Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di negara yang berkembang, penyakit Tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah
kesehatan utama yang perlu penanganan serius. Hal ini dikarenakan angka kematian
disebabkan oleh penyakit TB paru adalah 25% dari seluruh kematian. Penyakit TB paru
sebenarnya dapat dicegah, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB paru karena
sebagian besar negara, penyakit TB paru tidak terkendali. Hal ini dikarenakan banyaknya
penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada penyakit TB paru BTA positif (+).
Dalam rangka penanggulangan Tuberculosis antara lain diperlukan diagnosis dini
sehingga dapat diobati dengan segera. Sampai sekarang diagnosis laboratorium penyakit
Tuberculosis masih merupakan masalah penting di Indonesia. Diagnosis TB paru secara
laboratorium dapat ditegakkan dengan ditemukannnya Basil Tahan Asam (BTA) diantaranya
melalui pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan mikroskopis BTA dari spesimen saluran nafas atau sputum memegang
peran penting dalam diagnosis awal dan pemantauan pengobatan Tuberkulosis paru.
Rangkaian kegian yang baik diperlukan untuk mendapatkan hasil yang akurat, mulai dari cara
pengumpulan sputum, pemilihan bahan sputum yang akan diperiksa, pengolahan sediaan di
bawah mikroskop. Tehnik pewarnaan yang banyak digunakan adalah Ziehl Neelsen yang
dapat mendeteksi BTA dengan menggunakan mikroskop. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik,
sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium.
Kejadian penularan kasus Tuberkulosis paru yang tinggi, paling banyak terjadi pada
kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi lemah yang berhubungan langsung atau
melakukan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis. Peningkatan kasus ini
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi, kebersihan diri individu dan kepadatan hunian
lingkungan tempat tinggal serta pola perilaku.
Karena pentingnya pemeriksaan dini pada orang yang melakukan kontak serumah
dengan penderita Tuberkulosis, maka berdasarkan uraian di atas perlu diadakan penelitian
tentang prevalensi dini Tuberkulosis pada kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis
melalui pemeriksaan sputum BTA.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana prevalensi BTA positif pada orang yang melakukan kontak serumah
dengan penderita Tuberkulosis melalui pemeriksaan sputum BTA?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1. Mengetahui prevalensi BTA positif pada orang yang melakukan kontak serumah
dengan penderita Tuberkulosis melalui pemeriksaan sputum BTA.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jumlah BTA positif terhadap orang yang melakukan kontak serumah
dengan penderita Tuberkulosis melalui pemeriksaan sputum BTA.
2. Mengetahui jumlah BTA negatif terhadap orang yang melakukan kontak serumah
dengan penderita Tuberkulosis melalui pemeriksaan sputum BTA.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengenai bagaimana prevalensi BTA positif pada
orang yang melakukan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis melalui
pemeriksaan sputum BTA.
1.4.2. Bagi Peneliti
`Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian dan
menganalisa masalah kesehatan khususnya mengenai prevalensi BTA positif pada
orang yang melakukan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis melalui
pemeriksaan sputum BTA.
Mengembangkan daya nalar, analisis, minat, dan kemampuan dalam bidang
penelitian.
Mengaplikasikan ilmu tentang penelitian yang telah didapat.
1.4.3. Bagi Pemerintah
Berpartisipasi dalam program preventif penyakit Tuberkulosis paru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal,
tulang, dan nodus limfe (Smeltzer, 2000).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman mycobacterium
tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak
di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000). Tuberkulosis
paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh
bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).
2. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dan tebal 0,3-0,6 m dan digolongkan
dalam basil tahan asam (BTA). (Adiatama, 2000).
Karakteristik kuman Mycobacterium tuberculosis : kuman ini disebut juga basil dari
Koch.

Mycobacterium

tuberculosis

biasanya

terdapat

pada

manusia

yang

sakit

tuberculosis.Penularan terjadi melalui pernafasan. Kuman tuberculosis ini mengalami


pertumbuhan secara aerob obligat, energi kuman ini didapat dari oksidasi senyawa karbon
yang sederhana, pertumbuhannya lambat,waktu pembelahan sekitar 20 jam,pada pembenihan
pertumbuhan tampak setelah 2-3 minggu. Daya tahan kuman tuberculosis lebih besar apabila
dibandingkan dengan kuman lainnya karena sifat hidrofobik permukaan sel. Pada sputum
kering yang melekat pada debu dapat tahan hidup 8-10 hari.
Mycobacterium mengandung banyak lemak seperti lemak kompleks,asam lemak dan
lilin. Dalam sel, lemak tergabung pada protein dan polisakarida. Komponen lemak ini
dianggap yang bertanggung jawab terhadap reaksi sel jaringan terhadap kuman
tuberculosis.Lemak ini berperan pada sifat tahan asam. Sedangkan protein itu sendiri
Mycobacterium mengandung beberapa protein yang menimbulkan reaksi tuberculin, protein

yang terikat pada fraksi lilin dapat membangkitkan sensitivitas tuberculin, juga dapat
merangsang pembentukan bermacam-macam antibody (Mansjoer, 2000).
3. Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif. Pada
waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab (Darmanto, 2007), Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositipan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman
tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut (Depkes RI, 2007).
Menurut Darmanto (2007), penularan TB Paru dapat terjadi jika seseorang penderita
TB Paru berbicara, meludah, batuk, atau bersin, maka kuman-kuman TB Paru berbentuk
batang (panjang 1-4 mikron, diameter 0,3-0,6 mikron) yang berada di dalam paru-parunya
akan menyebar ke udara sebagai partikulat melayang (suspended particulate matter) dan
menimbulkan droplet infection. Basil TB Paru tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang
berada di sekitar penderita. Basil TB Paru dapat menular pada orang-orang yang secara tak
sengaja menghirupnya. Dalam waktu satu tahun, 1 orang penderita TB Paru dapat
menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang disekitarnya.
4. Tanda dan gejala
Gambaran klinis Tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin
tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila timbul infeksi aktif klien
biasanya memperlihatkan gejala batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam
(biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu
makan dan penurunan berat badan (Corwin, 2009).
Menurut Mansjoer, (2000).Gejala klinik Tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu:
a. Gejala respiratorik

1) Batuk 3 minggu
2) Batuk darah
3) Sesak napas
4) Nyeri dada
b. Gejala sistemik
1) Demam
2) Rasa kurang enak badan (malaise),

3) keringat malam, nafsu makan menurun (anoreksia),


4) Berat badan menurun.

5. Dampak TB Paru
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda ketika dihadapkan dengan suatu
penyakit, reaksi perilaku dan emosi tersebut tergantung pada penyakit, sikap orang tersebut
dalam menghadapi suatu penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan
lain-lain. Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupan hanya
sedikit menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi orang tersebut dan keluarga,
sedangkan penyakit berat, apalagi yang mengancam kehidupan dapat menimbulkan
perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan
menarik diri (Darwanto, 2007).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah metode observasional deskriptif. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran dari variabel
penelitian.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo di
Kelurahan Limba U II RW IV Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo. Dan dilakukan pada
bulan September sampai November 2016.
A. Geografi
Letak Geografis Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo yaitu luas wilayah 14,39 Km2
yang secara geografis terletak pada :1 lintang utara 123 bujur timur

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Kota Selatan Gorontalo

DisampingitupulaBatasBatasWilayahPuskesmasKotaSelatan
KotaGorontaloyaitu:

SebelahUtaraberbatasandenganKecamatanKotatengah.
SebelahTimurberbatasandenganKecamatanKotaTimur.
SebelahSelatanberbatasandenganKecamatanHulonthalangi
SebelahBaratberbatasandenganKecamatanKotaBarat.

1.
2.
3.
4.

Tabel3.1JumlahKelurahandanLuaswilayahWilayahPuskesmasKotaSelatan
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Kelurahan

Luas (Km2)

Biawao

0,39

Biawu

0,62

Limba U.I

0,48

Limba U.II

0,81

Limba B

1,12

B.Demografi
WilayahkerjaPuskesmasKotaSelatanberpenduduk24.369jiwadimana12.023jiwalakilakidan
12.346jiwaperempuan,sertajumlahKKsebanyak5.373untuklebihjelasnya,dapatdilihatpada
grafikberikut:
Gambar3.2.GrafikJumlahKependudukanDiWilayahPuskesmasKotaSelatan

Sumber

Data

Primer
C.

Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi

Penduduk wilayah kerja Puskesmas Kota Selatan. Perilaku masyarakat Sangat dipengaruhi
oleh adat istiadat setempat, seperti persatuan yang diwujudkan dalam sikap kegotong
royongan yang kokoh. Ini terlihat pada acara-acara seperti selamatan, pernikahan dan masih
banyak lagi acara-acara lain yang sangat mencerminkan budaya atau adat istiadat setempat.
Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) dan
Wiraswasta. Sarana transportasi yang digunakan adalah angkutan umum (Bentor).
D. Keadaan Fasilitas Pendidikan
Tingkat pendidikan/Sumber Daya Manusia sangat berpengaruh terhadap kesehatan, baik
kesehatan secara personal maupun kesehatan lingkungan. Untuk menunjang sumber daya
manusia maka diperlukan sarana pendidikan sebagai sarana pengembangan sumber daya
manusia secara formal.
Sebagai faktor predisposisi terhadap perubahan perilaku khususnya bagi pengetahuan tentang
kesehatan, maka diharapkan masyarakat yang berpendidikan tinggi memiliki kesadaran yang
tinggi pula dalam perilaku hidup sehat. Tingkat Pendidikan seseorang akan berkolerasi
dengan pola pencarian pertolongan kesehatan, pola asuh anak dan berpengaruh pada
kemampuan menerima informasi dan inovasi kesehatan.
E. Keadaan Fasilitas Kesehatan
Untuk menunjang peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka sangat
dibutuhkan fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kota Selatan
terdiri atas :
Sarana Kesehatan
Puskesmas Kota Selatan berlokasi di Jl. Moh. Yamin, Kel. Limba B, Kecamatan Kota Selatan
Kota Gorontalo. Terbagi atas ruang rawat jalan dan ruang rawat inap.
Ruang rawat jalan, terdiri dari :
o

Ruang Kepala Puskesmas

Ruang Kepala Tata Usaha

Ruang Poli Umum

Ruang Apotik

Ruang MTBS

Laboratorium Sederhana

Ruang KIA/KB

Ruang /Gudang Obat

Ruang Pemeriksaan Gigi

Ruang Kesling dan Promkes

Ruang Rawat Inap, Terdiri dari :


o Kapasitas tempat tidur sebanyak 20 buah
o Kamar mandi/ WC 2 buah
o Ruang Jaga
2 Unit Pustu masing-masing :
o Pustu Limba U1
o Pustu Biawu
1 Unit Poskesdes
o Poskesdes Limba U2
9 Posyandu masing-masing :
o 2 Posyandu di Kelurahan Limba U1
o 2 Posyandu di Kelurahan Limba U2
o 2 Posyandu di Kelurahan Limba B
o 1 Posyandu di Kelurahan Biawao
o 2 Posyandu di Kelurahan Biawu
2 Unit kendaraan roda empat sebagai Puskesmas Keliling.
6 Unit kendaraan roda dua ( motor dinas )
Tenaga Kesehatan
Tenaga Medis :
1. Dua dokter umum dengan jabatan fungsional sebagai dokter poli umum

2. Satu dokter gigi dengan jabatan fungsional sebagai dokter gigi


Tenaga Bidan :
1. Enam Tenaga Bidan Puskesmas dengan status Pegawai Negeri Sipil.
2. Tiga Tenaga bidan dengan status bidan PTT
Tenaga Paramedis :
1. Sepuluh Tenaga Perawat di Puskesmas, semuanya berstatus sebagai Pegawai Negeri
Sipil, 2 berstatus sebagai tenaga Honor Daerah.
2. Tiga Tenaga Pelaksana Gizi dengan status Pegawai Negeri Sipil, 2 berstatus sebagai
tenaga Honor Daerah.
3. Tiga Tenaga Kesling dengan status Pegawai Negeri Sipil.
4. Satu Petugas laboratorium dengan status Pegawai Negeri Sipil.
5. Satu Tenaga Apoteker di Puskesmas bestatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, Satu
tenaga asisten Apoteker berstatus sebagai tenaga Honor Daerah.
Tenaga Administrasi
1.

Lima Tenaga Adminstrasi , semuanya berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, 7


berstatus sebagai tenaga Honor Daerah.

2.

Dua tenaga sopir dengan status Honor Daerah.

3.

Dua tenaga Abdi di puskesmas.

4.

Dua Tenaga Cleaning Service.

5.

Lima Dukun Terlatih

6.

Empat Puluh Lima Kader Kesehatan Posyandu status aktif.

3.3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan berupa data primer hasil pengisian kuesioner dan data sekunder
yang didapat dari dokumen Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo.

3.4. Populasi dan Sampel


3.4.1. Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah warga Kelurahan Limba U II Kecamatan
Kota Selatan Kota Gorontalo yang melakukan kontak serumah dengan penderita
Tuberkulosis.

3.4.2. Populasi Terjangkau


Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah adalah warga Kelurahan Limba U II
RW IV Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo yang melakukan kontak serumah
dengan penderita Tuberkulosis.

3.4.3. Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan metode convinience
sampling, yaitu secara sekuensial dari warga yang memenuhi populasi terjangkau,
yaitu warga Kelurahan Limba U II RW IV Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo
yang melakukan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis pada bulan
September - November 2016.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.5.1. Kriteria Inklusi
Kriteria subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah :
1. Rumah Tangga Kelurahan Limba U II Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo
yang melakukan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis.
2. Tiap responden berasal dari rumah tangga berbeda
3. Bersedia mengikuti penelitian

3.5.2. Kriteria Eksklusi


Kriteria subjek yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini adalah :
1. Tiap responden berasal dari rumah tangga yang sama
2. Tidak bersedia mengikuti penelitian

3.6. Besar Sampel


Besar sampel dalam survei ini dihitung dengan rumus dibawah ini :

(Z)2 x P x Q
Keterangan :
=1,96 dengan = 0,05
Z : deviat baku alphan=
1
P : prevalensi rumah tangga yang melakukan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis.
di kelurahan Limba U II yaitu(L)2
Q : 1-P = (1 0,89) = 0,11
L : kesalahan yang masih dapat diterima yaitu 10% (0,1)
Berdasarkan rumus tersebut maka didapatkan sampel sebanyak :
n1 = (1,96)2 x 0,89 x 0,11 = 37 sampel
(0,01)2
Untuk mengantisipasi kemungkinan sampel drop out maka kebutuhan sampel ditambah
sebesar 10% sehingga sampel dari total penelitian ini adalah 40 rumah tangga.

3.7. Cara Kerja


Hasil penelitian didapatkan dari hasil pemeriksaan sputum BTA terhadap warga
Kelurahan Limba U II RW IV Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo yang
melakukan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis.

3.8. Identifikasi Variabel

Variabelindependen:BTApositifdanBTAnegatif

Variabeldependen:kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis.

3.9. Rencana Manajemen dan Analisa Data


Data yang diperoleh melalui penelitian ini akan diolah menggunakan program microsoft
excel dan disajikan dalam bentuk grafik.

3.10. Definisi Operasional


3.10.1. Prevalensi
a.

Usia : Usia responden pada saat penelitian dilakukan berdasarkan ulang tahun
terakhir

b.

Pendidikan : pendidikan responden yang dinyatakan tamat

c.

Responden : warga Kelurahan Limba U II Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo


yang melakukan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis dalam kurun
waktu September November 2016.

3.10.2. Penilaian Tingkat Prevalensi


a. Definisi

: Prevalensi BTA positif pada orang yang melakukan kontak serumah

dengan penderita Tuberkulosis melalui pemeriksaan sputum BTA


b. Alat Ukur : Pemeriksaan sputum BTA
c.

Hasil

: (1) Positif
(2) Negatif

3.11. Etika Penelitian


Responden diberi penjelasan secara lisan mengenai tujuan dan cara penelitian, serta diberi
jaminan kerahasian terhadap data yang diberikan. Penelitian pun dilakukan setelah
mendapatkan tanda tangan pada Lembar Persetujuan Keikutsertaan Penelitian (lihat lampiran
1) oleh setiap responden.

BAB IV
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kota Selatan Kota Gorontalo
periode Agustus - November 2016 maka didapatkan hasil pengumpulan data yang diperoleh
dari 8 sampel penelitian
4.1 Tabel frekuensi hasil pemeriksaan sputum BTA
Dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok responden kontak
serumah dengan penderita Tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan sputum BTA positif (+)
dan kelompok kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan
sputum BTA negatif (-).
Tabel 4.1 Tabel frekuensi hasil pemeriksaan sputum BTA
No

Hasil Pemeriksaan sputum BTA

Frekuensi

Persentase (%)

Positif (+)

Negatif (-)

100

100

Jumlah

Gambar 4.1 Grafik frekuensi hasil pemeriksaan sputum BTA

BAB V
DISKUSI
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Angka pasien
Tuberkulosis di Puskesmas Kota Selatan cenderung tinggi. Banyak tindakan preventif
contohnya berupa pendeteksian dini yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit ini, salah
satunya dengan melakukan pemeriksaan sputum BTA terhadap orang yang memiliki kontak
serumah dengan penderita Tuberkulosis.

Berdasarkan data-data yang telah disajikan pada bab 4, dapat disimpulkan bahwa
kejadian Tuberkulosis di Puskesmas Kota Selatan bulan Januari September 2016 tercatat
sebanyak 56 orang, sedangkan kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis dari 56
penderita Tuberkulosis tercatat sebanyak 123 orang.
Pada penelitian ini responden yang dipilih untuk berpartisipasi adalah kontak
serumah dengan penderita Tuberkulosis yang memiliki gejala batuk dan berusia di atas 15
tahun saja. Penentuan kriteria ini diambil berdasarkan pertimbangkan keterbatasan biaya
yang harus dikeluarkan untuk pemeriksaan sputum BTA terhadap kontak penderita
Tuberkulosis bila harus dilakukan terhadap keseluruhan 123 orang kontak dan berdasarkan
juga pertimbangan bahwa kontak penderita Tuberkulosis yang memiliki gejala batuk lebih
besar kemungkinannya memperlihatkan tanda terjangkit oleh bakteri Tuberkulosis tersebut.
Sedangkan pembatasan usia diambil karena responden anak berusia di bawah 15 tahun sulit
untuk mengeluarkan dahak guna dilakukannya pemeriksaan sputum BTA untuk penelitian ini.
Menurut Cuningham wanita berusia < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan awal dan akhir
masa reproduksi yang mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami hipertensi. Pada
usia < 20 tahun alat reproduksi untuk hamil belum matang, bila terjadi kehamilan maka
tubuh ibu belum siap untuk menerima keadaan baru, sehingga dapat menyebabkan iskemia
implantasi placenta. Hal ini bisa menyebabkan kenaikan tekanan darah, pengeluaran protein
dalam urine dan edema. 4
Pada usia 35 tahun seorang ibu hamil dapat mengalami hipertensi karena pada usia ini
mudah terjadi penyakit dalam organ kandungan ibu yang menua dan adanya penyakit yang
menyertai seperti diabetes mellitus dan hipertensi, sehingga menyebabkan perubahan
patologi yaitu terjadinya spasme pembuluh darah arteriol menuju organ penting sehingga
menimbulkan gangguan metabolisme jaringan, gangguan peredaran darah menuju
retroplasenta dan mengecilnya aliran darah yang menimbulkan hipertensi dalam kehamilan
atau bahkan preeklamsia. Berdasarkan data yang didapat, 2 dari 13 ibu dengan hipertensi di
Puskesmas Kota Selatan mengalami preeklamsia
Sementara pada usia 20-35 tahun wanita yang mengalami hipertensi sebesar 10 %. Seorang
ibu hamil maupun ibu bersalin berusia 20-35 tahun dapat pula mengalami hipertensi dalam
kehamilan akibat faktor-faktor lain seperti polihidramnion, gemelli, mola hidatidosa, atau
adanya penyakit penyerta seperti diabetes mellitus dan obesitas.
Ibu bersalin yang tidak mengalami hipertensi lebih banyak terjadi pada usia 20-35 tahun
sebesar 90%. Usia 20-35 tahun merupakan usia yang tepat untuk memulai kehamilan dan
kelahiran terbaik. Saat usia 20-35 tahun, alat reproduksi sudah matang dan merupakan
risiko paling rendah untuk ibu dan bayi.

Selain usia, paritas juga merupakan salah satu faktor risiko untuk hipertensi. Pada
primigravida/primipara terjadi gangguan imunologik (blocking antibodies) dimana produksi
antibodi penghambat berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri spiralis ibu oleh
trofoblas sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi placenta. Ketika kehamilan
berlanjut, hipoksia placenta menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan penebalan membran
basalis trofoblas yang mungkin menggangu fungsi metabolik placenta. Sekresi vasodilator
prostasiklin oleh sel-sel endotial placenta berkurang dan sekresi trombosan oleh trombosit
bertambah, sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun.
Akibat perubahan ini terjadilah pengurangan perfusi placenta sebanyak 50 persen, hipertensi
ibu, penurunan volume plasma ibu, Jika vasospasmenya menetap, mungkin akan terjadi
cedera sel epitel trofoblas, dan fragmen-fragmen trofoblas dibawa ke paru-paru dan
mengalami destruksi sehingga melepaskan tromboplastin. Selanjutnya tromboplastin
menyebabkan koagulasi intravaskular dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal
(endoteliosis glomerular) yang menurunkan laju filtrasi glomerulus dan secara tidak
langsung meningkatkan vasokonstriksi. Pada kasus berat dan lanjut, deposit fibrin ini
terdapat di dalam pembuluh darah sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan konvulsi. Pada
penelitian ini didapatkan bahwa ibu yang primipara memiliki risiko hipertensi dalam
kehamilan sebesar 20%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan ibu yang multipara yaitu
13%.11,17
Semua wanita memiliki risiko hipertensi selama hamil, bersalin, dan nifas.
Preeklampsia tidak hanya terjadi pada primigravida/primipara, pada grandemultipara juga
memiliki risiko untuk mengalami hipertensi karena peregangan rahim yang berlebihan
menyebabkan iskemia berlebihan yang dapat menyebabkan hipertensi dan preeklampsia 18

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Penyakit Tuberkulosis masih merupakan masalah di Puskesmas Kota Selatan. Banyak
tindakan preventif berupa pendeteksian dini yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit
ini, salah satunya dengan melakukan pemeriksaan sputum BTA terhadap orang yang memiliki
kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis. Banyak faktor yang membuat mudahnya
penyebaran penyakit Tuberkulosis
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi dalam kehamilan dan salah satunya
adalah usia ekstrim (< 20 tahun dan > 35 tahun) dan paritas (primipara). Melihat masih
tingginya kejadian hipertensi dalam kehamilan, maka sangat diperlukan upaya untuk
mencegah terjadinya hipertensi sejak dini, yaitu ibu hamil harus melakukan pemeriksaan
antenatal sejak diketahui adanya kehamilan dan periksa ulang secara rutin dan teratur.
Peran petugas kesehatan terutama bidan sangatlah penting didalam memberikan penyuluhan
tentang kehamilan yang berisiko (seperti usia hamil yang terlalu dini), pemenuhan nutrisi
pada ibu hamil dengan hipertensi (seperti diet rendah garam), pengenalan tanda dan gejala
hipertensi dan pre eklampsia, komplikasi hipertensi dan pre eklampsia baik bagi ibu
maupun janin bila tidak segera diatasi. Diharapkan ibu hamil pencegahan kehamilan yang
berisiko, dan pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin untuk menjamin kesejahteraan
ibu dan janin.

Anda mungkin juga menyukai