Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Kemajuan zaman dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh
umat manusia telah mendorong serangkaian perkembangan dalam bidang teknologi dan
informasi. Berbagai perkembangan ini membawa dampak negatif dan positif bagi manusia
sendiri. Salah satu dampak negatif dari berbagai macam perkembangan itu adalah munculnya
praktik aborsi. Fenomena aborsi ternyata mendapat perhatian yang cukup besar karena masalah
aborsi ini menyangkut masalah kehidupan dan keselamatan jiwa manusia.
Frekuensi aborsi sukar ditentukan karena abortus buatan (abortus provocatus) banyak
tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Aborsi spontan kadang-kadang hanya
disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medis tidak diperlukan dan kejadian ini
dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi aborsi spontan berkisar 10-15%
(Sharma, 2011). Frekuensi ini dapat mencapai 50% apabila diperhitungkan mereka yang hamil
sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui bahwa ia
sudah hamil. Data abortus provokatus sulit didapatkan di Indonesia karena dua penyebab.
Pertama, aborsi dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kedua, apabila timbul komplikasi, yang
dilaporkan hanya komplikasinya saja.
Aborsi sendiri dapat terjadi akibat perbuatan manusia (abortus provokatus) maupun
karena sebab-sebab alamiah atau biasa disebut abortus spontan. Aborsi akibat perbuatan manusia
dapat terjadi baik karena didorong oleh alasan medis, misalnya wanita hamil itu menderita
penyakit yang untuk menyelamatkan nyawa wanita tersebut harus dilakukan pengguguran
kandungan, disebut abortus teurapetikus. Selain itu, dapat pula karena alasan-alasan lain yang
tidak dibenarkan oleh hukum atau disebut abortus kriminalis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dalam pengertian medis, abortus adalah gugur kandungan atau keguguran dan keguguran
itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan.
Batas umur kandungan yang dapat diterima di dalam abortus adalah sebelum 28 minggu dan
berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.
Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum ialah tindakan menghentikan
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat usia kandungannya.
Juga tidak dipersoalkan apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut lahir bayi hidup atau
mati (Yurisprudensi Hoge Raad HR 12 April 1898). Yang dianggap penting adalah bahwa
sewaktu pengguguran kehamilan dilakukan, kandungan tersebut masih hidup (HR 1 November
1987).
Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum tentu saja berbeda dengan
pengertian abortus menurut kedokteran, yaitu adanya faktor kesengajaan dan tidak adanya faktor
usia kehamilan.

2.2 Jenis-jenis Abortus


Menurut pengertian kedokteran, abortus terbagi ke dalam:

Abortus spontan atau natural, dimana terjadi karena adanya kelalaian dari mudigah
maupun penyakit pada ibu. Diperkirakan 10-15% kehamilan berakhir dengan abortus

pada usia kandungan sekitar tiga bulan (Sharma, 2011).


Abortus akibat kecelakaan, misalnya karena ibu terpukul, shock, atau rudapaksa lain pada
daerah perut, biasanya jarang terjadi kecuali ibu mendapatkan luka berat.
2

Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam:


o Abortus provokatus terapeutikus, yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar
kesehatan ibu baik agar nyawanya dapat diselamatkan, biasanya baru dikerjakan
bila kehamilan mengganggu kesehatan atau membahayakan nyawa ibu.
o Abortus provokatus kriminalis, yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alas
an medis yang dapat dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti medis
yang bermakna. Abortus provokatus adalah abortus yang paling mendatangkan
bahaya maut bagi ibu.
Abortus provokatus kriminalis sajalah yang termasuk ke dalam lingkup pengertian

pengguguran kandungan menurut hukum.


Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan ke pengadilan karena pihak ibu yang
merupakan korban juga sebagai pelaku sehingga sukar diharapkan adanya laporan abortus.
Umumnya kasus abortus diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi (ibu sakit
berat/mati) atau bila ada pengaduan dari ibu atau suaminya (dalam hal izin).

2.3 Metode Abortus Provokatus


Abortus provokatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu mengandung
risiko kesehatan baik bagi ibu maupun janin.

Kekerasan mekanik lokal dapat dilakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan dari
luar dapat dilakukan oleh ibu sendiri ataupun oleh orang lain, seperti melakukan aktivitas
fisik berlebihan, jatuh, pemijatan perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau

uterus, pengaliran listrik pada serviks, dan sebagainya.


Kekerasan dapat pula dari dalam dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus,
misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas pada portio; pemasangan
laminaria slift atau kateter ke dalam serviks. Manipulasi uterus dengan melakukan

pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus.


Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja yang
panjang dan kecil melalui serviks. Penyemprotan ini dapat menyebabkan emboli udara.

Berikut adalah beberapa metode yang lazim digunakan untuk abortus provokatus
berdasarkan usia kandungan menurut Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia pada
tahun 1997
1. Usia kehamilan sampai dengan 4 minggu (kehamilan awal), biasa dilakukan dengan kerja
fisik berlebih, mandi air panas, melakukan kekerasan di daerah perut, obat pencahar,
bahan kimia, electric shock, penyemprotan cairan yang bisa merangsang kontraksi uterus
(uterotonik) ke dalam vagina.
2. Usia kehamilan sampai dengan 8 minggu, biasa digunakan obat-obatan yang merangsang
otot rahim, pencahar, preparat hormonal (untuk menganggu keseimbangan hormonal).
3. Usia kehamilan antara 12 16 minggu menusuk kandungan (menggunakan kawat, pensil,
jarum), melepaskan fetus, memasukan pasta atau cairan sabun, dengan instrumen (kuret)
Usaha-usaha non medis hanya bisa dilakukan pada usia kehamilan sampai dengan 16
minggu, disebut abortus. Apabila dilakukan lebih dari 16 minggu, maka risiko yang terjadi akan
semakin besar.

2.4 Komplikasi
Penggunaan obat-obatan abortifasian sebenarnya tidak ada yang efektif tanpa
menimbulkan gangguan pada ibu. Penyulit yang mungkin timbul adalah:
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa
hemoragik, dan lain-lain. Komplikasi ini kini jarang mendatangkan kematian,
dikarenakan pengertian masyarakat tentang kesehatan telah meningkat.
b. Syok akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan
kematian mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan
tanpa membawa hasil. Harus diingat pula kemungkinan adanya emboli cairan amnion
sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.
c. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini
terjadi karena pada waktu penyemprotan cairan, selain cairan terdapat pula gelembung
udara masuk ke dalam uterus, sedangkan di saat yang bersamaan, sistem vena di
endometrium dalam keadaan terbuka.
4

d. Keracunan obat/zat abortivum, termasuk karena anestesi. Antiseptik lokal seperti KMnO 4
pekat, AgNO3, dan sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian.
Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat.
e. Infeksi (tetanus dan septikemia) dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca
tindakan tetapi memerlukan waktu.
f. Peritonitis generalisata.
g. Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan
pengaliran listrik lokal.

Komplikasi Aborsi (Knight, et al., 2004).

Kematian pada abortus kriminalis disebabkan oleh hal-hal berikut ini menurut (Sharma,
2011):

Immediate causes, yaitu:


o Syok vasovagal, dikarenakan kecemasan yang tinggi pada ibu ataupun saat
dimasukkannya syringe atau batang laminaria untuk dilatasi serviks.
o Hemoragik adalah penyebab tersering komplikasi cepat, kemungkinan
dikarenakan oleh kerusakan pembuluh darah di uterus.
o Emboli udara, kemungkinan diakibatkan oleh tereksposnya pembuluh darah di

uterus pada udara saat uterus dibuka dan udara masuk ke dalamnya.
Late complications, yaitu:
5

o Sepsis adalah komplikasi lambat yang paling sering terjadi. Infeksi dapat terjadi
setelah abortus selesai dilaksanakan dan dapat menyebabkan kematian bila tidak
segera ditangani.
o Sterilitas. Pada beberapa kasus, dapat terjadi sterilitas apabila mukosa uterus ikut
terangkat saat dilakukannya abortus.
o Perlengketan uterus dapat pula terjadi.

2.5 Pemeriksaan Korban Abortus


Pada korban hidup, perlu dilakukan pemeriksaan dengan hati-hati, terutama pemeriksaan
lokalis. Wanita yang baru saja melakukan abortus memiliki tanda-tanda yang sama dengan
wanita hamil dengan usia kehamilan yang sama, misalnya perubahan pada payudara, uterus yang
membesar, pigmentasi pada kulit, hormonal, mikroskopik, dan sebagainya. Lubang serviks dapat
menunjukkan sejumlah sekret dan sedikit terbuka. Dapat pula terlihat sedikit perdarahan pada
vagina karena penggunaan alat-alat abortus (Sharma, 2011). Lakukan pula pemeriksaan
toksikologi untuk mengetahui apakah ada obat/zat yang dapat mengakibatkan abortus. Hasil dari
usaha penghentian kehamilan dapat berupa:

IUFD (Intra Uterine Fetal Death)


Sisa-sisa jaringan dengan pemeriksaan mikroskopis/PA

Pada wanita yang meninggal akibat abortus kriminalis, tanda-tanda gestasi pada tubuh
akan terlihat sesuai dengan bulan kehamilan. Perlu juga dibuktikan adanya usaha penghentian
kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna atau eksterna, daerah perut bagian
bawah, apakah ada memar, kongesti, laserasi, dan tanda-tanda inflamasi. Temuan otopsi pada
korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta interval waktu antara
tindakan abortus dan kematian. Tubuh wanita akan terlihat pucat apabila ia meninggal karena
perdarahan. Pemeriksaan pada vagina dan uterus dapat dilakukan untuk menemukan cedera,
keberadaan produk konsepsi, benda asing seperti batang aborsi, discharge, dan benda tajam. Bila
kematian terjadi akibat emboli udara, tanda-tanda emboli udara dapat ditemukan. Tes emboli
dilakukan pada vena kava inferior dan jantung sebelum memeriksa organ-organ (Knight, et al.,

2004). Apabila kematian terjadi akibat sepsis, akan terlihat pus pada kavitas uterus. Kadangkadang, dapat ditemukan perforasi uterus atau usus (Sharma, 2011).
Pemeriksaan tempat kejadian perkara perlu diperhatikan adanya obat-obatan abortivum
dan alat-alat yang dicurigai digunakan untuk abortus. Bila terdapat hasil konsepsi harus diperiksa
dengan hati-hati, terutama apabila terbagi menjadi beberapa bagian tergantung pada instrumen
yang digunakan, usia kehamilan dan kerusakan yang ada pada fetus. Usia kehamilan ditentukan
menggunakan Metode Haase berdasarkan panjang fetus yang ditemukan (Sharma, 2011).
Apabila tidak ditemukan adanya hasil konsepsi, buka tuba dan ambil cairan/sekret asing yang
ditemukan. Ovarium diperiksa dan korpus luteum yang ditemukan dicatat dan diperiksa.
Terakhir, periksa specimen histologis dari berbagai organ untuk menemukan adanya emboli
amnion di paru-paru dan organ lain.

2.6 Pasal-pasal yang Mengatur Mengenai Abortus


Secara rinci, KUHP mengancam pelaku-pelaku sebagai berikut:

Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang lain

melakukannya (KUHP pasal 346, hukuman maksimum 4 tahun).


Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya (KUHP pasal 347,
hukuman maksimal 12 tahun; dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum

15 tahun).
Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita tersebut (KUHP
pasal 348, hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan; dan bila wanita tersebut meninggal,

maksimal 7 tahun).
Dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP pasal 349,

hukuman ditambah dengan sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya).


Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan kepada anak di

bawah usia 17 tahun/di bawah umur (KUHP pasal 283, hukuman maksimal 9 bulan).
Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada seorang wanita dengan
memberi harapan agar gugur kandungannya (KUHP pasal 299, hukuman maksimal 4
tahun).

Barangsiapa mempertunjukkan secara terbuka alat/cara menggugurkan kandungan


(KUHP pasal 535, hukuman maksimal 3 bulan).

DAFTAR PUSTAKA

Knight, Bernard and Saukko, Pekka. 2004. KNIGHT'S Forensic Pathology. London : Arnold,
2004.
8

Sharma, RK. 2011. Concise Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. 3rd. Uttar Pradesh :
Global Education Consultants, 2011.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Anda mungkin juga menyukai