kejahatan terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada mereka. Setelah selesai
berpidato, Umar turun dari mimbar dan mengimani shalat.
Selesai shalat dia menghadap para jamaah dan mengumumkan mobilisasi ke Irak dengan
Musanna. Disebutkan juga wasiat Abu Bakar mengenai hal ini. Mendengar seruan itu, mereka
saling berpandangan satu sama lain, tapi tidak ada yang menyambut seruan itu. Seolah mereka
teringat apa yang menimpa saudara mereka di Syam, mereka tak ingin hal serupa terjadi pada
diri mereka. Merasa tidak digubris, Umar kemudian berseru lagi, Kaum muslimin sekalian,
mengapa kalian tidak menjawab seruan Khalifah yang mengajak kalian untuk hal-hal yang akan
menghidupkan iman kalian.
Setelah itu barulah kaum muslimin sadar dan memenuhi seruan sang Khalifah. Beberapa hari
kemudian diberangkatkanlah pasukan dalam jumlah besar untuk menghadapi Heraklius dan
pasukannya. Termasuk di antara pasukan itu ada Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin As, Yazib bin
Abi Sufyan, dan beberapa orang sahabat dan juga diikuti para amir dan pahlawan dari dari
segenap penjuru semenanjung.
Kemudian keputusan Umar selanjutnya adalah membebaskan semua tawanan perang Riddah.
Tak ada pemuka orang-orang bijak yang segera memenuhi seruan Umar itu. Melihat keadaan itu
Umar kembali naik mimbar dan lalu berseru dengan suara menggelegar, Saya tidak ingin
melihat adanya tawanan perang menjadi kebiasaan di kalangan Arab. Mendengar seruan itu
timbul persepsi yang berbeda di antara mereka. Ada yang menganggap Umar menentang Abu
Bakar dan ada juga yang mengira bahwa Umar berbuat seperti itu disebabkan sikap mereka yang
ogah-ogahan menyambut seruannya.
Pada saat waktu Ashar tiba dan kaum muslimin telah menunaikan shalat, mereka kembali
berkumpul untuk mendengarkan keputusan sang Khalifah, maka sore itu Umar memobilisasi
pasukan untuk diberangkatkan bersama Musanna. Setelah berpidato yang menggugah hati, Umar
kemudian mempersilakan juga Musanna untuk berpidato, Saudara-saudara! Jangan takut
menghadapi wajah mereka. Kami sudah menjelajahi Desa Persia dan kami dapat mengalahkan
mereka di kanan kiri Sawad, kami hadapi dan kami hancurkan mereka. Jadi yang sebelum kita
sudah mempunyai keberanian menghadapi mereka, maka yang sesudahnya juga akan demikian.
Setelah meyimak kata-kata Umar dan Musanna, kaum muslimin lalu bersemangat berangkat ke
medan jihad demi menghidupkan agama Allah di muka bumi ini.
Non-Muslim
Dalam jangka waktu relatif singkat (10 tahun), Umar telah melakukan reformasi dalam
pemerintahannya. Dia termasuk pemimpin yang berhasil, terutama pada kesejahteraan rakyat dan
peraturan Islam yang makin kokoh. Dalam perintahannya, ada majelis syura. Bagi Umar tanpa
musyawarah, maka pemerintahan tidak akan bisa jalan. Di sisi lain ia tidak hanya menanamkan
nasionalisme Arab, bahwa di negeri Arab tidak akan ada kepercayaan (kesetiaan) selain Islam.
Umar kemudian membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan
provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh wali dan didirikan kantor Gubernur. Umar juga
membentuk kepala distrik yang disebut amil. Tapi yang perlu dipahami bahwa setiap pejabat
pemerintahan, sebelum diambil sumpah, terlebih dahulu diaudit harta kekayaannya oleh tim yang
telah dibentuk oleh Umar.
Kebijakan Umar paling fundamental adalah kebijakan ekonomi di Sawad (daerah subur). Umar
mengeluarkan dekrit bahwa orang Arab, termasuk tentara, dilarang transaksi jual beli tanah di
luar Arab. Walaupun keputusan ini memancing reaksi dari anggota syura, namun Umar memberi
alasan, mutu tentara Arab menurun, produksi menurun, negara rugi 80% dari pendapatan, dan
rakyat akan kehilangan mata pencaharian (sawah) menyebabkan mereka akan mudah
memberontak terhadap negara.
Sebagai solusi, guna mengatasi gejolak keuangan, ia memberi gaji tetap kepada tentara dan
pensiunan pada seluruh sahabat Nabi. Umar juga menerapkan pajak perdagangan (bea cukai)
yang bernama al-Ushur, setelah ia mendapatkan laporan, apabila pedagang Arab datang ke
bizantiun ditarik pajak 10% dari barang yang dijual. Setelah melihat efek positifnya, Khalifah
juga menerapkan sistem itu bagi para pedagang non-muslim yang memasuki wilayah kekuasaan
Islam. Untuk penduduk dzimmi yang berada di dalam negeri dikenakan pajak sebesar 5%,
sedangkan bagi orang Islam membayar 2,5% dari harga barang dagangan.
Berangkat dari prinsip bahwa politik berpusat pada kaidah-kaidah dan ajaran Islam, Umar
membuat suatu sistem untuk negeri-negeri Arab dan untuk seluruh kedaulatan negeri Islam itu,
yang pada zamannya sangat dipatuhi dan berjalan sekian lama sesudahnya. Dengan sistem itulah
membuat kedaulatan Islam tetap terpelihara dan bertahan.
Umar berijtihad dalam membuat sistem itu, suatu ijtihad yang mengukir kecemerlangan dalam
sejarah, yang keagungannya dalam menciptakan sebuah kedaulatan sangat berarti.
Model perpolitikan yang diterapkan Umar terhadap kedaulatan yang baru itu menjadi penggerak
kemajuan dakwah Islam yang bertahan lama sepeninggalanya. Dalam periode Umar ini dikenal
pembangunan Islam dengan perubahan-perubahan. Bahkan peta Islam melebar ke seluruh
wilayah Persia dan menyentuh sebagian India dan sentral Asia serta wilayah kekuasaan
Bizantium, Syam, dan Mesir, yang saat itu sempat menjadi ancaman bagi negara Islam. (hdy)