Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan
melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolism tubuh. Selain mempunyai fungsi
eliminasi, sistem perkemihan juga mempunyai fungsi lain, seperti meregulasi volume
darah dan tekanan darah, menstabilisasi pH darah, dan membantu organ hati dalam
mendetoksikasi racun. Didalam ginjal terdapat nefron, yang terdiri atas glomerulus
yang akan dilalui sejum;ah cairan untuk difiltrasi dari darah dan tubulus yang
panjang, dimana cairan yang difiltrasi diubah menjadi urine dalam perjalanan menuju
pelvis ginjal. Adapun penyakit yang menyerang pada daerah glomerulus yaitu
glomerulonephritis.
Glomerulonefritis merupakan kerusakan fungsi glomerulus mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Selain itu, penyakit glomerulonephritis ini biasa
terjadinya ditandai dengan adanya inflamasi pada glomerulus (Buku Kapita Selekta).
Glomerulonefritis paling sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Penyebab
glomerulonefritis yang lazimnya adalah streptococcus beta hemolitikus group A tipe
12 atau 4 dan 1, jarang oleh penyebab lainnya.
Diduga adanya faktor resiko yang berhubungan dengan jenis kelamin dan
umur. Suku dan ras tidak berhubungan dengan penyebab timbulnya penyakit ini,
namun kemungkinan timbul pada orang dengan sosial ekonomi rendah, sehingga
lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat. Berdasarkan hasil penelitian membuktikan
mengapa glomerulonefritis sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak
laki-laki. Karena bentuk uretranya lebih pendek dibandingkan uretra laki-laki dan
letaknya lebih dekat dengan anus. Studi epidemologi menunjukkan adanya bakteriuria
yang bermakna 1% samapai 4% gadis pelajar, 5% sampai 10% pada perempuan usia

subur, dan sekitar 10% perempuan yang usianya telah melebihi umur 60 tahun. Pada
hampir 90% kasus, pasien ini adalah perempuan.
2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam makalah
ini adalah mengenai Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis. Dimana adapun
bagian-bagiannya adalah:
a. Apa pengertian glomerulonefritis ?
b. Bagaimanan anatomi dan fisiologi nefron ginjal ?
c. Bagaimana etiologi glomerulonefritis ?
d. Apasaja yang termasuk dalam klasifikasi glomerulonefritis ?
e. Bagaimana patofisiologinya ?
f. Bagaimana manifestasi klinis dari glomerulonefritis ?
g. Bagaimana pemeriksaan penunjangnya untuk menegakkan diagnosa ?
h.

Bagaimana penatalaksanaan medis ?

i. Apa yang menjadi komplikasi dari penyakit glomerulonefritis ?


j. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada penyakit glomerulonefritis ?
3. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Adapuntujuanumumdaripenulisanmakalahiniyaituagarmahasiswa
dapatmengetahuitentangasuhankeperawatanglomerulonefritis.
b. Tujuan khusus
1) MahasiswamampumengetahuiAnatomiFisiologiGinjal.
2) Mahasiswamampumenjelaskandefinisi,etiologi,patofisiologi,gejalaklinis
dariglomerulonefritis.
2

3) Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan, komplikasi, masalah


keperawatanyangmungkinmunculpadaglomerulonephritis.
4. Manfaat Penulisan
a. BagiPenulis
Semoga dengan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya
pencegahan penyakit glomerulonefritis agar terciptanya kesehatan masyarakat
yanglebihbaik.
b. BagiPembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis lebih
dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit
glomerulonefritis.
c. BagiPetugasKesehatandanInstitusiPendidikan
Dapatmenambahbahanpembelajarandaninformasitentangglomerulonefritis.

BAB II
3

TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya
inflamasi pada glomerulus yang disebabkan adanya invasi bakteri atau virus
tertentu (Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan, 2014).
Glomerulonefritis adalah kerusakan fungsi glomerulus mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Ganguan ganguan pre-renal, seperti
hemokonsentrasi atau penurunan tekanan darah arteri perifer, tata bendungan vena
ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus (Kapita Seelekta).
2. Anatomi Fisiologi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang
dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler

Gambar 1. Bagian-bagian nefron


Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut,
ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan
sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di
4

sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma
yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak
di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut
sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal
sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis
glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa
membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah
lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di
sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada
membrana basalis simpai Bowman.

Gambar 2. Penampang glomerulus normal dengan mikroskop cahaya.


Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada
kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam
keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk
bulan sabit (crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan
bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring
melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
5

mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,


kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein
yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat
dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang
juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR
ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler
tersebut.
3. Etiologi
Glomerulonefritis

disebabkan

oleh

kuman

streptococcus

beta

haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25, dan 49. Timblnya penyakit ini
didahului oleh infeksi eksternal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan
kulit.
Selain itu, glomerulonefritis juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan
(timah hitam, tridion) penyakit amiloidosis, trombosis vena renalis, penyakit
kolagen, purpura anafilaktoid dan lupus eritematosis.
4. Klasifikasi
a) Congenital (herediter)
1) Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang

ditandai

oleh

adanya

glomerulonefritis progresif familiar yang sering disertai tuli syaraf dan


kelainan mata seperti lentikonus anterior. Gejala klinis yang utama adalah
hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksaserbasi
hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas.
Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya
tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur
sepuluh tahunan.
2) Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindrom nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum
lahir. Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala
baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.
Proteinuria terdapat pada hampir semua bayi pada saat lahir, juga sering di
6

jumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom


nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab
dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
b) Glomerulonefritis Primer
1) Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya
dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik
sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30% berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian
atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
2) Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu
atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa
paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.
Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan
insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien
pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah
dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat
awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3) Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan
glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal
kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan
hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis
dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi

saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan
imunisasi.
c) Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai
sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
5. Patofisiologi
Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada
tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2
minggu. Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup A
tipe 12 atau 4 dan 1,jarang oleh penyebab lainnya. Namun sebenarnya bukan
streptokukus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di duga terdapat suatu
antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan membran
plasma streptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah
bersikulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi
mengakibatkan

lesi

dan

peradangan

yang

menarik

leukosit

polimerfonuklear(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan


pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis
glomerulus(GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi , timbul poliferasi
sel-sel endotel yang di ikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel.
Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan
sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang di bentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya, kompleks komplemen
antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel(atau sebagai
bungkusan epimembanosa)pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular
dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi,pada pemeriksaan
mikroskop cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperselular di sertai
invasi PMN.
8

6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari glomerulonephritis, yaitu :
a) Demam
b) Sakit kepala
c) Malaise
d) Oedema pada wajah
e) Nyeri panggul
f) Hipertensi ringan sampai dengan hipertensi berat
g) Nyeri tekan pada seluruh sudut costovertebral
h) Proteinuria
i) Hematuria
j) Oliguria
7. Pemeriksaan Klinis dan Penunjang
a) Dilakukan pengukuran berat badan. Berat badan biasa ditemukan adanya
penumpukan cairan sekunder dari proteinuria
b) Dilakukan pengukuran tekanan darah. Biasanya terjadi peningkatan tekanan
darah yang diakibatkan dari penumpukan cairan
c) Tampak oedema yang diakibatkan oleh menurunnya kadar protein plasma
yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma. Penurunan ini
berdampak pada terjadinya ekstravasasi cairan dari intra vaskuler ke ekstra
vaskuler.
d) Tampak pruritus
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
9

a) Pemeriksaan laboratorium
1) Urine
Pada pemeriksaan urine ditemukan protein (proteinuria biasanya +1
sampai +4), terdapat darah (hematuria) yang mengakibatkan urine
berwarna kemerah-merahan seperti kopi.
Secara mikroskopik: sedimen kemih tampak adanya silindruria (banyak
silinder dalam kemih), sel-sel darah merah dan silinder eritrosit.
Berat jenis urine biasanya tinggi meskipun terjadi azotemia
Biakan

kuman

(sediaan

dari

swab

tenggorokan

dan

tites

antistreptosin/ASO) untuk tentukan etiologi streptococcus.

2) Darah
Laju endap darah meningkat, kadar Hb menurun sekunder dari hematuria
(gross, hematuria) dan BUN creatinin melebihi angka normal.
3) Test gangguan kompleks imun
Biopsy

ginjal

dilakukan

untuk

menegakkan

diagnosis

penyakit

glomerulonephritis.
8. Penatalaksanaan
a) Medis
1) Pemberian antibiotik pada fase akut
Antibiotika mungkin tidak memberikan pengaruh terhadap beratnya
glomerulonefritis. Akan tetapi antibiotika akan memberikan dampak pada
berkurangnya penyebaran infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Antibiotika yang dapat diberikan misalnya penicillin dan dapat
10

dikombinasikan dengan amoksisilin 50 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis


selama 10 hari. Jika pasien alergi terhadap golongan penicillin, maka
dapat diberikan alternative dengan eritromcin 30 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 3 dosis.
2) Pengobatan hipertensi
Hipertensi dapat terjadi karena adanya kelebihan volume cairan, sehingga
dianjurkan kepada pasien untuk membatasi cairan. Alternative pemberian
sedative untuk menenagkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi yang memberikan gejala serebral dapat diberikan reserpine
dan hidralazin dengan dosis respon sebanyak 0,07 mg/kgBB secara
intramuscular. Apabila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka
selanjutnya respiring diberikan peroral dengan dosis rumatan 0,03
mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan efek toksis.
3) Pemberian furosemide (Lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/kali) dalam 510 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
4) Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis sedative dan oksigen.
b) Keperawatan
1) Bedrest total selama 3-4 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal
untuk melakukan proses penyembuhan. Dan penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya

penyakit

tidak

berakibat

buruk

terhadap

perjalanan

penyakitnya.
2) Pada fase glomerulonefritis akut, pasien diberikan diet rendah protein (1
g/kgBB/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Metabolisme protein akan
menghasilkan ureum, maka pada pasien dengan masalah glomerulus akan
semakin memperberat peningkatan BUN dan creatinin serum. Makanan
11

lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan bias bila
suhu tubuh normal kembali.
3) Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemebrian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan.
4) Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi sesuai dengan batas
toleransi. Kelebihan asupan cairan akan semakin memperberat pompa
jantung pada pasien dengan komplikasi gagal jantung.

9. Komplikasi
a) Hipertensi
b) Dekompensasi jantung
c) GGA (Gagal Ginjal Akut)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Umur
: Penyakit glomerulonefritis bisa terjadi pada semua umur
Jenis kelamin
: Glomerulonefritis dapat menyerang laki-laki maupun
perempuan
Tempat tinggal

: Ada atau tidaknya faktor predisposisi berhubungan

dengan pola kebiasaan dan hygiene


b) Keluhan utama
Keluhan utama pasien adalah adanya gejala dan tanda urine tampak kemerahmerahan atau seperti kopi dan sakit pada saat kencing
c) Riwayat penyakit
Keluhan yang berhubungan dengan penyakit saat ini diantaranya adalah
mendadak nyeri abdomen, nyeri punggung, edema
d) Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan pernapasan
Pada fase akut biasanya tidak ditemukan gangguan pada pernapasan dan
maslah pada jalan napas walau secara frekuensi mengalami peningkatan.
Pada fase lanjut sering didapati gangguan pola napas dan jalan nafas
berupa bunyi nafas ronchi basah, biasanya didapatkan pada kedua paru
12

yang merupakan respon terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom


uremia
2) Pemeriksaan jantung
Adanya peningkatan tekanan darah sekunder retensi natrium dan air yang
memberikan dampak pada peningkatan volme cairan intra vaskuler. Pada
kondisi azotemia berat, pada auskultasi perawat akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pleura pericardial sekunder
dari sindrom uremik.
Pada fase kronik, pangkal vena mengalami distensi cairan yang
berlebihan, irama gallop
3) Pemeriksaan kepala dan persyarafan
Akan ditemukan edema pada wajah, konjungtiva anemis, akan beresiko
kejang sekunder berhubungan dengan gangguan keseimbangan elektrolit.
Pada fase kronik pada retina mencakup hemoragik, adanya eksudat,
arteriol menyempit dan berliku-liku, serta papilledema. Neuropati perifer
disertai hilangnya reflex tendon.
4) Pemeriksaan sistem perkemihan
Inspeksi : edema pada ekstremitas dan wajah, perubahan warna
urine berwarna kemerah-merahan dari proteinuria, silinderuri, dan

hematuria
Palpasi : nyeri tekan pada area costovertebra
Perkusi : pada saat ketuk pada sudut costovertebra terdapat pula

nyeri ringan lokal menjalar nyerinya ke pinggang dan perut


Pada fase kronik, biasanhya didapatkan penurunan jumlah urine sampai
anuria
5) Pemeriksaan sistem pencernaan
Adanya keluhan mual dan muntah, serta anoreksia. Pada fase sekunder
akan mengalami diare sekunder, bau mulut ammonia, peradangan mukosa
mulut, dan ulkus pada saluran cerna
6) Pemeriksaan musculoskeletal
Akan adanya kelemahan fisik. Pada fase kronik pasien akan tampak sangat
kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan, tampak edema perifer.
Selain itu adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit
gatal, dan adanya infeksi berulang
7) Pemeriksaan psikososial
Terlihat adanya keputusasaan
2. Diagnosa Keperawatan
13

Anda mungkin juga menyukai