Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PREEKLAMPSIA
2.1.1 Definisi
Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai
wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda utama berupa
adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria preeklampsia
dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit neurologis dan atau koma
maka ia dikatakan mengalami eklampsia. Umumnya wanita hamil tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.2,3
Kumpulan gejala itu berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi
vaskuler tersebut mengenai berbagai sistem organ, termasuk plasenta. Selain itu, sering
pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi. 7
2.1.2 Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang
memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai the disease of
7
theory. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
14,15
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri
spiralis sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang
dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.
Universitas Sumatera
Utara
2.1.3 Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat (PEB):
7,16
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110
mmHg
2. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif
3. Bisa disertai dengan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
17
Angka
kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh.
Penyebab kematian terbanyak wanita hamil akibat preeklampsia adalah perdarahan
intraserebral dan edema paru. Efek preeklampsia pada kematian perinatal berkisar antara
10-28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan prematuritas, pertumbuhan
janin terhambat, dan solutio plasenta. Sekitar 75% eklampsia terjadi antepartum dan
Universitas Sumatera
Utara
18,19
2,3
7,14,15
1. nullipara
2. kehamilan ganda
3. obesitas
4. riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia
5. riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. abnormalitas uterus yang diperoleh pada Doppler pada usia kandungan 18
dan 24 minggu
7. diabetes melitus gestasional
8. trombofilia
9. hipertensi atau penyakit ginjal
2.1.5 Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga
ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang meningkat
merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap
tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan
cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan
kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
14,15
Universitas Sumatera
Utara
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer
yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan akibat
meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor
seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap
zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan meningkatkan produksi vasodilator atau
prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan
tekanan darah yang normal seperti tekanan darah sebelum hamil.
14-6
hemokonsentrasi.
Terlebih
lagi
suatu
penurunan
atau
suatu
progesteron
dalam
sirkulasi.
Pada
kehamilan
normal
efek
dikutip dari 4
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia,
tetapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%,
nilai pada preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil.
Klirens fraksi asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum
ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal.
Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang.
Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
21
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan
kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia.
Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih
dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya
21-3
preeklampsia harus
dicurigai.
badan yang
21-3
berlebihan.
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin
sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada
Universitas Sumatera
Utara
wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu
21-3
pertama.
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan
keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor
serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan
kapsula hepar akibat edema atau perdarahan. 21-3
Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya
pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini
disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital.
21-3
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah
2,3
24
25
22,23
1. tirah baring
2. oksigen
3. kateter menetap
4. cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun
koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis,
Universitas Sumatera
Utara
insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu
diawasi.
.
5. Magnesium sulfat (MgSO4) Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO 4 20%
secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan
MgSO4 40% sebanyak 30 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14
tetes/menit. Magnesium sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
1. refleks patella normal
2. frekuensi respirasi >16x per menit
3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
4. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila
nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas
tersebut diberikan dalam tiga menit.
6. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan antihipertensi
yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau
tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu
agresif yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%.
Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat,
dan mudah mengatur dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
7. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia kehamilan
24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB.
Preeklampsia sendiri merupakan penyebab 15% dari seluruh kelahiran prematur.
Ada pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada dalam keadaan stres
sehingga mengalami percepatan pematangan paru. Akan tetapi menurut Schiff
dkk, tidak terjadi percepatan pematangan paru pada penderita preeklampsia.
25,26
Gluck pada tahun 1979 menyatakan bahwa produksi surfaktan dirangsang oleh
adanya komplikasi kehamilan antara lain hipertensi dalam kehamilan yang berlangsung
lama. Hal yang sama juga dilaporkan Chiswick (1976) dan Morrison (1977) yaitu rasio L/S
yang matang lebih tinggi pada penderita hipertensi dalam kehamilan yang lahir prematur.
Sementara itu, Owen dkk (1990) menyimpulkan bahwa komplikasi kehamilan terutama
hipertensi dalam kehamilan tidak memberikan keuntungan terhadap kelangsungan hidup
janin. Banias dkk dan Bowen dkk juga melaporkan
Universitas Sumatera
Utara
diambil dari 26
Dalam lebih dari dua dekade, kortikosteroid telah diberikan pada masa antenatal
dengan maksud mengurangi komplikasi, terutama RDS, pada bayi prematur. Apabila
dilihat dari lamanya interval waktu mulai saat pemberian steroid sampai kelahiran, tampak
bahwa interval 24 jam sampai tujuh hari memberi keuntungan yang lebih besar dengan
rasio kemungkinan (odds ratio/OR) 0,38 terjadinya RDS. Sementara apabila interval
kurang dari 24 jam OR 0,70 dan apabila lebih dari 7 hari OR 0,41.
25,27
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 2434 minggu yang dalam
persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua
dosis dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4
dosis intramuskular dengan interval 12 jam.
3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung selama
tujuh hari.
Pemberian deksamethason di Rumah Sakit Pendidikan di FK-USU yaitu 15 mg
dalam sekali pemberian.
28
Universitas Sumatera
Utara
22
Ibu
Hipertensi yang tak terkontrol ( TD >
160/110 mmHg dengan penggunaan
antihipertensi)
Eklampsia
Trombosit <100.000/mm3
Fungsi hati >2x batas atas nilai normal
dengan adanya nyeri epigastrium
Edema paru
Gangguan fungsi ginjal
Solusio plasenta
Gangguan penglihatan
22
Fetus
Dijumpai gambaran NST
yang non-reaktif
Biophysic profile <4 pada
2
pemeriksaan yang
berbeda
Jumlah cairan amnion
<2cm
EBW dari USG
<5th
persentil
10
Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi pada ibu
maupun janin:
1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu:
18,19,25
timbulnya oligohidramnion
2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin:
3. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom HELLP
(hemolytic anemia, elevated liver enzymes, and low platelet count).
Dalam ACOG Practice Bulletin7 mencatat terminasi sebagai terapi untuk PEB.
Akan tetapi, keputusan untuk terminasi harus melihat keadaan ibu dan janinnya.
Sementara Nowitz ER
29
33
dengan usia kehamilan 27-33 minggu selama 48 jam untuk memberi waktu kerja
steroid mempercepat pematangan paru.
Universitas Sumatera
Utara
Kemudian Rick
34
dengan PEB selama 48-72 jam bila diketahui rasio lecitin/spingomyelin (L/S)
menunjukkan ketidakmatangan paru.
Banyak peneliti lain yang juga meneliti efektifitas penatalaksanaan ekspektatif ini
terutama pada kehamilan preterm. Di antaranya yaitu Odendaal dkk
35
perbandingan penatalaksanaan ekspektatif dan aktif pada 58 wanita dengan PEB dengan
usia kehamilan 28-34 minggu. Pasien ini diterapi dengan MgSO4, hidralazine, dan
kortikosteroid untuk pematangan paru. Semua pasien dipantau ketat di ruang rawat inap.
35
Dua puluh dari 58 pasien mengalami terminasi karena indikasi ibu dan janin
setelah 48 jam dirawat inap. Pasien dengan kelompok penanganan aktif diterminasi
kehamilannya setelah 72 jam, sedangkan pasien pada kelompok ekspektatif melahirkan
pada usia kehamilan rata-rata 34 minggu. Odendaal 35 dkk juga menemukan penurunan
komplikasi perinatal pada kelompok dengan penanganan ekspektatif.
36
37
PEB
secara
ekspektatif
pada
usia
kehamilan
24-33
minggu
menghasilkan luaran perinatal yang lebih baik dengan risiko minimal pada ibu.
2.
38
2.
Memperpendek kala II
3.
Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal distress.
4.
5.
2,3
2.2.2 Insidens
Sampai saat ini insidens sindroma HELLP belum diketahui dengan pasti. Hal ini
disebabkan sindroma ini sulit diduga serta gambaran klinisnya mirip dengan
penyakit nonobstetri.
2,3
Menurut Sibai (1964) angka kejadian sindroma HELLP berkisar antara 4 -14% dari
seluruh penderita PEB, sedangkan angka kejadian Sindroma HELLP pada seluruh
kehamilan adalah 0,2 0,6%. Sindroma ini secara bermakna lebih tinggi pada wanita
diambil dari 2
multigravida.
2.2.3 Klasifikasi
Terdapat 2 klasifikasi yang digunakan pada Sindroma HELLP,
yaitu: 1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang dijumpai.
Audibert dkk (1996 ) melaporkan pembagian Sindroma HELLP berdasarkan jumlah
keabnormalan parameter yang didapati, yaitu: sindroma HELLP murni bila didapati
ketiga parameter, yaitu (1) hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan penurunan
jumlah trombosit dengan karakteristik gambaran darah tepi dijumpainya burr cell,
schistocyte, atau spherocytes, LDH > 600 IU/L,, SGOT > 70 IU/ L, bilirubin >1,2
Universitas Sumatera
Utara
ml/dl, dan jumlah trombosit <100.000/mm , (2) sindroma HELLP parsial bila
dijumpai hanya satu atau dua parameter sindroma HELLP.
2. Berdasarkan jumlah trombosit.
Martin (1991) mengelompokkan penderita Sindroma HELLP dalam tiga kelas:
1. kelas I : jumlah trombosit 50.000/mm
1,4
Selain itu,
dapat pula ditemukan penambahan berat badan dan edema (60%). Hipertensi tidak
dijumpai sekitar 20% kasus, hipertensi ringan 30%, dan hipertensi berat 50%.
2,3
2.2.5 Penatalaksanaan
Protokol manajemen sindroma HELLP:
22
Sindroma
HELLP bukan
merupakan
indikasi
untuk
segera
3,4,7
%.3,7
2.3.3 Gejala dan Tanda
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual yang hebat, nyeri epigastrium, dan hiperreflexia. Bila keadaan ini tidak
dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang.
2,3,7
Koma berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Secara perlahanlahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran
timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan
gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, diagnosis
eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :
2,3,7
1. Epilepsi
Pada anamnesis pasien epilepsi akan didapatkan episode serangan sejak
sebelum hamil atau pada hamil muda tanpa tanda preeklampsia.
2. Kejang karena obat anestesi
Apabila obat anestesi lokal disuntikkanke dalam vena, kejang baru timbul.
3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes melitus, perdarahan otak,
meningitis, ensefalitis, dan lain-lain.
2.3.5 Prognosis
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria
Eden antara lain:
21,30
Universitas Sumatera
Utara
2.3.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Tujuan utamanya ialah
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan
secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
37-40
2,3,21,30
2.4
Kerangka Teori
PREECLAMPSIA
Universitas Sumatera
Utara
2.5
Kerangka Konsep
Penanganan Aktif
PEB < 37
minggu
Penanganan
Ekspektatif
luaran bayi (nilai APGAR, berat lahir, kematian, dan lama rawat)
Universitas
Sumatera Utara