Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NEFROTIK SYNDROME

Disusun oleh TUTOR 7


Anggota :

Annisa Labertha

220110100002

Sonya Putri Perdana

220110100009

M. Zaenudin Wasilah

220110100032

Hanna khoirotun nisa

220110100034

Iswari Nastiti

220110100043

Evi Noviyani

220110100051

Wiwi Karlina

220110100056

Aisah Syayidah

220110100083

Djoko Permadi

220110100096

Fabianus Tegar

220110100102

Endah Rahayu

220110100105

S. Ratih Herdina

220110100121

Fakultas Keperawatan
Universitas Padjajaran
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejalagejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadangkadang azotemia.
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ).
Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat
sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome
atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing
In Light Microscopy).
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada
usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio
ini berkisar 1:1.

2. TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memberikan informasi mengenai asuhan
keperawatan yang akan diberikan pada pasien dengan menderita Simdrom Nefrotik serta
memberikan informasi mengenaiSindrom Nefrotik dan cara mengatasinya. Oleh karena
itu dengan adanya makalah ini semoga dapat membantu dan bermanfaat untuk kita
semuanya.

3. MANFAAT
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan dapat memperdalam ilmu
keperawatan yang bersangkutan dengan Sindrom Nefrotik dan juga dapat menjadikan
acuan dalam menetapkan asuhan keperawatan.

BAB 2
ISI

Kasus 3
Seorang anak laki-laki, berusia 4 th, dibawa ke Unit Kesehatan Anak dalam
keadaan edema anasarka. Menurut penuturan ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu
klien mengalami bengkak pada periorbita terutama pada saat bangun tidur, muka
sembab, dan mengeluh pusing. Hasil anamnesa riwayat kesehatan: sejak 1 tahun
yang lalu klien mengeluh bengkak-bengkak di seluruh tubuh sampai dengan kelopak
mata. Karena keluhannya ini klien dibawa ke RS Majalaya dan dikatakan bocor
ginjal. Klien kontrol 3 bulan terahir namun tidak ada perbaikan, kemudian klien
dibawa ke RS Al-Ihsan sejak 2012 dan diberi tablet berwarna hijau yang diminum 3
x 2 selama 2 bulan. Selanjutnya 4 tablet/hari selang sehari, keluhan tidak berubah,
klien lalu dibawa ke RSHS. Pola BAK sebelum sakit 3-5x sehari, saat ini berkemih
mulai berkurang baik dari segi frekuensi dan jumlah urin yang dikeluarkan. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan ascites (+), TD 130/90 mmHg, hr 112X/M, respirasi
rate 30X/m, rasio insp : eksp 1 : 1, Antropometri: BB: 32, 5 kg, TB: 121,5 cm,
lingkar perut: 68 cm, RR: 28x/ menit, TD: 130/ 90 mmHg, suhu: 36C.
Hasil Laboratorium:
Hb
Ht
Protein total
Albumin
Kolesterol total
Trigliserida
BUN

13 gr%
44%
6,0
2,1
345
172
30 mg%

Serum kreatinin
Urin:

0,9 mg%

Albumin urin
Warna urine
Kejernihan
pH urine
BJ Urine
Glukosa urin
Keton urin
Nitrit urin

++++
Kuning
Keruh
6,5
1,010
Negative
+
-

Urobilinogen

0,1

Hasil Small Group Discussion


Chair

: S. Ratih Herdina

Scriber 1

: Endah Rahayu

Scriber 2

: Evi Noviyani

Step 1
1. Edema anasarka : Edema (pembengkakan)/ Edema Anasarka : pembengkakan di
seluruh tubuh
2. Antropometri : Alat untuk mengukur berat badan dan tinggi badan
3. Periorbita : daerah disekitar mata
4. Urobilinogen
Step 2
1. Hasil laboratorium normal?
2. Penyebab edema anasarka?
3. Mengapa pasien mengalami muka sembab dan pusing saat bangun tidur?
4. Penyebab bocor ginjal?
5. Tablet hijau? Untuk apa?
6. Pengaruh pola BAK pasien terhadap edema?
7. Organ yang terganggu akibat bocor ginjal?
8. Maksud dari pemeriksaan sebanyak 2 kali?
9. Stadium penyakit?
10. Prognosis dan terapi yang tepat?
11. Ginjal bocor apakah bisa kembali normal atau tidak?
12. Pengobatan lain?
13. Pencegahan?
14. Hubungan penyakit dan TTV?
15. Mengapa ada pemeriksaan ekspirasi dan inspirasi? Mengapa TD dan RR meningkat?
16. Faktor resiko?
17. Diagnose keperawatan proritas?
18. Hubungan penyakit dengan peningkatan BB, hubungan dengan status nutrisi?
19. Deteksi dini?
20. Bagaimana alur rujukan dari daerah?
21. Peran perawat kepada keluarga?
22. Tindakan keperawatan pada anak 4 tahun pada kasus ini?

23. Status cairan?


24. Penatalaksanaan atau ada pembedahannya?
25. Komplikasi?
26. Tindakan awal terhadap pasien seperti ini?
Step 3
9. Sudah kronis, sudah ada kebocoran ginjaldan sudah terjadi penyebaran
Stadium 3, sudah ada penyebaran
3. Tidur metabolisme hormone berpengaruh
Karena pengaruh hormone
6. Pola BAK jarang penumpukan cariran di tubuh
Ginjal bocor cairan ke seluruh tubuh
8. Untuk antisipasi jika terjadi komplikasi
15. Ekspirasi >< Inspirasi menunjukkan kemampuan klien dalam bernafas, normal 2:1,
pasien 1:1 sesak, ada kemungkinan adanya tekanan diafragma
20. Dari RSUD/puskesmas RS yang lebih besar dengan membawa surat rujukan
Puskesmas RSUD RS Provinsi
2. Ginjal bocor tidak ada penyaringan shift cairan
10. Buruk, Terapi : urostomi
Pembedahan : nefroktomi

Step 4
DO

: TD: 130/90mmHg, RR: 30x/menit, HR: 112x/menit, Rasio Ex:In: 1:1, BB:
32,5 kg, TB: 121,5 cm, LR: 68 cm RR: 28x/menit, TD: 120/80mmHg, S:
36oC, Ascites (+)

DS

: 1 bulan yang lalu bengkak di periorbita, pusingh, bocor ginjal. Pola BAK
sebelum sakit 3-5x/hari. Frequency dan jumlah urin berkurang, edema
anasarka

Medikasi

: pemberian tablet berwarna hijau (3x2) selama 2 bulan

Kegagalan glomerulus dalam filtrasi

Proteinuria

protein didalam tubuh

Hipoalbumin

tekanan osmotik dalam darah

Shift cairan

Edema anasarka dan kelopak mata

penekanan di rongga peritoneum

Penekanan pada diafragma

RR

Alkalosis Respiratori (CO2)

Noa Rebreathing Mask


(NRM)

LO:

Bagaimana observasi NRM


Anfis ginjal sampai terjadi urinaria
Obat-obatan (implikasi keperawatan)
Bengkak di periorbital dan peningkatan BB kenapa
Prognosis
Penyebab nefrotik sindrom
NCP
Badan-badan keton (karena dapat menyebabkan penurunan BB)

KONSEP PENYAKIT
Definisi
a. Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolestrol
yang tinggi dari lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth.
2001)
b. Sindrom nefrotik adalah entitas klinis yang terjadi akibat kehilangan masiv oleh
protein melalui urine (albuminuria) terutama yang menyebabkan hipoalbuminemia
dan edema. (Abraham M, Rudolph.2006)
c. Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, edema dan hiperkolestrolmia. (Baughman.2000)
d. Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,

proteinuria,

hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,


hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. ( Ngastiyah, 1997)

Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Sindrom Nefrotik Primer
Faktor etiologinya tidak diketahui atau ideopatik (90%). Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri, tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering terjadi
pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
congenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu
lahir atau usia dibawah 1 tahun.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai
sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering
dijumpai adalah:
Penyakit metabolik atau congenital
Seperti Diabetes Mellitus, Amiloidosis, sindrom alport, miksedema
Infeksi

Hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptococcus, AIDS


Toksin dan allergen
Logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bias ular
Penyakit sistemik bermediasi imunologik
Lupus Eritematosus Sistemik, Purpura Henoch-Schonlen, Sarkoidosis
Neoplasma
Tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal

Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : Minimal Change Nephrotic Syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anakdengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila
dilihatdengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik,purpura

anafilaktik,

glomerulonefritis,

infeksi

system

endokarditis,

bakterialis danneoplasma limfoproliferatif.


3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayiyang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edemadan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapatterjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan
dialysis.
Klasifikasi menurut ISKDC (1970) dan Habib, Kleinknecht (1971)

Kelainan Minimal (KM)

Glomerulosklerosis (GS)
o Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
o Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif (GNPMDE)

Glomerulonefritis kresentik (GNPK)

Glomerulonefritis membrano-poliferatif (GNMP)


o GNMP tipe 1 dengan deposit subendotelial
o GNMP tipe 2 dengan deposit intramembran
o GNMP tipe 3 dengan deposit transmembran/ subepitelial

Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Glomerulopati membranosa (GM)

Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai
pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital,
yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop
cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron
dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan
Kleinknecht (1971).
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer

1. Kelainan minimal (KM): Lesi khas sindrom nefrotik pada anak-anak (<15 tahun),
berjumlah sekitar 70% hingga 80% kasus. Istilah lama yang digunakan untuk penyakit
ini adalah nefrosis lipoid, penyakit nil, atau penyakit podosit.
2. Glomerulopati membranosa (GM): penyebab tersering sindrom nefrotik idiopatik pada
orang dewasa (tercatat 30%-40% kasus) Pada anak anak jarang (<5%) SN Idiopatik
pada orang dewasatersebar secara difus dan menyerang seluruh glomerulus.
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS): terdapat 10% hingga 15% kasus sindrom
nefrotik idiopatik pada anak dan 10% sampai 20% dari kasus pada orang dewasa. Lesi
tersebut ditandai dengan skelerosis dan hialinosis pada beberapa glomerulus (oleh
karena itu disebut fokal)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP): ditandai dengan penebalan langsung
kapiler dan hiper selularital mesangial. GNMP ditemukan sekitar 5% kasus sindrom
nefrotik idiopatik pada anak-anak (terutama berusia antara 8-16 tahun) dan jarang pada
orang dewasa.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari
364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.3,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,


penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura
Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome

Manifestasi Klinis
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :

Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada
sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia).
Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting
edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami
oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasienpasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan
hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat
menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka.

Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi

berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.


Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.
Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom

nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein

mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.


Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat

diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.


Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons
emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.
Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan

perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.


Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM
mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam
atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM
biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang

lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi
sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak

dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.


Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya
terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.

Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan
ekogenisitas yang normal.

Komplikasi
-

Ateroskelerosis: dicetus karena adanya hiperlipidemia dan hipertensi


Infeksi sekunder: hilangnya imunoglobin akibat hipoalbuminemia
Trombosis: (thrombosis vena renalis, thrombosis vena profunda pada tungkai, dan
embolisme paru) akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi penanganan

fibrinogen plasma/factor V, VII, VIII, dan X.


Syok terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm / 100 ml) yang

menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.


Efusi Pleura

daftar pustaka : buku patofisologi , sylvia A price, Ed.6 vol 2 EGC Jakarta
Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddart vol 2 ed.8 egc Jakarta

Pemeriksaan diagnostik
1. Uji urine
a. Protein urin meningkat
b. Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin meningkat
2. Uji darah

a. Albumin serum menurun


b. Kolesterol serum meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsetrasi)
d. Laju endap darah (LED) meningkat
e. Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
(Betz, Cecily L, 2002 : 335. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC).
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal.
a) Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan
untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.
b) Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein yang hilang dalam urine dan
untuk membentuk cadangan protein di tubuh.
c) Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
d) Diuretik diresepkan untuk pasien dengan edema berat dan adrenokortikosteroid
(prednison) digunakan untuk mengurangi proteinuria.
e) Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens
antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin).
Jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan.
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus.
Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk

menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik
Remisi

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama


3 hari berturut-turut.

Kambuh

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturutturut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh tidak sering

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.

Kambuh sering

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Responsif-steroid

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Dependen-steroid

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,


atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Resisten-steroid

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60


mg/m2/hari selama 4 minggu.

Responder lambat

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa


tambahan terapi lain.

Nonresponder awal

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Nonresponder lambat

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

Protokol Pengobatan
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m 2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.

CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu

Tapp.off(remisi)
Stop

Mg 1

Remisi

8
Remisi

Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)


CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari
berturut turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari

Sindrom nefrotik serangan pertama


1.

Perbaiki keadaan umum penderita :


Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori
rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema,
diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode
yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang
diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1

jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat
diulang setiap 6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka
pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.
2.

Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah


diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami
remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison
tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan
keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)


A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
B. Perbaiki keadaan umum penderita.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai
remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)
CD
AD/ID

Tapp.Off
Stop

Mg1

Remisi

4
Remisi

Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan


prednisone
CD pred

CD imunosupresan + ID pred (40mg/m2/hr)


ID pred

1
2
3
4
5
6
7
8
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya
dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m 2/hr
secara ID)
Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam
waktu 6 bulan pertama.
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr

1
2
3
4
5
6
7
8
Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2
mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison
dihentikan.

Sindrom nefrotik kambuh sering


adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m 2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya
10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid atau untuk biopsi ginjal.

Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5.Gambaran

histopatologik

bukan

kelainan

minimal.

Misalnya

pada

focal

glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis


yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
- Nama
: An. X
- Umur
: 4 tahun
- Jenis Kelamin
: laki-laki
- Alamat
:- Agama
:- Suku Bangsa
:- Diagnosa Medis
: Sindrom Nefrotik
b. Keluhan utama
: Edema Anasarka.
2. Riwayat Utama
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami anasarka.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Menurut keterangan ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu klien

mengalami

bengkak pada periorbita terutama saat bangun tidur, muka sembab da mengeluh
pusing.
Mulai kemarin ibunya mulai menyadari kemaluan anaknya pun bengkak
c. Riwayat Kesehatan Keluarga: (perlu dikaji)
d. Riwayat Pengobatan
Ananda pernah dibawa ke puskesmas dan diberi obat berbentuk tablet kecilkecil berwarna hijau, tetapi bengkak tidak juga hilang.
3. Kebutuhan Dasar
a. Pola Makan
: (perlu dikaji)
b. Pola Nafas
: rasio insporasi dan ekspirasi 1:1
c. Pola Eliminasi : (perlu dikaji)
d. Aktivitas
: (perlu dikaji)
e. Pola tidur
: (perlu dikaji)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum /TTV
- BB : 32,5 kg
- RR : 28 x/menit
- TD : 130/90 mmHg
- TB : 121,5 cm
- HR : 112 x/menit
- Suhu : 36 C
- LP : 68 cm
b. Pemeriksaan per sistem
- Kardiovasuler
: Peningkatan denyut jantung, hipertensi.
- Respirasi
: Rasio inspirasi dan ekspirasi 1:1, peningkatan RR,
suara paru rales (-), wheezing (-).
- Gastrointestinal
: Asites (+)
- Musculoskeletal
: (perlu dikaji)
- Sistem saraf pusat : (perlu dikaji)
- Reproduksi
: Kemaluan bengkak.
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
Keruh, protein urin (+++), BUN 30 mg%,
b. Hematologi
Serum kolesterol 345 mg%, serum albumin 2.1 %, serum kreatinin 0.9 mg%,
Hematokrit 44%, Hb 13 g%.
Analisa Data
N

Data

Etiologi

Masalah

o
1

DS :

Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

Gangguan volume

An. A mengeluh

cairan

mengalami

Tekanan onkotik plasma,

bengkak pada

tekanan hidrostatik

periorbita terutama

saat bangun
tidur,muka sembab
dan mengeluh
pusing
DO:

Dari pemeriksaan
fisik, ascites (+)

Protein urine (+)


(+) (+)

Serum albumin 2,1


gr %

Perpindahan cairan dari system


vaskuler ke ruangan extraseluler
(transudasi air dan elektrolit ke ruang
intersisial)

Sirkulasi vol. darah

Mengaktifkan renin-angiotensin

Angiotensin angiotensin I

Angiotensin I II oleh enzim


konversi di dalam kapiler paru

Vasokontriksi arteriola perifer dan


merangsang sekresi aldosteron

Aldosteron

Reabsorpsi natrium dan air

Retensi natrium


Edema

DS :

Gangguan volume cairan


Edema

Gangguan

DO :

pemenuhan

Ascites

kebutuhan nutrisi

BB 32,5 kg

Menekan gaster

Mual, muntah

Nafsu makan

Dipersepsikan di pusat lapar

Anoreksia

DS :
DO:

Gangguan nutrisi
Edema

Gangguan pola

napas tak efektif

Penekanan rongga peritoneum

HR 112 x/mnt

RR 30 x/mnt

Mendesak diafragma

Sesak

RR

Gangguan pola napas

Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan diafragma akibat asites
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan
metabolisme protein
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan retensi Na dan air
5. Risiko infeksi berhubungan dengan imunosupresive dan hilangnya gama globulin

Nursing Care Plan


No
1

Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Kelebihan volume

NOC :

NIC :

cairan

Electrolit and acid

Fluid management

base balance
Fluid balance
Hydration

Kriteria Hasil:

Timbang
popok/pembalut jika

diperlukan
Pertahankan catatan

Terbebas dari edema,

intake dan output yang

efusi, anaskara
Bunyi nafas bersih,

akurat
Pasang urin kateter jika

tidak ada

dyspneu/ortopneu
Terbebas dari distensi

diperlukan
Monitor hasil lab yang
sesuai dengan retensi

vena jugularis, reflek

cairan (BUN , Hmt ,

hepatojugular (+)
Memelihara tekanan

osmolalitas urin )
Monitor status

vena sentral, tekanan

hemodinamik termasuk

kapiler paru, output

CVP, MAP, PAP, dan

jantung dan vital sign

dalam batas normal


Terbebas dari

PCWP
Monitor vital sign
Monitor indikasi

kelelahan, kecemasan

retensi / kelebihan

atau kebingungan
Menjelaskanindikato

cairan (cracles, CVP ,

r kelebihan cairan

leher, asites
Kaji lokasi dan luas

edema
Monitor masukan

edema, distensi vena

makanan / cairan dan


hitung intake kalori

harian
Monitor status nutrisi
Kolaborasi pemberian

diuretik sesuai interuksi


Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130

mEq/l
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk

Fluid Monitoring

Tentukan riwayat jumlah


dan tipe intake cairan

dan eliminasi
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari

ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi

hati, dll )
Monitor berat badan
Monitor serum dan

elektrolit urine
Monitor serum dan

osmilalitas urine
Monitor BP, HR, dan

RR
Monitor tekanan darah
orthostatik dan

perubahan irama jantung


Monitor parameter

hemodinamik infasif
Catat secara akutar

intake dan output


Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan

BB
Monitor tanda dan
gejala dari odema

Ketidakseimbangan

NOC :

Nutrition Management

nutrisi kurang dari

Kaji adanya alergi

makanan
Kolaborasi dengan ahli

kebutuhan tubuh

Nutritional Status :
food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :
Definisi : Intake nutrisi

Adanya peningkatan

gizi untuk menentukan


jumlah kalori dan nutrisi

tidak cukup untuk

berat badan sesuai

keperluan metabolisme

dengan tujuan
Berat badan ideal

tubuh.

sesuai dengan tinggi


Batasan karakteristik :
-

Berat badan 20 % atau

Dilaporkan adanya

kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda

tanda malnutrisi
Tidak terjadi

intake makanan yang


kurang dari RDA

(Recomended Daily

penurunan berat

Allowance)

badan yang berarti

meningkatkan protein

Kelemahan otot yang

tinggi serat untuk

dikonsultasikan dengan

catatan makanan harian.


Monitor jumlah nutrisi

dan kandungan kalori


Berikan informasi

Mudah merasa

tentang kebutuhan

kenyang, sesaat setelah


mengunyah makanan
-

ahli gizi)
Ajarkan pasien
bagaimana membuat

Luka, inflamasi pada


rongga mulut

mencegah konstipasi
Berikan makanan yang
terpilih ( sudah

digunakan untuk
menelan/mengunyah

dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang
dimakan mengandung

Membran mukosa dan


konjungtiva pucat

meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk

badan
Mampu
mengidentifikasi

lebih di bawah ideal

yang dibutuhkan pasien.


Anjurkan pasien untuk

nutrisi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan

Dilaporkan atau fakta

nutrisi yang dibutuhkan

adanya kekurangan
makanan
-

Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa

Perasaan
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan

Nutrition Monitoring

BB pasien dalam batas

normal
Monitor adanya

penurunan berat badan


Monitor tipe dan jumlah

Miskonsepsi

aktivitas yang biasa

Kehilangan BB dengan

dilakukan
Monitor interaksi anak

makanan cukup
-

atau orangtua selama

Keengganan untuk
makan

Kram pada abdomen

Tonus otot jelek

Nyeri abdominal

makan
Monitor lingkungan

selama makan
Jadwalkan
pengobatan dan

dengan atau tanpa

tindakan tidak selama

patologi

jam makan
Monitor kulit kering dan

perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,

Kurang berminat
terhadap makanan

Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh

steatorrhea
-

rambut kusam, dan

Diare dan atau

mudah patah
Monitor mual dan

muntah
Monitor kadar albumin,

Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)

total protein, Hb, dan

Suara usus hiperaktif


Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang

kadar Ht
Monitor makanan

kesukaan
Monitor pertumbuhan

dan perkembangan
Monitor pucat,

berhubungan :

kemerahan, dan

Ketidakmampuan

kekeringan jaringan

pemasukan atau
mencerna makanan atau

konjungtiva
Monitor kalori dan

intake nuntrisi
Catat adanya edema,

mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan

dengan faktor biologis,

hiperemik, hipertonik

psikologis atau

papila lidah dan cavitas

ekonomi.

oral.
Catat jika lidah

berwarna magenta,
scarlet
3

Resiko infeksi

NOC :

NIC :

Immune Status
Knowledge :

Infection Control (Kontrol

Definisi : Peningkatan

Infection control
Risk control

resiko masuknya
organisme patogen

infeksi)
setelah dipakai pasien

Kriteria Hasil :
Faktor-faktor resiko :

Klien bebas dari

Bersihkan lingkungan

lain
Pertahankan teknik

Prosedur Infasif

tanda dan gejala

Ketidakcukupan

infeksi
Mendeskripsikan

isolasi
Batasi pengunjung bila

proses penularan

perlu
Instruksikan pada

pengetahuan untuk

menghindari paparan
patogen
Trauma
Kerusakan jaringan
dan peningkatan paparan
lingkungan
Ruptur membran

Peningkatan paparan
lingkungan patogen
Imonusupresi

mempengaruhi

mencuci tangan saat

penularan serta

berkunjung dan setelah

penatalaksanaannya,
Menunjukkan

berkunjung

kemampuan untuk

meninggalkan pasien
Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci

infeksi
Jumlah leukosit

tangan
Cuci tangan setiap

dalam batas normal


Menunjukkan

(imunosupresan)
Malnutrisi

pengunjung untuk

mencegah timbulnya

amnion
Agen farmasi

penyakit, factor yang

perilaku hidup sehat

sebelum dan sesudah

tindakan kperawatan
Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung

Ketidakadekuatan

imum buatan

aseptik selama

Tidak adekuat
pertahanan sekunder

Pertahankan lingkungan

pemasangan alat
Ganti letak IV perifer

(penurunan Hb,

dan line central dan

Leukopenia, penekanan

dressing sesuai dengan

respon inflamasi)

petunjuk umum
Gunakan kateter

Tidak adekuat

intermiten untuk

pertahanan tubuh primer

menurunkan infeksi

(kulit tidak utuh, trauma


jaringan, penurunan
kerja silia, cairan tubuh
statis, perubahan sekresi

kandung kencing
Tingkatkan intake

nutrisi
Berikan terapi antibiotik

pH, perubahan

bila perlu

peristaltik)
Penyakit kronik

Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)

Monitor tanda dan


gejala infeksi sistemik

dan lokal
Monitor hitung

granulosit, WBC
Monitor kerentanan

terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit

menular
Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko

Pertahankan teknik

isolasi k/p
Berikan perawatan kulit

pada area epidema


Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,

panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /

insisi bedah
Dorong masukkan

nutrisi yang cukup


Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik

sesuai resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan

gejala infeksi
Ajarkan cara

menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan

infeksi
Laporkan kultur positif

Pola nafas tidak efektif

NOC : Respiratory

NIC : Respiratory

berhubungan dengan

Status : Ventilation

Monitoring

penekanan diafragma
akibat asites

RR normal
Nadi normal
Pernafasan tidak
dalam

Kaji nadi, RR,


kedalaman dan efek

pernafasan
Catat adanya retraksi
otot dada waktu

Tidak terjadi retraksi

otot dada
Tidak Dipsnea,

orthopnea
Tidak ada sputum
atau cairan

bernafas
Catat lokasi trakea
Kaji otot diafragma
Dengarkan bunyi suara

nafas
Kaji sesak nafas
Kolaborasikan dengan
dokter pemberian obat,
pemasangan nebulizer,
oksigen

Gangguan pola eliminasi NOC : Urinary

NIC : Urinary Elimination

berhubungan dengan

Elimination

Management

retensi Na dan air

Urin tidak terlalu bau


Warna urin jernih

kuning
Tidak terjadi retensi

urine termasuk

urin
Tidak terjadi

konsistensi, volume, war

inkontinensia urin
Tidak terjadi nyeri

pada saat BAK


Tidak merasa panas

Kaji dan
Pantau eliminasi
frekuensi,

na.
Pantau tanda dan gejala

retensi urin
Identifikasi faktor
penyebab inkontinensia

saat BAK

urin
Berikan penjelasan
tanda dan gejala infeksi

saluran kemih
Ajarkan pasien cara
mengosongkan kandung

kemih
Pasang DC

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, 2002 : 335. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
International Study of Kidney Diseases in Children, 1970 serta Habib dan Kleinknecht
(1971).
Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddart vol 2 ed.8. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.3 Jilid 1. Media Aesculapius
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2005-2006. NANDA. Prima Medika
Price, Silvia A. Buku Patofisiologi, ed.6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai