Anda di halaman 1dari 42

REFERAT

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada
Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Abulyatama
Rumah Sakit Datu Beru Takengon

Destri Sanghadwi
NIM : 16174021

Pembimbing :
dr. H. Gusnarwin Abdullah, Sp.B
dr. H. Hasmija MH. Sp.B.F.I.CS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
2016

LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT

LUKA BAKAR
Destri Sanghadwi
NIM 16174021

PEMBIMBING :

dr. H. Gusnarwin Abdullah, Sp.B

Penanggung Jawab Ruangan

Penanggung Jawab

Bedah Wanita

Ruangan Bedah Pria

Dr. Abdullah Hambali

Dr. Ratna Malahayati

KATA PENGANTAR
1

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia Nya sehingga referat dengan judul Luka Bakar (Combustio) ini dapat selesai dengan
baik tepat dengan waktunya.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh di BLUD RSUD Datu Beru Kota
Takengon Aceh Tengah periode April Juni 2016. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan bagi kita semua.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan
kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini kepada :
1. Dr. Hardi Yanis, Sp.PD FINASIM selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru
Kota Takengon.
2. Dr. Hj. Sawdahanum Sp.PD FINASIM selaku koordinator Kepaniteraan Klinik RSUD Datu
Beru Kota Takengon.
3. Dr. Hasmija MH Sp. B. F. I. CS Selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik RSUD Datu Beru
Kota Takengon.
4. Dr. H. Gusnarwin Sp. B selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik RSUD Datu Beru Kota
Takengon.
5. Dr. Hambali selaku Dokter Penanggung Jawab Ruangan Bedah Wanita RSUD Datu Beru
Kota Takengon.
6. Dr. Ratna Malahayati selaku Dokter Penanggung Jawab Ruangan Bedah Pria RSUD Datu
Beru Kota Takengon.
7. Teman seperjuangan yang selalu memberikan dorongan dan motivasi sehingga referat ini
terselesaikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan referat ini, maka penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini
dapat menjadi lebih baik dan dapat berguna untuk semua.
1

Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam makalah ini.
Takengon, 6 September 2016
Penulis

Destri Sanghadwi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................iv
1

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Anatomi Kulit.........................................................................................................3
2.2 Luka Bakar ................................................................................................................6
2.2.1 Definisi................................................................................................................6
2.2.2. Etiologi...............................................................................................................6
2.2.3 Klasifikasi...........................................................................................................8
2.2.4 Patofisiologi........................................................................................................12
2.2.5 Manifestasi Klinis...............................................................................................17
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................22
2.2.7 Penatalaksanaan .................................................................................................23
2.2.8 Komplikasi..........................................................................................................32

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................35


BAB IV DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................37

ii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi Kulit5
Gambar 2.2.3.1. Luka bakar derajat I9
Gambar 2.2.3.2. Luka bakar derajat II.10
Gambar 2.2.3.3. Luka bakar derajat III10
1

Gambar 2.2.4 pathway luka bakar15


Gambar 2.2.5.2 . Luas luka bakar.17

iii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.2.5 . Manifestasi Klinis Luka Bakar17
Tabel 2.2.5 Metode Lund dan Browder..21

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya lapisan kulit dan lapisan di
bawahnya yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung atau tidak langsung, frost bite
(suhu dingin), aliran listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka bakar tersebut merupakan jenis trauma
yang mengakibatkan penderitaan yang luar biasa bagi penderitanya. Trauma luka bakar berkaitan
1

dengan terjadinya kerusakan dan perubahan berbagai sistem tubuh, sehingga masalah yang harus
dihadapi menjadi sangat kompleks. Kelainan yang timbul tidak pada hal yang tampak luar tetapi
juga menyangkut kelainan yang melibatkan banyak organ yang kadang sulit untuk dipantau dan
diperkirakan. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun
tinggi.1
Sekitar 2 juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun, dengan 100.000
yang dirawat di rumah sakit dan 20.000 yang perlu dirawat dalam pusat-pusat perawatan luka
bakar. Insiden puncak luka bakar pada orang-orang dewasa muda terdapat pada umur 20-29 tahun,
diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke
atas. Penyebab luka bakar di RSCM tahun 2008, api 56%, air mendidih 40%, listrik 3% dan bahan
kimia 1%.1
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau
diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga,
cairan dari tabung pemantik api. Selain api, dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, frost bite
(suhu dingin), bahan kimia (asam dan basa), dan radiasi. Pusat-pusat perawatan di dekat
perumahan penduduk atau di dekat daerah industri minyak cenderung lebih sering menerima
korban luka akibat terbakar. Sementara pusat-pusat di tengah kota lebih banyak merawat cedera
melepuh. Cedera akibat listrik dapat timbul akibat kerja atau tidak sengaja berkontak dengan arus
tegangan tinggi.
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik
yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh
kedalaman luka bakar. Beratnya luka tergantung pada kedalaman, luas, dan letak luka. Selain itu,

waktu atau lamanya terpapar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya menjadi faktor
yang sangat mempengaruhi prognosis. Oleh karena itu diagnosis luka bakar ditegakkan
berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasinya.1
Penatalaksanaan luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas utama adalah
mempertahankan primary survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure).
Kemudian pemberian resusitasi cairan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi.
Pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Dapat
juga dilakukan tindakan pembedahan pada luka bakar, seperti eksisi dini (debridement) dan skin
grafting yang merupakan metode penutupan luka sederhana.2
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita luka bakar adalah syok, infark miokardium,
atau emboli paru, disritmia jantung, gagal ginjal, ulkus peptikum, dan kematian. Selain itu,
komplikasi yang dapat juga terjadi adalah kecacatan, kekakuan (kontraktur) dikemudian hari, dan
trauma psikologis yang dapat menyebabkan depresi serta keinginan untuk bunuh diri.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi
1

utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada
bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian
mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam
jaringan subkutan.2
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan
yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar
ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun
atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.2
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung
keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan
mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan
dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak
kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut
terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d.

Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal
dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak
sudut dan mempunyai tanduk).

e.

Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian


basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel
induk.

2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:


a.

Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)


Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen.

b.

Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).


Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen. Dermis
juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta
sebasea dan akar rambut.

3.

Jaringan subkutan atau hipodermis


Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan
adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan
tulang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam
pengaturan suhu tubuh. 1

a. Kelenjar Pada Kulit


Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh.
Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah

kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum
dan labia mayora.2

Gambar 2.1. Anatomi Kulit (david, S. 2008. Anatomi Fisiologi kulit dan penyembuhan luka)

2.2 LUKA BAKAR


2.2.1

DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan suatu jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. 3

Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor,
yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau
bahan kimia seperti asam atau basa kuat.5

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam .5

2.2.2

ETIOLOGI
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar
dapat dibagi menjadi:

1. luka bakar termal (panas)


luka bakar termal adalah luka bakar yang disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka
bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar
pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
3. Zat kimia (asam atau basa)
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat.
Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luas injury karena zat kimia ini. Luka bakar kimia terjadi karena kontak

dengan zat-zat pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga dan
berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.
4. Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar radioaktif. Tipe luka bakar ini seringkali
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu
lama juga merupakan sakah satu dari luka bakar radiasi.6

2.2.2
1.

2.

KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebab7 :
a.

Luka bakar karena api

b.

Luka bakar karena air panas

c.

Luka bakar karena bahan kimia

d.

Luka bakar karena listrik

e.

Luka bakar karena radiasi

f.

Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)

Berdasarkan kedalaman luka bakar7:


a. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak

sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis serta tanpa
bula.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan
keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh
tanpa bekas.

Gambar 2.2.3.1. Luka bakar derajat I (david, S. 2008. Anatomi Fisiologi kulit dan
penyembuhan luka)

b.

Luka bakar derajat II


Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi

inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau
pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-ujung
saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam
waktu 10-14 hari.
1

2)

Derajat II dalam (deep)

Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih
lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam
waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 2.2.3.2. Luka bakar derajat II ((david, S. 2008. Anatomi Fisiologi kulit dan
penyembuhan luka)
c.

Luka bakar derajat III


Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises

kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan,
kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar
karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri.
Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.7

Gambar 2.2.3.3. Luka bakar derajat III (david, S. 2008. Anatomi Fisiologi kulit dan penyembuhan
luka)
3.

Berdasarkan tingkat keseriusan luka


a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki,
dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1)

Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun

2)

Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama

3)

Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

4)

Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar.

5)

Luka bakar listrik tegangan tinggi

6)

Disertai trauma lainnya

7)

Pasien-pasien dengan resiko tinggi.8

2.2.4 PATOFISIOLOGI
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai
1 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di
bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan
permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke intertisial sehingga terjadi
udem dan bula yang banyak mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.7
Kedua penyebab di atas dapat dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas ( lebih dari 20% ), dapat terjadi syok hipovolemik
disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi
setelah delapan jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang
ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup. Udem yang yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak napas, takipneu,
stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbonmonoksida sangat
kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan yaitu lemas, bingung, pusing, mual, muntah. Pada keracunan yang terjadi koma,
bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat ,meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit yang mati merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena
derahnya sulit tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh
darah ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman, penyebab infeksi pada luka
bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga kontaminasi saluran pernafasan atas dan
kontaminasi kuman di lingukungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya
karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya infeksi biasanya di sebabkan oleh kokus gram positif yang berasal dari kulit
sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman gram negatif.
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lainnya yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat
dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur krusta
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ( tidak dalam) yang di tandai dengan keropeng yang mudah
terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif yang di tandai dengan keropeng yang

kering yang di tandai dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula mula sehat menjadi
nekrotik, akibatnya luka bakar yang awalnya derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan
trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut, penyembuhan ini di mulai dari sisa elemen epitel yang masih
vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut.Luka bakar
derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan
secara ekstetik sangat jelas.
Luka bakar derajat yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini
terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.Pada luka bakar berat dapat
ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik usus menurun atau berhenti karena syok. Juga
peristaltik dapat menurun karena ion kalium.
Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat
dapat menyebabkan terjadinya tukak di mokusa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama
dengan tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak curling atau stress ulcer, aliran darah ke
lambung berkurang sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat timbul
ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang di khawatirkan pada tukak curling ini adalah
penyulit pendarahan yang tampil sebagai metastasis dan/ atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah
terjadinya infeksi, penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan.

Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot .
Oleh karena itu penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun.
Kecacatan akibat luka bakar bisa sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin
mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa
yang disebut schizophrenia postburn.9

Ga
mbar 2.2.4 Pathway Luka Bakar6

2.2.3

MANIFESTASI KLINIS

Kedalaman

Dan
Bagian

Penyebab

Kulit

Luka

Perjalanan
Gejala

Penampilan Luka

Yang Terkena

Kesembuhan

Bakar
Derajat

hiperestesia

Memerah, menjadi putih ketika

Kesembuhan

(Superfisial):

(supersensivitas), rasa nyeri

ditekan minimal atau tanpa

dalam

tersengat

mereda jika didinginkan

edema

minggu,

terkena

Satu

Epidermis

Kesemutan,

matahari,
api

dengan

lengkap

waktu

satu
terjadi

pengelupasan kulit

intensitas rendah
Derajat Dua (Partial-

Epidermis

dan

Nyeri, hiperestesia, sensitif

Melepuh, dasar luka berbintik-

Kesembuhan

Thickness): tersiram

bagian dermis

terhadap udara yang dingin

bintik merah, epidermis retak,

waktu

air mendidih, terbakar

permukaan luka basah, terdapat

pembentukan parut dan

oleh nyala api

edema

depigmentasi,
dapat

Derajat Tiga

mengubahnya

menjadi derajat-tiga
Pembentukan
eskar,

darah

putih seperti bahan kulit atau

diperlukan

dalam urin) dan kemungkinan

gosong, kulit retak dengan

pencangkokan,

Thickness): terbakar

keseluruhan

hematuria

nyala

dermis

dan

infeksi

Kering, luka bakar berwarna

Tidak

terkena

minggu,

syok,

Epidermis,

api,

(Full-

2-3

dalam

terasa

nyeri,

(adanya

cairan mendidih dalam

kadang-kadang

pula hemolisis (destruksi sel

bagian lemak yang tampak,

pembentukan parut dan

waktu

jaringan

darah merah), kemungkinan

terdapat edema

hilangnya kontur serta

subkutan

terdapat

yang

lama,

tersengat arus listrik

keluar

luka
(pada

masuk
luka

dan
bakar

listrik)

fungsi

kulit,

dapat

terjadi hilangnya jari


tangan atau ekstremitas

Tabel 2.2.5. Manifestasi Klinik Luka Bakar7

A. Penyembuhan Luka
Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi
dalam 3 fase:
1.

Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase

ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit
dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi.

2.

Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase

ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia
dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang
disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi
permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang
lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan.
3.

Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas seluler dan

vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada
tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis,
lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.10
B. Luas Luka Bakar
Berat luka bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga
akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya kerusakan
akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi
jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga
meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan
pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga
menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.

Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan
penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap
luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
1. Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan
individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan
derajat luka II atau III.
2. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan
bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki
kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus
ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine
atua rule of wallace yaitu:
a.

Kepala dan leher

: 9%

b.

Lengan masing-masing 9%

: 18%

c.

Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

d.

Tungkai maisng-masing 18%

: 36%

e.

Genetalia/perineum

: 1%

Total

: 100%

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan
bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Gambar 2.2.5.2 . Luas luka bakar7


A. rumus 10 untuk bayi
B. rumus 10-15-20
C. rumus 9 untuk orang dewasa

3.

Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada anak.
Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia
tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan
disesuaikan dengan usia:
o

Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan
persentasenya sama dengan dewasa.

Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan
persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.11

Luas luka bakar


Tabel 2.2.5 Metode Lund dan Browder
2.2.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera,
pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan
Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.

3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2)
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6.

Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan

interstisial atau gangguan pompa, natrium.


7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
Tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.

2.2.7

PENATALAKSANAAN
Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah

mempertahankan jalan nafas, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi
endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas
inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema

luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar,
intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak
dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar
menimbulkan kecurigaan adanya jejas yang tidak tampak. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menatalaksana jejas lain
(trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk
mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu,
penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.4
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik
pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya
kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi.9
Tatalaksana resusitasi luka bakar
1.

Tatalaksana resusitasi jalan nafas:


a. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.
Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan
nafas.

b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan
morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space,
memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan
pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c.

Pemberian oksigen 100%


Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas
yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar
karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas
yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.

d.

Perawatan jalan nafas

e.

Penghisapan sekret (secara berkala)

f.

Pemberian terapi inhalasi


Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas

dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya
menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu.
Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat
(menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid
(masih kontroversial)
g.

Bilasan bronkoalveolar

h.

Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

i.

Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

2.

Tatalaksana resusitasi cairan


Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di

seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap
organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas
yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin
survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik
dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid,
hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang
tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik
dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara
untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a.

Cara Evans
1)

Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2)

Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3)

2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
b.

Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam

berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3.

Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini
dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat
melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.14

Perawatan luka bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar (Combustio) digunakan
morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
maintenance 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4
jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap
8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar
dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone,
dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)
yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis.
Dasar dari tindakan ini adalah:
a.

Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya


jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih

lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar
umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang
dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun
menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu
terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b.

Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi


komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis
yang melepaskan burn toxic (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c.

Semakin

lama

penundaan

tindakan

eksisi,

semakin

banyaknya

proses

angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan
banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan
eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro organisme patogen yang akan
menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan
eksisi semakin sulit.14
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan
melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam
dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga skin grafting
(dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3
minggu.

b. Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.


c. Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
d. Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial adalah suatu
teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai
permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat
bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar
dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang
dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang
luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan
epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut,
baru dilakukan skin graft. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi
optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah
perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpointbedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai
lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh
(full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang
digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong electrocautery.
Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:

a. Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang
lebih mudah ditentukan
b. Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf
superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2.

Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:
a.

Menghentikan evaporate heat loss

b.

Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c.

Melindungi jaringan yang terbuka


Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar

pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal
dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari
pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft
adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat
dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik
teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk
memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan
dan dibuat lubang lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan
tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting.
Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia
pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya.
Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin dermatome ataupun dengan

manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor
diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi
luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi,
sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan
sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit
donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
a. Kulit donor setipis mungkin
b. Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal
ini dapat dilakukan dengan cara :
c. Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan).
d. Drainase yang baik.
e. Gunakan kasa adsorben.
Antimikroba
Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit sehingga
memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah kuman sudah mencapai
105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam
kemudian menginvasi ke pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat
menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara topikal atau sistemik. Pemberian
secara topikal dapat dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang
sering dipakai : Salep : Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-iodine,
Bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B, Nysatatin, mupirocin ,
MEBO (Moist exposure burn ointment)

2.2.8

KOMPLIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR


Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat

berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi danmenyebabkan
kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga
ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
Infeksi dan sepsis
Oliguria dan anuria
Oedem paru
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
Anemia
Kontraktur
Kematian .15

BAB III
KESIMPULAN

Luka bakar adalah kerusakan atau diskontinuitas suatu jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi .
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun
bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman
luka bakar. Beratnya luka tergantung pada kedalaman, luas, dan letak luka. Selain itu,
waktu atau lamanya terpapar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya
menjadi faktor yang sangat mempengaruhi prognosis. Oleh karena itu diagnosis luka
bakar ditegakkan berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasinya.
Penatalaksanaan luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas utama
adalah mempertahankan primary survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure). Kemudian pemberian resusitasi cairan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia
jaringan tidak terjadi. Pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak dini dan pasien
tidak perlu dipuasakan. Dapat juga dilakukan tindakan pembedahan pada luka bakar,

seperti eksisi dini (debridement) dan skin grafting yang merupakan metode penutupan
luka sederhana.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita luka bakar adalah syok, infark
miokardium, atau emboli paru, disritmia jantung, gagal ginjal, ulkus peptikum, dan
kematian. Selain itu, komplikasi yang dapat juga terjadi adalah kecacatan, kekakuan
(kontraktur) dikemudian hari, dan trauma psikologis yang dapat menyebabkan depresi
serta keinginan untuk bunuh diri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Luka bakar. Jakarta :
EGC ;2012. p. 476.
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya
Plastic Surgery.
3. Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta:
Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia. hlm.60
4. Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tata laksana. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hlm 90-110.
5. Kusumaningrum, 2008. Penyebab dan derajat Luka bakar .surabaya:airlangga university
press.
6. Chairuddin R. Pengantar Ilmu Bedah .luka bakar . Jakarta : Yarsif Watampone ; 2009.p.
394-418
7. Grace, Pierce A. & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta:
Erlangga. kapita selekta edisi 3 jilid 2.
8. Brunner and Suddarth. 2006. Text book of Medical- Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
9. De jong. Buku Ajar Ilmu Bedah . Fraktur. Edisi 3. Jakarta : EGC ; 2010. p. 1040.
10. Effendi Christantie.2005. Perawatan pasien luka bakar. EGC. Jakarta
11. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartzs Principles of
1

Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216


12. Brunner and Suddarth. 2006. Text book of Medical- Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
13. Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC
14. Djohansjah, M. 2006 . Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
15. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai