Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENGANTAR

1.1

Latar Belakang
Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta,

yang berperan dalam mewujudkan keberlangsungan entitas tersebut. Ketersediaan


aset merupakan salah satu penunjang kegiatan operasional dalam mencapai tujuan
entitas tersebut. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) No. 1, aset
diklasifikasikan menjadi dalam aset lancar dan nonlancar. Aset non lancar
diklasiflkasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan
aset lainnya.
Aset tetap didefinisikan sebagai benda fisik yang memiliki nilai dalam
periode lebih dari setahun (Hasting, 2009: 3) sedangkan menurut SAP No.l, aset
tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat
umum. Aset tetap terdiri dari tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan mesin.
jalan, irigasi, dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
(BMN/BMD), aset tetap termasuk dalam kategori (BMN/BMD).
Seiring dengan berkembangnya tugas dan fungsi pemerintah pusat yang
dituangkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap
tahunnya dan dijalankan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga Negara
(K/L), maka jumlah aset tetap yang dibutuhkan juga semakin meningkat.

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 20132014


(Audited) diketahui bahwa jumlah belanja modal tahun 2013 meningkat 24,64
persen atau sebesar Rp35.760.054.640.481,00 dari jumlah belanja modal tahun
2012, namun pada tahun 2 0 1 4 terjadi penurunan belanja modal sebesar 18,53
persen atau sebesar Rp33,516.274.806.806,00. Belanja modal tersebut,
berperan dalam peningkatan jumlah aset sebesar 1,5 persen dari jumlah aset
pada

tahun

2013

sebesar

Rp2.096.497.316.432.500,00

menjadi

Rp2.128.153.187.750.929,00 pada tahun 2014.


Tabel 1.1 Posisi Aset Tetap
Jenis Aset Tetap

Tanah

31 Desember 2014
(Audited)
(Rp)
945.677.266.992.956

31 Desember 2013
(Audited)
(Rp)

31 Desember 2012
(Audited)
(Rp)

1.041.019.298.252.419

996.878.472.254.880

Peralatan dan
331.484.412.353.590
282.940.410.570.636 238.129.446.805.797
Mesin
Gedung dan
210.934.630.857.630
191.278.171.370.296 170.243.266.954.328
Bangunan
Jalan, Irigasi, dan
476.253.657.666.187
423.232.566.227.236 379.236.269.019.824
Jaringan
Aset Tetap
49.856.505.381.076
38.607.829.866.402
14.566.662.581.210
Lainnnya Dalam 113.946.714.499.490
Konstruksi
119.419.040.145.511
96.447.328.590.044
Pengerjaan
Aset Tetap
2.128.153.187.750.929 2.096.497.316.432.500 1.895.501.446.206.083
sebelum
Penyusutan
Akumutasi
(413.564.858.797.715) (386.642.243.569.313)
Penyusutan Aset
Tetap
Jumlah Aset
1.714.588.328.953.214 1.709.855.072.863.187 1.895.501.446.206.083
Tetap
ket: () berarti minus
Sumber: LKPP 20132014 (Audited), BPK-RI 20142015

Perkembangan BMN berupa aset tetap sebagaimana Tabel 1.1


membuat pemerintah perlu untuk menerapkan manajemen aset untuk
menjamin berjalannya peran aset tersebut dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
masing-masing K/L, demi terwujud tata kelola pemerintahan yang baik (good

governance) yang mana tidak terjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
pada LKPP. Namun demikian, sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
LKPP Tahun 2012-2014 telah diungkapkan kelemahan Sistem Pengendalian
Internal (SPI) atas pengelolaan aset tetap yaitu aset tetap belum tercatat pada
Neraca/Laporan BMN, belum dilakukan inventarisasi dan penilaian, aset tetap
tidak diketahui keberadaannya, dikuasai/digunakan oleh pihak lain dan belum
didukung dokumen kepemilikan.
Tabel 1.2 Jumlah Belanja Modal
Uraian Belanja
Modal

31 Desember 2014
(Audited)
(Rp)
3.493.925.154.181

31 Desember 2013
(Audited)
(Rp)
4.634.554.545.099

31 Desember 2012
(Audited)
(Rp)
3.621.341.327.511

Belanja Modal
Peralatan dan
Mesin

53.383.384.313.966

68.330.717.773.271

43.489.836.812.569

Belanja Modal
Gedung
dan
Bangunan

19.234.955.281.773

23.143.230.323.439

19.549.767.573.166

Belanja Modal
65.637.287.728.141
78.790.109.327.027
Jalan,
Irigasi,
dan Jaringan
Belanja Modal
3.423.050.348.682
3.820.637.997.486
Aset
Tetap
Lainnya
Belanja Modal
2.175.325.499.785
2.144.953.167.012
BLU
Belanja
Dana
Bergulir
Jumlah
147.347.928.326.528
180.864.203.133.334
Sumber: 20132014 (Audited),BPK-RI, 20142015

72.322.551.241.233

Beianja
Tanah

Modal

4.011.444.117.446

2.103.005.518.752
6.201.902.176
145.104.148.492.853

Tahun 2014 terdapat peningkatan permasalahan dalam penatausahaan dan


pengamanan aset tetap sebesar Rp50,233 triliun atau 600 persen dari Rp8,287
triliun pada tahun 2013 menjadi Rp58,52 triliun pada tahun 2014 yang terjadi
pada 56 K/L. Permasalahan aset tersebut disebabkan antara lain: (1) aset tetap

belum dicatat dalam neraca dan belum dikoreksi dari Rp748,24 juta pada 2 K/L
menjadi Rpl39,22 miliar pada 13 K/L; (2) aset tetap yang diperoleh sebelum
Tahun 2005 belum dilakukan IP dari satu K/L senilai Rp636,11 miliar pada
tahun 2013 menjadi 7 K/L senilai Rp937,11 miliar pada tahun 2014; (3) aset tetap
tidak diketahui keberadaannya dari Rp83,80 miliar pada 11 K/L pada tahun 2013
menjadi Rp612,03 miliar pada 21 K/L pada tahun 2014; (4) aset tetap belum
didukung dengan dokumen kepemilikan dari Rp6,38 triliun pada 11 K/L di tahun
2013 menjadi Rp43,47 triliun pada 22 K/L pada tahun 2014; (5) aset tetap
dikuasai/digunakan pihak lain yang tidak sesuai ketentuan pengelolaan BMN dari
9 K/L senilai Rp1,88 triliun menjadi 30 K/L senilai Rp2,12 triliun.
Salah

satu

faktor

pemicu

terjadinya

permasalahan

aset

tetap

dikuasai/digunakan pihak lain yang, tidak sesuai ketentuan pengelolaan BMN


adalah kondisi aset dalam keadaan menggangur/idle. BMN idle tersebut kurang
mendapatkan pengamanan dan kurang diketahui oleh masyarakat sekitarnya.
Kondisi idle tersebut memberikan peluang pihak lain untuk menggunakan atau
menguasai BMN idle tersebut untuk kepentingan pribadi.
Keberadaan BMN idle di suatu daerah tidak hanya terkait pengamanan tetapi
juga terkait permasalahan secara fisik, sosial, maupun keamanan. Sebagai contoh,
dari segi fisik dan sosial, suatu lahan kosong memberikan kesempatan pihak lain
untuk membangun bangunan liar yang menjadi daerah kumuh sehingga
menurunkan estetika lingkungan disekitarnya. Dari segi keamanan, lahan
kosong tersebut memicu kesempatan orang yang tidak bertanggung jawab untuk
melakukan kejahatan seperti pencurian, pemalakan, dan perjudian di wilayah

sekitar karena tidak adanya penerangan. Kejahatan di perkotaan akan


menyebabkan timbulnya biaya yang tinggi, salah satunya adalah penurunan nilai
dari suatu properti (O'Sullivan, 2013: 311).
Dalam pengelolaan BMN, adanya BMN idle berimplikasi tidak hanya pada
belanja negara, tetapi juga pada pendapatan. Dari segi belanja yang timbul untuk
pemeliharaan dan pengamanan BMN tersebut sedangkan dari segi pendapatan
terdapat potensi PNBP dari pemanfataan atau pemindahtanganan BMN idle.
Untuk itu, pemerintah menerbitkan PMK No.250/PMK.06/2011 tentang Tata Cara
Pengelolaan BMN yang Tidak Digunakan untuk Menyelenggarakan Tugas dan
Fungsi Kementerian/Lembaga, sebagai pedoman dalam mengembangkan berbagai
alternatif penggunaan melalui analisis penggunaan tertmggi dan terbaik (Highest
and Best Use).
Implikasi dari penerapan PMK No.250/PMK.06/2011 tersebut, K/L harus
melaporkan BMN idle kepada Pengelola Barang, dalam hal ini Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai unit eselon satu pada Kementerian
Keuangan, yang memiliki tugas dan fungsi antara lain di bidang kekayaan negara
berupaya untuk melakukan pengelolaan kekayaan negara guna mencapai
optimalisasi. Optimalisasi dapat direfleksikan pada opportunity penghematan dana
APBN. Dengan optimaiisasi, DJKN dapai menjaring aset-aset idle pada K/L dapat
diusulkan sehingga menghasilkan penerimaan negara dari kelompok PNBP hasil
BMN (Media Kekayaan Negara Edisi 13, 2013).
Berdasarkan LKPP Tahun 2013, jumlah BMN idle tercatat sebesar
Rp16.004.511.200,00

terdiri

dari

tanah

seluas

13.746m 2

senilai

Rp12.415.802.000,00

dan

bangunan

sebanyak

39

unit

senilai

Rp3.588.709.200,00 sedangkan pada tahun 2014 jumlah BMN idle menjadi


Rp30.147.664.105,00. Besaran BMN idle tersebut telah dilaporkan dan
disajikan dalam Laporan BMN idle dan telah diserahkan kepada Pengelola
Barang dari Pengguna Barang. Pengguna Barang yang melaporkan adalah
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Mahkamah Agung (MA Rl).
Badan Pusat Statistik dan Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Beckwith (2010: 1) menyatakan bahwa analisis HBU merupakan dasar dari
proses penilaian sebuah properti. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU)
didefinisikan sebagai penggunaan tanah kosong atau tanah terbangun yang
memungkinkan secara fisik, sesuai peraturan, memenuhi kelayakan keuangan dan
menghasilkan nilai tertinggi (Hidayati dan Hardjanto, 2012: 49).
Sebagai salah satu instansi Lembaga Tinggi Negara, MA RI memiliki aset
dengan jumlah sebesar Rpl2.044.281.225.074,00 dan memiliki jumlah satker
sebanyak kurang lebih 1.655 satker yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan LKKL 2013 audited, MA RI mencatat tanah sebesar 36,45 persen
dari total aset tetap atau Rp4.390.511.580.342,00 dan jumlah PNBP berasal dari
pengelolaan BMN sebesar 5.61 persen dari total PNBP atau sebesar
Rp3.890.740.121,00. Hal tersebut menjadi perhatian dari pimpinan MA RI
bagaimana mengoptimalkan aset yang dimiliki bukan hanya sebagai penunjang
tugas dan fungsi, tetapi juga sebagai revenue center yang berasal dari PNBP.
Salah satu dari BMN idle yang terdapat pada MA RI adalah lahan kosong
di Jalan

Karang

Benda

Kelurahan Berkoh Purwokerto

yang

status

penggunaannya tercatat pada Pengadilan Agama (PA) Purwokerto seluas


4.114 m 2 . Lokasi lahan tersebut dekat dengan perumahan, kolom renang
umum, kampus-kampus, perkantoran, rumah sakit serta terminal bus.
Saat ini, lahan kosong tersebut dimanfaatkan oleh penduduk setempat
untuk berladang sehingga belum digunakan untuk memenuhi tujuan manajemen
aset yaitu untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi. Di sisi lain, terdapat plang
yang menyatakan tanah tersebut milik Pemerintah Daerah (Pemda) Banyumas
karena belum ada pengamanan dari lahan tersebut. Dengan demikian lahan kosong
tersebut dapat memberikan efek negatif kepada MA Rl yaitu peluang pengusaaan
lahan oleh pihak lain baik dari masyarakat maupun pemerintah daerah setempat.
Oleh karena itu, penulis menganggap penting bagaimana analisis
penggunaan tertinggi dan terbaik untuk mengoptimalkan lahan kosong tersebut
sehingga pengelolaan BMN di PA Purwokerto dapat menjadi contoh bagi
optimalisasi BMN idle pada satuan kerja MA Rl lainnya serta memberikan
peluang untuk dimanfaatkan oleh pihak ketiga dalam rangka pemanfaatan BMN.
Dengan demikian, optimalisasi BMN idle berupa lahan yang menganggur
tersebut tidak akan menjadi cost center yang membebani APBN dengan biaya
pengamanan dan pemeliharaannya tetapi menjadi revenue center yang
memberikan kontribusi PNBP dari pemanfaatan tanah pada MA Rl.

1.2

Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai optimalisasi aset di Satker MA Rl belum pernah

dilakukan namun beberapa penelitian mengenai manajemen aset telah banyak


dilakukan antara lain sebagai berikut.

1. Asmara (2014), melakukan penelitian tentang penggunaan tertinggi dan


terbaik bentasarkan analisis produkstivitas properti, analisis pasar, analisis
fisik, dan analisis keuangan terhadap tanah kosong milik PT. DG yang
terletak di J l. Raya Kuta, Kab. Badung Bali seluas 4.460m2 dengan
alternatif penggunaan untuk ruko jual, apartemen jual, dan hotel. Hasil
penelitian menunjukan bahwa berdasarkan analisis produktifitas dengan
analisis fisik dengan metode rating grid, analisis keuangan dengan metode
Discounted Cash Flow (DCF), dan analisis pasar, disimpulkan penggunaan
tertinggi dan terbaik untuk lahan kosong milik PT DG adalah penggunaan
ruko jual.
2. Irfan (2014), melakukan penelitian dengan analisis HBU terhadap rencana
pengembangan terminal Baranangsiang Kota Bogor yang menyajikan
hasil penelitian, yaitu alternatif penggunaan pengembangan terminal
Baranangsiang sebagai pusat perbelanjaan merupakan penggunaan tertinggi
dan terbaik.
3. Kene (2014), menganalisis penggunaan tertinggi dan terbaik atas tanah
seluas 2 Ha berlokasi di Jl. Batu Licin Simpang Empat, Kabupaten
Tanah Bumbu menggunakan analisis fisik dan legalitas melalui threshold
testing dengan rating dengan pengumpulan sample melalui metode
purposive sampling - justment, kemudian dilakukan analisis keuangan
dan

analisis

pasar. Hasil penelitian adalah alternatif penggunaan

kompleks perkantoran dan pertokoan merupakan pengggunaan yang paling


layak dan optimal untuk dikembangkan.

4. Luce (2012), menganalisis penggunaan tertinggi dan terbaik atas properti


3701

N.

Fairfax

Arlington.

Virginia

dalam

mempertimbangkan

pembayaran hutang pemilik pilihan: (1) merenovasi gedung kantor


yang sudah ada; (2) multi-family building; (3) membangun hotel; atau (4)
menjual properti. Penggunaan tertinggi dan terbaik properti dilakukan
dengan menganalisis analisis pasar, kelayakan pasar dan keuangan, serta
mempertimbangkan

alternatif

penjualan

bangunan

saat

ini

untuk

membayar seluruh hutang. Hasil penelitian disimpulkan bahwa alternatif


terakhir yaitu penjualan properti memberikan dana yang dibutuhkan
pemilik untuk membayar hutang dan profit bagi pemilik properti dari selisih
lebih penjualan dengan hutang.
5. Putra (2014), melakukan penelitian tentang optimalisasi lahan melalui
analisis penggunaan tertinggi dan terbaik terhadap lahan kosong di
Kompleks Cunda Plaza Lhoksumawe, Aceh seluas 9.350 m 2. Hasil
penelitian menyatakan bahwa berdasarkan analisis fisik, peraturan, pasar,
perspektif masyarakat, dan keuangan disimpulkan bahwa penggunaan
tertinggi dan terbaik dari lahan adalah untuk pusat perbelanjaan.
6. Supit (2013),

melakukan penelitian terhadap tanah milik Pemerintah

Provinsi Sulawesi Utara yang terletak di Jalan Trans Manado-Bitung


Kecamatan Mapanget Kota dengan menggunakan analisis produktifitas,
pasar dan kelayakan keuangan. Hasil penelitian menyajikan bahwa hotel
sebagai alternatif pemanfaatan lahan yang paling optimal dan potensial.

Dengan demikian, beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti


terdahulu terdapat kesamaan dengan penelitian ini yaitu tentang konsep
managemen aset pemerintah dalam mendukung pelayanan publik, baik
berupa tanah maupun bangunan. Asmara (2014), Irfan (2014), Luce (2012),
Putra (2014), dan Supit (2013) menekankan menggunakan analisis HBU untuk
menentukan penggunaan suatu lahan yang layak sebagai penggunaan tertinggi
dan terbaik.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada objek penelitian yang
merupakan BMN idle pada Pengguna Barang yaitu MA Rl yang dilakukan
optimalisasi BMN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.06/
2011 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang Tidak Digunakan
untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga. Selain itu,
dalam pengambilan sampling dalam analisis produktifitas, di mana penulis
menyebarkan kuesioner dengan justment sampling kepada responden yang
mengetahui lingkungan di sekitar objek penelitian. Metode pengolahan hasil
kuesioner menggunakan borda count yang mengurutkan pilihan dari tertinggi
hingga terendah. Perbedaan lainnya adalah lokasi, tata guna lahan, waktu
penelitian.

1.3

Perumusan Masalah
Lahan kosong seluas 4.114m 2 di Jalan Karang Benda Kelurahan Berkoh

Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas yang tercatat pada


Pengadilan Agama Purwokerto tidak digunakan/dimanfaatkan sejak perolehannya
pada tahun 2008. Selain itu, saat ini lahan tersebut digunakan oleh masyarakat

10

sekitar untuk berladang dan bahkan terdapat plang nama tanah milik Pemkab
Banyumas yang tertanam di lahan tersebut.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka lahan tersebut dapat
dikategori sebagai BMN idle yang belum digunakan secara optimal sehingga
diperlukan analisis penggunaan lahan tertinggi dan terbaik atau Highest Best and
Use (HBU). Penggunaan lahan sesuai HBU akan menjadikan pengelolaan BMN
lebih tertib fisik, tertib hukum, dan tertib administrasi sehingga menimalisir
potensi gugatan dari pihak ketiga atas pengusaan tanah tersebut, menimalisir
potensi temuan pada LKKL MA RI pada tahun yang akan datang serta
berkontribusi dalam PNBP.

1.4

Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Alternatif apa yang menjadi alternatif penggunaan tertinggi dan terbaik pada
tanah kosong di Jalan Karang Benda Kecamatan Purwokerto Selatan
Kabupaten Banyumas?
2. Berapa indikasi nilai wajar tanah menggunakan pendekatan data pasar dan
nilai wajar tanah menggunakan pendekatan pendapatan berdasarkan
penggunaan yang terpilih melalui analisis HBU, sebagai dasar mengambil
kebijakan dalam rangka pemanfaatan tanah tersebut?

1.5

Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

11

1.

Mengkaji berbagai alternatif penggunaan dalam menentukan penggunaan


tertinggi dan terbaik pada tanah kosong di Jalan Karang Benda Kecamatan
Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas.

2.

Menentukan indikasi nilai wajar tanah menggunakan pendekatan data pasar


dan nilai wajar tanah menggunakan pendekatan pendapatan sebagai dasar
kebijakan dalam rangka pemanfaatan tanah tersebut.

1.6

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi

kalangan akademis maupun untuk praktisi sebagai berikut.


1.

Bagi PA Purwokerto selaku Kuasa Pengguna Barang dari MA RI, penelitian


ini dapat memberikan informasi dalam pengambilan kebijakan optimalisasi
aset sekaligus menjadi contoh bagi satuan kerja di Lingkungan MA RI.

2.

Bagi masyarakat, penelitian ini dapat sebagai referensi peluang bisnis melalui
kerjasama dengan pihak MA RI, sedangkan bagi peneliti lain sebagai sarana
untuk evaluasi penerapan optimalisasi aset dan sebagai bahan informasi
untuk penelitian selanjutnya, terutama pada topik yang diteliti saat ini.

1.7

Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penulisan ini dibagi menjadi 5 bab. Bab I merupakan

Pendahuluan yang mencakup uraian tentang latar belakang, keaslian penelitian,


rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
Bab II membahas Landasan Teori, kajian pustaka terhadap penelitian terdahulu
serta menguraikan kerangka penelitian. Bab III merupakan Metode Penelitian

12

yang terdiri dari desain penelitian, metode pengumpulan data, metode


pengambilan sample, definisi operasional, dan metode analisis data. Bab IV
merupakan Analisis Data dengan menggunakan analisis produktifitas, analisis
pasar, analisis keuangan, dan analisis produktivitas maksimal. Bab V berisikan
Simpulan dan Saran, membahas kesimpulan, implikasi penelitian, keterbatasan,
dan saran yang dinyatakan secara terpisah.

13

Anda mungkin juga menyukai