Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
kesehatan jiwa merupakan upaya yang
orang

ditujukan

untuk menjamin setiap

dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan,

tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006, Kesehatan merupakan suatu
kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat, kelemahan tapi benar
benar merupakan kondisi yang positif dan kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang memungkinkan untuk hidup produktif.
Gangguan jiwa yaitu merupakan manifestasi dari bentuk

penyimpangan

prilaku akibat adanya kegagalan dan distori emosi sehingga ditemukan ketidak
wajaran dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena adanya penurunan fungsi
tingkah laku yang menyimpang atau menurunya fungsi kejiwaan. (Nasir, 2011).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yaitu skizopreniayang merupakan suatu bentuk
psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor penyebabnya belum
dapat diidentifikasi secara jelas ( Direja, 2011)
Skizoprenia dapat menimbulkan beberapa gangguan seperti gangguan persepsi
dan proses pikir, dari gangguan yang ditimbulkan oleh pasien yang menderita
skizoprenia salah satunya gangguaan persepsi sensori halusinasi pendengaran
(Maramis, 2009). Halusinasi pendengaran merupakan suatu prilaku seseorang yang
menunjukan tingkah laku seperti mendengar suara atau kebisingan yang kurang
jelas ataupun yang jelas, dimana terkadang suara-suara tersebut seperti mengajak
berbicara klien dan kadang memerintahkan untuk melakukan sesuatu, adapun
prilaku-prilaku yang ditampakkan seperti mengarahkan telinga pada sumber suara,
bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut
komat-kamit, dan adanya gerakan tangan(Azizah, 2011).
Menurut World Health Organization (WHO) , melaporkan bahwa jumlah
penderita gangguan jiwa didunia pada tahun 2007 paling tidak 1 dari 4 orang dari

450 juta orang terganggu jiwanya disetiap negara diperkirakan sebanyak 51 juta
penduduk dunia menderita gangguan jiwa dengan skizoprenia atau sekitar
(0,076% ) dari 6,7 milyar penduduk diseluruh dunia (Videbeck,2008).Di Indonesia
diketahui

jumlah

gangguan

jiwa

di

Indonesia

sebanyak

17.616.000

jiwa

dari 130.000.000 jiwa (13,55 %) ( Yosep, 2011).


Berdasarkan

statistik Medical Record Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bengkulu,

pasien yang menderita Skizoprenia yang menjalani rawat inap pada tahun 2009
sebesar 434 dari 635 (68,4%) pasien gangguan jiwa, tahun 2010 sebesar 437 dari
835 (52,3%) pasien gangguan jiwa dan pada tahun 2011 menjadi 345 dari 1837
(18,7%) pasien gangguan jiwa.
Survey awal yang penulis lakukan pada mei 2012 didapatkan data pasien
rawat inap di ruangan murai A sebagai berikut, pada bulan februari 2012 diketahui
5 pasien yang diambil sebagai sample dari 67 pasien rawat inap di ruangan
diketahui bahwa semua pasien menderita dan menunjukan tanda dan gejala
halusinasi pendengaran. bulan maret 2012 dari 5 pasien yang diambil sebagai
sample dari 47 pasien rawat inap di ruangan diketahui bahwa 4 dari 5 (80%) pasien
menderita halusinasi pendengaran, bulan april 2012 dari 5 pasien yang diambil
sebagai sample dari 62 pasien rawat inap di ruangan diketahui bahwa semua
pasien menderita dan menunjukan tanda dan gejala halusinasi, pada bulan mei
2012 dari 5 pasien yang diambil sebagai sample dari 53 pasien rawat inap di
ruangan diketahui 3 dari 5 pasein (60%) klien menderita dan menunjukan tanda
dan gejala halusinasi, dalam penerapan di ruangan perawat

memberikan

intervensi berupa penanganan lewat obat-obatan serta pendekatan komunikasi


terapeutik kepada pasien, dan melakukan tindakan pemutusan halusinasi klien
secara berkelanjutan.
Pasien yang mengalami skizoprenia terutama pada pasien yang mengalami
gangguan persepsi sensori halusinasi, khususnya halusinasi pendengaran perlu
ditangani secara cermat, hal ini tidak lepas dari peran perawat sebagai
keperawatan jiwa yang merupakan bagian dari kesehatan jiwa menurut Peplau
keperawatan adalah terapeutik dalam seni penyembuhan, membantu individu yang
sakit atau membutuhkan perawatan kesehatan yang dinilai dalam proses

interpersonal sebab melibatkan interaksi antara dua atau lebih individu yang
mempunyai tujuan. Setiap individu dianggap unik secara biologis, psikologis, sosial,
dan spritual, serta tidak akan bereaksi sama seperti yang lain. Setiap orang
mempunyai pengalaman belajar yang berbeda dari lingkungan, adat istiadat,
kebiasaan, dan keyakinan dari setiap kultur. Setiap orang datang dengan ide-ide
yang terbentuk sebelumnya yang mempengaruhi persepsi, dimana persepsi sangat
mempengaruhi proses interpersonal. Dalam proses ini perawat mempunyai peran
sebagai pendidik, narasumber, penasehat, dan pemimpin. (Direja, 2011)
Stimulus dari halusinasi khususnya dapat berdampak menjadi depresi berat
bahkan dapat merusak diri, bunuh diri bahkan menciderai orang lain. Hal ini
disebabkan karena klien akan menuruti keinginan dari suara-suara yang meminta
atau menyuruh, klien melakukan sesuatu yang bersifat memaksa. untuk
meminimalkan komplikasi atau dampak dari halusinasi dibutuhkan peran perawat
yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan membantu klien dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya. dengan memberikan penatalaksanaan
untuk mengatasi halusinasi adalah melakukan tujuan khusus (TUK), yaitu 1)
Membina hubungan saling percaya, dorong klien dan beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya, dan dengarkan ungkapan klien, 2) Klien dapat
mengenali halusinasi, 3) Dapat mengendalikan halusinasi, 4) Menggunakan obat
untuk mengontrol halusinasi, dan 5) Klien mendapat dukungan keluarga dalam
mengendalikan halusinasinya dan melakukan terapi aktivitas kelompok (TAK).
Dengan

melakukan

tindakan

keperawatan

sesuai

dengan

peran

perawat,

diharapkan dapat menurunkan angka statistik pada pasien skizoprenia khususnya


halusinasi pendengaran.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas masalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dengan kasus skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Soeprapto Bengkulu tahun 2012
1.2. Ruang Lingkup
Dalam Karya Tulis Ilmiah

ini penulis hanya membahas tentang asuhan

keperawatan pada satu orang pasien dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi

pendengaran diruangan Murai Rumah Sakit Jiwa(RSJ) Daerah Bengkulu selama 7


Hari perawatan
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Memperoleh informasi dan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa
dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dengan kasus
skizofrenia
1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Mampu menjelaskan konsep dasar teori tentang asuhan keperawatan jiwa dengan
masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

2.

Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan asuhan keperawatan jiwa dengan
masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

3.

Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien asuhan keperawatan asuhan


keperawatan jiwa dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

4.

Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien asuhan


keperawatan jiwa pada dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

5.

Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada pasien asuhan keperawatan jiwa
dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

6.

Mampu menganalisa kesenjangan yang terjadi antara konsep teori dan aplikasi asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan yang diangkat dalam
kasus : asuhan keperawatan jiwa dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran

7.

Mampu menyimpulkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa pada pasiendengan


masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

1.4.

Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah adalah metode

deskriptif dengan pendekatan studi kasus

Anda mungkin juga menyukai