poor Grades And What
You Can Do About It. Crown Publishers.
Rimm, Sylvina. 2008. On Raising Kids. A Newsletter to Help
Parents and Teachers. Volume 19. Educational Assessment
Service.
Savira, Siti Ina. Rancangan Identifikasi Siswa Cerdas Istimewa
Berbakat Istimewa (CIBI) dalam Program Percepatan dan
Pengayaan
Tingkat
Sekolah
Menengah
Atas .
ppb.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/Artikel_Ina. pdf. Surabaya:
FIP Unesa.
Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

23

Silvermen, Linda. 2003. Poor Handwriting: A Major Cause of


Underachievement. Denver: DeLeon Publishing.
Silverman, Linda. Strategies
Denver: The Institute
Development.

for
or

Teaching Underachievers.
the Study of Advanced

Smutny, Joan Franklin. 2001. Meeting Needs


Underachievers-Individually.
Gifted
Communicator.

of Gifted
Education

Tieso, Carol L. Meeting the Social Emosional Needs of Gifted


Students. South Carolina Consortium for Gifted Education.
Wahab, Rochmat. 2005. Anak Berbakat Berprestasi Kurang (The
Undeachieving Gifted) dan Strategi Penangannya. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Luar Biasa Dirjen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Wellisch,
M.
dan
Brown,
J.
2011.
Where
Are
the
Underachievement in the DMTGs Academic Talent
Development? Australia: Macquarie University.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/17/anak-pandai-tapi-tidakberprestasi-underachiever-356239.html (Diakses 17 Oktober
2013)
(http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/19/underachiever/) Diakses 17
Oktober 2013

TUGAS MATA
PROBLEMATIKA PERKEMBANGAN

Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

24

IDENTIFIKASI ANAK
UNDERACHIEVER
DAN STRATEGI PENANGANANNYA

OLEH:

RIMBA HAMID
NIM: 1302271

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN


INDONESIA
PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN DASAR
2013

Identifikasi Anak Underachiever dan Strategi Penanganannya

25

Bagaimana untuk memenuhi kebutuhan bahwa anak adalah


penting, kontribusi anggota keluarga ini? Anak tidak harus
hidup sebagai "tamu terhormat dalam keluarga."
"Anak-anak tidak akan memperlakukan kita lebih baik
daripada kita memperlakukan diri kita sendiri." Charles Fay,
Ph.D.
Ketika seseorang tidak berkontribusi, kasus "bermusuhan
ketergantungan" berkembang. Ketika kita melakukan segala
sesuatu untuk anak (atau orang tua) mereka kekurangan salah
satu kebutuhan dasar - yang memberikan kontribusi. Anak
menyadari bahwa ia tergantung pada kita dan membenci
tergantung pada kita sehingga menjadi bermusuhan. Ia
kemudian mentransfer kebencian ketergantungan untuk
membenci orang yang menyebabkan itu. Dia bahkan dapat
mentransfer kebencian dari orang tua ke kebencian guru.
Ada hubungan langsung dengan bagaimana anak-anak
melihat orang tua sebagai figur otoritas dan bagaimana
mereka melihat guru sebagai figur otoritas. Oleh karena itu,
ada kaitannya dengan bagaimana anak-anak melihat figur
otoritas dan keberhasilan akademis. Ada juga koneksi dengan
anak-anak yang merasa mereka adalah anggota penting dari
keluarga dan akademik keberhasilan.
Pilihan = Sukses Akademik
Ketika seorang anak memiliki masalah dengan motivasi hal
pertama
yang
Anda
lihat
adalah
bagaimana
untuk
mendapatkan anak lebih erat terhubung dengan keluarga
melalui pekerjaan.
Bila Anda menggunakan strategi Cinta dan Logika melalui
pilihan memberikan kontrol anak-anak melalui pekerjaan.
Kebutuhan mereka merasa dicintai terpenuhi dan kebutuhan
mereka untuk merasa penting untuk keluarga terpenuhi.
Membebaskan pikiran mereka untuk belajar di sekolah. Sering
kali, saat anak-anak merasa bahwa jika mereka harus bekerja
untuk sesuatu yang tidak adil. Mereka tidak harus berjuang
dan bekerja di daerah lain kehidupan mereka sehingga
mereka berpikir bahwa mereka tidak harus bekerja atau
menempatkan usaha dalam pekerjaan sekolah mereka.
Aturan
pertama
untuk
mendapatkan
pekerjaan
yang
dilakukan:
1. Jangan pernah memberitahukan anak untuk melakukannya
sekarang. Beri dia batas waktu di masa depan. Tanyakan:
"Apakah akan masuk akal untuk melakukannya oleh (tidur,
Sabtu sebelum pertandingan,
sebelum makan malam)?

26

2. Tidak ada pengingat! Tentu saja, tidak ada pengingat.


Ketika anak melakukan kesalahan dan lupa lebih baik
mempersiapkan dirinya untuk dunia nyata. Kami melatih anakanak untuk mendengarkan pertama kalinya ketika kita hanya
mengatakannya sekali. Belajar berlangsung dengan kesalahan
dan konsekuensi.
3. Apakah konsekuensi berbaris - bahkan mungkin membayar
seorang anak tetangga untuk melakukan tugas dan memiliki
anak Anda membayar dengan uang sendiri.
4. Tawarkan untuk membantu sosok anak tahu cara untuk
membayar kembali (bila Anda telah melangkah untuk
membayar tetangga jika ia tidak memiliki uang yang tersedia
Gunakan empati -. ". Oh, apa yang menyedihkan" Dan "Aku
mencintaimu terlalu banyak untuk berdebat .)
5. Ambil mainan baru Anda telah membeli ke toko Gadai untuk
membantu dia membayar uang kembali - jika benar-benar
diperlukan.
...
Bakat: KECERDASAN DAN
KREATIVITAS
Beberapa pertanyaan tentang anak-anak berbakat dan
keberhasilan mereka muncul hanya karena definisi gifted-an
dulunya satu dimensi, misalnya, kecerdasan. IQ adalah
kriteria yang paling banyak digunakan untuk mengukur
kecerdasan gence, dan dengan demikian bakat, karena IQ
mudah diukur dengan tes standar dan itu adalah prediktor
signifikan prestasi akademis di masa depan.
Masalahnya adalah bahwa definisi tradisional berbakat ness
tidak cukup, karena sukses luar biasa membutuhkan
kreativitas (Torrance, 1962). Kreativitas adalah impor tant
untuk pengembangan siswa berbakat 'karena memiliki
kekuatan untuk mengubah bakat untuk keunggulan (Khatena,
1983). Kreativitas adalah penting dalam penemuan ilmiah,
penemuan, dan seni. Kemajuan mencolok dalam urusan
manusia-seperti dalam seni kreatif, kepemimpinan politik dan
militer, dan penemuan ilmiah dan penemuan-terutama karena
individu yang sangat kreatif berbakat beberapa (misalnya,
Weyl, 1970). Prestasi tergantung pada beberapa faktor,
termasuk interaksi antara kondisi lingkungan dan manifes
tertentu tasi karakteristik kreatif tertentu (misalnya,
Amabile, 1983; Csikszentmihalyi, 1988; Mellou, 1996; Torff,
1999). Banyak program berbakat, dan bahkan negara,
menyadari bahwa kreativitas adalah dimensi penting
keberbakatan (Georgia Departemen Pendidikan, 2005; Korea
Pendidikan Development Institute, 2003). Para siswa-sekitar
paling sangat kreatif 70% dari 20% yang paling kreatif-

27

dikeluarkan dari con perhatian berikutnya jika sekolah


mengidentifikasi anak-anak berbakat hanya berdasarkan tes
kecerdasan dan tes bakat skolastik (Torrance, 1960b, 1962).
Oleh karena itu, meskipun keluar
sisi lingkup artikel ini,
seorang
mahasiswa
yang
sangat
kreatif
harus
dipertimbangkan sama berbakat sebagai siswa dengan IQ
tinggi atau kinerja akademis yang luar biasa.
KARAKTERISTIK BERBAKAT
Berprestasi
aptitude and psychosocial adjustment among gifted students.

28

Anda mungkin juga menyukai