Dokter A, adalah seorang dokter di suatu puskesmas. Pekerjaan dokter A hanya
ditemani seorang mantri. Pekerjaan dokter A sangat melelahkan, dikarenakan di desa tersebut hanya ada dokter A. untuk mendapatkan dokter lain, masyarakat desa harus menepuh perjalanan sekitar dua jam ke kota. Maka dari itu kebanyakan pasien dari desa berobat ke dokter A. Dokter A sangat baik, meskipun setiap harinya ia merasa lelah untuk menangani keluhan pasien dia tidak pernah melihatkan itu kepada pasiennya, ia selalu menangani pasiennya dengan ramah dan baik. Ia selalu menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita pasien kepada pasien itu sendiri, ia selalu menjelaskan apa yang pasien ingin tahu tentang penyakitnya. Di desanya dokter A juga dikenal sebagai dokter yang peduli akan tingkat ekonomi dari pasiennya. Ia sangat peduli tentang biaya yang dikeluarkan pasiennya. Baginya tak perlu obat mahal jika fungsi dan efektivitasnya sama saja. Contoh kasus non maleficence Dokter B, adalah seorang dokter di suatu puskesmas di pinggir kota X. kota X terkenal dengan daerah yang penuh dengan tempat prostitusi. Dimana hari itu dokter B sedang bertugas, ia didatangkan oleh seorang remaja T, usia 17 tahun. Dimana dengan keluhan batuk, demam serta terdapat kandidiasis orofaringeal. Setelah dianamnesis lebih lanjut ternyata T adalah pekerja seks komersial. Lalu kemudian dipemeriksaan lebih lanjut dokter B mendiagnosis bahwasannya T terkena HIV. Pada saat itu, T sudah sangat tidak berdaya. Ia sangat malu dan tidak punya lagi semangat hidup. Namun dokter B terus menyemangati T, dan memberikan obat kepada T agar kondisinya bisa lebih baik. Contoh kasus Autonomi Dokter F, adalah seorang dokter di RS IS. Siang itu dokter F kedatangan seorang pasien, yaitu Tn. G. Tn G adalah penderita DM, datang dengan jempol kaki luka, yang kemudian membusuk. Tadinya Tn. G menganggap lukanya itu hanya luka biasa. Makanya hanya ia beriobat tradisional saja. Namun semakin lama ia merasa lukanya semakin parah dan menghitam. Dokter F kemudian menjelaskan, bahwa jempol kaki Tn. G seharusnya diamputasi, atau nantinya malah membuat masalah pada bagian yang lainnya. Tapi kemudian, untuk lebih lanjutnya dokter F menyerahkan kepada pasien untuk menentukan apa tindak lanjut yang akan dilakukan selanjutnya. Contoh kasus Justice Dokter S, adalah seorang dokter di desa MD. Pasien dokter S sangat ramai, ditempat tunggu pasien saat pasien datang langsung diberikan nomor antrian. Jadi pasien yang datang duluan akan lebih dulu juga masuk, dokter S sangat
menghargai pasiennya. Bahkan walaupun kita kenal dengan dokter S, dokter S
tetap melakukan hal yang sama. Menurutnya setiap pasien punya hak yang sama juga.