Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intervensi krisis merupakan suatu intervensi

ringkas yang terfokus pada

upaya

memobilisir kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber klien untuk mengatasi suatu situasi krisis
dan memperbaiki tingkat penanggulangan, kepercayaan dan pemecahan masalah. Menurut
Eaton dan Roberts (2009), suatu krisis dapat ditimbulkan oleh setiap peristiwa yang sangat
menekan atau traumatik, seperti yang dirasakan oleh klien, dimana individu tidak memiliki
kekuatan-kekuatan ego atau mengatasi kemampuan-kemampuan untuk secara efektif
menghadapi masalah yang ada sekarang ini.
Intervensi krisis didasarkan atas teori krisis yang berbunyi bahwa individu-individu
memiliki mekanisme-mekanisme penanggulangan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa
yang menekan, namun dalam beberapa situasi, peristiwa-peristiwa tersebut merentangkan
individu-individu diluar kemampuan-kemampuan penanggulangan normal mereka dan
melemparkannya ke dalam suatu kesimpulan ketakseimbangan. Bila strategi-strategi dan
mekanisme penanggulangan dari individu-individu itu gagal menyebut peristiwa tersebut dan
kekuatan- kekuatan serta sumber-sumbernya tak cukup memadai untuk menghadapi peristiwa
tersebut, maka individu-individu merasa situasi itu sebagai suatu krisis.
intervensi

Sasaran dari

krisis itu adalah untuk membahas krisis itu dengan strategi-strategi

penanggulangan, membantu individu-individu memperbaiki tingkat penanggulangan,


kepercayaan dan pemecahan masalah mereka dan memungkinkan individu-individu untuk
menarik kekuatan-kekuatan baru yang teridentifikasi, sumber-sumber dan mekanismemekanisme penanggulangan bila menghadapi penekan penekan di masa depan.
Walaupun pengalaman krisis itu mungkin saja traumatik bagi individu-individu, maka
pengalaman ini dapat berlaku sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan
(2005). Intervensi krisis

itu tepat untuk pekerjaan dengan individu-individu, keluarga-

keluarga dan/atau komunitas-komunitas yang dengan segera mengikuti suatu situasi krisis
dan dalam jangka pendek dalam sifat dasarnya, berakhir hanya antara satu sampai enam
minggu. Badan-badan profesional yang berintervensi/campurtangan dalam situasi-situasi
krisis melekat pada model-model intervensi krisis yang berbeda, namun dalam pekerjaan
1

sosial, kesehatan mental dan profesi-profesi penyuluhan, model tujuh tahap dari Roberts
(1991) adalah model intervensi krisis yang paling luas diakui dan dimanfaatkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari intervensi krisis ?
2. Bagaimanakah konsep dari krisis ?
3. Bagaimanakah periode terjadinya krisis ?
4. Apakah penyebab terjadinya krisis ?
5. Apakah factor pengimbang dari krisis ?
6. Apakah tipe-tipe dari krisis ?
7. Apakah gejala dari pasien krisis ?
8. Bagaimanakah fase-fase terjadinya krisis ?
9. Apakah prinsip dari intervensi krisis ?
10. Apakah tujuan dari intervensi krisis ?
11. Bagaimanakah langkah-langkah untuk mencapai tujuan ?
12. Bagaimanakah pohon masalah dari krisis ?
13. Bagaimanakah asuhan keperawatan teori intervensi krisis ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari intervensi krisis.
2. Untuk mengetahui konsep dari krisis.
3. Untuk mengetahui periode terjadinya krisis.
4. Untuk mengetahui penyebab terjadinya krisis.
5. Untuk mengetahui factor pengimbang dari krisis.
6. Untuk mengetahui tipe-tipe dari krisis.
7. Untuk mengetahui gejala dari pasien krisis.
8. Untuk mengetahui fase-fase terjadinya krisis.
9. Untuk mengetahui prinsip dari intervensi krisis.
10. Untuk mengetahui tujuan dari intervensi krisis.
11. Untuk mengetahui langkah-langkah untuk mencapai tujuan.
12. Untuk mengetahui pohon masalah dari krisis.
13. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori intervensi kris

BAB II
ISI

2.1 Definisi Intervensi Krisis


Krisis adalah suatu kondisi dimana individu tak mampu mengatasi masalah dengan cara
(mekanisme koping) yang biasa dipakai. Krisis dapat terjadi akibat ketidakseimbangan
psikologis, yang merupakan hasil dari peristiwa menegangkan atau mengancam integritas
diri. Hal ini merupakan bagian dari kehidupan yang dapat terjadi dengan bentuk dan
penyebab yang bermacam-macam, dan dapat disebabkan karena factor eksternal maupun
internal. (Sujono Riyadi & Teguh Purwanto, 2009)
3

Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh peristiwa yang menegangkan atau
ancaman yang dirasakan pada diri individu (Iyus Yosep, 2007)
Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat
menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu. Krisis terjadi jika
seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup yang penting, dan tidak dapat
diatasi dengan penggunaan metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan.

2.2 Konsep Krisis


1. Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologik
2. Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik
3. Krisis bersifat personal
4. Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat (4-6 minggu)
5. Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akan membaik
2.3 Periode Terjadinya Krisis
a. PRAKRISIS :
Individu dapat berfungsi dengan baik dalam memenuhi kebutuhan
b. KRISIS
Individu mengalami ancaman / bahaya disorganisasi dan ketidakseimbangan individu
mencoba menangani krisis dengan berbagai cara yang dimiliki atau dengan bantuan
orang lain. Individu memiliki pengalaman subjektif berupa kekecewaan, gagal
melakukan mekanisme koping yang biasa dan mengalami berbagai gejala.
c. POST KRISIS :
Penyelesaian krisis dapat menghasilkan :
1. Sama dengan sebelum krisis : Hasil pemecahan masalah efektif
2. Lebih baik daripada sebelum krisis : Individu menemukan sumber dan cara
penanganan yang baru
3. Lebih rendah dari sebelum krisis : Ke maladaftif (terjadi depresi dan curiga)
2.4 Penyebab Krisis
a. Kehilangan
1. Kehilangan orang yang penting
2. Perceraian
3. Pekerjaan
b. Transisi
1. Pindah rumah
2. Lulus sekolah
3. Perkawinan
4. Melahirkan
c. Tantangan
4

1. Promosi
2. Perubahan karir

2.5 Faktor Pengimbang (Balancing Factor)


Manusia adalah makhluk yang unik dan utuh yang terdiri dari bio-psiko-sosial-spiritual,
dalam keadaan sehat (terhindar dari stress dan ketegangan) individu berada dalam keadaan
seimbang. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi keadaan keseimbangan tersebut yaitu :
a. Persepsi terhdap peristiwa/kejadian
1. Apa arti kejadian pada individu
2. Pengaruh kejadian pada masa depan
3. Apakah individu memandang masalah secara realitas
Persepsi yang realistis mendorong individu untuk menerima kenyataan sehingga dalam
menghadapi masalah dapat menemukan pemecahan masalah positif. Sebaliknya persepsi
yang tidak realistis membuat individu sulit untuk menerima kenyataan sehingga dalam
menghadapi masalah dapat menemukan pemecahan masalah negatif.
b. Situasi pendukung/yang mendorong
Hubungan intim yang bermakna dengan lingkungan akan memberi dukungan dan sumber
pada individu.
c. Koping
Individu mempunyai koping yang siap dipakai setiap saat dalam mengatasi masalah. Jika
individu tidak tahu apa yang akan dilakukan dapat menimbulkan kecemasan meningkat,
dalam keadaan cemas yang meningkat, penyelesaian masalah menjadi tidak rasional
sehingga menimbulkan KRISIS.
Menurut CAPLAN (1961) aspek penting kesehatan jiwa :
1. Kemampuan seseorang untuk menahan stress, ansietas serta mempertahankan
keseimbangan
2. Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan masalah
3. Kemampuan mengatasi problema serta mempertahankan keseimbangan psikososial.

2.6 Tipe-Tipe Krisis


5

a. Krisis Maturasi
Perkembangan kepribadian merupakan suatu rentang yang setiap saat tahap
mempunyai tugas dan masalah yang harus diselesaikan untuk menuju kematangan pribadi
individu. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya tiap tahap
dipengaruhi kemampuan individu mengatasi stress yang terjadi dalam kehidupannya.
Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi masa perkembangan yang dapat
mengganggu keseimbangan psikologis, seperti pada masa pubertas, masa perkawinan,
menjadi orang tua, menopause, dan usia lanjut. Krisis maturasi memerlukan perubahan
peran yang dipengaruhi oleh peran yang memadai, sumber-sumber interpersonal, dan
tingkat penerimaan orang lain terhadap peran baru.
b. Krisis Situasi
Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu akibat dari suatu
kejadian yang spesifik, seperti kehilangan pekerjaan, kehamilan yang tidak diinginkan
atau kehamilan diluar nikah, penyakit akut, kehilangan orang yang dicintai, kegagalan
disekolah. Peristiwan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa Dapat Diduga
Peristiwa tersebut dapat terjadi dalam peristiwa hidup (misal : memulai sekolah,
gagal sekolah), hubungan dalam keluarga (misal : bertambah anggota keluarga,
berpisah, percereaian) dan diri sendiri (misal : putus pacar).
2. Peristiwa Tak Terduga
Peristiwa yang sangat traumatic dan tidak pernah diharapkan. Peristiwa tersebut
misalnya individu mengalami peristiwa seperti kematian orang yang dicintai akibat
PHK, diperkosa, dipenjara, kecelakaan atau bencana.
c. Krisis Malapetaka ( Krisis Sosial )
Krisis ini disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta menyebabkan
kehilangan ganda dan sejumlah perubahan di lingkungan seperti : gunung meletus,
kebakaran dan banjir. Krisis ini tidak dialami oleh setiap orang seperti halnya pada krisis
maturasi.
Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006):
6

1. Dispisitional crises, merupakan respon akut terhadap stressor eksternal.


2. Crises of anticipated life transition, suatu transisi siklus kehidupan yang normal yang
diantisipasi secara berlebihan oleh individu saat merasa kehilangan kendali.
3. Crises resulting from traumatic stress, krisis yang dipicu oleh stressor eksternal yang
tidak diharapkan sehingga individu merasa menyerah karena kurangnya atau bahkan
tidak mempunyai control diri.
4. Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi yang
mencetuskan emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang tidak dapat
dipecahkan.
5. Crises reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia, borderline
personality.
6. Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakan yang
parah terhadap fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide, overdosis, psikosis akut,
marah yang tidak terkontrol, intoksikasi alcohol, reaksi terhadap obat-obatan
halusinogenik.

2.7 Gejala Pasien Krisis


1. Gejala Fisik

Keluhan somatik (sakit kepala,

gastrointestinal, rasa sakit)


Gangguan
nafsu
makan(peningkatan

atau

penurunan berat badan yang


signifikan),
2. Gejala Kognitif

3. Gejala Perilaku

gangguan

tidur

(insomnia, mimpi buruk)


Gelisah,
sering
menangis,

iritabilitas.
- Konfusi, sulit berkonsentrasi
- Pikiran yang kejar-mengejar
- Ketidakmampuan mengambil
keputusan.
- Disorganisasi
- Impulsive, ledakan kemarahan
- Sulit menjalankan tanggung
-

jawab peran yang biasa.


Menarik diri dari interaksi social.
7

4. Gejala Emosional

Ansietas, marah, merasa bersalah


Sedih, depresi
Paranoid, curiga
Putus asa, tidak berdaya.

2.8 Fase-Fase Terjadinya Krisis


Fase 1
a. Individu dihadapkan pada stressor pemicu.
b. Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yang biasa
digunakan.
Fase 2
a. Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problem solving
sebelumnya.
b. Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingung.
Fase 3
a. Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untuk memecahkan
masalah, baik internal maupun eksternal.
b. Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi resolusi.
Fase 4
a. Kegagalan resolusi
b. Kecemasan berubah menjadi kondisi panik, menurunnya fungsi kognitif, emosi labil,
perilaku yang merefleksikan pola pikir psikotik

2.9 Prinsip Intervensi Krisis


1. Tujuan intervensi krisis adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis.
2. Penekanan intervensi ini adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan dari
fungsi individu.
3. Dalam intervensi krisis pendekatan pemecahan masalah digunakan secara sistematik
(seperti proses keperawatan) yang meliputi:
a. Mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji kelebihan dan
kekurangan sistem pendukung individu dan keluarga.
b. Merencanakan hasil yang spesifik atau tujuan yang didasarkan pada prioritas.
c. Memberikan penanganan langsung. (mis., menyediakan rumah singgah bila klien
diusir dari rumah, merujuk klien ke rumah perlindungan bila terjadi penganiayaan
oleh suami atau istri).
d. Mengevaluasi hasil dari intervensi.
8

4. Hierarki Maslow. Kerangka kerja Hierarki Maslow tentang kebutuhan dapat membantu
menemukan prioritas intervensi.
a. Sumber daya fisik diperlukan untuk bertahan hidup (mis., makanan, rumah singgah,
keselamatan).
b. Sumber daya sosial diperlukan untuk mendapatkan kembali rasa memiliki (misal:
dukungan keluarga, jaringan kerja sosial, dukungan komunitas).
c. Sumber daya psikologis diperlukan untuk mendapatkan kembali harga diri (mis.,
penguatan yang positif, pencapaian tujuan)
5. Petugas intervensi krisis. Peran petugas intervensi krisis mencakup berbagai fungsi
berikut ini:
a. Membentuk hubungan dan mengkomunikasikan harapan serta optimisme.
b. Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan, bila perlu.
c. Memberikan anjuran dan alternatif (misal: membuat rujukan kelembaga yang tepat).
d. Membantu klien memilih alternatif.
e. Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya
yang diperlukan klien.

2.10

Tujuan Intervensi Krisis


1. Meredakan inpact/krisis
2. Menolong individu mengembangkan perilaku yang efektif untuk menangani krisis
3. Meningkatkan fungsi klien lebih tinggi daripada prekrisis (mengembalikan individu
pada tingkat fungsi sebelum krisis)

2.11

Langkah-Langkah untuk Mencapai Tujuan


1. Pengkajian individu dan masalahnya
a. Persepsi terhadap masalah dan pencetus
b. Kekuatan dan ketrampilan koping
c. Kekuatan support sistem (situasi pendukung)
2. Diagnose yang mungkin timbul
Contoh : coping individu tidak efektif (individu/keluarga)
3. Intervensi terapeutik
a. Organisasi dan analisa data
b. Menggali alternatif pemecahan masalah dan cara pemecahan masalah
c. Menentukan dukungan atau support system
d. Menolong individu memperoleh pengertian tentang krisisnya
e. Menolong individu mengembangkan perasaanya
f. Menyelidiki mekanisme penanganan
g. Memulihkan hubungan social
4. Implementasi krisis
a. Program antisipasi
9

Pendidikan kesehatan tentang pencegahan krisis dan respon adaptif secara dini
terhadap situasi yang penuh stress
Ditujukan kepada : individu, kelompok, keluarga, masyarakat
Mengidentifikasi individu yang mempunyai resiko dan untuk berkembangnya
krisis dan mengajarkan strategi koping untuk menghindari berkembangnya krisis.
b. Program intervensi krisis
1) Manipulasi lingkungan
Merubah lingkungan fisik dan interpersonal untuk support dan jauhkan
stressor
Tujuan : menjauhkan sumber stress dan memberi dukungan
2) General support (dukungan umum)
Klien merasa perawat selalu ada dan akan membantu, hangat, menerima,
empati, melindungi (sikap terapeutik perawat)
3) Pendekatan umum
Memberi asuhan pada kelompok resiko yang mempunyai masalah krisis yang
sama
4) Individual approach
Tujuan : tercapainya penyelesaian masalah dengan cepat
- `Menentukan persepsi perawat-klien
- Menghubungkan arti peristiwa dan krisis
- Mengklarifikasi miskonsepsi
- Perhatian perasaan yang menyertai krisis
- Gali alternatif pemecahan masalah
- Coba memecahkan masalah yang sesuai
- Rangsang perilaku dan koping baru
- Reinforcement untuk meningkatkan harga diri
Tehnik :
1. Mengungkapkan perasaan : klien mengungkapkan perasaan dengan bicarakan
area emosi yang membebani
Contoh : Mengijinkan klien untuk menangis dengan melihat segi positif dari
pelepasan emosi. Mengajukan pertannyaan terbuka untuk mendorong klien
mengungkapkan perasaannya, misal: ceritakan kepada saya perasaan anda
sejak anda kehilangan pekerjaan.
2. Klarifikasi
Klien didorong untuk menguraikan secara lebih jelas, hubungan beberapa
peristiwa dalam kehidupan

10

Contoh : Saya perhatikan bahwa setelah anda berdebat dengan suami, anda
menjadi sakit dan tidak dapat turun dari tempat tidur, apakah memang
demikian?
3. Saran
Suatu proses untuk mempengaruhi orang lain agar mau menerima ide-ide /
keyakinan bahwa perawat dapat membantu mereka untuk memecahkan
masalahnya
Contoh : Banyak orang lain menemukan bahwa, bicara dengan orang lain
sangat menolong mengatasi masalahnya, dan saya pikir andapun bisa.
4. Manipulasi
Menggunakan keinginan, nilai, emosi klien untuk kepentingannya melalui
proses yang terapeutik
Contoh : Tampaknya anda berhasil dalam pernikahan anda, dan saya pikir
anda dapat mengatasi masalah ini serta mempunyai hubungan yang lebuh erat
lagi
5. Reinforcement
Memberi respon yang positif terhadap perilaku yang adaptif
Contoh : Itu adalah pertama kali anda sanggup membela diri dihadapan atasan
anda dan hal tersebut terjadi dengan baik. Saya sangat senang anda dapat
melakukannya
6. Sokongan koping
Mendorong klien menggunakan koping yang adaptif dan menekan koping
yang maldaftif
Contoh : Bila anda merasa sangat marah/kesal. dengan mengendarai sepeda
biasanya dapat mengurangi rasa marah sehingga bila kembali ke rumah anda
dapat menyelesaikan masalah dengan istri anda dengan tenang
7. Meningkatkan harga diri
Membantu klien untuk merasa berarti dan berguna
8. Mengidentifikasi cara pemecahan
Bersama klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah dan menilai
konsekuensinya.
2.12

Pohon Masalah
Faktor Penyebab :
1. Peristiwa Kehilangan
2. Transisi
3. Tantangan

11

Mekanisme koping tidak efektif

Stres

Krisis

2.13 Asuhan Keperawatan Teori


2.13.1 Pengkajian
Mengingat batas waktu krisis dan penyelesaiannya sangat singkat yaitu paling lama
enam minggu, maka pengkajian harus dilaksanakan secara spesifik dan pada masalah
yang actual.
Beberapa aspek yang harus dikaji adalah :
1. Faktor Predisposisi
- Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalah pada fase-fase tumbuh
kembang akan mempengaruhi individu mengatasi stress yang terjadi dalam
hidupnya. Setiap fase, individu mengalami krisis yang lazim disebut krisis
-

maturasi.
Pembagian fase tumbuh kembang menurut Sigmund Freud dari fase oral, anal,

falik, laten dan pubertas.


Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi yang dapat mengganggu
keseimbangan psikologis seperti pada masa pubertas, masa perkawinan, menjadi

orang tua, menopause, lanjut usia.


Krisis maturasi mengalami perubahan peran yang dipengaruhi oleh contoh peran
yang memada, sumber-sumber interpersonal dan tingkat penerimaan orang lain
terhadap peran baru.

12

2. Faktor Presipitasi
a. Mengidentifikasi factor pencetus, termasuk kebutuhan yang terancam, misalnya :
- Kehilangan orang yang dicintai, baik karena perpisahan maupun karena
-

kematian
Kehilangan bi-psiko-sosio seperti kehilangan salah satu bagian tubuh karena
operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, sosial, kehilangan

kemampuan melihat dan sebagainya.


Kehilangan milik pribadi misalnya harta benda, kewarganegaraan, rumah

digusur
Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang

hebat dengan pasangan hidup


Perubahan-perubahan seperti pergantian pekerjaan, pindah rumah, garis kerja

yang berbeda
Ancaman-ancaman lain yang dapat diidentifikasi, termasuk semua ancaman

terhadap pemenuhan kebutuhan.


b. Mengidentifikasi persepsi pasien terhdap kejadian
Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis termasuk pokok-pokok
pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut.
- Apa makna/arti kejadian bagi individu
- Pengaruh kejadian terhadap masa depan
- Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistic
c. Mengidentifikasi sikap dan kekuatan dari sistem pendukung meliputi : keluarga,
sahabat dan orang-orang penting bagi pasien yang mungkin dapat membantu
- Dengan siapa tinggal? Sendiri? Dengan keluarga? Dengan teman?
- Apakah punya teman tempat mengeluh/curhat?
- Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama keluarga?
- Apakah ada orang/lembaga yang dapat memberi bantuan?
- Apakah punya keterampilan untuk mengganti fungsi orang hilang dan
sebagainya.
d. Mengidentifikasikan hal kekuatan dan mekanisme koping sebelumnya yang
meliputi strategi koping yang berhasil dan tidak berhasil.
- Apakah yang biasa dilakukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
- Cara apa yang pernah berhasil dan tidak berhasil serta apa saja yang
-

menyebabkan kegagalan tersebut


Apa saja yang sudah dilakukan untuk mengtasi masalah sekarang
Apakah suka meninggalkan lingkungan untuk sementara agar dapat berfikir

dengan jernih?
Apakah suka mengikuti latihan olah raga untuk mengurangi ketegangan?
Apakah mencetuskan perasaannya dengan menangis?
13

3. Perilaku
Beberapa gejala yang sering ditunjukkan oleh individu dalam keadaan krisis
antara lain :
a) Perasan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan bunuh diri
atau membunuh orang lain
b) Perasaan diasingkan oleh lingkungannya
c) Kadang-kadang menunjukkan gejala somatic
Pada krisis malapetaka (bencana) perilaku individu dapat diidentifikasi
berdasarkan fase respon terhadap musibah yang dialami. Lima fase respon terhadap
musibah yang dialami.
a) Dampak emosional
Fase ini termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik sebagai berikut :
syok, panik, takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan dan
menilai realitas serta mungkin terjadi perilaku merusak diri.
b) Pemberani (heroic)
Terjadi satu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga dan tim
kedaruratan mengatasi kecemasan dan depresi. Akan tetapi aktivitas yang terlalu
berlebihan dapat menyebabkan keletihan.
c) Honey moon (bulan madu)
Fase ini mulai terlihat satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi
malapetaka. Bantuan orang lain berupa uang, sumber daya serta dukungan dari
berbagai pihak terkumpulkan, akan membantu membentuk masyarakat baru.
Masalah psikologis dan masalah perilaku mungkin terselubung.
d) Kekecewaan
Fase ini berakhir dalam 2 bulan sampai satu tahun. Pada saat ini individu
merasa sangat kecewa, timbul kebencian, frustasi dan perasaan marah. Korban
sering membandingkan keadaan tetangganya dengan dirinya dan mulai tumbuh
rasa benci/bermnusuhan terhadap orang lain.
e) Rekontruksi reorganisasi
Individu mulai menydari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi
masalahnya. Mereka mulai membangun rumah, bisnis dan hidupnya. Fase ini
akan berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadinya musibah
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping menggambarkan upaya klien untuk mengatasi ansietas yang di
timbulkan oleh penyakit fisik. Ada 4 mekanisme koping yang sering di gunakan klien
14

yaitu : pengingkaran, regresi, represi dan kompensasi. Klien cenderung menggunakan


koping yang berarti banginya termasuk mencari informasi, menyendiri atau
melakukan hobinya.

2.13.2 Diagnosa Keperawatan


1. Koping individual yang tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang
lain yang dicintai, yang dimanifestasikan dengan menangis, perasaan tidak berharga
dan bersalah.
2. Perubahan proses interaksi keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang
dirawat di rumah sakit, ditandai dengan perasaan khawatir, takut, dan bersalah.
2.13.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Koping individual yang tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang lain
yang dicintai, yang dimanifestasikan dengan menangis, perasaan tidak berharga dan
bersalah.
Tujuan
Pasien dapat mengungkapkan perasaan secara bebas.
Intervensi
1. Membina hubungan saling percaya dengan lebih banyak memakai komunikasi non
2.
3.
4.
5.

verbal.
Mengizinkan pasien untuk menangis.
Menunjukkan sikap empati.
Menyediakan kertas dan alat tulis jika pasien belum mau berbicara.
Mengatakan kepada pasien bahwa perawat dapat mengerti apabila dia belum siap
untuk membicarakan perasaannya dan mungkin pasien merasa bahwa nanti perawat

akan mendengarkan jika dia sudah bersedia berbicara.


6. Membantu pasien menggali perasaan serta gejala gejala yang berkaitan dengan
perasaan kehilangan.

Diagnosa 2
15

Perubahan proses interaksi keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang dirawat
di

rumah

sakit,

ditandai

dengan

perasaan

khawatir,

takut,

dan

bersalah.

Tujuan
Keluarga dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat atau orang lain.
Intervensi
1. Melakukan pendekatan kepada anggota keluarga dengan sikap yang hangat, empati
dan memberi dukungan.
2. Menanyakan kepada keluarga tentang penyakit yang diderita oleh anggota
keluarganya, seperti timbulnya penyakit, beban yang dirasakan, akibat yang diduga
timbul karena penyakit yang didertita oleh anggota keluarga tersebut.
3. Menanyakan tentang perilaku keluargayang sakit.
4. Menanyakan tentang sikap keluarga secara keseluruhan dalam menghadapi keluarga
yang sakit.
5. Mendiskusikan dengan keluarga apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi perasan
cemas, takut, dan rasa bersalah.
2.13.4 Implementasi
Asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari intervensi tindakan keperawatan yang
diberikan pada klien.
2.13.5 Evaluasi
Beberapa hal yang perlu dievaluasi antara lain :
1. Dapatkah individu menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum terjadi krisis?
2. Sudahkah ditemukan kebutuhan utama yang dirasakan terancam oleh kejadian yang
menjadi factor pencetus?
3. Apakah perilaku maladaptif atau symptom ditunjukkan telah berkurang?
4. Apakah mekanisme koping yang adaptif telah berfungsi kembali?
5. Apakah individu telah mempunyai sistem pendukung sebagai tempat dia bertumpu?

16

BAB III
PENUTUP

17

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 1994. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta
Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta:
EGC.
Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta. EGC.
Maramis, W.E. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.
Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta:
EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai