Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Judul Percobaan
Nama Praktikan
Nagawati
NIM
Kelompok
Enam(6)
Samsul Alam
Fitriah rahmadhani .N
Hariswan
Rekan Kerja
Penilain
Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing
( HANDAYANI.S,Si )
( N AG AW AT I )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri
mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk
spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua
mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar
yang tidak menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2001)
Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan
basillah yang dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu
berbuat demikian. Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies
Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut
endospora, dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001)
Endospora hanya terdapat pada bakteri. Merupakan tubuh berdinding
tebal, sangat refraktif, dan sangat resisten, dihasilkan oleh semua spesies
Bacillus, Clostridium dan Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk
endospora dapat tumbuh dan bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel
vegetatif. Namun pada beberapa tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi
sintesis protoplasma baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan
untuk menjadi spora. (Pelczar,1986)
B. TUJUAN
Membuat sediaan untuk pewarnaan spora bakteri.
Untuk melakukan proses pewarnaan spora bakteri.
Untuk melihat bentuk dan letak spora pada bakteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan (Dwidjoseputro, 1989). Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama
yang tergolong dalam genus Bacillus dan Clostridium mampu membentuk spora.
Spora yang dihasilkan di luar sel vegetatif (eksospora) atau di dalam
sel vegetatif (endospora). Bakteri membentuk spora bila kondisilingkungan tidak
optimum lagi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya: medium
mengering, kandungan nutrisi menyusut dan sebagainya (Hastuti, 2012).
Beberapa spesies bakteri menghasilkan spora eksternal. Streptomyces
misalnya, meghasilkan serantaian spora (disebut konidia), yang disangga di
ujung hifa, suatu filamen vegetatif. Proses ini serupa dengan
proses
posisi
spora
di
dalam
tubuh
sel
vegetative
juga
dapat
diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di
dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora
dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebu tsehingga memudahkan zat
warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri (Volk &
Wheeler, 1988).
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora
dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian
tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Pelczar (1986),
menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik
mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel bakteri
yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora bersifat tahan terhadap
tekanan fisik maupun kimiawi. Santoso (2010)
tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal
(Volk & Wheeler, 1988).
Beberapa spesies bakteri membentuk spora, baik di dalam sel
(endospora) maupun diluar sel (eksospora). Spora merupakan suatu tahap hidup
bakteri dalam keadaan metabolisme tidak aktif atau dalam keadaan dorman, bila
tiba waktunya yang tepat dapat mengadakan germinasi dan tubuh membentuk
sel vegetatif kembali.
Letak spora ada 3 macam: sentral, yaitu letak spora berada di tengahtengah sel; terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal, yaitu letak
spora diantara ujung dan di tengah-tengah sel. Bakteri berspora dapat kehilangan
kemampuan membentuk spora, keadaan tidak berspora ini dapat bersifat tetap
dan dapat pula merupakan reaksi sementara terhadap lingkungan, sebab-sebab
lainnnya belum diketahui. Medium pembiakkan mengandung ekstrak tanah
umumnya dapat mengembalikan sifat-sifat semula. Dalam spora, sifat-sifat
bakteri tetap. Spora dibentuk, jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan
baginya misalnya, untuk pertahanan diri. Spora sangat tahan terhadap suhu
tinggi dan desinfektan. Hal ini disebabkan karena dinding spora sangat kuat dan
tersusun atas 3 lapisan, antara lain: intin (lapisan dalam), ektin (lapisan luar), dan
lapisan lendir yang terlihat diantara intin dan ektin. Di dalam bentuk spora
bakteri akan tahan lama tanpa makanan dan tidak melakukan pembiekan, jika
lingkungan di luar telah membaik, maka dinding spora akan pecah dan bentuk
vegetatif akan keluar dan bakteri akan aktif kembali.
Struktur yang khas bagi bakteri ialah endospora. Ciri utama
endospora: dinding teal, sangat refraktil, dan dihasilkan satu untuk tiap sel
bakteri Clostridium sp., Bacillus sp. , Sporosarcina sp., Thermoactinomyces sp.,
dan beberapa bakteri yang lainnya. Struktur, bentuk, dan letak endospora dalam
sel vegetatif beragam, hal itu bergantung pada spesies bakterinya. Kegiatan
metabolisme spora sangat rendah, sehingga bertahan hidup sampai bertahuntahun tanpa mendapatkan sumber makanan bertahun-tahun dari luar. Endospora
biasanya dibentuk oleh sel yang tumbuh dalam medium pembiakan subur, tapi
pada saat mendekati akhir pertumbuhan aktif.
Endospora tidak tahan panas dan pengeringan, dan tidak mudah diberi
pewarnaan. Untuk itu dilakukan spesialisasi pewarnaan pada spora. Pewarnaan
diferensial lain selain pewarnaan Gram contohnya ialah pewarnaan spora.
Proses secara umum pewarnaan spora: pembenihan bakteri, lalu
membuat suspensi bakteri dengan penambahan NaCl fisiologis, ditambahkan air
fuchsin perbandingannya 1:1, campuran dipanaskan, preparat dibuat dari
campuran tersebut, ditambah H2SO4, dan ditetesi methylen blue. Hasilnya spora
berwarna merah dan badan vegetatif berwarna biru.
Spora bakteri umumnya disebut endospora, karena spora dibentuk di
dalam sel. Ada dua tipe sel spora yang terbentuk, yang pertama terbentuk di
dalam sel, yang disebut dengan endospora dan spora yang terbentuk di luar sel
yang disebut eksospora. Spora bakteri tidak berfungsi untuk perkembangbiakan.
Bentuk spora bermacam-macam, bulat atau bulat memanjang, bergantung pada
spesiesnya. Ukuran endospora lebih kecil atau lebih besar daripada diameter sel
induknya. Kebanyakan bakteri pembentuk spora adalah penghuni tanah, tetapi
spora bakteri dapat tersebar dimana saja (Waluyo, 2007).
Letak endospora di dalam sel serta ukurannya tidak sama bagi semua
spesies. Beberapa spora letaknya sentral yaitu dibentuk di tengah-tengah sel,
terminal, yaitu dibentuk di ujung, subterminal yaitu dibentuk di dekat ujung.
Adanya letak serta ukuran endospora sangat bermanfaat di dalam pencirian dan
identifikasi bakteri (Pelczar & Chan, 2008). Terdapat enam marga bakteri
penghasil
endospora
yaitu
Bacillus,
Sporolactobacillus,
Clostridium,
yang merupakan cikal bakal sitoplasma membran sel, dinding sel germinal yang
mengelilingi membran dan merupakan cikal bakal dari dinding sel untuk
memunculkan sel vegetatif. Setelah itu, korteks mengelilingi dinding sel yang
mengandung peptida dan glikan. Sebuah membran luar paraspora dan mantel
spora. Di bagian luar korteks dan membran mengandung lapisan protein yang
menyediakan ketahanan untuk spora. Selama germinasi dan pertumbuhan,
korteks dihidrolisis dan membran luar paraspora dan mantel spora dihilangkan
diikuti dengan munculnya sel (Ray, 2004).
Dinding spora bersifat impermeabel, tetapi zat-zat warna dapat diserap
kedalamnya dengan jalan memanaskan preparat. Sifat impermeabel ini
mencegah dekolorisasi spora oleh alkohol bila diperlakukan dalam waktu yang
sama seperti pada dekolorisasi sel-sel vegetatif (Irianto, 2006). Lapisan luar
spora merupakan penahan yang baik terhadap bahan kimia, sehingga spora sukar
untuk diwarnai. Spora bakteri dapat diwarnai dengan dipanaskan. Pemanasan
menyebabkan lapisan luar spora mengembang, sehingga zat warna dapat masuk
(Lay, 1994). Spora bakteri sangat sulit diwarnai dengan pewarna biasa, oleh
karena itu harus diwarnai dengan pewarna spesifik (Fardiaz, 1992). Bahan yang
digunakan untuk pewarnaan spora dapat memakai larutan malachite green dan
larutan safranin (Waluyo, 2010).
Setiap sel bakteri hanya dapat membentuk satu spora. Struktur
endospora bervariasi untuk setiap jenis maupun spesies, tetapi struktur umumnya
hampir sama. Jika endospora ditempatkan di dalam suatu medium yang baik,
akan terjadi germinasi, spora akan mengambil air dari sekelilingnya,
membengkak dan berkecambah. Lapisan luar spora pecah dan spora akan
tumbuh menjadi sel vegetatif (Fardiaz, 1992).
Menurut Ray (2004), proses sporulasi dapat dibagi ke dalam 7 tahap.
Pertama tahap penghentian replikasi DNA, diikuti dengan penjajaran kromosom
di dalam filamen aksial dan pembentukan mesosom. Invaginasi membran sel dan
pembentukan septum. Pembentukan prespora atau paraspora pun terjadi.
Pembentukan dinding sel germinal dan korteks, akumulasi ion Ca2+ dan sintesis
DPN. Deposisi mantel spora, pematangan spora, dehidrasi protoplas dan
resistensi untuk panas. Tahap akhir terjadi lisis enzimatis pada dinding sel dan
pembebasan spora. Siklus sporulasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.1.
Spora mengalami perubahan fisikokimia. Protein dengan berat
molekul yang kecil dibentuk dalam jumlah yang besar untuk melapisi DNA dan
memberikan perlindungan terhadap jenis kerusakan DNA. Protein diuraikan
selama perkecambahan untuk menyediakan sumber asam amino. Asam
dipikolinik disintesis di dalam sel vegetatif untuk diberikan kepada prespora
bersama dengan kation divalen (Ca2+), hal ini menyebabkan dehidrasi dan
mineralisasi spora (Todd et al., 2003).
Gen spesifik yang digunakan dalam proses sporulasi antara lain spoIIA, spoIIE
dan spoIIG (Errington, 2003). Spo0A merupakan faktor penting pada proses
sporulasi selama perkembangan sel vegetatif (Fujita & Losick, 2003). Fawcett et
al. (2000) telah meneliti ratusan gen pada Bacillus subtilis, lebih dari 10% gen
Bacillus subtilis dikontrol oleh Spo0A.
Kontrol inisiasi dalam pembentukan spora secara substansial berbeda
pada organisme yang berbeda. Hal ini mencerminkan adaptasi terhadap berbagai
lingkungan. Beberapa dari bakteri yang telah diketahui secara luas, misalnya
Epulopiscium yang merupakan bakteri pembentuk endospora. Epulopiscium
berbeda dengan bakteri pembentuk spora lainnya karena menghasilkan beberapa
spora (Angert & Losick, 1998). Bahkan ada organisme yang berbentuk bulat,
misalnya Sporosarcina yang sulit untuk membentuk sel yang asimetri saat
memulai sporulasi, tetapi masih dapat membentuk endospora dengan
menggunakan regulator yang umum digunakan (Chary et al., 2000).
Sporulasi menghasilkan dua sekat pada sel dengan ukuran yang
berbeda, bagian prespora berukuran lebih kecil dan sel vegetatif dengan ukuran
yang lebih besar dengan pemisahan bahan kromosom di dalam setiap
kompartemen. Pembentukan septum yang asimetris ini merupakan suatu tahap
perkembangan yang diatur oleh beberapa ekspresi gen. Ekspresi gen ini
mempunyai program yang berbeda di antara dua sel tersebut. Dua faktor sigma
F dan E merupakan alat yang mengatur program sel spesifik untuk
mengekspresikan gen. Dua faktor sigma tersebut dibentuk sebelum septum
dibentuk (Errington, 2003). Selama sporulasi, pembelahan sel diarahkan pada
masing-masing kutub sel kemudian terjadi modifikasi septum, sehingga septum
mengandung material dinding sel (Yehuda & Losick, 2002).
Setelah aktivasi F pada sekat prespora, E menjadi aktif di dalam sel
vegetatif. Faktor E disintesis sebagai preprotein inaktif yang diaktifkan oleh
proses proteolitik oleh SpoIIGA yang memiliki aktivitas protein serin (Labell et
al., 1987). SpoIIGA membutuhkan protein spesifik prespora yang disebut
dengan SpoIIR. Pengontrolan SpoIIR diatur oleh aktivitas F (Karow & Piggot,
1995; Vallejo & Stragier, 1995).
1) Temperatur
Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan mikroba.
Keragaman temperatur dapat mengubah proses-proses metabolisme tertentu
serta morfologi sel, karena semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi
kimiawi dan karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh temperatur, maka pola
pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur (Noviana & Raharjo,
2009).
Beberapa bakteri termofilik pembentuk spora mampu tumbuh pada
temperatur tinggi 55 C, antara lain bakteri anaerobik termofilik hidrogen yang
menghasilkan sulfida (Desulfotomaculum), bakteri yang menghasilkan hidrogen
dan karbon dioksida (Thermoanaerobacterium), Bacillus dan Geobacillus spp.
(Doyle, 2007). Bacillus cereus dapat tumbuh pada temperatur optimum 30-40 C
Raharjo, 2009). Pada pH < 5,0 dan > 8,0 bakteri tidak dapat tumbuh dengan
baik, kecuali bakteri asam asetat yang mampu tumbuh pada pH rendah dan
bakteri Vibrio sp. yang dapat tumbuh pada pH tinggi (Zulaikhah, 2005).
Bacillus cereus memiliki pH optimum pertumbuhan yaitu pada pH 6-7
dan mempunyai batas pertumbuhan antara pH 4,5-9,5. Dari segi ketersediaan
oksigen Bacillus cereus termasuk organisme anaerob fakultatif. Spora
Bacillus cereus juga tahan pada kondisi asam antara pH 1,0-5,2. Sel vegetatif
Bacillus cereus dapat diinaktivasi pada pH 3,7 sampai 5,6 (ESR, 2010).
Bacillus laevolacticus DSM 6475 dan strain Sporolactobacillus, kecuali
Sporolactobacillus racemicus IAM 12395 tahan terhadap pH 3,0. Bacillus
racemilacticus dan Bacillus coagulans toleran terhadap konsentrasi empedu
lebih dari 0,3 % (Hyronimus et al., 2000).
Beberapa bakteri pembentuk spora mampu bertahan pada pH yang
ekstrim antara lain, Sulfidobacillus menghasilkan spora yang tumbuh
optimum pada pH 1,9-2,4. Amphibacillus dapat tumbuh dengan baik dan
dapat membentuk spora pada kondisi aerob dan anaerob fakultatif di dalam
media glukosa yeast pepton pada pH 10,0. Thermococcus mampu bertahan
hidup pada pH 4,0-8,0 (Holt et al., 1994). Amphibacillus jilinensis yang telah
diisolasi dari sedimen danau soda di Cina dapat tumbuh pada pH 7,5-10,5 dan
optimum pada pH 9,0 tidak dapat tumbuh pada pH 7,0 atau 11,0 (Wu et al.,
2010). Bacillus thermantarcticus M1 mampu bertahan pada pH 5,5-9,0
(Zeigler, 2001).
1) Kekeringan
Kandungan
air
dalam
lingkungan
mikroorganisme
juga
mengalir
keluar
sehingga
sel
akan
menciut
dan
untuk membatasi
mobilitas
komponen-komponen tersebut.
sporogenens
dan
bakteri
kontaminan
lainnya
seperti
menghasilkan radiasi ultraviolet yang lebih besar daripada lampu merkuri low
pressure. Namun lampu merkuri low pressure lebih efisien dalam pemakaian
listrik dibandingkan lampu merkuri medium pressure. Lampu merkuri low
pressure menghasilkan radiasi maksimum pada panjang gelombang 253,7 nm
yang letal bagi mikroorganisme, protozoa, virus dan alga, sedangkan radiasi
lampu merkuri medium pressure diemisikan pada panjang gelombang 1801370 nm. Radiasi ultraviolet yang diabsorbsi oleh protein pada membran sel
akan menyebabkan kerusakan membran sel dan kematian sel (Cahyonugroho,
2010).
Bakteri gram negatif adalah yang paling peka terhadap radiasi
(Yulianita, 2007). Untuk bakteri pembentuk spora, adanya kandungan air
yang rendah dari spora menyebabkan resistensi spora terhadap radiasi.
Selama germinasi, kandungan air protoplas spora bertambah dan karena itu
resistensi radiasinya sangat berkurang (Darwis, 2006). Sinar ultraviolet
dengan panjang gelombang 265 nm memiliki efisien bakterisidal tertinggi.
Sinar X bersifat letal bagi mikroorganisme. Bakteri Escherichia coli dapat
letal dengan penyinaran sinar X dengan dosis 5000 rad sedangkan Bacillus
mesentericus dapat letal dengan dosis penyinaran sinar X sebesar 130.000
rad. Sinar X memiliki energi dan daya tembus yang tinggi (Pelczar & Chan,
2005).
kecil dari kista protozoa dan ookista. Beberapa bakteri menunjukkan tingkat
resistensi tinggi terhadap klorin. Bakteri pembentuk spora seperti Bacillus atau
Clostridium, Mycobacterium dan Nocardia sangat tahan terhadap desinfeksi
klorin. Klorin dioksida sebanding dengan klorin bebas untuk inaktivasi bakteri
dan virus pada pH netral (WHO, 2004).
Desulfotomaculum menghasilkan spora berbentuk bulat atau oval pada
bagian terminal dan sunterminal yang menyebabkan pembengkakan pada sel.
Sporohalobacter menghasilkan spora berbentuk bulat di bagian terminal.
Sporolactobacillus menghasilkan spora berbentuk elips dan letaknya terminal,
Sporosarcina menghasilkan spora berbentuk bulat diameternya 0,5-1,5 m,
Sulfidobacillus menghasilkan spora berbentuk bulat atau oval dan letaknya di
bagian subterminal dan terminal. Syntrophospora menghasilkan spora
berbentuk oval dan letaknya di bagian terminal serta membengkak pada sel
(Holt et al., 1994).
Transfer interspesifik dan intraspesifik pada DNA di antara beberapa
jenis Bacillus telah dicapai, diantaranya pada Bacillus megaterium, Bacillus
thuringiensis, Bacillus lichenniformis, Bacillus cereus, Bacillus coagulans,
Bacillus brevis, Bacillus sphaericus, dan Bacillus stearothermophilus. Interaksi
genetik ini memberikan pengaruh pada identifikasi isolat dari berbagai habitat
(Hatmanti, 2000). Bacillus berbentuk batang panjang dan relatif besar, katalase
positif, berspora, oksidasi positif atau negatif, bersifat aerobik atau anaerobik
fakultatif, motil atau tidak motil, memfermentasi glukosa atau tidak dan dapat
bersifat fermentatif, oksidatif atau tidak keduanya (Naufalin, 1999). Famili
Bacillaceae kadang-kadang berbentuk streptobasil, flagel peritrik atau tanpa
flagel, gram positif, parasit atau patogen terutama pada insekta (Irianto, 2006).
Jenis Bacillus spp. menunjukkan bentuk koloni yang berbeda-beda
pada medium agar cawan Nutrien Agar. Warna koloni pada umumnya putih
sampai kekuningan atau putih keruh, tepi koloni bermacam-macam namun
pada umumnya tidak rata, permukaannya kasar dan tidak berlendir, ada yang
cenderung kering berbubuk, koloni besar dan tidak mengkilat. Bentuk koloni
dan ukurannya sangat bervariasi tergantung dari jenisnya. Setiap jenis Bacillus
B. PRINSIP PRAKTIKUM
1) Pewarnaan Spora
Pewarnaan khusus digunakan untuk mewarnai dan mengisolasi bagian
spesifik dari mikroorganisme, misalnya endospora, kapsul, dan flagela
2) Teknik Aseptis
Cara kerja yang menjaga sterilitas ketika menangani pengkulturan
mikroorganisme
untuk
mencegah
kontaminasi
terhadap
kultur
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
A. Hasil Pengamatan
Bakteri
Subterminal
diplobassilus
Kesimpulan
Bakteri vegetatif berwarna
: Ungu
Spora berwarna
: Hijau
: Bening
B. Gambar
BAB V
PEMBAHASAN
Pewarnaan Spora
Pewarnaan spora merupakan pewarnaan dengan menggunakan
malachite green dan safranin, yang dalam hasil pewarnaannya akan muncul
warna hijau pada sporanya, serta warna merah pada sel vegetatifnya yaitu pada
Bacillus subtitulis Prinsip pewarnaan spora yaitu suatu metode pewarnaan yang
menggunakan malachite green dan safranin, yang dalam hasilnya pewarnaan akan
muncul warna hijau pada sporanya dan warna merah pada sel vegetatifnya
(Lay, B.W, 1994).
Pewarnaan menggunakan bakteri Bacillus subtitulis.Endosopora tidak
mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, akan tetapi apabila sekali
diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari
metode pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak
dipakai dalam pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan
malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang
dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green,
biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin.
Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah
muda pada sel vegetatifnya. Bacillus subtilis memiliki endospora, endospora lebih
tahan lama meski dalam keadaan lingkungan ekstrim seperti kering, panas, atau
bahan kimia yang beracun. Selain itu, endospora juga lebih tahan terhadap
pewarnaan. Sekali berhasil diwarnai, spora sangat sukar untuk melepaskan zat
warna sehingga saat diberi warna dari saftranin tetap berwarna hijau karena spora
sudah mengkiat malachit green dan sulit
kemudian.
Pewarnaan malachite green adalah pewarnaan yang biasanya
digunakan untuk melihat bakteri batang pembentuk spora. Untuk membuat
larutan malachite green dapat digunakan bahan kimia dari Malachite Green
Oxalate dari Sigma Aldrich atau dari Fisher Scientific.
Pewarnaan Spora kali ini, digunakan suspensi dari bakteri Salmonella
typhii dan Bacillus subtilis. Suspensi bakteri ini telah disiapkan sebelumnya.
Pada saat pembuatan preparat sama halnya dengan pewarnaan Gram waktu
yang ditentukan untuk penetesan zat warna dan H 2SO4 sebaiknya tidak lebih
ataupun kurang dari waktu yang telah ditentukan, karena hal tersebut dapat
mempengaruhi hasil preparat saat dilihat dbawah mikroskop.
Berdasarkan pengamatan, yang terlihat ialah bakteri Bacillus subtilis
dengan spora yang terminal, yaitu letak spora ada diujung sel. Sebenarnya jenis
letak spora ada 3 buah: sentral, yaitu letak spora berada di tengah-tengah sel;
terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal, yaitu letak spora
diantara ujung dan di tengah-tengah sel. Akan tetapi pada pengamatan ini
hanya ada spora terminalis.Warna sporanya merah sedangkan dan warna badan
vegetatif adalah ungu. Pada hasil pengamatan juga tidak terlihat adanya spora
pada bakteri Salmonella typhii , hal itu dikarenakan bakteri Salmonella typhii
tidak memiliki spora dan bakteri ini tergolong bakteri non-spora atau bakteri
yang tidak dapat menghasilkan spora. Lain halnya dengan bakteri Bacillus
subtilis yang merupakan dari famili Bacillaceae. Bakteri yang dapat
menghasilkan spora diantaranya ialah bakteri berasal dari famili Bacillaceae,
genus Bacillus, Clostridium, dan Sporosarcina.
BAB VI
KESIMPULAN
Dapat mengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur
pewarnaan spora (pewarnaan Klein), dengan hasil endospora terletak di
subterminal. Dapat memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang
terjadi dalam prosedur dengan hasil bakteri berwarna biru pada bagian
sitoplasma dan di bagian subterminal berwarna merah.
Letak spora ada 3 macam: sentral, yaitu letak spora berada di tengahtengah sel; terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal, yaitu
letak spora diantara ujung dan di tengah-tengah sel.
Dinding spora tersusun atas 3 lapisan, antara lain: intin (lapisan dalam),
ektin (lapisan luar), dan lapisan lendir yang terlihat diantara intin dan ektin.
DAFTAR PUSTAKA
kedokteran EGC.