Mitsubishi and Forced Labour
Mitsubishi and Forced Labour
Mitsubishi Grup terdiri lebih dari 500 perusahaan yang mempunyai pekerja
sekitar 5000 orang di seluruh dunia. Merupakan salah satu perusahaan terbesar
di Jepang yang saling berkaitan dengan perusahaan lain. Misubishi berdiri pada
tahun 1870 yang awalnya merupakan perusahaan pelayaran, tetapi segera
melakukan diversifikasi ke perusahaan batu bara untuk mengakomodasi
perusahaan pelayarannya. Sejak saat itu mitsubishi grup memainkan peran
sentral di perekonomian Jepang yang memperluas bisnisnya di bidang
perbankan, asuransi, perumahan, minyak, dan pabrik mobil.
Pada tahun 2003 Mitsubishi Material Corp, salah satu anak perusahaan
Mitsubishi Grup digugat karena menggunakan pekerja paksa selama perang
dunia kedua. Tuntutan serupa juga pernah ditujukan kepada perusahaan Jepang
lainnya karena memaksa warga sipil dan tahanan perang untuk bekerja di waktu
yang sangat lama dan dalam kondisi yang keras tanpa kompensasi atau nutrisi
yang cukup. Penganiayaan dan kurangnya perhatian terhadap kesehatan
merupakan penyebab terjadinya cedera, kecelakaan dan korban jiwa. Kondisi
kerja yang didukung oleh peraturan pemerintah untuk mengendalikan buruh
yang diimpor dari China dimana perusahaan diberitahu untuk memberikan buruh
asing pakaian yang buruk, perawatan medis yang terbatas, jam tidur yang
kurang dan fasilitas sanitasi. Instruksi tersebut bertujuan untuk mengendalikan
masuknya musuh di wilayah Jepang.
Perusahaan Jepang mempekerjakan tenaga kerja terutama dari China dan Korea,
mereka juga memaksa tahanan perang untuk bekerja di proyek pembangkit dan
infrastruktur. Pada tuntutan hukum yang ditujukan kepada Mitsubishi Materials,
penggugat Cina menuduh dua perusahaan batu bara yang mempekerjakan
secara paksa total sekitar 2709 pekerja Cina. Para pekerja diculik atau wajib
militer dibawah pemerintah yang palsu di Cina dan dibawa ke Jepang dimana
mereka dipaksa bekerja pada kondisi yang buruk tanpa dibayar. Berdasarkan
laporan pemerintah setelah perang, rata-rata kematian pekerja Cina di salah
satu perusahaan batu bara sekitar 25%. Salah satu penggugat dalam kasus ini
mengatakan bahwa dia bekerja selama 12 jam dan dipukuli ketika istirahat,
sementara itu bola nasi diisi dengan sayuran dibentuk untuk makanan diet.
Saat ini, Mitsubishi tidak membayar kompensasi kepada yang diduga sebagai
korban kerja paksa. Pada umumnya, perusahaan di Jepang dan Eropa
menghindari klaim kompensasi dengan berpendapat bahwa mereka didorong
oleh masing-masing pemerintah untuk menggunakan pekerja paksa. Perusahaan
Jerman menyetujui bertanggung jawab hanya pada tahun 2000 ketika yayasan
menunjukkan korban dari rezim Nazi dan keluarganya yang ditetapkan oleh
hukum yang berlaku oleh parlemen nasional. Pemerintah Jerman dan lebih dari
6000 perusahaan Jerman menyediakan dana untuk yayasan untuk membayar
kompensasi keuangan untuk lebih dari 1,7 juta korban yang tinggal di hampir
100 negara. Perusahaan mendonasikan uangnya untuk melindungi dari tindakan
labih lanjut walaupun pembayaran untuk korban dianggap sebagai simbol
daripada reparatory (2500-7500). Namun demikian hukum dimana yayasan
yang mengakui penderitaan para korban dan karena itu dapat dilihat sebagai
langkah menuju rekonsiliasi.