Anda di halaman 1dari 3

Umar dan Perubahan dalam Sistem Kedaulatan Islam

Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah


www.alhikmah.ac.id Setelah selesai menunaikan tugasnya yang terakhir terhadap Abu
Bakkar, Umar bin Khattab keluar dari liang lahat di rumah Aisyah itu dan setelah memberi salam
kepada sahabat-sahabatnya, ia kembali pulang ke rumahnya lewat tengah malam. Sesampainya
di rumah, di atas pembaringan dia terus berpikir apa yang akan dilakukannya besok pagi.
Besok masyarakat akan membaiatnya untuk tugas mengurus mereka. Ia akan menghadapi
mereka yang menyetujui pencalonannya karena terpaksa, lalu menghadapi situasi perang yang
amat pelik di Irak, dan di Syam. Kemudian apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi di dua
daerah ini, sementara dua tempat tersebut merupakan kawasan yang paling berbahaya dalam
sejarah kedaulatan yang baru tumbuh itu.
Posisi pasukan muslimin yang dikirim Abu Bakar ke Irak dan Syam ketika itu memang sangat
sulit. Kekuatan pasukan muslimin di Syam sudah tak berdaya lagi berhadapan dengan pasukan
Rumawi. Abu Bakar ingin menyelamatkan dengan mengirim Khalid bin Walid bersama sejumlah
personel dari pasukan yang ada di Irak. Tapi masalah lain yang muncul setelah keberangkatan
Khalid dan sebagian pasukannya ke Syam adalah melemahnya kekuatan Muslimin di Irak.
Musanna bin Harisah asy-Syaibani dengan segala kemahiran dan kemampuannya, tidak dapat
mempertahankan apa yang sudah diperoleh muslimin di daerah Sawad, Irak.
Bagaimana Umar harus menghadapi semua masalah rumit ini? Pertanyaan inilah yang terus
mengusik pikirannya malam itu, dengan memohon kepada Allah agar diberi kemudahan dan
menunjuki jalan yang benar. Malam itu Umar cukup lelah memikirkan masalah itu. Paginya dia
menemui orang-orang di masjid. Kaum muslimin menyambutnya dan siap untuk membaiatnya.
Kesiapan yang membuat gejolak hatinya terasa lebih tenteram. Ketika waktu Dzuhur telah tiba
dan orang sudah berdatangan untuk melaksanakan shalat, Umar kemudian naik ke mimbar.
Sesudah mengucapkan hamdalah dan shalawat kepada Nabi dan menyebut nama Abu Bakar serta
semua jasa-jasanya, ia lalu berkata:
Saudara-saudara! Saya hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak
tawaran Khalifah Rasulullah (Abu Bakar), saya pun akan enggan memikul tanggung jawab ini.
Dia mengucapkan kata-kata itu dengan rasa haru, penuh rendah hati dan sangat berhati-hati,
sebagian hadirin mengatakan itu pertanda firasat baik Abu Bakar-dalam pandangan jauh
mencalonkan penggantinya. Mereka memuji sikap Umar itu, lebih-lebih ketika mereka
melihatnya menengadah ke langit dan berkata: Allahumma yaa Allah, aku ini kikir, jadikanlah
aku orang dermawan dan bermurah hati.
Kemudian dia melanjutkan, Allah telah menguji kalian dengan saya, dan menguji saya dengan
kalian. Sepeninggal sahabatku, sekarang saya berada di tengah-tengah kalian. Tak ada
persoalan kalian yang harus saya hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain selain saya, dan tak
ada yang tidak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanah. Kalau mereka
berbuat baik, saya akan balas mereka dengan kebaikan, tetapi kalau mereka melakukan

kejahatan terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada mereka. Setelah selesai
berpidato, Umar turun dari mimbar dan mengimani shalat.
Selesai shalat dia menghadap para jamaah dan mengumumkan mobilisasi ke Irak dengan
Musanna. Disebutkan juga wasiat Abu Bakar mengenai hal ini. Mendengar seruan itu, mereka
saling berpandangan satu sama lain, tapi tidak ada yang menyambut seruan itu. Seolah mereka
teringat apa yang menimpa saudara mereka di Syam, mereka tak ingin hal serupa terjadi pada
diri mereka. Merasa tidak digubris, Umar kemudian berseru lagi, Kaum muslimin sekalian,
mengapa kalian tidak menjawab seruan Khalifah yang mengajak kalian untuk hal-hal yang akan
menghidupkan iman kalian.
Setelah itu barulah kaum muslimin sadar dan memenuhi seruan sang Khalifah. Beberapa hari
kemudian diberangkatkanlah pasukan dalam jumlah besar untuk menghadapi Heraklius dan
pasukannya. Termasuk di antara pasukan itu ada Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin As, Yazib bin
Abi Sufyan, dan beberapa orang sahabat dan juga diikuti para amir dan pahlawan dari dari
segenap penjuru semenanjung.
Kemudian keputusan Umar selanjutnya adalah membebaskan semua tawanan perang Riddah.
Tak ada pemuka orang-orang bijak yang segera memenuhi seruan Umar itu. Melihat keadaan itu
Umar kembali naik mimbar dan lalu berseru dengan suara menggelegar, Saya tidak ingin
melihat adanya tawanan perang menjadi kebiasaan di kalangan Arab. Mendengar seruan itu
timbul persepsi yang berbeda di antara mereka. Ada yang menganggap Umar menentang Abu
Bakar dan ada juga yang mengira bahwa Umar berbuat seperti itu disebabkan sikap mereka yang
ogah-ogahan menyambut seruannya.
Pada saat waktu Ashar tiba dan kaum muslimin telah menunaikan shalat, mereka kembali
berkumpul untuk mendengarkan keputusan sang Khalifah, maka sore itu Umar memobilisasi
pasukan untuk diberangkatkan bersama Musanna. Setelah berpidato yang menggugah hati, Umar
kemudian mempersilakan juga Musanna untuk berpidato, Saudara-saudara! Jangan takut
menghadapi wajah mereka. Kami sudah menjelajahi Desa Persia dan kami dapat mengalahkan
mereka di kanan kiri Sawad, kami hadapi dan kami hancurkan mereka. Jadi yang sebelum kita
sudah mempunyai keberanian menghadapi mereka, maka yang sesudahnya juga akan demikian.

Setelah meyimak kata-kata Umar dan Musanna, kaum muslimin lalu bersemangat berangkat ke
medan jihad demi menghidupkan agama Allah di muka bumi ini.
Non-Muslim
Dalam jangka waktu relatif singkat (10 tahun), Umar telah melakukan reformasi dalam
pemerintahannya. Dia termasuk pemimpin yang berhasil, terutama pada kesejahteraan rakyat dan
peraturan Islam yang makin kokoh. Dalam perintahannya, ada majelis syura. Bagi Umar tanpa
musyawarah, maka pemerintahan tidak akan bisa jalan. Di sisi lain ia tidak hanya menanamkan
nasionalisme Arab, bahwa di negeri Arab tidak akan ada kepercayaan (kesetiaan) selain Islam.
Umar kemudian membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan

provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh wali dan didirikan kantor Gubernur. Umar juga
membentuk kepala distrik yang disebut amil. Tapi yang perlu dipahami bahwa setiap pejabat
pemerintahan, sebelum diambil sumpah, terlebih dahulu diaudit harta kekayaannya oleh tim yang
telah dibentuk oleh Umar.
Kebijakan Umar paling fundamental adalah kebijakan ekonomi di Sawad (daerah subur). Umar
mengeluarkan dekrit bahwa orang Arab, termasuk tentara, dilarang transaksi jual beli tanah di
luar Arab. Walaupun keputusan ini memancing reaksi dari anggota syura, namun Umar memberi
alasan, mutu tentara Arab menurun, produksi menurun, negara rugi 80% dari pendapatan, dan
rakyat akan kehilangan mata pencaharian (sawah) menyebabkan mereka akan mudah
memberontak terhadap negara.
Sebagai solusi, guna mengatasi gejolak keuangan, ia memberi gaji tetap kepada tentara dan
pensiunan pada seluruh sahabat Nabi. Umar juga menerapkan pajak perdagangan (bea cukai)
yang bernama al-Ushur, setelah ia mendapatkan laporan, apabila pedagang Arab datang ke
bizantiun ditarik pajak 10% dari barang yang dijual. Setelah melihat efek positifnya, Khalifah
juga menerapkan sistem itu bagi para pedagang non-muslim yang memasuki wilayah kekuasaan
Islam. Untuk penduduk dzimmi yang berada di dalam negeri dikenakan pajak sebesar 5%,
sedangkan bagi orang Islam membayar 2,5% dari harga barang dagangan.
Berangkat dari prinsip bahwa politik berpusat pada kaidah-kaidah dan ajaran Islam, Umar
membuat suatu sistem untuk negeri-negeri Arab dan untuk seluruh kedaulatan negeri Islam itu,
yang pada zamannya sangat dipatuhi dan berjalan sekian lama sesudahnya. Dengan sistem itulah
membuat kedaulatan Islam tetap terpelihara dan bertahan.
Umar berijtihad dalam membuat sistem itu, suatu ijtihad yang mengukir kecemerlangan dalam
sejarah, yang keagungannya dalam menciptakan sebuah kedaulatan sangat berarti.
Model perpolitikan yang diterapkan Umar terhadap kedaulatan yang baru itu menjadi penggerak
kemajuan dakwah Islam yang bertahan lama sepeninggalanya. Dalam periode Umar ini dikenal
pembangunan Islam dengan perubahan-perubahan. Bahkan peta Islam melebar ke seluruh
wilayah Persia dan menyentuh sebagian India dan sentral Asia serta wilayah kekuasaan
Bizantium, Syam, dan Mesir, yang saat itu sempat menjadi ancaman bagi negara Islam. (hdy)

Anda mungkin juga menyukai