Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN INSTAN, ASUPAN

NATRIUM DENGAN HIPERTENSI PADA MAHASISWA

WURI WULANDARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas asupan makanan merupakan salah satu faktor penting penentu
kesehatan individu. Asupan makanan yang bergizi seimbang akan menghasilkan
tubuh yang sehat dan sumber daya manusia yang berkualitas. Upaya peningkatan
kesehatan masyrakat dilakukan oleh pemerintah dengan pembuatan kebijakan,
salah satunya kebijakan yang terkait dengan gizi. Pedoman makanan yang berkaitan
dengan anjuran mengonsumsi makanan seimbang dibuat dengan tujuan agar
konsumsi gizi seimbang oleh tiap-tiap individu terpenuhi. Salah satu pedoman yang
ada di Indonesia adalah Pedoman Gizi Seimbang 2014. Isi PGS 2014 nomor 5
menyatakan bahwa harus membatasi konsumsi pangan asin. Batas konsumsi
natrium adalah 2000 mg/hari ( setara 1 sendok teh). Konsumsi natrium yang melebii
batas akan meningkatkan resiko hipertensi, stroke, diabetes dan penyakit jantung
(Kemenkes 2013).
Saat ini, konsumsi makanan tinggi natrium di dunia tinggi. Hasil penelitian
Mozzafarian (2014) menunjukkan rata- rata konsumsi natrium dunia yaitu sebesar
3.95 gram per hari dan rata-rata konsumsi garam regional berada antara 2.18 sampai
5.51 gram per hari. Sebanyak 99.2% (181 dari 187 negara) orang dewasa di dunia
mengonsumsi natrium lebih dari anjuran World Heath Organization (WHO) yaitu
lebih dari 2.0 gram/hari. Konsumsi tersebut melebihi batas anjuran konsumsi
natrium per hari. Sejalan dengan konsumsi natrium di dunia, konsumsi natrium di
Indonesia tinggi. Berdasarkan Studi Diet Total (SDT) 2014, konsumsi natrium usia
19-33 tahun yang melebihi Permenkes No 30 tahun 2013 sebanyak 18.0%. Asupan
natrium yang tinggi meningkatkan tekanan darah (Mozzafarian 2014). Asupan
natrium secara signifikan berhubungan dengan peningkatan tekanan sistolik (Zhang
et al 2013).
Hipertensi terjadi tidak hanya pada orang dewasa namun juga pada remaja.
Hipertensi menjadi permasalahan gizi yang tumbuh dengan cepat di dunia (GNR
2004). Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan angka
hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan. Kecenderungan prevalensi
hipertensi pada usia > 18 tahun sebesar 28.5% pada tahun 2013 dan hanya 9.5%
yang mengetahui menderita hipertensi sedangkan prevalensi hipertensi remaja usia
15 sampai dengan 17 tahun secara nasional sebesar 5.3%.
Hasil penelitian Park et al. (2011) menunjukkan, mengonsumsi makanan
instan seperti mi instan menyebabkan kelebihan asupan natrium. Makanan dan
minuman instan seperti makanan kemasan diproduksi dengan penambahan natrium.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kandungan natrium dalam makanan
kemasan >140 mg tiap kemasannya (Wijayanti 2010). Makanan dan minuman
instan tidak hanya disukai oleh anak-anak tetapi juga disukai oleh remaja dan
dewasa karena praktis. Menurut data dari World Instant Noodles Association tahun
2013, Indonesia berada pada peringkat kedua dunia setelah China/ Hongkong yang
mengonsumsi mi instan terbanyak yaitu sebesar 14.9 milyar bungkus per tahun
2013 (WINA 2014).
Konsumsi makanan tinggi natrium sulit dikontrol terutama bila terbiasa
mengonsumsi makanan di luar rumah seperti di warung, restoran, hotel atau

membeli makanan instan yang siap makan. Mahasiswa Program Pendidikan


Kompetensi umum (PPKU) di Institut Pertanian Bogor tinnggal di asrama kampus
yang jauh dari orang tua dan memiliki kesibukan kuliah yang tinggi. Kondisi
tersebut membuat mahasiswa banyak membeli makanan dari warung, minimarket
atau rumah makan sekitar kampus yang mudah, cepat dan praktis. Hasil penelitian
menggunakan Food Frequency Questionary (FFQ) menunjukkan rata-rata
mahasiswa PPKU mengonsumsi mi instan 2 bungkus per minggu dan minuman
ringan 2 gelas/pack per minggu (Merita 2011). Sebanyak 53.6% mahasiswa putri
mengonsumsi makanan kudapan industri setiap hari dengan 29.2% dari mahasiswa
yang mengonsumsi makanan kudapan industri tersebut mengonsumsi 3 jenis
kudapan industri per harinya (Setiawan 2006). Penelitian Puspadewi (2014) pada
mahasiswa gizi PPKU menunjukkan sebanyak 40.8% subjek suka memilih untuk
mengonsumsi minuman kemasan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti kebiasaan
konsumsi makanan dan minuman instan mahasiswa PPKU dan dikaitkan dengan
asupan natrium dan gula serta tekanan sistolik dan diastolik. Penelitian tersebut
belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui hubungan asupan natrium dari makanan dan minuman instan dengan
hipertensi mahasiswa Program Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU) Institut
Pertanian Bogor.

Perumusan Masalah
Mahasiswa PPKU merupakan mahasiswa tingkat awal yang tinggal di
asrama. Masa adaptasi masih dilakukan pada tingkat awal seperti pada mahasiswa
PPKU. Selain jauh dari orang tua dan adaptasi terhadap lingkungan baru, jadwal
kuliah yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut sangat padat. Kondisi tersebut
membuat mahasiswa diduga kurang memperhatikan asupan zat gizi ketika memilih
makanan. Asupan zat gizi sangat penting diperhatikan terutama untuk usia remaja
seperti pada mahasiswa PPKU yang masih sangat membutuhkan asupan zat gizi
yang baik dan cukup.
Data kebiasaan konsumsi makan mahasiswa PPKU pada tahun-tahun
sebelumnya menunjukkan konsumsi makanan dan minuman kemasan industri
tinggi. Hasil penelitian menunjukkan, mahasiswa PPKU memiliki kebiasaan makan
utama 1-2 kali/hari dan memiliki kebiasaan mengonsumsi minuman soft drink,
makanan camilan gurih dan gorengan 3-5 kali/minggu (Pasanea 2011). Hasil
penelitian lain menunjukkan mahasiswa mengonsumsi mi instan 2 bungkus per
minggu dan minuman ringan 2 gelas/pack per minggu (Merita 2011) sedangkan
hasil penelitian Setiawan (2006) menunjukkan 53.6% mahasiswa putri
mengonsumsi makanan kudapan industri setiap hari dan sebanyak 29.2% dari
mahasiswa yang mengonsumsi makanan kudapan industri tersebut mengonsumsi 3
jenis kudapan industri per harinya. Penelitian Puspadewi (2014) pada mahasiswa
gizi PPKU menunjukkan sebanyak 40.8% subjek suka memilih untuk
mengonsumsi minuman kemasan sedangkan prevalensi hipertensi di Indonesia usia
di atas 18 tahun tinggi. Melihat data tersebut, diduga tingkat konsumsi makanan
dan minuman instan mahasiswa PPKU tinggi dan berkaitan dengan asupan natrium
dan hipertensi mahasiswa. Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis hubungan

mengonsumsi makanan dan minuman instan dengan asupan natrium dan hipertensi
pada mahasiswa PPKU.

Tujuan penelitian
Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebiasaan konsumsi
makanan dan minuman instan pada mahasiswa PPKU dan hubungannya dengan
asupan natrium dan hipertensi.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa PPKU berdasarkan suku, jenis
kelamin, uang saku, pendidikan orang tua, riwayat penyakit keluarga dan usia.
2. Menganalisis hubungan konsumsi sayur dan buah dengan hipertensi mahasiswa
PPKU.
3. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan hipertensi mahasiswa PPKU.
4. Menganalisis hubungan status gizi dengan hipertensi mahasiswa PPKU.
5. Menganalisis hubungan kebiasaan konsumsi makanan dan minuman instan,
asupan natrium dengan hipertensi mahasiswa PPKU

Hipotesis
1.
2.
3.
4.

Terdapat hubungan aktiitas fisik dengan hipertensi.


Terdapat hubungan status gizi dengan hipertensi.
Terdapat hubungan konsumsi sayur dan buah dengan hipertensi.
Terdapat hubungan konsumsi makanan dan minuman instan, asupan natrium,
dengan hipertensi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat luas dan mahasiswa mengenai kebiasaan konsumsi makanan dan
minuman instan, besar asupan natrium per hari dan hubungannya terhadap
hipertensi, agar dapat lebih memperhatikan asupan natrium khususnya yang
bersumber dari makanan dan minuman instan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan untuk melakukan evaluasi mengenai konsumsi
makanan dan minuman instan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
informasi kepada pemerintah mengenai asupan natrium untuk membuat kebijakankebijakan dalam menurunkan angka hipertensi dan meningkatkan pola makan
seimbang.
Institusi swasta dapat menggunakan penelitian ini sebagai bahan
pertimbangan dalam proses produksi makanan dan minuman instan terkait
kandungan natrium. Institusi kampus dapat menggunakan penelitian ini dalam
membuat kebijakan baru terkait penyelenggaraan makanan di asrama terutama

dalam mengontrol konsumsi makanan instan dan asupan natrium untuk kesehatan
mahasiswa. Bagi peneliti, hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi sumber
informasi baru dalam bidang gizi masyarakat dan menambah wawasan mengenai
makanan instan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang berkaitan dengan tekanan
darah yang tinggi. Hipertensi diketahui melalui tekanan darah sistolik dan diastolik
dalam satuan milimeter air raksa (mmHg) yang diukur menggunakan alat
Sphygmomanometer. Hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor yaaitu faktor yang
dapat diubah seperti kebiasaan makan, aktivitas fisik, statsu gizi dan faktor yang
tidak dapat diubah seperti genetik dan riwayat penyakit keluarga.
Kebiasaan makan individu dipengaruhi oleh karakteristik individu.
Karakteristik individu merupakan informasi dari subjek yang meliputi suku, usia,
jenis kelamin, pendidikan orang tua dan uang saku. Suku mempengaruhi kebiasaan
makan individu. Suku yang berbeda memiliki kebiasaan makan yang berbeda pula.
Usia mempengaruhi subjek dalam memilih jenis makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Usia remaja cenderung menyukai makanan dan minuman industri yang
tinggi natrium. Pendidikan orang tua berpengaruh dalam membentuk kebiasaan
individu sejak kecil. Uang saku mempengarui individu dalam mengalokasikan uang
yang dimiliki untuk memilih makanan. Pemilihan jenis makanan yang salah dapat
meningatkn resiko terjadinya hipertensi.
Konsumsi makanan dan minuman tinggi natrium dapat mengakibatkan tekanan
darah naik dan menyebabkan hipertensi. Makanan dan minuman sumber natrium
terdiri dari makanan dan minuman instan dan makanan dan minuman bukan instan.
Makanan dan minuman instan di pasaran diolah dengan penambahan natrium.
Kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman instan yang berlebih berhubungan
dengan kenaikan tekanan darah dan dapat menyebabkan hipertensi. Selain
konsumsi makanan dan minuman tinggi natrium, resiko terjadinya hipertensi dapat
dipengaruhi oleh konsumsi sayur dan buah. Sayur dan buah dapat menurunkan
resiko terjadinya hipertensi.
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi hipertensi. Aktivtas fisik yang kurang
seperti kurang olahraga meningkatkan resiko hipertensi. Aktivitas fisik dan
konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi individu. Status gizi diukur
dengan membandingkan berat badan dengan kuadrat tinggi badan (IMT). Individu
dengan IMT yang melebihi batas normal memiliki resiko terjadinya hipertensi yang
lebih besar. Resiko terjadinya hipertensi juga meningkat apabila seseorang
memiliki keluarga yang menderita hipertensi. Hubungan antar variabel dalam
penelitian secara lebih jelas digambarkan pada gambar 1 sebagai berikut.

Karakteristik subjek:
Jenis kelamin
Suku
Usia
Uang saku
Pendidikan orang
tua
Riwayat hipertensi
keluarga

Status Gizi

Konsumsi buah dan


sayur

Hipertensi

Konsumsi pangan :
Makanan dan
minuman instan
Makanan dan
minuman noninstan

Asupan
natrium

Aktivitas
Fisik
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Hubungan Konsumsi Makanan Instan dengan
Asupan Natrium, dan Hipertensi

TINJAUAN PUSTAKA
Remaja dan Kebiasaan Makan Remaja
Remaja merupakan peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Masa remaja
dibagi menjadi 3 tahap yaitu remaja awal dengan rentang usia antara 10 sampai 14
tahun, remaja menengah dengan rentang 14 sampai 17 tahun dan remaja lanjut
dengan rentang usia 17 sampai 20 tahun. Terjadi perubahan fisik, kognitif dan
psikososial atau tingkah laku dengan sangat cepat pada masa tersebut. Perubahanperubahan yang terjadi mempengaruhi kebutuhan dan kualitas gizi remaja. Remaja
membutuhkan asupan gizi yang relatif besar karena pada masa ini remaja sedang
mengalami pertumbuhan dan aktivitas fisik yang tinggi dibanding usia lain. Remaja
membutuhkan asupan protein, vitamin dan mineral per unit dari setiap energi yang
lebih banyak dibandingkan anak yang belum mengalami pubertas. Konsumsi
makanan yang kurang maupun terlalu berlebih secara kuantitatif maupun kualitataif
pada masa remaja dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan mengarah pada
timbulnya suatu penyakit. Asupan gizi remaja dapat diperoleh dengan

mengonsumsi makanan yang beranekaragam sehingga kebutuuhan zat gizi dapat


terlengkapi (Adriyani dan Wirjatmadi 2012).
Menurut Adriyani dan Wirjatmadi 2012, remaja dianggap mampu memilih
makanannya sendiri dibanding pada masa kanak-kanak. Kebiasaan makan semasa
remaja sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan ketika dewasa. Kebiasaan
makan yang buruk ketika masa kanank- kanak dapat mempengaruhi kebiasaan
makan pada masa remaja dan terbawa hingga dewasa. Pemilihan makanan pada
remaja sering kurang memperhatikan faktor kesehatan. Pemilihan makanan tersebut
lebih banyak dipengaruhi oleh teman sebaya dan kehidupan sosial, keluarga, iklan
atau media dan ketersediaan makanan. Selain itu, menurut Almatsier (2011) ,
kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh meningkatnya kemandirian, partisipasi
dalam kehiduan sosial dan peningkatan aktivitas remaja.
Remaja sering mengalami masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai
faktor seperti kebiasaan makan yang buruk, pemahaman gizi yang keliru, kesukaan
yang berlebihan terhadap makanan tertentu, promosi yang berlebihan melalui
media massa, masuknya produk- produk makanan yang baru (Adriyani dan
Wirjatmadi 2012). Kemudahan memperoleh makanan siap santap turut berperan
dalam mempengaruhi kebiasaan makan remaja. Makanan siap santap mudah
diperoleh dan keberadaanya semakin. Remaja memiliki kebiasaan makan di antara
waktu makan perupa jajanan yang tinggi lemak, gula dan garam meningkat
(Almatsier 2011).

Pendidikan Orang Tua


Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh terhadap pola asuh anak dan
pemberian makan yang selanjutnya berpengaruh terhadap status gizi. Pendidikan
akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku termasuk dalam pemilihan
makanan. Orang dengan pendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang
murah namun memiliki kandungan gizi tinggi disesuaikan dengan ketersediaan
jenis pangan dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat
terpenuhi dengan baik. Tingkat pendidikan baik formal maupun informal akan
mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang. Pengetahuan gizi yang baik
menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. (Suhardjo 1996).
Menurut Madanijah dalam Lusiana (2008), terdapat hubungan positif antara
pendidikan ibu engan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak.
Pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang lebih baik dimiliki oleh ibu
dengan pendidikan yang lebih tinggi.

Uang Saku
Uang saku diartikan sebagai bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga
yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu dan diberikan untuk
pemenuhan keperluan harian, mingguan atau bulanan (Napitu dalam Lusiana 2008).
Pemberian uang saku bertujuan sebagai sarana pembelajaran untuk mengelola dan
bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki. Alokasi uang saku berkaitan
dengan kebiasaan jajan. Semakin tinggi uang saku maka semakin tinggi jumlah

makanan yang dibeli (Syafitri et al. 2009). Kebiasaan jajan berpengaruh terhadap
status gizi. Semakin tinggi kebiasaan jajan maka semakin tinggi resiko memiliki
status gizi lebih (Mariza dan Kusumastuti 2013).

Makanan Instan
Makanan atau minuman instan adalah makanan atau minuman dalam bentuk
kering, biasa dalam bentuk bubuk dan dapat disajikan sangat cepat dengan
menambahkan air panas. Makanan dan minuman instan biasa dikemas dalam
sebuah kemasan untuk menjaga agar makanan tetap dalam kondisi baik dan
menarik. Selain itu kemasan makanan dikembangkan untuk menjaga makanan agar
tahan lama (Dobrucka dan Cierpiszewski 2014). Kemasan pangan adalah bahan
yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang
bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak (BPOM 2007).
Menurut Schlenker (2007) sumber utama natrium adalah makanan olahan.
Makanan instan termasuk dalam makanan olahan. Makanan olahan diproses dengan
penambahan bahan-bahan tambahan seperti natrium. Adanya perubahan kebiasaan
makan karena faktor psikologi, sosial dan budaya meningkatkan kebiasaan
mengonsumsi makanan olahan. Kebiasaan tersebut menjadikan makanan olahan
yang tinggi natrium terutama dalam bentuk garam (Natrium Klorida) sebagai
sumber asupan natrium ( CTAC 2009). Menurut Dietary Guildelines for Americans
(2005) dalam Schlenker dan Long (2007), natrium yang berasal dari makanan
olahan menyumbang paling banyak asupan natrium dalam diet garam dibandingkan
natrium yang berasal dari garam meja, natrium alami dari bahan makanan dan
natrium yang ditambahkan ketika memasak.

Natrium
Natrium merupakan elektrolit dalam tubuh yang mempunyai peran penting
dalam menjaga keseimbangan elektrolit tubuh dan termasuk dalam kategori mineral
makro, yaitu mineral yang dikonsumsi 100 mg per hari untuk memenuhi
kebutuhan. Asupan natrium tinggi berpengaruh terhadap peningkatan tekanan
darah. Asupan natrium yang lebih tinggi berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi
terhadap penyakit stroke dan penyakit jantung koroner.
Natrium di dalam tubuh berfungsi untuk menjaga keseimbangan elektrolit
dalam tubuh. Natrium merupakan ion positif utama dalam cairan ekstraselular yang
menimbulkan tekanan osmotik untuk menjaga agar air tidak keluar dari darah dan
masuk ke dalam sel. Apabila konsumsi natrium berlebihan dan ginjal sudah tidak
mampu mengeluarkan, kadar natrium dalam darah akan meningkat dan lebih
banyak cairan yang ditahan oleh darah. Volume darah yang beredar dalam
pembuluh darah meningkat sehingga menimbulkan hipertensi. Jika tubuh
kekurangan natrium, tubuh akan mengambil cadangan yang tersimpan sedikit pada
permukaan tulang untuk menjaga keseimbangan dalam darah (Muchtadi 2009).
Pembatasan asupan natrium sehari penting dilakukan untuk mencegah
dampak kesehatan yang terjadi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) No 30 tahun 2013 menyebutkan bahwa konsumsi natrium lebih dari

2000 mg/orang/hari meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan


jantung. World Health Organisation (WHO) menetapkan batasan asupan natrium
untuk usia dewasa adalah < 2 gram natrium per hari atau ekuivalen dengan 5 gram
garam sehari untuk mengurangi tekanan darah dan resiko terhadap penyakit
kardiovaskular, stroke dan penyakit jantung koroner sedangkan untuk anak-anak
batas maksimum asupan natrium 2 gram per hari pada orang dewasa harus
disesuaikan berdasarkan persyaratan energi anak relatif terhadap orang dewasa.
Pembatasan asupan natrium per hari untuk anak- anak bertujuan untuk mengontrol
tekanan darah anak. Batas maksimum konsumsi natrium per hari tersebut berlaku
untuk semua individu baik yang memiliki riwayat hipertensi maupun tidak dan
termasuk untuk wanita hamil dan menyusui. Sedangkan untuk individu dengan
penyakit atau individu yang sedang menjalani terapi obat-obatan yang dapat
menyebabkan hiponatremia atau sedang menjalani diet dalam pengawasan dokter
seperti pasien dengan gagal jantung atau penderita diabetes melitus tipe 1, anjuran
asupan natrium ini tidak berlaku (WHO 2012). Ada beberapa macam bentuk
natrium yang ditambahkan dalam makanan olahan. Secara lebih jelas macammacam natrium dalam makanan olahan disajikan pada tabel 1 sebagai berikut
Tabel 1 Macam- macam bentuk natrium dalam makanan olahan
Zat Tambahan
Natrium Klorida
Natrium Sitrat
Natrium Bicarbonaat
Natrium Aluminium Fosfat
Natrium Benzoat
Natrium Bisulfat
Natrium Nitrit

Jenis Makanan
Makanan jajanan, saus kedelai, campuran makanan,
roti, produk fermentasi, ikan asap
Makanan beku
Biskuit, kue
Biskuit, kue
Makanan olahan
Makanan olahan
Daging olah

Sumber : Schlenker dan Long (2007)

Tekanan Darah
Tekanan darah terdiri dari tekanan darah sistol dan tekanan darah diastol.
Penulisan tekanan darah dengan mencantumkan nilai dua fase tersebut yaitu sistol
dan diastol. Fase dimana darah sedang dipompa oleh jantung disebut dengan sistol
sedangkan fase ketika darah kembali ke jantung disebut diastol. Nilai tekanan darah
sistol lebih tinggi dibanding nilai tekanan darah diastol (Harahap et al. 2008).
Tekanan darah dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu usia, riwayat keturunan
hipertensi, golongan darah dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Semakin tinggi IMT
individu maka semakin tinggi tekanan sistol. Tekanan diastol wanita memiliki
kecenderungan lebih rendah dibanding pria. Pengaruh faktor usia terhadap tekanan
darah adalah semakin tua usia maka tekanan darah sistol dan diastol cenderung
semakin meningkat. Individu dengan riwayat keturunan hipertensi akan memiliki
tekanan sistol dan diastol lebih tinggi dibandingkan individu tanpa riwayat
keturunan hipertensi (Harahap et al. 2008). Faktor lain yang mempengaruhi
peningkatan tekanan darah adalah stres, alkohol, kelebihan asupan natrium,
peningkatan aktivitas fisik dan obat- obatan (Aronow et al. 2011).

Tekanan darah diukur menggunakan Sphynomanometer yang terdiri dari


stetoskop, jarum pengukur dan manset sedangkan alat modern menggunakan
pemantauan elektronik yang menghitung tekanan darah. Tekanan darah diukur
dengan posisi responden dalam keadaan duduk diam dengan kedua kaki di lantai
dan lengan tertekuk pada posisi sama tinggi dengan jantung selama pengukuran.
Posisi berdiri dengan lengan tergantung akan menghasilkan tekanan darah tertinggi
dibandingkan posisi duduk dan lengan sejajar dengan jantung, sedangkan posisi
berbaring menghasilkan tekanan darah paling rendah (Casey dan Benson 2006).
Mancia et al. (2013) dalam pedoman untuk manajemen hipertensi
menyatakan bahwa nilai tekanan darah dapat digunakan untuk mendefinisikan
seseorang menderita hipertensi. Hipertensi adalah sindrom kardiovaskular progresif
yang timbul dari penyebab yang kompleks dan saling berkaitan dan berhubungan
dengan kelainan jantung dan pembuluh darah struktural yang merusak hati, ginjal,
otak, pembuluh darah dan organ lain dan dapat menyebabkan kematian dini (Giles
et al. 2009). Komite Nasional Gabungan Amerika Serikat untuk prevensi, deteksi,
evaluasi dan pengobatan tekanan darah tinggi (Joint National Committee on
Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure) atau
yang disingkat dengan disingkat JNC mengklasifikasikan tekanan darah sbeagai
berikut.
Tabel 2 Klasifikasi tekanan darah dewasa
Kategori
Normal
Prehipertensi
Hipertensi tingkat 1
Hipertensi tingkat 2

Sistol (mmHg)
< 120
120-139
140-159
160

Diastol (mmHg)
dan <80
atau 80-89
atau 90-99
atau 100

Sumber : Chobanian et al. (2003)

Status Gizi
Status gizi adalah suatu kondisi tubuh yang disebabkan oleh adanya
keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan gizi yang digunakan tubh
untuk melakukan berbagai fungsi seperti pertumbuhan fisik, perkembangan,
aktivitas dan produktivitas, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain (Depkes 2006).
Status gizi dapat dinilai melalui metode pengukuran antropometri, biokimia, klinis,
dan dietary (pengukuran konsumsi makanan). Pengukuran secara antropometri
merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tibuh dari berbagai usia dan
tingkat gizi (Depkes 2006). Aantropomeatri dapat menyediakan informasi
mengenai riwayat gizi pada masa lalu. Pengukuran statsu gizi dengan metode
antropometri memiliki keuntungan mudah dilakukan dan cepat (Gibson 2005).
Pengukuran antropometri meliputi tinggi badan, berat badan, Indeks masa
Tubuh (IMT), komposisi lemak tubuh, panjang lutut, panjang rentang lengan dan
lain- lain. Berat badan merupakan hasil penjumlahan seluruh jaringan tulang, otot
lemak, cairan tubuh dan lain-lain. Penimbangan berat badan disesuaikan dengan
golongan usia. Alat yang digunakn untuk penimbangan berat badan pada anak,
remaja dan dewasa dapat menggunakan timbangan injak, timbangan elektrik,
detecto standart, dan timbangan health smic (Adriyani dan Wirjatmadi 2012).

Tinggi badan adalah gambaran pertumbuhan tulang yang sejalan dengan


pertambahan usia. Tinggi badan dapat enggambarkan riwayat status gizi masa lalu
karena tinggi badan merupakan hasil pertumbuhan secara akumulatif sejak lahir.
Pengukuran tinggi badan pada anak, remaja dan dewasa dapat menggunakan
microtuise. Pengukuran dilakukan dengan cara badan tegak, kepala, tumit dan
pantat menempel tembok atau alat ukur yang digunakan, pandangan kedepan dan
rileks serta tidak menggunakan alas kaki (Adriyani dan Wirjatmadi 2012).
IMT digunakan untuk mengukur ststus gizi orang dewasa yaitu usia lebbih
dari 18 tahun dan tidak dapat digunakan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan (Kemenkes 2011). IMT dihitung berdasarkan rumus berat badan (kg)
dibandingkan dengan kuadrat tinggi badan (m). Melalui IMT dapat diketahui status
gizi individu termasuk dalam kategori kurus, normal ataupun gemuk. Adapun
kategori IMT menurut Kemenkes 2011 adalah sebagai berikut.
Tabel 3 Kategori status gizi dewasa berdasarkan IMT
Kurus

Kategori
Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan

Normal
Gemuk

Kelebihan berat badan tingkat ringan


Kelebihan berat badan tingkat berat

IMT
< 17.0
17.0 18.4
18.5 25.0
25.1 27.0
> 27.0

Sumber : Kemenkes 2011

Penilaian status gizi melalui biokimia adalah penelitian status gizi dengan
melakukan uji laboratorium. Uji biokimia dilakukan dengan menguji cairan
biologis atau jaringan, urin, darah dalam laboratorium. Uji ini digunakan untuk
mengidentifikasi tahap kedua atau ketiga dalam perkembangan defisiensi zat gizi.
Penilaian status gizi dengan metode klinis digunakan untuk mengetahui tanda dan
gejala malnutrisi. Tahap selanjutnya berupa pengujian laboratorium diperlukan
untuk mendapatkan hasil penilaian status gizi yang lebih tepat. Penilaian status gizi
metode lainnya yaitu melalui pengukuran konsumsi makanan (Gibson 2005).

Konsumsi sayur dan buah


World Health Organisation (WHO) menganjurkan konsumsi sayur dan
buah 5 porsi (setara 400 g/ hari) untuk mencegah penyakit kronis/degeneratif
(WHO 2005). Konsumsi buah dan sayur penting untuk menjaga kesehatan tubuh.
Konsumsi buah dan sayur setiap hari dapat mencegah terjadinya penyakit tidak
menular seperti mengurangi resiko jantung koroner, stroke dan kanker (WHO
2012). Penelitian He et al. (2007) menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah
lebih dari 400g/ hari memiliki resiko 20% lebih rendah terkena penyakit jantung
koroner dan stroke dibanding seseorang yang mengonsumsi sayur dan buah kurang
dari 240 g/ hari. Konsumsi sayur baik mentah maupun matang secara signifikan
menurunkan tekanan darah (Chan et al. 2013). Sejalan dengan penelitian Wang et
al. (2012), konsumsi tinggi sayur dan buah menurunkan resiko hipertensi. Sayur
dan buah banyak mengandung kalium, serat, vitamin C, magnesium dan folat yang
berperan mengendalikan tekanan darah.

Kandungan kalium dalam buah dan sayur dapat menurunkan tekanan darah.
WHO dan Dietary Aproaches to Stop Hypertension (DASH) menganjurkan rasio
natrium dengan kalium 1 (Zhang et al. 2013). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kalium berperan sebagai agen diuretik yang dapat mengurangi volume
ccairan ekstraseluler dan mengakibatkan tekanan darah menurun. Mekanisme lain
yaitu kalium mengubah aktivitas sistem renin-angiotensin dan mengurangi
pengaruh angiotensin pada pembuluh darah, adrenal dan reseptor ginjal. Kalium
dapat memodifikasi mekanisme saraf perifer yang mengatur tekanan darah.
Konsumssi tinggi kalium dapat menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah
dan mengurangi resistensi pembuluh darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah ( Treasure dan Ploth 1983).

Pengukuran Konsumsi Makanan


Pengukuran konsumsi makanan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
kecukupan zat gizi dari riwayat makanan yang dikonsumsi. Metode pengukuran
konsumsi makanan untuk individu antara lain ada beberapa macam yaitu metode
food recall 24 jam, metode estimated food records, metode penimbangan makanan
(food weighing), metode dietary history dan metode frekuensi makanan (food
frequency). Pemilihan metode pengukuran konsumsi makanan harus disesuaikan
dengan tujuan penelitian dan jumlah responden yang diteliti, serta usia dan jenis
kelamin responden. Keadaan sosial ekonomi responden, ketersediaan dan dan
tenaga,kemampuan tenaga pengumpul data, pendidikan responden,bahasa yang
digunakan sehari-hari oleh responden, dan pertimbangan logistik pengumpulan
data juga perlu diperhatikan (Supariasa 2012).
Metode food frequency digunakan untuk mengetahui frekuensi sejumlah
bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu,
bulan atau tahun. Metode ini merupakan metode kualitataif untuk mengetahui
gambaran pola konsumsi bahan makanan. Kuesioner pada metode frekuensi
makanan memuat tentang daftar bahan makanan yang memiliki frekuensi cukup
sering dikonsumsi responden dan frekuensi konsumsinya. Kuisioner pada metode
ini menggunakan standar porsi yang diperoleh dari data populasi (Almatsier 2011).
Metode Food Frequencies Quistionaire (FFQ) memiliki kelebihan yaitu
murah, mudah dilakukan, sederhana, dan dapat menggambarkan hubungan antara
suatu penyakit dengan kebiasaan makan. Kelemahan metode ini adalah tidak dapat
menghitung intake makan sehari, cukup menjemukan bagi pewawancara, sulit
mengembangkan kuesioner pengumpulan data dan perlu membuat percobaan
pendahuluan untuk mengetahui daftar bahan makanan apa saja yang sering
dikonsumsi responden untuk dicantumkan ke dalam kuisioner. Semi Quantitative
Food Frequencies Quistionaire (SQFFQ) sering digunakan untuk memperoleh
asupan zat gizi secara relatif atau mutlak dengan menambahkan ukuran porsi
makanan (Arisman 2004). Semiquantitative Food Frequency Questionaire sering
digunakan dalam penelitian epidemiologi untuk melihat hubungan antara kebiasaan
makan dengan terjadinya penyakit (Gibson 2005).

Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan semua gerakan tubuh yang terdiri dari semua
gerakan santai maupun bukan gerakan santai yang menghasilkan peningkatan
pengeluaran enegi dibandingkan dengan pengeluaran energi dalam konsisi istirahat
(Warburton et al. 2006). Aktivitas fisik berkaitan dengan jumlah pengeluaran
energi, intensitas, durasi dan frekuensi kontraksi otot. Aktivitas fisik berpengaruh
terhadap kesehatan. Semakin sedikit aktivitas fisik dapat meningkatkan resiko
perkembangan penyakit kronis dan kematian dini. Aktivitas fisik yang dilakukan
secara teratur dapat mencegah terjadinya penyakit jantung, diabetes, kanker,
hipertensi, obesitas, depresi dan osteoporosis. Aktivitas fisik yang dilakukan secara
rutin dapat memperbaiki komposisi tubuh seperti lemak, kolesterol, lipoprotein, dan
mengontrol
berat badan, mencegah penggumpalan darah, memperbaiki
keseimbangan glukosa dan sensitivitas insulin, dan meningkatkan fungsi endotelial.
Aktivitas fisik meningkatkan kebugaran sehingga meningkatkan status kesehatan
(Warburton et al. 2006).
Aktivitas fisik digolongkan menjadi aktivitas ringan, aktivitas sedang dan
aktivitas berat. Aktivitas fisik sedang apabila aktivitas dilakukan minimal lima hari
atau lebih dengan total lama waktu aktivitas yaitu 150 menit dalam seminggu.
Aktivitas fisik tergolong berat apabila aktivitas dilakukan secara terus menerus
selama minimal 10 menit dan dilakukan hingga terjadi peningkatan denyut nadi,
peningkatan nafas selama tiga hari dalam seminggu. Aktivitas ringan apabila
aktivitas fisik dilakukan diluar dari dua kategori tersebut. Aktivitas fisik dapat
(Werner dan Sharon 2005).

METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan desain survei melalui pendekatan
Cross- sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu untuk
meneliti variabel tertentu dan menentukan hubungan antar variabel tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan di Asrama PPKU Institut Pertanian Bogor. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan alasan pertimbangan
kemudahan akses. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Maret 2016.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek


Subjek dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa PPKU Institut
Pertanian Bogor. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa PPKU IPB
yang termasuk kelompok remaja akhir dengan kisaran usia 19-21 tahun (Sarwono
2003), dalam kondisi sehat, bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani
informed concent, tidak sedang menjalani diet khusus serta berada di asrama saat

penelitian dilaksanakan. Perhitungan jumlah minimal contoh yang digunakan


dalam penelitian ini didasarkan pada rumus perhitungan
Z2 p(1p)N

n = d2 (N1)+Z2p(1p)
1.96 0.285(10.285)3700

n = 0.12 (37001)+1.96 0.285(10.285)


n = 39.52 orang, dibulatkan menjadi 40 orang
Keterangan :
N
= jumlah contoh
N
= besar populasi
p
= prevalensi kejadian hipertensi berdasarkan Riskesdas 2013 (28.5%)
e
= presisi (10%)
Jumlah mahasiswa PPKU tahun 2014/2015 adalah 3700 orang. Hasil
perhitungan didapatkan besar subjek yang diperlukan untuk penelitian 40 orang
dengan estimasi drop out sebesar 10% sehingga jumlah total subjek dalam
penelitian sebesar 45 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu, tekanan darah mahasiswa,
status gizi dan kebiasaan makan makanan instan dan non instan, konsumsi buah dan
sayur serta aktivitas fisik, yang diperoleh dengan pengisian kuisioner oleh subjek
dan pengukuran menggunakan alat. Data karakteristik subjek yang terdiri dari
nama, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit, suku, pendidikan orang tua dan uang
saku didapat dengan membagikan kuisioner kepada subjek. Subjek mengisi
kuisioner tersebut dengan penjelasan terlebih dahulu di awal oleh peneliti. Data
sekunder yaitu data jumlah mahasiswa PPKU IPB tahun ajaran 2015/2016.
Data konsumsi makan yang meliputi semua konsumsi makanan dan
minuman instan maupun non instan, kebiasaan makan sayur dan buah diperoleh
dengan Semi Quantitatif Food Frequencies Questionare (SQFFQ) untuk
menggambarkan frekuensi konsumsi dalam waktu seminggu terakhir. Data
dikumpulkan berdasarkan jumlah, jenis dan frekuensi konsumsi. Data makanan dan
minuman instan meliputi semua makanan dan minuman kemasan industri besar
yang dapat dikonsumsi langsung ataupun diseduh terlebih dahulu. Data makanan
dan minuman non instan meliputi semua makanan dan minuman bukan instan yang
mengandung tinggi natrium. Semua jenis makanan, minuman serta sayur dan buah
dalam daftar kuisioner SQFFQ merupakan jenis bahan pangan yang banyak tersedia
di lingkungan sekitar kampus. Data aktivitas fisik diperoleh dengan cara subjek
mengisi kuisioner dan meliputi aktifitas fisik selama 1 minggu terakhir.
Data status gizi diperoleh dengan cara melakukan pengukuran secara
langsung yang meliputi tinggi badan dan berat badan. Tinggi badan diukur

menggunakan microtuise dengan ketelitian 0.1 cm.


Berat badan diukur
menggunakan alat timbangan injak dengan ketelitian 0.1 kg.
Data tekanan darah mahasiswa diperoleh melalui pengukuran menggunakan
alat Sphygmomanometer digital. Subjek diukur dalam kondisi rileks setelah
diistirahatkan selama 15 menit. Subjek diukur dalam posisi duduk diam dan rileks
dengan kedua kaki dilantai dan lengan tertekuk pada posisi sama tinggi dengan
jantung selama pengukuran (Casey dan Benson 2006). Jenis dan cara pengumpulan
data secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4 Variabel, alat, dan cara pengumpulan data
Jenis data
Primer

Sekunder

Variabel
Karakteristik Subjek:
Usia
Jenis Kelamin
Suku
Pendidikan orang tua
Uang saku
Riwayat
hipertensi
keluarga
Kebiasaan makan:
Makanan dan minuman
instan
Makanan dan minuman
non-instan
Sayur dan buah
Tekanan darah
Status Gizi:
Berat badan
Tinggi badan
Aktivitas Fisik
Jumlah mahasiswa PPKU
tahun ajaran 2015/2016

Cara Pengumpulan

Alat

Pengisian kuesioner

Kuesioner

Pengisian kuesioner

Kuesioner

Pengisian kuesioner
Pengisian kuesioner

Kuesioner SQFFQ
Kuesioner SQFFQ

Pengisian kuesioner
Pengukuran
langsung

Kuesioner SQFFQ
Sphygmomanometer
digital

Pengukuran
langsung
Pengisian Kuisioner

Timbangan injak
Microtuise
Kuisioner
Database mahasiswa
PPKU tahun ajaran
2015/2016

Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari kuisioner, SQFFQ, pengukuran status gizi dan
pengukuran tekanan darah diolah dan analisis. Proses analisis data meliputi coding,
entry, cleaning dan analisis data. Coding dilakukan dengan menyusun code-book
sebagai panduan entri dan pengolahan data. Entry data dengan memasukkan data
yang telah dikumpulkan. Cleaning data dilakukan untuk memastikan tidak ada
kesalahan dalam memasukkan data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
program komputer Microsoft Exel 2013 dan Statistical Program for Social Sciences
(SPSS) versi 22.0 for Windows.

Tabel 5 Variabel, data yang dibutuhkan dan kategori


Jenis data
Karakteristik
subjek

Variabel
Usia

Kategori Penelitian
Remaja (19-21 tahun)

Jenis
Kelamin
Suku

Perempuan
Laki-laki
Jawa
Luar Jawa
SD
SMP
SMA
Perguruan tinggi

Pendidikan
Orang tua

Uang saku

Kebiasaan
makan

Riwayat
hipertensi
keluarga
Jenis

Frekuensi
Asupan
natrium
Kebiasaan
Konsumsi
konsumsi
buah
dan
buah dan sayur sayur
Hipertensi
Tekanan
darah

Sumber
Sumber: Sarwono
(2003)
Sebaran subjek
Kriteria Peneliti

Kriteria Peneliti

<Rp 600 000


Rp 600 000 Rp 1 199 999
Rp 1 200 000- Rp 1 799 999
>Rp 1800 000

Kriteria Peneliti

Ada
Tidak Ada

Kriteria Peneliti

Makanan dan minuman instan,


makanan dan minuman noninstan
Jarang ( 2 kali/minggu)
Sering ( > 2 kali/minggu)
1. Normal ( 2000 mg/hari)
2. Tinggi (> 2000 mg/hari)
Cukup ( 5 porsi/hari)
Kurang ( < 5 porsi/hari)

Kriteria Peneliti

Kemenkes 2013
WHO (2005)

Normal (<120/ <80 mmHg)


Prahipertensi (120-139/ 80-89
mmHg)
Hipertensi derajat 1 (140JNC- VII (2013)
159/ 90-99 mmHg)
Hipertensi derajat 2 ( 160/
100 mmHg)
Aktivitas Fisik Tingkat
Ringan (1.40- 1.69)
FAO/WHO/UNU
aktivitas
Sedang ( 1.70- 1.90)
2001
Berat (2.00- 2.40)
Status Gizi
Indeks Masa Kekurangan berat badan tingkat Kemenkes (2011)
Tubuh (IMT) berat (< 17,0)
Kekurangan berat badan tingkat
ringan (17,0 18,4)
Normal (18,5 25,0)
Kelebihan berat badan tingkat
Ringan(25,1 27,0)
Kelebihan berat badan tingkat
berat (> 27,0)

Data kebiasaan makan dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu bulan


terakhir dengan menggunakan Semi quantitative Food Frequency Questionary
(SQFFQ). Data konsumsi makanan dan minuman instan, makanan dan minuman
non-instan dikatakan sering bila konsumsi 2 kali/minggu dan jarang bila konsumsi
<2 kali/minggu. Konsumsi sayur dan buah dikatakan cukup apabila 5 porsi/hari
dan kurang apabila < 5 porsi/hari selama 7 hari dalam seminggu (WHO 2005).
Aktivitas fisik diukur dengan mengukur lama waktu subjek melakukan aktivitas
fisik berdasarkan jenisnya dengan menggunakan PAL. PAL merupakan besar energi yang
dikeluarkan (kkal/kap/hari) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL diukur

menggunakan rumus sebagai berikut.


PAL =

PAR x alokasi waktu tiap aktivitas


24 jam

Keterangan :
PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR = Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis
aktivitas per satuan waktu tertentu)
Nilai PAL yang diperoleh selanjutnya dikategorikan untuk mengetahui jeni
aktivitas yang dilakukan termasuk dalam aktivitas ringan, sedang atau berat.
Kategori tingat aktivitas fisik yaitu : 1) Ringan dengan nilai PAL 1.40-1.69; 2)
Sedang dengan nilai PAL 1.70-1.99; 3) Berat dengan nilai PAL 2.00-2.40
(FAO/WHO/UNU 2001).
Setiap aktivitas fisik memeiliki nilai PAR yang berbeda-beda. Adapun nilai
PAR berbagai aktivitas fisik secara lebih rinci sebagai berikut.
Tabel 6 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik
Aktivitas
Physical Activity Ratio (PAR)
Tidur (siang dan malam)
1
Tidur-tiduran, duduk diam, membaca
1.2
Duduk sambil menonton TV
1.72
Mandi dan berpakaian
2.3
Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias
1.5
Berkendaraan di mobil/ bus/ angkutan
1.2
Makan minum
1.6
Jalan santai
2.5
Berbelanja (membawa beban)
5
Mengendarai kendaraan
2.4
Melakukan pekerjaan RT
2.75
Setrika pakaian (duduk)
1.7
Office worker (duduk di depan meja, menulis, mengetik)
1.3
Olahraga (badminton)
4.85
Olahraga (jogging, lari jarak jauh)
6.5
Olahraga (bersepeda)
3.6
Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola dll)
7.5
Kegiatan dilakukan dengan duduk
1.5
Kegiatan ringan
1.4
Memasak
2.1
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Semua data dikumpulkan dan dianalisis menggunakanSPSS version 22.00


for windows. Variabel karakteristik subjek, konsumsi makanan dan minuman
instan, makanan dan minuman non-instan, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik,
dan status gizi diuji dengan statistik deskriptif. Pengujian bivariat dilakukan
menggunakan statistik inferensia menggunakan uji regresi logistik.

Definisi Operasional
Subjek adalah mahasiswa PPKU IPB tahun ajaran 2015/2016 yang masih aktif,
berusia antara 19-20 tahun.
Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin suku, uang saku, pendidikan orang
tua dan usia subjek.
Usia adalah usia subjek saat dilakukan penelitian dan dinyatakan dalam tahun.
Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang diterima mahasiswa untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama 1 bulan yang diperoleh
subjek baik dari orang tua, keluarga beasiswa, maupun usahanya sendiri.
Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh
orang tua subjek.
Makanan instan adalah makanan dan minuman kemasan industri skala besar yang
memiliki informasi nilai gizi pada label kemasan, dapat dikonsumsi secara
langsung atau hanya memerlukan proses pengolahan yang singkat.
Makanan non-instan adalah makanan dan minuman yang memiliki kandungan
natrium tinggi selain makanan dan minuman instan.
Konsumsi makanan non-instan adalah jenis, jumlah dan frekuensi makanan dan
minuman non-instan yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan
frekuensinya dalam hari, minggu dan bulan menggunakan Semi Quantitative
Food Frequency Questionary.
Konsumsi makanan instan adalah jenis, jumlah dan frekuensi makanan dan
minuman instan yang dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan
frekuensinya dalam hari, minggu dan bulan menggunakan Semi Quantitative
Food Frequency Questionary.
Konsumsi sayur dan buah adalah jenis, jumlah dan frekuensi buah dan sayur yang
dikonsumsi subjek yang dihitung berdasarkan frekuensinya dalam hari,
minggu dan bulan menggunakan Semi Quantitative Food Frequency
Questionary.
Riwayat penyakit keluarga adalah subjek dikatakan memiliki riwayat penyakit
keluarga berupa hipertensi yang berasal dari keturunan langsung (ayah/ibu)
atau keturunan tidak langsung (kakek/nenek).
Asupan natrium adalah jumlah total asupan natrium per hari dibandingkan dengan
batas maksimum konsumsi natrium yaitu 2000 mg/hari.
Status gizi adalah adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang
yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi
(utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh.
Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan sistolik dan diastolik >140/90 mmHg.

Aktivitas Fisik adalah banyaknya waktu (jam) yang digunakan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang
menggunakan PAL.

DAFTAR PUSTAKA
Adriani M dan Wirjatmadi B. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta
(ID) : Kencana Predana Media Grup.
Almatsier S, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan.
Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID). EGC
Aronow WS, Fleg JL, Bakris G, Brown AS, Ferdinand KC, Forciea MA, Frishman
WH, Jaigobin C, Kostis JB, Mancia G, et al. 2011. ACCF/AHA 2011
Expert Consesnsus Document onn Hypertention in the Elderly. JACC.
57(20): 2037-2114. doi:10.1016/j.jacc.2011.01.008
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat Dan Makanan Republik Indonesia tentang Pengawasan Pemasukan
Bahan Kemasan Pangan Nomor Hk.00.05.1.55.1621
Casey A dan Benson H. 2006. Panduan Harvard Medical School : Menurunkan
Tekanan Darah. Jakarta (ID) : PT Buana Ilmu Popular.
Chan et al. 2013. Relation raw and cooked vegetable consumption to blood
pressure: the Intermap Study. J Hum Hypertens. 28: 353359.
doi:10.1038/jhh.2013.115
Chobanian AV et al. 2003. seventh report of the joint national committee on
prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure.
Hypertention
AHA
Journal.
42:1206

1252
doi:
10.1161/01.hyp.0000107251.49515.c2
[CTAC] Conceil de la Transformation Agroalimentaire et des Produits de
Consommation. 2009. Reformulation of Products to Reduce Soium: Salt
Reduction Guide for the Food Energy. Canada (USA): Edikom.
[Depkes RI] Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2006. Glosarium Data dan
Informasi Kesehatan. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Dobrucka R, Cierpiszewski R. 2014. Active and Intelligent Packaging Food
Research and Development A Review. Pol. J. Food Nutr.64(1) : 7-15.
DOI: 10.2478/v1022201200913
[FAO] Food and Nutrition Technical Report Series. 2001. Human Energy
Requirements. Rome: FAO/WHO/UNU.
Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. New
York (USA) : Oxford University Press Inc.
Giles TD, Materson BJ, Cohn JN, Costis BJ. 2009. Definition and Classification of
Hypertension: an Update. J Clin Hypertens. 11 : 611-614. doi:
10.1111/j.1751-7176.2009.00179.x
Harahap H, Hardinsyah, Setiawan B, Effendi I. 2008. Hubungan Indeks Massa
Tubuh, Jenis Kelamin, Usia, Golongan Darah dan Riwayat Keturunan

dengan Tekanan Darah pada Pegawai Negeri Sipil di Pekan Baru. PGM
2008,31(2): 51- 58
He FJ, Nowson CA, Lucas m, Macgregor GA. 2007. Increased consumption of fruit
and vegetables is related to reduced risk of coronary heart disesae: metaanalysis of cohort studies. J Hum Hypertens. 21 (7) :17-28
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Praktis
Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID) : Kemenkes
________. 2013. Survei Diet Total: Survei Konsumsi makanan Individu Indonesia
2014. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembanagn Kesehatan.
________. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta (ID) :
kemenkes
________. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 ahun
2013 Tentang Pencantuman Informasi kandungan Gula, Garam dan
Lemak serta Pesan Kesehatan Untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
Jakarta (ID) : Kemenkes
_______2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.
Lusiana SA. 2008. Status gizi, konsumsi pangan, dan usia menarche anak
perempuan sekolah dasar di Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Mancia G. Fagard R, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, Christiaens T,
Cifkova R, Backer GD, Dominiczak A, et. Al. 2013. 2013 ESH/ESC
Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. EurheartJ. 34:
2159-2219. doi:10.1093/eurheartj/eht151
Mariza YY, Kusumastuti AC. 2013. Hubungan antara kebiasaan sarapan dan
kebiasaan jajan dengan status gizi anak sekolah dasar di Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Journal of Nutrition College. 2(1): 207-213.
Merita. 2011. Konsumsi Mie, Susu, dan Minuman Ringan terhadap Kecukupan
Gizi pada Mahasiswi dengan Status Gizi Normal dan Kegemukan.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mozaffarian D, Fahimi S, Singh GM, Micha R, KhatibzadehS, Engell RE, Lim,
Danaei G, Ezzati M, Powles J. 2014. Global Sodium Consumption and
Death from Cardiovascular Causes. N Engl J Med 371 (7): 624- 634 doi:
10.1056/NEJMoa1304127
Muchtadi D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung (ID) : Alfabeta.
Park J, Lee js, Jang YA, Chung HR, Kim J. 2011. A Comparison of Food and
Nutrient Intake between Instant Noodle Consumers and Non-instant
Noodle Consumers in Korean Adults. Nutr Res Pract 5(5):443-449
doi.org/10.4162/nrp.2011.5.5.443
Puspadewi RH. 2014. Persepsi Tentang Pangan Sehat, Pemilihan Pangan Dan
Kebiasaan Makan Sehat Pada Mahasiswa [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Sarwono SW. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta (ID) : Rajawali Press.
Setiawan AP. 2006. Kebiasaan Konsumsi Makanan Kudapan dan Kontribusinya
Terhadaip Kecukupan Energi dan Protein pada Mahasiswa PPKU IPB
dengan Status Gizi Kurang. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

Schlenker ED dan Long S. 2007. Williams Essentials of Nutrition and Diet


Therapy 9th ed. Kanada (USA): Mosby Inc.
Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta (ID) : Bumi Aksara
bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor
Supariasa IDN. 2012. Penilaian Status Gizi. Editor Monica Ester. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran.
Syafitri Y, Syarief H, Baliwati YF. 2009. Kebiasaan jajan siswa sekolah dasar (studi
kasus di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor). Jurnal Gizi dan Pangan.
4(3): 167-175
Treasure J dan Ploth D. 1983. Role of dietary potassium in the treatment of
hypertension. Hypertension PubMed. 5 (6) : 864-872.
Wang L, manson JE, Gaziano JM, Buring JE, Sesso HD. 2012. Fruit and vegetable
intake and the risk of hypertension in middle- aged and older women. Am
J Hypertens. 25(2) : 180-189. doi: 10.1038/ajh.2011.186
Warburton DER, Nicol CW, Bredin SSD. 2006. Health benefit of physical activity
: the evidence. CMAJ 174 (6) :801-809. doi: 10.1503/cmaj.051351
Werner WKH and Sharon AH. 2005. Life Time Physical Fitness and Wellness a
Personalized Prog. America (US): Thomson Learning.
Wijayanti,E. 2010. Asupan Natrium Dari Makanan Jajanan dan Tekanan Darah
Siswa Sekolah Dasar : Studi di SD Negeri 06 Petompon [Skripsi].
Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
[WHO] World Health Organization.. 2005. Effectiveness of interventions
programmes promoting fruit and vegetable intake.
________ 2012. Increasing fruit and vegetable consumption to redusce the risk of
noncomunicable disease. [internet]. [Diunduh pada 2016 Januaty 24].
Tersedia
pada
:
http://www.who.int/elena/titles/bbc/fruit_vegetables_ncds/en/.
________. 2012. Guideline: Sodium intake for adults and children. Geneva (USA).
WHO Document Production Services.
[WINA] World Instant Noodles Association. 2014. National Trends in Instant
Noodles Demands [Internet]; [diunduh 2015 Maret 15]. Tersedia pada:
http://instantnoodles.org/noodles/expandingmarket.html.
Zhang Z, Cogswell ME, Gillespie C, Fang J, Loustalot F, Dai S, Carriquiry AL,
Kuklina EV, Hong Y, Merritt R, et al. 2013. Association between Usual
Sodium and Potassium Intake and Blood Pressure and Hypertension
among U.S. Adults: NHANES 20052010. PLOS ONE. 8 (10): 1-10.

Anda mungkin juga menyukai