OH
O
O
O
HNO3
Ph
Ph
benzil
O
aB
benzoin
NH2
H 2N
OH
urea
OH
hydrobenzoin diastereomers
tetracyclone
HN
NH
O
dilantin
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benzil
Benzil (sistematis dikenal sebagai 1,2-diphenylethane-1,2-dion) adalah senyawa organik dengan
rumus (C6H5CO)2, umumnya disingkat (PhCO)2. Benzil merupakan salah satu diketones paling umum.
Penggunaan utamanya adalah sebagai fotoinisiator dalam kimia polimer. Benzil berupa padatan berwarna
kuning dengan titik leleh 950C dan titik didih 6560F. Senyawa ini memiliki berat molekul 210,23 gr/mol.
Senyawa ini larut dalam air panas dan air dingin. Benzil memiliki bahaya kronik dapat menyebabkan
kerusakan pada organ yang terlibat, dapat menyebabkan iritasi, dan berbahaya jika terhirup maupun
tertelan. Pertolongan pertama jika terpapar benzil adalah sebagai berikut: Jika terkena mata, cuci dengan
air dingin selama 15 menit. Air hangat juga harus digunakan. Jika terkena kulit, cuci dengan air selama
15 menit. apabila terhirup, keluar ke udara terbuka.
Penjelasan Mekanisme yang terjadi pada bagian pertama reaksi ini adalah sebuah reaksi aldol,
sedangkan bagian kedua reaksi ini adalah reaksi dehidrasi. Dehidrasi dapat diikuti oleh dekarboksilasi
ketika terdapat sebuah gugus karboksil yang aktif. Produk adisi aldol dapat didehidrasi via dua
mekanisme, yakni mekanisme enolat yang menggunakan basa kuat dan mekanisme enol yang
menggunakan katalis asam.
3. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain labu bulat yang berfungsi sebagai wadah
terjadinya reaksi, gelas ukur untuk mengukur volume reagen, pendingin tegak (refluks) serta penyaring
Buchner yang digunakan untuk menyaring sisa fasa cairan yang masih menempel di endapannya.
Sedangkan untuk bahan yang digunakan pada percobaan Dilantin ini, yaitu : 0,4 g sampel benzil, 0,2 g
urea, 6 mL etanol absolut, 1,2 mL larutan NaOH 30%, HCl Pekat dan 10 mL air suling.
3.2 Pembuatan Dilantin
Pertama-tama, ditempatkan 0,4 g sampel benzil ke dalam labu bulat 25 mL bersama dengan 0,2 g
urea, 6 mL etanol absolut dan 1,2 mL larutan NaOH 30%. Kemudian ditambahkan batu didih dan sebuah
kondensor reflux dipasangkan. Campuran lalu dipanaskan dengan bantuan reflux selama 35 45 menit.
Didiamkan selama 10 menit pada suhu ruang, setelah itu, bagian luar labu bulat dialiri air keran agar
dingin. Selanjutnya ditambahkan 10 mL aquadest dan HCl pekat sampai campuran dalam labu bulat
menjadi asam. Keasaman campuran harus diuji dengan menggunakan kertas lakmus. Setelah campuran
bersifat asam, lalu dilakukan penyaringan dengan penyaring Buchner dan endapan dicuci dengan etanol.
Endapan yang didapat kemudian dikeringkan dan ditimbang.
3.3 Data Pengamatan
Campuran setelah
ditambahkan 10 mL
Aquades dan HCl(p).
Aquades berfungsi untuk
mengubah laktim (enol)
menjadi laktam (keto).
Mol benzil
Mol Urea
-3
mol
-3
mol
-3
-3
M:
mol
mol
-3
-3
-3
R:
mol
mol
mol
____________________________________________________________________________
-3
-3
S:
mol
mol
-3
Pada percobaan didapatkan massa Dilantin = (massa kertas saring + endapan) (massa kertas
saring) = (3,15 gr 0,94 gr) = 2,21 gr
% KR massa
=|
=|
| x 100%
| x 100%
= 360,42 %
% Yield massa =
=
x 100%
x 100%
= 460,42 %
Dalam percobaan ini, disintesis dilantin dengan cara mencampurkan 0,4 g sampel Benzil ke dalam
labu bulat 25 mL bersamaan dengan 0,2 g urea, 6 mL etanol absolut dan 1,2 mL larutan NaOH 30%. Benzil
O
C
C
berfungsi sebagai reagen utama yang memiliki gugus
sehingga dapat bereaksi dengan urea
membentuk suatu amida siklik (laktam). Urea berfungsi sebagai reagen utama yang mempunyai gugus
diamida dengan atom hidrogen- yang bersifat asam, sehingga hidrogen akan mudah lepas dan diserang
oleh suatu nukleofilik. NaOH berfungsi untuk memberi suasana basa dan sebagai Katalis Basa untuk
mempercepat reaksi, serta memiliki ion OH- untuk menyerang hidrogen pada urea, sehingga urea dan
benzil dapat berikatan. Etanol berfungsi sebagai pelarut benzil, urea, dan NaOH karena benzyl dan urea tidak
dapat bercampur menjadi satu fasa. Etanol bersifat semipolar karena memiliki gugus OH yang bersifat
polar dan gugus CH3 yang bersifat nonpolar.
Batu didih ditambahkan ke dalam campuran sebelum dipanaskan dengan metode refluks agar saat
pemanasan tak terjadi bumping. Setelah itu, campurannya direfluks sekitar 35 45 menit, dimana Prinsip
dari metode refluks adalah pelarut volatile yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan
didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi, sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Pada saat refluks pemanasan dilakukan dengan heating mantle karena agar panas yang diberikan merata
pada labu bulat.
Setelah direfluks, diamkan campuran pada suhu ruang selama 10 menit, dan aliri dinding labu
bulatnya dengan air keran yang mengalir, tujuannya supaya campurannya lebih endotermis dan langsung
bisa dipindahkan ke beaker glass. Lalu, menambahkan 10 mL aquades. Aquades berfungsi untuk mengubah
laktim (enol) menjadi laktam (keto). Pada penambahan aquades, tidak terjadi endapan karena dilantin tidak
bisa mengendap pada suasana basa. Oleh karena itu, dilakukan penambahan HCl pekat untuk membuat
suasana asam sampai terjadi endapan. Menguji keasaman campuran dengan menggunakan kertas lakmus.
Setelah dilakukan penambahan HCl pekat, terdapat endapan kuning yang merupakan endapan dilantin. HCl
juga berfungsi untuk menurunkan kelarutan dilantin sehingga dilantin dapat mengendap. Setelah itu,
endapan disaring dengan penyaring Buchner dan dicuci dengan aquades. Pencucian dengan aquades ini
bertujuan untuk membersihkan endapan dari pengotor-pengotor polar. Didapatkan Endapan Dilantin murni
yang berupa padatan putih tanpa kertas saring sebesar 2,21 gram.
Dilantin (Fenitoin) merupakan obat dari golongan hidantoin yang mempunyai sinonim
Difenilhidantoin (DPH) atau berdasarkan nama IUPAC 5,5-Difenilimidazolidin-2,4-dion. Fenitoin
merupakan obat antiepilepsi nonsedatif tertua, dikenal sejak tahun 1938 (Harknee, 1989; Yuen 1989).
Dilantin berupa padatan putih dengan titik leleh 2950C. Senyawa ini memiliki berat molekul 252,27
gram/mol dan tekanan uap 1,2 mmHg pada 200C.
Dilantin dapat digunakan dalam pengobatan karena sifat antikonvulsantnya yang digunakan terutama
untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat
dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi lain. Bromida, obat pertama
yang digunakan untuk terapi epilepsi telah ditinggalkan karena ditemukannya berbagai antiepilepsi baru
yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui mempunyai efek antikonvulsi spesifik, yang berarti efek
antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di Indonesia fenobarbital ternyata masih
digunakan, walaupun di luar negeri obat ini mulai banyak ditinggalkan. Fenitoin (difenilhidantoin), sampai
saat ini masih tetap merupakan obat utama antiepilepsi.
LAMPIRAN
Material Safety Data Sheet (MSDS)
1.
Benzil
a.
Keadaan Fisik
: Padatan
b.
Mr
: 210.23 g/mol
c.
Titik didih
:-
d.
Titik leleh
: 95C (203F)
e.
Kelarutan
air panas
f.
Stabilitas
: Stabil
g.
Efek kronis pada manusia : Berbahaya jika tersentuh kulit (iritasi), kontak mata (iritasi), iritasi
pernapasan. Benzyl beracun untuk kulit, sistem saraf pusat. Sentuhan berulang atau berkepanjangan
dengan benzyl bisa menghasilkan kehancuran target-target organ.
2.
Urea
a.
Keadaan Fisik
: Padatan
b.
Mr
: 60,06 g/mol
c.
Titik didih
:-
d.
Titik leleh
: 132.7C (270.9F)
e.
Kelarutan
air panas
f.
Stabilitas
: Stabil
g.
Efek kronis pada manusia : Berbahaya jika tersentuh kulit (iritasi), kontak mata (iritasi), iritasi
pernapasan.
NaOH 30%
a.
Keadaan Fisik
: Cairan
b.
Mr
:-
c.
Titik didih
: 100C (212F)
d.
Titik leleh
:-
e.
Kelarutan
f.
Stabilitas
: Stabil
g.
Efek kronis pada manusia : Sangat berbahaya jika tercerna. Berbahaya jika kontak kulit (iritasi), kontak
mata (iritasi), sangat berbahaya jika terhirup.
Etanol Absolut
a.
Keadaan Fisik
: Cairan
b.
Mr
:-
c.
Titik didih
: 78.5C (173.3F)
d.
Titik leleh
: -114.1C (-173.4F)
e.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air dingin, air panas, metanol, dietil eter, aseton.
f.
Stabilitas
: Stabil
g.
Efek kronis pada manusia : Sangat berbahaya jika tercerna. Berbahaya jika kontak kulit (iritasi), kontak
mata (iritasi), sangat berbahaya jika terhirup.
3.
HCl pekat
a.
Keadaan Fisik
: Cairan
b.
Mr
: 36,5 g/moll
c.
Titik didih
Titik leleh
: -62.25C (-80F) (20.69% HCl dalam air) -46.2C (31.24% HCl dalam air) -
Kelarutan
f.
Stabilitas
: Stabil
g.
Efek kronis pada manusia : Sangat berbahaya jika tersentuh kulit (korosif, iritasi), kontak mata (iritasi,
korosif). Berbahaya untuk saluran pencernaan, pernapasan. Sedikit berbahaya untuk kontak kulit
(korosif). Inflamasi mata ditandai dengan kemerahan, berair, dan gatal. Inflamasi kulit ditandai dengan
gatal, bersisik, kemerahan, atau, kadang-kadang, melepuh.
h.
Pertolongan pertama
: Jika terkena mata, cuci dengan air dingin selama 15 menit. Air hangat juga
4.
Dilantin (Fenitoin)
a.
Keadaan Fisik
: Padatan
b.
Mr
: 252.27 g/mol
c.
Titik didih
:-
d.
Titik leleh
: 295C (563F)
e.
Kelarutan
f.
Stabilitas
: Stabil
g.
Efek kronis pada manusia : Sangat berbahaya jika tercerna. Berbahaya jika kontak dengan mata (iritasi)
pernapasan. Sedikit berbahaya jika kontak dengan kulit (iritasi). Interaksi yang berlebihan dapat
menyebabkan kematian.
h.
Pertolongan pertama
: Jika terkena mata, cuci dengan air dingin selama 15 menit. Air hangat juga
harus digunakan. Jika terkena kulit, cuci dengan air selama 15 menit. Apabila terhirup, keluar ke udara
terbuka.