2 995145151193
2 995145151193
sistem penerima. Bila tidak dipenuhi keadaan matching, maka akan terjadi pantula
n balik sebagian energi yang dikirim. Ini merupakan kerugian (losses) yang kemud
ian kita kenal dengan istilah return loss.
Banyak faktor yg dapat menurunkan kualitas sistem komunikasi wireless, di antara
nya Fading , rugi-rugi udara bebas dan rugi-rugi propogasi. Untuk mengatasi fakt
or ini, Pada komunikasi wireless biasa di gunakan antena diversitas.
2.1.1. Parameter antena untuk implementasi :
a). Penguatan (Gain)
Penguatan pada antena merupakan perbandingan intensitas radiasi pada arah
tertentu terhadap intensitas radiasi yg di terima jika daya yg di terima beras
al dari antena isotropik.
Sebuah antenna isotropic adalah sebuah antenna ideal yang mendistribusikan daya
secara merata ke segala arah.
Antenna isotropic dapat di dekati dengan sebuah dipole, tapi sebuah antenna isot
ropic tidak mungkin dapat dibuat pada kenyataannya. Sebuah model antenna isotrop
ic sangat bermanfaat untuk menjelaskan penguatan relatif sebuah antenna di dunia
nyata.
Gambar 2.1 One isotropic omnidirectional antenna untuk distribution GEM
itivitas yg telah di tentukan oleh standard CDMA Gain antena MS adalah 0 dBi ata
u -2,14 dBd tanpa adanya body loss. Gain akan lebih rendah ketika MS berada di
dalam gedung dan sebaliknya akan lebih baik jika berada di luar gedung. Pengg
unaan antena utk meningkatkan kualitas system adalah dengan konsep sektorial. Se
ktorisasi pada antena adalah pengarahan daya pancar antena BTS pada arah tertent
u dan tergantung kepada kebutuhan. Biasanya sektoral 600 dan 1200.
600 untu
k pengarahan antena 6 arah dan 1200 untuk 3 arah
Gambar 2.6. Sectoral antenna
2.1.2.2. Bentuk Dasar Antena
Struktur dasar antena adalah sebuah dipole pendek (short dipole), yaitu
tersusun dari dua potong logam, padat atau berlubang, yang terbentang masing-ma
sing sepanjang seperempat l dimana dari ujung keduanya yang berdekatan merupakan
input daya yang berasal dari pemancar. Karena ukuran panjangnya, maka struktur
antena ini disebut dengan half-dipole.
Struktur tersebut ditunjukkan pada Gbr-2.7
Gbr-2.7 Struktur antenna Half-Dipole.
Ukuran l merupakan ukuran teoritis antena tersebut yang dinamakan
free space halfwavelength, yang dapat ditentukan besarnya dari hubungan,
l teoritis = c/f
meter ........................................
dimana :
c = kecepatan rambat cahaya di ruang hampa = 3 x 108 m/det
f = frekuensi kerja sinyal, Hz
Sementara ukuran fisik sebenarnya antena tersebut kurang dari nilai yang dinyata
kan pada rumus diatas, melainkan harus dikalikan dengan faktor koreksi, K, yang
besarnya tergantung pada ukuran diameter bahan konduktor antena (rod), atau,
L fisik = K x 0,5 meter ......................................
Nilai K sendiri tergantung dari L/D, yaitu perbandingan antara nilai l dengan dia
meter bahan konduktor antena, yang ditunjukkan hubungannya pada grafik K vs L/D
Gbr-2.8 berikut ini.
Nampak pada Gbr-2.8 bahwa skala L/D dinyatakan dengan skala logaritmis.
Gambar 2.8 Hubungan antara K dengan L/D.
Antena dipole tunggal
adalah suatu antena resonan yang mempunyai panjang total nominal ? pada
frekuensi pembawa, biasanya disebut antena dipole setengah gelombang atau
antena dipole tunggal.
Analisis gelombang elektromagnetik pada antena mikrostrip dipole ? menggunakan m
etode FDTD (Finite Difference Time Domain).
Metode ini digunakan untuk simulasi perambatan gelombang elektromagnetik
pada antena mikrostrip dipole ? yang dilengkapi plat reflektor dan plat parabola
dengan variasi jarak dipole plat reflektor, jari-jari plat parabola, panjang pla
t reflektor
dan jarak antara dipole plat parabola. Dimensi antena yang optimum diperoleh
dengan menentukan selisih rapat daya rata-rata terkecil radiasi gelombang
elektromagnetik pada satu sisi muka gelombang, dan terletak di belakang plat ref
lektor.
Simulasi menghasilkan desain antena dengan dimensi jarak antara dipole plat
reflektor sebesar 1/12 ? (10 mm ), jari-jari plat parabola sebesar 116 mm,
panjang plat reflektor sebesar 82 mm, dan jarak dipole plat parabola sebesar 50
mm.
Untuk frekuensi 144 MHz misalnya, yang menggunakan konduktor aluminium silendris
yang berongga (aluminium tubing) dengan diameter 1 inci, dan mempunyai
Nilai L/D = 40, maka antenna half dipole Tersebut mempunyai ukuran fisik yang
lebih pendek sekitar 5% dari nilai 0,5l -nya.
Contoh Soal 1.
Bila dipilih diameter aluminium tubing sebesar 1 cm, sedang frekuensi kerja pad
a 647,25 MHz, tentukan :
a). L/D ? Dan
b). Panjang antena dipole-nya ?
Contoh Soal 2.
Bila dipilih aluminium tubing dengan nilai L/D = 40, dan rancangan antena dipole
untuk frekuensi 900 MHz, tentukan diameter antena tubing yang akan digunakan ?
dan E-plane,
dari sekian banyak kemungkinan bidang searah rambatan dengan sudut dari 0o ~ 360
o. Dalam hal ini, dipilih bidang horizontal (0o) dan vertikal (90o), sehingga te
rdapat dua bidang polarisasi, yaitu horizontal dan vertikal.
Sedang sebutan H dan E masing-masing adalah bidang rambatan medan magnet dan me
dan listrik yang saling tegak lurus dari gelombang elektromanetik, sehingga H-pl
ane ataupun E-plane dapat menjadi bidang pola radiasi horizontal maupun vertikal
, (1)p37. Nampak penggunaan istilah H-plane dan E-plane untuk bidang polarisasi
terdapat ketidakkonsistenan dibanding istilah horizontal dan vertikal.
Polarisasi sendiri didefinisikan sebagai arah vektor medan listrik gelombang ele
ktromagnetik tersebut terhadap permukaan bumi yang tertentu dari arah radiator s
atu antena
Dalam hal antena dipole, bila arah dipolenya mendatar, maka polarisasi gelombang
pancarannya adalah horizontal. Sebaliknya, bila arah dipolenya vertikal, maka p
olarisasi gelombang pancarannya vertikal. Ada satu jenis lagi bentuk polarisasi
ini, yaitu polarisasi helikal dimana arah medan listriknya berubah melingkar sep
anjang jalur propagasinya, sehingga memang radiator antenanya berbentuk spiral.
Polarisasi terakhir ini Tidak digunakan pada sistem seluler. Terdapat satu lagi
pengertian pada pola radiasi ini, yaitu beamwidth, yang didefinisikan sebagai su
dut cakup pancaran yang ditentukan dari perpotongan ke kiri dan kanan pada
pola radiasi yang mempunyai nilai 0,707 kali nilai maksimumnya (pada arah tegak
lurus radiator) atau -3dB terhadap nilai maksimumnya. Titik -3dB tersebut dinam
akan juga half-power point karena daya relatif pancaran pada titik itu sebesar 0
,5 kali nilai puncak pola radiasinya.
Definisi tersebut dilukiskan pada Gbr-3.0. Dengan pola radiasi seperti itu, maka
beamwidth antenna tersebut sebesar 30O
Gambar 3.0 Definisi
3 dB beamwidth
Untuk memberi gambaran pada pola radiasi pancaran antena, diberikan contoh satu
sistem antena yang disusun dari beberapa dipole secara berjajar
(dipole arrays) dan dilengkapi reflektor. Diagram antena tersebut ditunjukkan pa
da Gbr-3.1.
Susunan antena pada Gbr 3.1 adalah jenis antena yang digunakan pada stasiun peng
ulang atau BTS yang bekerja pada frekuensi 470 ~ 790 MHz. Biasanya
dilengkapi dengan penutup dari bahan fiberglass yang Disebut radome. Fungsi pen
utup ini adalah untuk Melindungi arrays dari cuaca seperti salju pada daerah
yang mempunyai empat musim
Gbr 3.1 Antena dipole arrays dgn polarisasi vertikal
(a) susunan antena; (b) pola radiasinya, KATHREIN.
Tampak fisik antena arrays dengan Penutupnya ditunjukkan pada
Gbr3.2. Pada Gbr3.1 nampak bahwa, besar beam anglenya untuk arah
vertical sebesar 62o, sementara Kearah horizontal sebesar 28o
Bentuk fisik antena :
A = 100 cm
B = 50 cm
C = 19 cm
Gbr3.2 Bentuk fisik antenna array dengan radome.
Antena satu dipole sendiri pada posisi horizontal, mempunyai pola radiasi berbe
ntuk bidirectional seperti ditunjukkan pada Gbr3.3.sehingga dalam tiga dimensi m
enyerupai kue donat untuk pola radiasi horizontalnya.
Sedang pola radiasi vertikalnya berbentuk
Contoh Soal 4.
Dengan persamaan (2-3), buktikan bahwa nilai impedansi karakteristik
saluran ?/4 pada Gbr-8(b) sebesar 35,35 ? ?
Jawaban :
2.3. Gain Antena Dipole
Gain atau penguatan antena didefinisikan sebagai satu angka yang menjadi faktor
pengali nilai daya medan elektromagnetik yang dipancarkan oleh antena tersebut k
e udara terhadap daya yang dihasilkan pemancar itu sendiri. Karena peningkatan d
aya ini, maka kuat medan listriknya (electric field streght, volt/meter) juga me
ningkat.
Gain antena biasa dinyatakan dalam satuan dB (desiBell) dengan rumus 10 log G. N
ilai gain satu antenna tertentu dari ukuran fisik serta konfigurasi elemen struk
tur antena tersebut,
Misalnya berapa banyak jumlah elemen parasitiknya (antena Yagi), berapa besar di
ameter antena (antena parabola), dsb.
Nilai gain yang dicantumkan adalah nilai gain terhadap antena dipole (dalam dBd
atau dB saja), sementara antena dipole sendiri mempunyai gain sebesar 2,14 dB te
rhadap antena isotropis (antena ideal/teoritis).
Gain terhadap antena isotropis mempunyai satuan dBi (dB-isotropis), (1)p43.
Dengan demikian, bila sebuah antena diketahui mempunyai gain terhadap antena iso
tropis, maka nilai gain tersebut terhadap antena dipole, akan sebesar nilai yang
ada dikurangi 2,14 dB.
Nilai gain (= G) antena terhadap antena isotropis secara umum ditentukan dengan
rumus, (1)132; 321,
dimana :
q E = half-power beamwidth ke arah E-plane atau vertikal (derajat)
f H = half-power beamwidth ke arah H-plane atau horizontal (derajat)
Rumus diatas akan cocok hasilnya dengan pengukuran, bila beamwidth ke kedua arah
bidang polarisasi
tersebut mendekati sama, dan relatif sempit sampai sekitar 20o. Kesalahan akan t
erjadi bila rumus itu misalnya
digunakan untuk antena direktif yang mempunyai beamwidth sangat besar. Dalam kas
us ini, hasil perhitungan
yang terjadi akan lebih besar dari gain sesungguhnya. Penyebab perbedaan hasil y
ang diperoleh antara
Perhitungan dan pengukuran gain tersebut adalah, disebabkan oleh rugi-rugi yang
terjadi pada material antenanya sendiri.
Satu contoh ilustrasi penggunaan rumus diatas,
misalnya gain antena Yagi yang mempunyai beamwidth mendekati sama untuk kedua ar
ah, 45o,
maka dengan rumus diatas,
antena Yagi itu mempunyai gain sebesar 19,75 dBi.
2.2. Antena Sektor
Pengaturan pancaran antena BTS menjadi sektoral (bukan omnidirectional)
dilakukan dengan beberapa alasan teknis, diantaranya adalah, meningkatkan kapasi
tas jaringan yang dibahas pada beberapa modul berikutnya. Sudut sektor yang umum
dioperasionalkan adalah 120O, sementara sudut sektor 90O juga diterapkan pada b
eberapa BTS. Pada awal pengoperasian sistem GSM yang hanya menempati single-band
, yaitu pita 900 MHz, antena sektor hanya satu unit. Namun setelah mulai diopera
sikannya DCS-1800 atau sistem CDMA, maka antena yang ditempatkan dalam satu sekt
or dapat berjumlah dua unit (dual-band) seperti ditunjukkan pada Gbr-3.6 atau ti
ga unit bila dioperasikan tripple-band.
Data antena pada Gbr-3.6 yang diinstal oleh salah
satu vendor di Inggris ditunjukkan pada tabel di bawahnya. Dua unit antena tiap
sektor tersebut dari sistem GSM (2G) dan CDMA (3G).
Gbr-3.6 Penempatan antena BTS sektoral dengan arah azimuth yang berbeda
Terbaca data pada Tabel 2-1, bahwa antena sistem GSM diarahkan ke azimuth, 0O, 1
20O, dan 240O, sedang antena sistem CDMA diarahkan ke azimuth, 60O, 180O, dan 30
0O. Antena ditempatkan pada ketinggian rata-rata
25,9 meter dengan menggunakan feeder coaxial type LDF 5-50 dengan panjang total
40 meter. Kecondongan antena diset pada elevasi 0O
Tabel 2-1. Data Instalasi Antena BTS Gbr-3.6.
Disamping penggabaran instalasi antena sektor dual-band seperti dilukiskan pada
Gbr-3.6, terdapat lagi tiga solusi pengaturan instalasi antena sektoral BTS dual
-band seperti diuraikan berikut ini.
1. Kemungkinan pertama yang dikenal sebagai solusi
separate antenne and feeder system , yaitu, bahwa kedua antena dengan band yang ber
beda itu (GSM-900/ DCS-1800) diinstal atas-bawah seperti
ditunjukkan pada Gbr-3.7. Antena pita 1800 MHz ditempatkan di atas antena pita 9
00 MHz dengan jarak pisah atas-bawah sejauh sekitar 2 ~ 3 meter.
Feeder antena yang digunakan untuk kedua sistem boleh dengan ukuran yang sama se
perti misalnya ukuran (7/8 inci) yang mempunyai losses sebesar 6,2 dB/100m (DSC
-1800) dan 4 dB/100m untuk sistem GSM-900 dengan panjang total sekitar
30 ~ 50 meter.
Gbr-3.7 Solusi pertama instalasi
Gbr-3.8 Solusi kedua instalasi an
tena BTS
antena BTS sektoral dual-band
sektoral dual-band.
2. Solusi kedua adalah yang dikenal sebagai, Common antenna, separate feeder
system yang ditunjukkan
diagramnya pada Gbr-3.8. Dengan sistem ini dilakukan penghematan spasi pada mena
ra BTS, tetapi dengan pengaturan demikian ini, unjuk kerja sistem DCS-1800 lebih
rendah dibandingkan dengan solusi pertama.
Tingkat call-drop sistem DCS-1800 lebih besar dibandingkan sistem GSM-900 pada s
olusi kedua ini. Jenis antena dual-band mempunyai bentuk fisik seperti ditunjukk
an pada Gbr-3.8.
3. Solusi ketiga adalah yang dikenal sebagai, Common antenna and feeder s
ystem yang ditunjukkan diagramnya pada Gbr-3.9. Dengan sistem ini dilakukan pengh
ematan, baik spasi maupun feeder pada menara BTS. Tetapi sebagai penggantinya ad
alah digunakan unit diplexer yang biasanya diinstal diluar rak peralatan BTS. Fu
ngsi diplexer adalah menggabungkan sinyal GSM-900 dan DCS-1800 menjadi satu feed
er menuju satu antena yang sama.
Instalasinya lebih sederhana dari kedua solusi sebelumnya, namun dengan adanya u
nit diplexer, maka dihasilkan insertion loss sebesar 0,3 dB. Kerugian sisipan 0,
3 dB ini akan menyebabkan penurunan daya pancaran (ERP = effective radiationpowe
r) sebesar 6,67 %. Karena pertimbangan untung rugi yang ada pada solusi ketiga i
ni, maka solusi ini jarang diterapkan.
Pada sistem solusi ketiga ini digunakan jenis antena yang broadband, karena haru
s dapat memancarkan dua frekuensi yang berbeda jauh pita frekuensinya seperti GS
M-900 dan DCS-1800.
Gbr-3.9 Solusi ketiga instalasi
(a) Antena BTS sektoral dual-band,
(b) Diplexer RFS.
Unit diplexer sendiri adalah unit yang mempunyai dua inputan dan satu output yan
g berfungsi menyatukan kedua sinyal dengan frekuensi pancaran yang berbeda ke sa
tu antena(broadband) yang sama.
Agung Yok
2