Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Tumor Buli-Buli
Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli (kandung kencing).
Karsinoma buli-buli merupakan tumor superfisial. Tumor ini lama-kelamaan dapat mengadakan
infiltrasi ke lamino phopria, otot dan lemak perivesika yang kemudian menyebar langsung ke
jaringan sekitar.
Carsinoma sel skuamosa groos hematuria tanpa rasa sakit, yaitu keluar air kencing warna
merah secara terus menerus. Penampakan carcinoma vesika urinaria dapat berupa defek
pengisian pada vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur pada film
kandung kemih pasca miksi. Tumor buli-buli dapat berbentuk papiler, tumor non invasive
(insitur), moduler (infiltrative) atau campuran antara bentuk papiler dan infiltratif.
2.2 Klasifikasi Tumor Buli-Buli
1. Staging dan klasifikasi
Untuk keperluan staging, sistem klasifikasi yang digunakan adalah TNM (Tumor, Node,
Metastase) tahun 2002 yang telah diakui oleh UICC (Union International Contre le Cancer)
dan digunakan secara luas.
a. T = pembesaran lokal tumor primer, ditentukan melalui pemeriksaan klinis, urografi,
sitoskopi, pemeriksaan bimanual di bawah anastesi umum dan biopsy atau transuteral
reseksi.
Tis : carcinoma insitu (pre invasive Ca)
Tx : cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tidak dapat dilakukan
T0 : tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1 : pada pemeriksaan bmanual didapatkan massa yang bergerak
T2 : pada pemeriksaan bimanual ada induransi daripada dinding buli-buli
T3 : pada pemeriksaan bimanual induransi atau massa nodular yang bergerak bebas
dapat diraba di buli-buli
T3a: invasi otot yang lebih dalam
T3b: perluasan lewat dinding buli-buli
T4 : tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a: tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina
T4b: tumor sudah pada dinding pelvis atau inviltrasi ke dalam abdomen

b. N = pembersaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe, pemeriksaan klinis,


limfagrafi, urografi, operatif
Nx : minimal yang diterapkan kelenjar limfa regional tidak dapat ditemukan
N0 : tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar limfa regional
N1 : pembesaran tunggal kelenjar limfa regional yang homolateral
N2 : pembesaran kolateral atau bilateral atau kelenjar limfa regional yang multiple
N3 : masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebas antaranya dan
tumor
N4 : pembesaran kelenjar limfa juxta regional
c. M= metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfa yang jauh, pemeriksaan
klinis, foto toraks dan tes biokimia.
Mx : kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh,
tak dapat dilaksanakan
M0 : kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh,
tak dapat dilaksanakan
M1 : adanya metastase jauh
M1a: adanya metastase yang tersembunyi pada tes-tes biokimia
M1b: metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c: metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
Mid: metastase dalam organ yang multiple
2. Tipe dan lokasi
Tipe tumor didasarkan pada tipe selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
a. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli squamosa sel, anapalstik, invasi
yang dalam dan cepat metastasenya.
b. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus.
c. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltrasi,
metastase cepat dan biasanya fatal.
d. Prmary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat
menimbulkan serangan hipertensi selama kencing.
e. Ca dari kulit, melanoma, lambung, paru dan mamae memungkinkan metastase ke
buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi.

TNM Staging System for Bladder Cancer


2.3 Anatomi dan Fisiologi
Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Saluran
kemih dimulai dari permukaan kalik minor ginjal sampai muara terakhir dari uretra (orifisium
uretrae eksternum). Saluran kemih berdinding tiga lapis, yaitu lapisan paling luar berupa
jaringan ikat, lapisan tengah berupa jaringan otot, dan lapisan paling dalam yaitu mukosa. Secara
anatomis, saluran kemih dipisahkan menjadi tiga bagian, yaitu saluran kemih bagian atas, saluran
kemih bagian tengah, dan saluran kemih bagian bawah. Saluran kemih bagian atas berawal dari
kalik minor ginjal dan berakhir sampai muara ureter pada kandung kemih, saluran kemih bagian
tengah terdiri dari kandung kemih, dan saluran kemih bagian bawah mulai dari orifisium
eksternum.

1. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terleta di rongga retroperitonral bagian
bawah, antara vertebra thorakal dua belas atau lumbal satu dan empat. Besar dan berat ginjal
sangat bervariasi tergantung pada jenis kelamin dan umur. Ukuran ginjal orang dewasa ratarata panjang 11,5 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3,5 cm. beratnya antara 120 170 gram atau
kurang lebih 0,4% dari berat badan. Secara anatomis posisi ginjal kanan lebih rendah
dibanding ginjal kiri, juga bentuk glandula suprenalis kanan dan kiri tidak sama. Letak
anatomis dan bentuk kedua ginjal yang tidak sama akibat dari bentuk dan posisi hati. Posisi
aorta abdominalis dan vena kava inferior membujur ke kanan dank e kiri diantara kedua
ginjal sehingga menyebabkan panjang pendeknya arteri dan vena renalis kanan berbeda
dengan arteri dan vena renalis kiri.
Tiap ginjal menerima suplai darah kurang lebih 25% dari isi sekuncup jantung. Ginjal
mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta
abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam
vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries, yaitu arteri yang tidak
mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat

kesusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskei atau nekrosis pada
daerah yang dialirinya.
Selain mempunya fungsi membuang sisa-sisa metabolism tubuh melalui urin, ginjal juga
berfungsi dalam mengontrol sekresi hormone-hormon aldosterone dan ADH (anti diuretic
hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolism ion kalsium dan
vitamin D, dan menghasilkan beberapa hormon, antara lain eritropoetin yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta
hormone prostaglandin.
Urin terbentuk melalui tiga tahap, yaitu proses filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Urin
terbentuk dari hasil filtrasi darah dalam unit fungsionalis ginjal yang disebut nephron.
Nephron terdiri atas glomerulus dan tubulus proksimal, ansa henle, dan tubulus distal.
Tubulus distal bersatu untuk membentuk distal pengumpul, yang kemudian duktus ini
berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk mengosongkan isinya ke dalam pelvis ginjal.
Kemudian pelvis ginjal membentuk ureter.
2. Ureter
Ureter merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin
dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20
cm pada laki-laki dan kira-kira 1 cm lebih pendek pada wanita. Dindingnya terdiri atas
mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang
dapat melakukan gerakan peristaltic guna mengeluarkan urin ke kandung kemih. Sepanjang
perjalanan ureter dari pielum menuju kandung kemih, secara anatomis terdapat beberapa
tempat yang ukuran diameternya sempit. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah
pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter, tempat ureter menyilang arteri iliaka di
rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke kandung kemih. Ureter masuk ke dalam
kandung kemih dalam posisi miring dan berada di dalam otot kandung kemih (intramural),
keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urin dari kandung kemih ke ureter pada
saat kandung kemih berkontraksi.
3. Buli-Buli atau Kandung Kemih
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas tiga lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam dan luar berupa otot longitudinal, dan di tengah merupakan
otot sirkuler. Otot-otot tersebut saling bersilangan dan berakhir melingkar di leher kandung
kemih. Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu permukaan superior
yang berbatasan dengan rongga peritoneum, dua permukaan inferiolateral, permukaan

posterior. Kandung kemih berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Dinding kandung kemih
mempunyai kapasitas 300-450 ml. pada saat kosong kandung kemih terletak di belakang
simfisis dan pada saat penuh terletak di atas simfisis. Persyarafan utama kandung kemih ialah
nervus pelvikys sebagai syaraf aferen dan eferen yang berhubungan dengan medulla spinalis
melalui pleksus sakralis (S-2 dan S-3). Syaraf sensorik mendeteksi derajat tegangan pada
dinding kandung kemih dan bertanggung jawab untuk mencetuskan reflek pengosongan
kandung kemih. Syaraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat
parasimpatis. Serta ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih,
dan mempersyarafi otot detrusor. Kandung kemih juga menerima syaraf simpatis melalui
nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan L2 medulla spinalis. Pada sfringter
ekstermus kandung kemih disyarafi melalui nervus pudendal, yang mengontrol otot lurik
pada sfringter.
4. Uretra
Berawal dari leher kandung kemih (orifisium uretrae internum) sampai muara terakhir
(orifisium uretrae ekstenum). Panjang uretra pada pria dewasa kurang lebih 23-25 cm dan
berfungsi sebagai kanal komunis untuk sistem reproduksi dan sistem perkemihan. Uretra
posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh
kelenjar prostat dan uretra pars membrane. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars
pendularis, fossa navikularis, dan meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior
terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar
Cowperi yang bermuara di pars bulbosa dan kelenjar littre yang bermuara di uretra pars
pendularis. Pada wanita uretra hanya berfungsi untuk sistem perkemihan dengan panjangnya
kurang lebih 3-5 cm dan berada di bawah simfisis pubis yang bermuara di sebelah anterior
vagina. Dalam uretra wanita bermuara kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra,
terdapat sfringter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfringter uretra
eksterna dan tonus otot Levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada dalam
kandung kemih pada saat perasaan ingin berkemih.
Proses Berkemih
Urin hasil filtrasi mengalir dari duktus kolengitas masuk kaliks renalis, meregangkan
kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemaker-nya, yang kemudian mencetuskan

kontradiksi peristaltic satu sampai lima kali permenit yang menyebar ke pelvis renalis lalu turun
sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis menuju kandung kemih.
Ketika terisi urin secara perlahan-lahan, otot polos kandung kemih mengalami peregangan,
kontraksi berkemih secara spontan, berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor
berkontraksi, dan tekanan urin kembali ke garis basal. Kandung kemih terus terisi, refleks
berkemih bertambah sering dan menyebabkan otot detrusor berkontraksi lebih kuat. Sensasi
pertama yang timbul dari pengisian kandung kemih umumnya terjadi ketika sekitar 100 150 ml
urin berada dalam kandung kemih. Keinginan buang air kecil sebagian besar muncul ketika
kandung kemih terisi 200 300 ml urin. Pada jumlah urin 400 ml rasa penuh yang mencolok
biasanya akan ditemukan.
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Pengosongan ini terjadi dari dua langkah, yaitu:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai dengan di dindingnya meningkat di atas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah ke dua, terjadinya distensi atau
peningkatan tegangan pada kandung kemih mencetuskan reflek I yang menghasilkan
kontraksi kandung kemih dan reflek V yang menyebabkan relaksasi dari uretra.
2. Timbulnya reflek syaraf yang disebut reflek miksi yang berusaha mengosongkan
kangdung kemih atau jika gagal, setidaknya uretra mengalirkan urin maka akan
mengaktifkan reflek II yang akan menghasilkan kontraksi kandung kemih, dan IV
sehingga sfringter eksterna dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Sisa
urin dalam ureter akan terdorong keluar karena pengaruh gaya gravitasi pada wanita dan
laki-laki karena kontraksi otot volunteer. Jika terjadi distensi pada uretra maka akan
mengaktifkan reflek III, sehingga kontraksi kandung kemih melemah.
Meskipun reflek miksi adalah reflek autonomic medulla spinalis, reflek ini juga dihambat
atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Pusat yang lebih tinggi dapat
mencegah berkemih, bahkan ketika reflek berkemih muncul, yaitu dengan membuat kontraksi
tonik terus menerus pada sfringter eksternus kanung kemih sampai mendapat waktu yang baik
untuk berkemih. Jika tiba saat berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih sakral
untuk membantu mencetuskan reflek berkemih dan dalam waktu bersamaan menghambat
sfringter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih terjadi.

Kateter
Kateterisasi uretra adalah memasukkan sebuah pipa karet ke dalam kandung kemih
melalui uretra. Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless), karet (lateks), lateks dengan
lapisan silikon (siliconized), dan silicon. Perbedaan bahan kateter menentukan biokompatibilitas
kateter di dalam kandung kemih, sehingga akan mempengaruhi pula daya tahan kateter yang
terpasang di kandung kemih.
Ada dua tipe penggunaan kateterisasi, yaitu intermitter catheter dan indwelling catheter.
Intermittern catheter, yaitu kateter yang dipasang sementara, hanya untuk mengosongkan isi
kandung kemih, setelah itu dilepas kembali. Sering digunakan pada inkontinensia urin, retensi
urin, pasien dengan cidera medulla spinalis. Indwelling catheter (douwer catheter), yaitu
memasang kateter dalam periode waktu tertentu untuk memonitor urin selama operasi, pasien
dengan penyakit serius, pada pasien dengan trauma atau obstruski saluran urinaria. Bila kateter
douwer yang dipakai, gunakan kateter Foley yang dapat mengadakan retensi sendiri.
Pemasangan kateter foley ke dalam kandung kemih merupakan teknik paling sederhana dan
langsung untuk mengeluarkan urin secara kontinue di kala terdapat obstruksi fisiogik atau
anatomic traktus urinarius bawah. Dengan menjaga kandung kemih tetap kosong dan tekanan
intravesika rendah, drainase kateter dapat mengembalikan tekanan balik terhadap traktus
urinarius atau dan memungkinkan otot kandung kemih yang terlalu distensi memulihkan tonus
dan kekuatan kontraktilnya.
Kateter yang terpasang dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan berbagai akibat
diantaranya berupa infeksi traktus urinarius, nekrosis uretra dibagian penoskrotal, batu saluran
kemih, keganasan pada buli-buli, pada pasien dengan lesi atau diatasnya dapat merangsang
timbulnya autonomic dysreflexia. Adanya trauma pada uretra akan menyebabkan infeksi dan
akan menambah iritasi pada uretra. Trauma jaringan uretra atau iritasi dapat menimbulkan
spasme hebat yang dapat mengakibatkan perembesan. Pemasang kateter mengakibatkan trauma
pada sfringter sehingga berakibat memperlemah sfringter dan dapat berakibat terjadinya
interkontinensia urin.
Gross Hematuri

Hematuri adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urin. Secara visual
terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urin dibedakan dalam dua keadaan, yaitu hematuria
makroskopik dan mikroskopik. Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata
dapat dilihat sebagai urin yang berwarna merah dan hematuria mikroskopik adalah hematuria
yang kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urin yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan. Hematuria makroskopik yang
berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit berupa
terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran urin, eksanguinasi sehingga
menimbulkan syok hipovolemik atau anemi, dan menimbulkan urosepsis.
Penyebab dari hematuria disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada dalam sistem
urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia antara lain adalah:
1. Infeksi atau inflamasi lain pielonifritis, glomerulonephritis, ureteritis, sistitis, dan
urethritis.
2. Tumor jinak atau tumor ganas, yaitu tumor wilm, tumor grawits,, tumor pielum, tumor
ureter, tumor buli-buli, tumor prostate, dan hyperplasia prostate jinak.
3. Kelainan bawaan sistem urogenitalia antara lain kista ginjal dan ren mobilis.
4. Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.
5. Batu saluran kemih.
Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitali antara lain adalah kelainan
pembekuan darah, Systemic Lupus Erithematosus (SLE), dan kelainan sistem hematologic yang
lain. Karakteristik suatu hematuria dapat dipakai sebagai pedoman untuk memperkirakan lokasi
penyakit primernya, yaitu apakah warna merah terjadi pada awal miksi, semua proses miksi, atau
pada akhir miksi. Kualitas warna urin dapat juga menolong menentukan penyebab hematuria.
Darah bau yang berasal dari buli-buli, prostat, dan uretra berwarna merah segar, sedangkan darah
lama atau berasal dari glomerulus berwarna lebih coklat dengan bentuk seperti cacing
(vermiform).
Posisi hematuria pada saat miksi
Inisial

Total

Terminal

Terjadi pada

Awal miksi

Seluruh proses miksi

Akhir miksi

Tempat kelainan

Uretra

Buli-buli, ureter atau ginjal

Leher buli-buli

Nyeri yang menyertai hematuria dapat berasal dari nyeri di saluran kemih bagian atas
atau berupa kolik atau gejala iritasi dari saluran kemih bagian bawah berupa dysuria atau
stanguria.

2.4 Etiologi
1. Pekerjaan, pekerjaan di pabrik kimia, laboratorium (senyawa amin aromatik)
2. Perokok, rokok mengandung amin aromatik dan nitrosamine
3. Infeksi saluran kemih, E.Coli dan proteus yang menghasilkan karsinogen
4. Kopi, pemanis buatan dan obat-obatan, untuk pemakaian jangka panjang dapat
meningkatkan risiko karsinoma buli-buli
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hidronefrosis dan hiroureter diawali dengan adanya hambatan
aliran urin secara anatomik ataupun fisiologik. Hambatan ini dapat terjadi dimana saja sepanjang
ginjal sampai meatus uretra. Peningkatan tekanan ureter menyebabkan perubahan dalam filtrasi
glomerulus (GFR), fungsi tubulus, dan aliran darah ginjal. GFR menurun dalam beberapa jam
setelah terjadinya hambatan. Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu. Fungsi tubulus
juga terganggu. Berat dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi hambatan aliran.
Hambata aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang reversible sedangkan sumbatan kronis
menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya nefron secara permanen. Peningkatan tekanan ureter
juga aliran balik pielovena dan pielolimfatik. Dalam duktus kolektivus, dilatasi dibatasi oleh
parenkim ginjal. Namun komponen diluar ginjal dapat berdilatasi maksimal.
Pada urogram, hidronefrosis dini memberikan gambaran kalik-kalik yang mendatar
(flattening). Sementara pada keadaan lanjut, memperlihatkan kalik-kalik berupa tongkat
(clubbing). Pada tingkat yang lebih parah terjadi destruksi parenkim dan pembesaran traktur
urinarius, kompresi papilla, penipisan parenkim di sekitar kalises, dan dapat terjadi atrofi korteks
yang berjalan progresif dan akhirnya terbentuk kantung hidronefrotik (ballooning).
Sementara pada USG, derajat nefrosis terbagi menjadi tiga. Hidronefrosis ringan
memberikan gambaran hipoekoik di bagian tengah ginjal. Pada hidronefrosis sedang terlihat
pelebaran peilokalikises yang sama baiknya seperti urografi. Sedangkan pada hidronefrosis berat
tampak kalises berupa suatu zona bebas ekonomi yang lobulated, parenkim ginjal tidak jelas lagi.

2.6 Manifestasi Klinik


1. Kencing campur darah yang intermitten
2. Merasa panas waktu kencing
3. Merasa ingin kencing
4. Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing
5. Nyeri suprapubik yang konstan
6. Panas badan dan merasa lemah
7. Nyeri pinggang karena tekanan syaraf
8. Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
9. Hematuria tanpa rasa nyeri (painless hematuria)
10. Teraba adanya massa di pelvis
2.7 Komplikasi
1. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi
2. Retensi urin bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck
3. Hydronephrosis karena ureter mengalami oklusi
2.8 Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
1) Hb menurun karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gross atau micros
hematuria
2) Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urin
3) Right Finger Tapping (RFT) normal
4) Limphoppenia (N=1490-2930)
b. Radiology
1) Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya
2) Rectrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
3) Fractionated cystogram menunjukkan adanya invasi tumor dalam dinding bulibuli
4) Angiography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh darah limfe
c. Cystocopy dan biopsy
1) Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor
2) Biopsi dari lesi selalu dikerjakan secara rutin
d. Cystology
Pengecatan sieman atau papanicelaou pada sedimen urin terdapat transionil sel dari
tumor
2. Terapi
a. Operasi
1) Reseksi transuretal untuk single atau multiple papilloma
2) Dilakukan pada stage 0, A, B1 dan grade I-II-low grade

3) Total cystotomy dengan pengangkatan kelenjar prostat dan urinary diversion


untuk:
- Transurethral sel tumor pada grade 2 atau lebih
- Aquamosa sel tumor pada stage B-C
b. Radioterapy
1) Diberikan pada tumor yang radiosensitif seperti undifferentiated pada grade III-IV
dan stage B2-C
2) Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3 sampai 4 minggu, dosis 3000 4000
Rads. Penderita dievaluasi selama 2 4 minggu dengan interval cystoscopy, foto
thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post
operasi radiasi tambahan 2000 3000 Rads selama 2 3 minggu.
c. Kemoterapi
1) Citral, 5 fluro urasil
2) Topical chemotherapy, yaitu Thic-TEPA. Kemoterapi merupakan paliatif. 5Fluoroucacil (5-FU) dan doxorubicin (Adriamycin) merupakan bahan yang paling
sering dipakai. Thiotepa dapat dimasukkan ke dalam buli-buli sebagai pengobatan
topical. Klien dibiarkan dehidrasi 8-12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa
dan obat dibiarkan dalam buli-buli selama 2 jam.

Daftar pustaka
Jennifer,P Kowalak. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Joyce, Young, 2010. Handbook for Brunner and Suddarth Textbook. USA: Wolters Kluwer
Purnomo, B. 2000. Dasar-dasar Urology, Ed 1. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai