lebih
rentan
rhabdomiolisis,
mengalami
aritimia
myoglobinemia,
spasme
jantung,
otot
hiperkalemia,
masseter,
dan
hipertermia.
I.1.1.
menentukan
ukuran
laringoskop,
ETT, facemask,
dan
dan
humidifikasi
jalan
napas.
Hipertermia
Induksi intravena
Induksi yang digunakan sama dengan dewasa: propofol
2-3 mg/ kg diikuti dengan pelumpuh otot non depolarisasi
seperti rocuronium, vecuronium, cisatracurium, dan atracurium
atau suksinilkolin. Atropine direkomendasikan diberikan secara
rutin sebelum penggunaan suksinilkolin untuk mencegah
bradikardia. Keuntungan induksi intravena adalah kemudahan
akses intravena bila diperlukan obat-obatan emergensi dan
memungkinkan induksi yang lebih singkat pada pasien dengan
resiko aspirasi. Pada umumnya, intubasi pada anak-anak
dikerjakan dengan kombinasi propofol, lidokain, dan opiate,
dengan atau tanpa agen inhalasi, menghindari penggunaan
pelumpuh
otot.
Pelumpuh
otot
tidak
digunakan
pada
penggunaan LMA.
o Induksi Inhalasi
Banyak pasien pediatrik yang memasuki ruang operasi
tanpa terpasang jalur intravena dan selalu ada kemungkinan
untuk mengalami kesulitan saat memasang infus tersebut.
Beruntungnya, sevofluran bisa digunakan untuk menurunkan
kesadaran dalam hitungan menit dan lebih mudah dilakukan
pada pasien yang sudah diberikan sedasi (midazolam oral).
Sevofluran lebih diunggulkan karena desfluran maupun
isofluran memiliki bau yang tajam dan lebih sering
menyebabkan batuk, tahan napas, dan laringospasme. Kita bisa
gunakan satu atau dua teknik induksi inhalasi dengan
sevofluran
(7-8%
sevofluran
Dalai
60%
N2O)
untuk
banyak
menyebabkan
depresi
napas
pada
bayi
mengganti
sevofluran
dengan
isofluran
untuk
dalam
laringospasme.
intubasi
Henti
akan
napas
memicu
harus
terjadinya
dibedakan
dari
anestesi
yang
dalam
dapat
diatasi
dengan
Intubasi Trakea
Oksigen 100% harus diberikan sebelum intubasi untuk
meningkatkan keamanan pasien selama periode apnea sebelum
dan selama intubasi. Penggunaan pelumpuh otot pada anak anak
lebih jarang daripada dewasa. Pelumpuh otot bekerja lebih cepat
pada anak-anak dibandingkan dewasa karena waktu sirkulasi yang
lebih singkat. Bayi membutuhkan dosis suksinilkolin lebih tinggi
(2-3 mg/ kg) daripada dewasa, namun dosis atracurium yang lebih
rendah. Anak anak lebih rentan terhadap efek samping
suksinilkolin yang berupa aritmia, hiperkalemia, rhabdomiolisis,
myoglobinemia, spasme masseter, dan hipertermia malignan,
sehingga tidak digunakan secara rutin. Banyak klinisi memilih
rocuronium sebagai obat pilihan bila memang perlu penggunaan
pelumpuh otot karena onset nya yang paling cepa diantara obat
nondepolarisasi lainnya.
Oksiput pada bayi yang prominen menyebabkan posisi
kepala cenderung fleksi. Hal ini mudah dikoreksi dengan
mengganjal bahu atau meletakkan bantal donat di bawah kepala.
Pasien anak yang lebih besar, jaringan tonsil yang prominen dapat
menghalangi visualisasi laring. Bilah laringoskop yang lurus
membantu intubasi pada laring anterior neonatus dan infan.
Diameter pipa endotrakea diperkirakan dengan rumus berdasarkan
usia, yakni: diameter = 4 + usia/4.
Maintenance
Ventilasi pada neonatus dan infant selama anestesi dikontrol
dengan conventional semiclosed circle system. Selama ventilasi
spontan, meskipun dengan resistensi rendah dari circle system bisa
menjadi hambatan yang signifikan untuk diatasi neonatus. Katup
yang tidak langsung, pipa napas, dan pengabsorpsi CO 2
merupakan penyebab resistensi. Pasien dengan berat yang kurang
dari 10 kg, beberapa anestesiologis menyarankan Mapleson D
circuit atau Brain system karena lebih mudah diatasi dengan
ventilasi tekanan positif, circle system aman digunakan pada
pasien semua usia jika ventilasi terkontrol dengan baik.
Monitoring tekanan udara dapat menjadi petunjuk obstruksi dari
pipa yang bengkok atau pipa yang masuk ke bronkus.
Maintenance anesthesia pada pediatric sama dengan
dewasa. Jika penggunaan inhalasi seperti sevofluan dilanjutkan
sebagai maintenance, maka opioid (misalnya, fentanyl 1 1,5
mcg/ kg) diberikan 15-20 menit sebelum prosedur operasi selesai
dapat menurunkan insiden delirium dan agitasi akibat nyeri post
operasi.
yang
menjalani
operasi
darurat
mungkin
untuk
menghindari
hipotermia
pada
Cairan Maintenance
Laju maintenance per jam harus dihitung menggunakan
rule 4-2-1 dan menggunakan cairan isotonik.
Penanganan Hipovolemia
Volume intravaskular dapat dimonitor pada pasien
pediatrik dengan menilai variabel hemodinamik pada kelompok
umur. Takikardi dan penurunan tekanan darah dapat mengarah
kepada hipovolemia. Pengecekan urine output atau tekanan
vena sentral juga dapat memberikan informasi untuk status
volume intravaskular. Apabila pasien suspek hipovolemia,
berikan bolus cairan kristaloid atau koliud 10-20mL/kg.
Maintenance
<10 kg
11-20 kg
>20 kg
4 mL/kg
40 mL + 2 mL/kg >
100 mL/kg
1000 mL + 50 mL/kg >
10kg
60 mL + 1 mL/kg > 20
10 kg
1500 mL + 20 mL/kg >
kg
20 kg
Penggantian cairan yang hilang saat operasi berdasarkan tipe operasi
Noninvasif
0-2 mL/kg/jam
Invasif ringan
2-4 mL/kg/jam
Invasif sedang
4-8 mL/kg/jam
Sangat invasif
10 mL/kg/jam
I.3. Tatalaksana Nyeri
Obat analgesik yang digunakan sebagai tatalaksana nyeri pada anak
antara lain golongan acetaminophen, NSAID, dan opioid, diberikan per oral,
intramuskular, atau intravena. Opioid yang paling sering dipakai adalah
fentanil dan morfin. Efek samping termasuk sedasi, depresi pernapasan,
pruritus, dan mual/muntah. Acetaminophen memiliki risiko hepatotoksik.
NSAID, salah satunya ketorolac, dapat mengakibatkan disfungsi platelet,
perdarahan GIT, dan disfungsi renal. Oleh karena itu, penting untuk
mempertimbangkan penyakit ko-morbid pasien seperti gangguan ginjal, risiko
perdarahan (tonsilektomi, operasi jantung) sebelum pemberian NSAID sebagai
tatalaksana nyeri. Keuntungan dari acetaminophen dan NSAID adalah efek
sedasi dan depresi napas yang ringan.
I.4.
Post-operatif
Kondisi pasien di ruang pemulihan merupakan salah satu fase kritis
dimana masalah-masalah dapat timbul, diantaranya adalah peningkatan risiko
obstruksi jalan napas setelah kesadaran pasien mulai kembali. Saluran napas
pasien harus dipantau secara ketat untuk tanda-tanda obstruksi, laringospasme,
dan hipoksemia. Nasal canule/mask harus tersedia untuk memberikan oksigen,
CPAP, dan ventilasi pada pasien.
Komplikasi post-anestesi yang sering dialami pasien anak adalah :
laringospasme dan batuk croup post-intubasi. Laringospasme disebabkan oleh
stimulasi dari nervus laringeus superior. Batuk croup disebabkan oleh edema
glottis atau trakea. Croup sering terjadi pada pasien anak usia 1-4 tahun,
percobaan intubasi yang berulang, ukuran ETT yang terlalu besar, durasi
operasi lama, dan prosedur pada kepala-leher.