Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

ECOTOURISM

KELOMPOK 1
Bening Kahuripan
Sila Kartika S.
Aldhian T.
Rosyid Mursaddad
Nisa Auliya
Lutfiana Fatma D.
Ika Ayuningtyas
Dyah Wijaya
Cintya Pramesthi D.
Muhammad Irfan C.P.
Ganang Wibisono

26020110141001
26020111130075
26020111130067
26020111130055
26020111130023
26020112130037
26020112120004
26020112140073
26020112130042
26020112130074
26020112130040

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015

Kelompok
Tgl Praktikum
Tgl Pengumpulan

:1
: 15 Juni 2015
: 26 Juni 2015

LEMBAR PENILAIAN
PRAKTIKUM ECOTOURISM

NO.

KETERANGAN

1.

Pendahuluan

2.

Tinjauan Pustaka

3.

Materi dan Metode

4.

Hasil dan Pembahasan

5.

Penutup

6.

Daftar Pustaka

NILAI

TOTAL

Asisten

Semarang, 26 Juni 2015


Koordinator
Asisten

Ridwan Ibnu A
NIM. 26020111140106

Ridwan Ibnu A
NIM. 26020111140106

I.
I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragamn


hayati yang sangat tinggi yang berupa sumber daya alam yang melimpah baik
daratan, udara, maupun perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan
yang sangat penting bagi pengembangan kepariwisataan khususnya wisata alam.
Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki Indonesia
Antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya
tradisional, gejala alam, peninggalan budaya dan sejarah secara optimal untuk
kesejahteraan mayarakat.
Keseluruhan ODTWA merupakan sumber daya ekonomi yang bernilai
tinggi dan skaligus sebagai media pendidikan dan pelestarian lingkungan. Sasaran
tersebut dapat tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang benar dan
terkoodinir, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan dengan
pengembangan kegiatan pariwisata alam.
Dampak positif yaitu menambah sumber penghasilan, menyediakan
kesempatan kerja dan usaha, mendorong usaha-usaha baru, dan diharapakan
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang konservasi sumber daya alam.
Dampak negatifnya berupa kesenjangan social. Dampak negatif ini perlu
mendapatkan perhatian dan ditanggulangi secara bersama Antara pihak terkait.
Demak merupakan daerah dengan potensi kawasan mangrove sebagai
ekowisata yang dijadikan alternatif dalam usaha konservasi ekosistem mangrove
karena berfokus pada keutuhan wilayah alam dan pemeliharaan kondisi alam itu
sendiri.
Nugroho (2011), menyatakan ekowisata adalah suatu bentuk kegiatan
wisata yang di dalamnya terjadi interaksi antara aktivitas rekreasi, pengembangan
konservasi yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara
menata kembali berbagai potensi kekayaan alam secara berkelanjutan yang
didukung secara ekologis, ekonomi, social terhadap lingkuangan masyarakat
sekitar.

I.2. Tujuan
I.2.1. Menilai kesesuaian wisata tracking mangrove, Desa Morosari, Kab.
Demak.

I.2.2. Mengetahui presepsi masyarakat sekitar kawasan wisata tracking


mangrove, Desa Morosari, Kab. Demak
I.3. Manfaat
I.3.1. Dapat memberikan informasi mengenai kesesuaian wisata tracking
mangrove, Desa Morosari, Kab. Demak.
I.3.2. Informasi bagi pemerintah maupun masyarakat mengenai potensi dan
pengelolaan aktivitas wisata yang sesuai di kawasan wisata tracking
mangrove, Desa Morosari, Kab. Demak.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Ekowisata Bahari
Wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengandalkan daya tarik
alami lingkungan pesisir dan lautan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kegiatan wisata bahari secara langsung berupa kegiatan diving, snorkling,
berenang, berperahu dan lain sebagainya. Sedangkan wisata bahari secara tidak
langsung seperti kegiatan olah raga pantai dan piknik menikmati atmosfir laut
(Nurisyah ,1998). Kegiatan wisata bahari pada dasarnya dilakukan berdasarkan
keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik
masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Dewasa ini pengembangan wisata bahari diarahkan pada kegiatan wisata
yang berwawasan kelestarian sumberdaya dan lingkungan atau lebih dikenal
dengan istilah ekowisata bahari (marine ecotourism). Ekowisata bahari merupakan
konsep pemanfaatan daya tarik (estetika) sumberdaya hayati pesisir dan pulaupulau kecil yang berwawasan lingkungan. Menurut The International Ecotourism
Society atau TIES (1991) ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah
alami dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan
memberi

penghidupan

penduduk

lokal.

Berdasarkan

definisi

tersebut,

mengindikasikan bahwa kegiatan ekowisata bahari dilakukan dengan memenuhi


kaidah-kaidah pelestarian lingkungan.
Konsep ekowisata menghargai potensi sumberdaya lokal dan mencegah
terjadinya perubahan kepemilikan lahan, tatanan sosial dan budaya masyarakat
karena masyarakat berperan sebagai pelaku dan penerima manfaat utama,
disamping itu ekowisata juga mendukung upaya pengembangan ekonomi yang
berkelanjutan karena memberikan kesempatan kerja dan menjadi salah satu
sumber penghasilan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Ekowisata
merupakan perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih
asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya
konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan
sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal (Western, 1995).

Saat ini timbul kekhawatiran baru ketika istilah ekowisata digunakan hanya
sebagai label dalam memasarkan produk wisata yang berbasis alam untuk
memanfaatkan peluang emas dan kecenderungan pasar yang ada. Dalam hal ini
tidak saja terjadi kesalahpahaman tentang istilah ekowisata, tetapi lebih dalam lagi
telah terjadi "pemanfaatan" istilah tersebut. Istilah ekowisata bahari berbeda
dengan istilah wisata bahari. Wisata bahari dapat diartikan sebagai bentuk
kegiatan wisata, misalnya wisata selam (diving), wisata snorkling, wisata pantai,
wisata mancing, dan beberapa kegiatan lain yang berhubungan dengan
pemanfaatan sumberdaya kelautan. Diantara jenis kegiatan wisata tersebut,
kegiatan diving merupakan salah satu olah raga yang mengalami pertumbuhan
yang cepat (Dignam, 1990).
Ekowisata mempunyai dua pengertian, yakni sebagai perilaku dan industri.
Sebagai perilaku, pengertian ekowisata dapat diartikan sebagai kunjungan ke
daerah-daerah yang masih bersifat alami dimana kegiatan wisata bahari yang
dilakukan mengahargai potensi sumberdaya dan budaya masyarakat lokal.
Pengertian ini menumbuhkan istilah ekowisata yang sering kita dengar yaitu
wisata alam. Pengertian ekowisata sebagai suatu industri telah mengembangkan
pemahaman bahwa kegiatan wisata di wilayah yang masih alami harus dilakukan
dengan membangun kerjasama antara seluruh pelakunya, pemerintah, swasta dan
masyarakat dan manfaat yang diperoleh selayaknya kembali tidak hanya kepada
para pelakunya namun terutama kepada usaha-usaha untuk melestarikan wilayah
tersebut dan mensejahterakan masyarakatnya (Fandeli dan Mukhlison, 2000).
2.2. Ecotourism
Ekowisata menurut The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut:
Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan
dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan
kesejahteraan penduduk setempat.
Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan
terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu ekoturisme. Terjemahan
yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis. Yayasan Alam Mitra
Indonesia (1995) membuat terjemahan ecotourism dengan ekoturisme. Di dalam

tulisan ini dipergunakan istilah ekowisata yang banyak digunakan oleh para
rimbawan. Hal ini diambil misalnya dalam salah satu seminar dalam Reuni
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (Fandeli, 1998). Kemudian
Nasikun (1999), mempergunakan istilah ekowisata untuk menggambarkan adanya
bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan.
Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata
yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural aren),
memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi
masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya
merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Ecotraveler ini pada hakekatnya konservasionis (Anonim, 2009).
Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The
Ecotourism Society (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk
perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi
lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.
Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di
daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan
masyarakatnya tetap terjaga.
Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang
karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area
alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan
sebagai berikut: Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab
ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata
(Eplerwood, 1999). Dari kedua definisi ini dapat dimengerti bahwa ekowisata
dunia telah berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi dari taman
nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini.
Bahkan di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait
dengan pengertian ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk
wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of
Tourism (Black, 1999) yang mendefinisikan ekowisata adalah wisata berbasis
pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap

lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian


ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya
bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan
pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan
obyek dan daya tarik wisata alam.
2.3. ODTWA
Marpaung (2002) mengemukakan bahwa obyek dan daya tarik wisata
adalah suatu bentukan dan/atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan serta
dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke

suatu

daerah/tempat tertentu. Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan semata
-mata hanya merupakan sumberdaya potensial dan belum dapat disebut sebagai
daya tarik wisata sampai adanya suatu jenis pengembangan tertentu.
2.3.1. Jenis-jenis ODTWA
Wiwoho (1990) menyatakan bahwa dalam dunia kepariwisataan istilah
obyek wisata mempunyai pengertian sebagai sesuatu yang dapat menjadi daya
tarik bagi seseorang atau calon wisatawan untuk mau berkunjung ke suatu daerah
tujuan wisata. Daya tarik tersebut antara lain dapat berupa :
a) Sumber-sumber

daya

tarik

yang

bersifat

alamiah

seperti

iklim,

pemandangan alam, lingkungan hidup, fauna, flora, kawah, danau, sungai,


karang dan ikan di bawah laut, gua-gua, tebing, lembah dan gunung.
b) Sumber-sumber buatan manusia berupa sisa-sisa peradaban masa lampau,
monumen bersejarah, rumah peribadatan, museum, peralatan musik, tempat
pemakaman dan lain-lain.
c) Sumber-sumber daya tarik yang bersifat manusiawi. Sumber manusiawi
melekat pada penduduk dalam bentuk warisan budaya misalnya tarian,
sandiwara, drama, upacara adat, upacara penguburan mayat, upacara
keagamaan, upacara perkawinan dan lain-lain.

2.3.2. Kriteria Penilaian dan Pengembangan ODTWA

Fungsi kriteria dan indikator adalah sebagai dasar dalam pengembangan


ODTWA melalui penetapan unsur kriteria, penetapan bobot, penghitungan
masing-masing sub unsur dan penjumlahan semua nilai unsur kriteria. Tujuan
membuat kriteria ini adalah untuk menentukan skala prioritas pengembangan
ODTWA dan mengintensifikasikan pemanfaatan dan pembinaan suatu ODTWA
(Anonim, 2007).
Dasar penilaian adalah : 1) berorientasi pada kepentingan konservasi
kawasan, 2) memberikan pemahaman pendidikan konservasi kepada masyarakat,
3) meningkatkan peranserta masyarakat, 4) memberikan nilai ekonomi kpeada
pihak ketiga dan pemerintah dan 5) memberikan nilai rekreasi kepada pengunjung
(Anonim, 2007).
Kriteria yang dipakai dasar dalam penilaian adalah :
1) Daya tarik : dibedakan atas 5 (lima) jenis objek yaitu wisata darat/ hutan,
taman laut, pantai, danau dan gua alam. Bobotnya diberi angka tertinggi
karena daya tarik merupakan modal utama yang memungkinkan datangnya
pengunjung.
2) Potensi pasar : diberi bobot 5, karena berhasil atau tidaknya pemanfaatan
suatu objek tergantung pada tinggi rendahnya potensi pasar.
3) Kadar hubungan/ aksesibilitas : bobot nilainya 5, karena merupakan faktor
yang sangat penting dalam mendorong potensi pasar.
4) Kondisi sekitar kawasan : diberi bobot 5 yaitu kondisi beradius 2 km dari
batas luar objek wisata.
5) Pengelolaan dan pelayanan kepada pengunjung : diberi bobot 4, ini dapat
berpengaruh langsung terhadap kepuasan pengunjung dan pelestarian objek
itu sendiri.
6) Iklim : diberi bobot 4, disini yang dimaksud iklim adalah kondisi alam yang
berhubungan dengan cuaca. Iklim yang baik dapat mengundang pengunjung
pada ODTWA tertentu.
7) Akomodasi : diberi bobot 3. akomodasi merupakan salah satu faktor yang
diperlukan dalam kegiatan wisata. Jarak tempat akomodasi 5-15 km dari
objek wisata
8) Sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti mushola. Toilet, dll. Diberi
bobot 3.
9) Ketersediaan air bersih : diberi bobot 6 hal ini karena ketersediaan air bersih
merupakan faktor utama dalam pengeloaan dan pelayanan pengunjung. Air

tidak harus berasal dari dalam lokasi tetapi bisa dari luar, seperti adanya
PDAM.
10) Hubungan dengan objek wisata disekitarnya : diberi bobot 1, karena ini
merupakan

penunjang

dalam

pengembangan

objek

wisata.

Perlu

diperhatikan adanya objek sejenis dalam radius 50 km dari objek yang


dinilai.
11) Keamanan : diberi bobot 5 mengingat unsur ini menentukan potensi pasar.
12) Daya dukung kawasan : diberi bobot 3 ini berkaitan dengan keutuhan /
kelestarian kawasan.
13) Pengaturan pengunjung : diberi bobot 3 karena berhubungan dengan dampak
positif atau negatif terhadap kenyamanan, keserasian dan aktivitas
pengunjung.
14) Pemasaran : diberi bobot 4 ini perlu dilakukan karena sangat berkaitan
dengan jumlah kunjungan.
15) Pangsa pasar : diberi bobot 3, keadaan pengunjung sebagai pansa pasar perlu
diketahui untuk kelangsungan kegiatan pariwisata.
(Anonim, 2007)
2.3.3. Pengelolaan ODTWA
Setelah objek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) teridentifikasi, kegiatan
selanjutnya adalah bagimana pengelolaan ODTWA dimaksud, langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Pengelompokan produk wisata/ jenis wisata, misalnya wisata alam minat
khusus, objek wisata budaya, objek wisata penelitian , dst.
2) Menentukan skala prioritas dan rekomendasi ODTWA

dengan

menggunakan kriteria penilaian dan pengembangan ODTWA.


3) Penentuan jenis kegiatannya, misalnya lintas alam/ jelajah hutan,
berkemah, pengamatan burung, dll.
4) Penyusunan paket wisata, misalnya wisata minat khusus arung jeram, dll.
5) Analisa potensi pasar dan promosi
6) Analisa pangsa pasar
(Anonim, 2007)
2.3.4. Kendala ODTWA
Kendala pengembangan ODTWA berkaitan erat dengan :
a) Instrumen kebijakan dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi
kawasan untuk mendukung potensi ODTWA.
b) Efektifitas fungsi dan peran ODTWA ditinjau dari aspek koordinasi
instansi terkait.

c) Kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan


ODTWA di kawasan hutan.
d) Mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan
pariwisata alam.
(Anonim, 2007)
2.4. Wisata Bahari Margorejo (peta)

Gambar 1. Wisata Bahari Morosari Demak

III. MATERI DAN METODE


3.1. Materi
Materi dari praktikum ini adalah data kondisi sosial ekonomi di kawasan
wisata tracking mangrove, desa morosari, Kab. Demak.
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam proses identifikasi adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Daftar Alat yang Digunakan dalam Proses Identifikasi Kondisi Sosial Ekonomi

No Alat

Gambar

Fungsi

1.

Alat Tulis

Untuk

menulis

hasil

pengamatan

2.

Kamera

Untuk mengambil gambar saat


wawancara

3.

Kuisioner

Untuk wawancara narasumber

3.2. Metode
Metode yang dipergunakan dalam praktikum ekowisata kali ini adalah
metode deskriptif. Menurut Nazir (2003), metode survey atau metode deskriptif
adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dan gejalagejala yang ada serta mencari keterangan-keterangan secara faktual. Metode
survey

membedah

dan

mengenal

masalah-masalah

serta

mendapatkan

pembenaran terhadap keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung.


Selain itu, juga dikerjakan evaluasi serta perbandingan terhadap hal-hal yang
dikerjakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan dimasa datang.
Penyelidikan dilakukan dalam waktu yang bersamaan terhadap sejumlah individu
maupun unit, baik dilakukan secara sensus atau dengan mengumpulkan sampel.
3.2.1. Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder.
Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara:
3.2.2. Observasi langsung di lapangan
Poerwandari (1998), menegaskan bahwa observasi merupakan metode
pengumpulan data esensial dalam melakukan penelitian, apalagi penelitian dengan
pendekatan kualitatif. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat,
observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah

melewati latihan-latihan yang memadai, serta telah mengadakan persiapan yang


teliti dan lengkap. Dalam hal ini yaitu pengumpulan data tentang hasil sosial
ekonomi di Desa Morosari, Kab. Demak, data yang diperoleh merupakan data
primer.
Cara pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara metode
observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan
secara cermat dan sistematik (Nawawi, 1993). Pengumpulan data dengan metode
observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan
data dengan menggunakan mata tanpa ada alat pertolongan standart lain untuk
keperluan tersebut.
3.2.3 Wawancara (Interview)
Pengumpulan data dilakukan dengan cara tanya jawab berdasarkan
kuisioner yang telah disiapkan dan dikerjakan secara sistematis dengan para
pengolah. Menurut Riduwan (2004), wawancara adalah suatu cara pengumpulan
data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila data yang
akan didapat dari responden yang lebih mendalam dan jumlah responden sedikit.
Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri
atau self-report, atau setidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan
sumber primer dan sumber sekunder (Sugiyono, 2006).
3.2.4 Pengumpulan data melalui daftar pertanyaan (kuisioner)
Pengumpulan data melalui kuisioner yaitu dengan cara menanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun dalam daftar kuisioner mengenai
pengolahan yang dilakukan dan hal-hal yang berhubungan dengan pengolahan
tersebut. Menurut Azwar (1998), Kuisioner merupakan suatu bentuk instrumen
pengumpulan data yang sangat fleksibel dan relatif mudah digunakan. Data yang
diperoleh lewat penggunaan kuisioner adalah data yang kita kategorikan sebagai
data yang faktual.

Pengambilan data sekunder dalam Praktek Kerja Lapangan berasal dari


studi pustaka sebagai bahan pembanding hasil yang diperoleh dalam Praktek
Kerja Lapangan dengan buku-buku pustaka. Menurut Nawawi (1993), bahwa
studi pustaka adalah metode pengumpulan data dan informasi yang berasal dari
buku-buku. Landasan ini perlu dilakukan agar suatu pengamatan masalah
mempunyai dasar yang kokoh.
3.2.5 Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan hasil score sheet yang
telah diisi oleh para panelis. Tingkat kesesuaian wisata dianalisis menggunakan
rumus :
IKW =

[ Nmaks
] x 100

Keterangan :
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Kelas kesesuaian kawasan ekowisata dibagi dalam 4 kelas kesesuaian yaitu:
Kategori S1 : Sangat Sesuai, pada kelas ini tidak memiliki faktor pembatas yang
berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari atau hanya
mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh
nyata.
Kategori S2 : Sesuai, pada kelas ini mempunyai faktor pembatas yang sedikit
berat untuk penggunaan kegiatan tertentu secara lestari.
Kategori S3 : Sesuai bersyarat, pada kelas ini mempunyai faktor pembatas yang
lebih banyak untuk dipenuhi.
Kategori TS : Tidak sesuai, pada kelas ini mempunyai faktor pembatas berat atau
permanen, sehingga tidak mungkin untuk mengembangkan
kegiatan ekowisata tidak mungkin untuk mengembangkan kegiatan
ekowisata secara baik dan lestari.
Yulianda (2007) dalam Aziz et al. (2012), menyatakan bahwa setiap
parameter memiliki bobot dan skor dimana pemberian bobot berdasarkan tingkat

kepentingan suatu parameter terhadap perencanaan kawasan ekowisata. Bobot


yang diberikan adalah 5 (lima), 3 (tiga), dan 1 (satu).
Kriteria untuk masing masing pembobotan adalah sebagai berikut :
1. Bobot 5 : didasarkan pada pemikiran bahwa unsur parameter sangat
diperlukan.
2. Bobot 3 : didasarkan pada pemikiran bahwa unsur parameter sedikit
diperlukan.
3. Bobot 1 : didasarkan pada pemikiran bahwa unsur parameter dalam
unsur penilaian tidak diperlukan.
Pemberian bobot berdasarkan tingkat kepentingan suatu parameter,
sedangkan pemberian skor berdasarkan kualitas setiap parameter kesesuaian. IKW
dihitung berdasarkan total perkalian bobot dan skor semua parameter untuk setiap
jenis kegiatan wisata, kategori Sangat Sesuai berada pada kisaran nilai 80 100%,
kategori Sesuai pada kisaran 60 80%, kategori Sesuai Bersyarat pada kisaran 35
60%, dan kategori Tidak Sesuai pada nilai <35%.

V. PENUTUP
5.1.

Kesimpulan

5.1.1. Potensi ekowisata di Pantai Morosari terdapat makam apung Syeh


Mudzakir, dan wisata mangrove.
5.1.2. Dari hasil analisa didapatkan nilai kelayakan di Pantai Morosari, Demak
termasuk kategori sesuai bersyarat.
5.1.3. Kepadatan ekosistem di Pantai Morosari, Demak masih rendah akibat
abrasi.
5.2.

Saran

5.2.1. Perlu dilakukan peninjauan mengenai sarana dan prasarana di Morosari.


5.2.2. Adanya perawatan dan dibuat akses yang lebih mudah untuk dijangkau
dari kota.
5.2.3. Perlunya diberlakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi wisata
Morosari, Demak dan juga mengenai ekosistem disana.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. http:// tulisanterkini.com / artikel / pendidikan / 3046-modul identifikasi - objek-wisata-alam.html diakses pada tanggal 25 Juni 2015
pukul 23.42 WIB
Anonim. 2009. http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2009/09/pengertian-dankonsep-dasar-ekowisata.html. diakses pada tanggal 25 Juni 2015 pukul
22.55 WIB
Fandeli, C dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. UGM. Yogyakarta.
Marpaung, H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Ed Revisi. Alfabeta. Bandung.
Nawawi, H. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Anggota IKAPI. Jakarta.
Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka
Pelajar.Yogyakarta
Nurisyah. 1998. Agenda 21 Sektoral : Agenda Pariwisata untuk
Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan. UNDIP Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Pender, L. and R. Sharpley. 2005. The management of tourism. SAGE
Publications Ltd. London.
Pengusahaan Ekowisata (2000), Chafid Fandeli., Mukhlison., Fakultas Kehutanan
Univ. Gadjah Mada Yogyakarta
Poerwandari, E, Kristi. 1998. Metode Penelitian Sosial. Universitas Terbuka.
Jakarta.
Rajab, Muhammad Arhan, Achmad Fahruddin, Isdradjad Setyobudiandi. 2013.
Daya Dukung Perairan Pulau Liukang Loe untuk Aktivitas Ekowisata
Bahari. Depik, 2(3) : 114 125. ISSN 2089-7790
Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung.
Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan ekosistem mangrove. Dahara Prize.
Semarang. 236 hal.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya


pesisir berbasis konservasi. Makalah Sains Departemen MSP. IPB, Bogor.
Western. 1995. Pengembangan Sumberdaya Ekowisata Bahari Berbasis
Masyarakat di Lombok Barat. Monitoring Internal II-Kementerian Kelautan
dan Perikanan.
Wiwoho, B., Ratna, P., dan Yullia, H. 1990. Pariwisata, Citra, dan Manfaatnya. PT
Bina Rena Pariwara. Jakarta.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai