PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam ilmu geologi adalah
sedimentologi yang mempelajari tentang sedimentasi. Sedimentasi
adalah suatu
proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser
di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses
pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir
(sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari
material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus,
seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga
air, angin, dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan
halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih
rendah.Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material
yang
lebih
besar.
Makinkuat
hembusan
itu,
makin
besar
pula
daya
angkutnya.pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau
angin tadi membuat terjadinya sedimentasi. Dari semua proses di atas akan
membentuk partikel-partikel yang berbeda.
Material sedimen memiliki ukuran yang berbeda-beda mulai dari bongkah
sampai lempung. Ukuran material ini dapat menjelaskan proses, tempat terbentuknya
dan tempat terdapatnya material sedimen ini, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
sangatlah diperlukan untuk melakukan praktikum sedimentologi dengan acara analisa
ukuran butir.
1.2. Maksud dan Tujuan
Tujuan dari diadakannya praktikum ini diantaranya :
1. Mengetahui bentuk partikel yang dominan pada setiap stasiun pengamatan.
2. Mengetahui jarak transportasi dari material sedimen.
3. Mengetahui ukuran butir dari tiap perlapisan sedimen
Adapun maksud dari diadakannya praktek lapangan ini yaitu agar kita dapat
melihat langsung kenampakan ukuran butir pada perlapisan batuan sedimen
1.3. Letak dan Kesampaian Daerah
Lokasi penelitian terdiri atas beberapa titik yaitu lokasi pertama terletak
dilanjutkandidaerah Tanjung Bayang, tepatnya di Kelurahan Barombong, Kecamatan
Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan. Dari Gowa, Tanjung Bayang berjarak kira-kira
12 km, bisa ditempuh dengan kendaraan motor atau mobil.
Kemudian penenlitian dilanjutkan di salah satu titik Sungai Jeneberang tepatnya
di daerah Bili-bili, Kabupaten Gowa. Lokasi penelitian ini ditempuh dengan
mengendarai bus dengan jarak kurang lebih 30 km dari kampus. Perjalanan di tempuh
selama kurang lebih 45 menit.
Peralatan Kelompok
Palu geologi
Kompas geologi
Camera digital
Kantong plastic bening
GPS
Layang-layang arus
Roll meter
Skop
Peralatan Individu
Kantung sample
Papan clipboard
Buku lapangan
Kertas A4
HCl
Spidol
Alat tulis
Pita meter
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari diadakannya Fieldtrip ini adalah untuk mengetahui
bentuk butir dari setiap material sedimen serta proses pembentukan dan transportasi
dari material sedimen tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Geomorfologi regional
Bentuk morfologi yang menonjol di daerah ini adalah kerucut gunungapi
Lompobattang yang menjulang mencapai ketringgian 2876 meter di atas permukaan
Laut. Kerucut gunungapi Lompobattang ini dari kejauhan masih memperlihatkan
bentuka aslinya dan tersusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempit sebarannya terdapat disebelah Barat
dan disebelah Utara gunung Lompobattang. Disebelah Barat terdapat gunung
Baturape mencapai ketinggian 1124 meter, dan disebelah Utara terdapat gunung
Cindako, mencapai ketinggian 1500 meter. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun
oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
Dibagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh topografi karst yang
dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi Karst ini
dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen
Bawah sampai Pliosen
Disebelah Barat gunung Cindako dan sebelah Utara gunung Baturape
merupakan daerah berbukit halus di bagian Barat. Bagian Barat mencapai ketinggian
kira-kira 500 meter diatas permukaan laut dan hampir merupakan suatu dataran.
Bentuk morfologi ini tersusun oleh batuan klastik gunungapi berumur Miosen. Bukitbukit yang memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke gunung Cindako dan
gumnung Baturape berupa retas-retas Basalt.
Pesisir Barat merupakan datraan rendah yang sebagian besar terdiri dari
daerah rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah
banjir di dataran ini. Di bagian Timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun
oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen.
Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah dengan
arah umumu Baratlaut Tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk.
Daerah ini tersusun oleh batuan Karbonat dari Formasi Tonasa.
Batuan tua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi
Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu
endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu.
Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunung api pada waktu kira-kira 63 juta
tahun, dan menghasilkan Btuan gunung api terpropilitkan.
Lembah Walanae di Lembar Pangkajene Bagian Barat sebelah Utaranya
menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir
Timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen , yaitu sedimen klastika
Formasi Salo Kalupangdisebelah Timur dari sedimen Karbonat Formasi Tonasa
disebelah Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah Barat Lembah Walanae
merupakan paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu cekungan
sedimentasi dekat daratan
Paparan Laut dangkal Eosen meluas hampir ke seleruh lembar peta , yang
buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah
Timur Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai
Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae rupanya
berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang menghasilkan
Formasi Kalamiseng.
Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh tektonikyang
menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi
cekungan dimana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar
berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi
sampai kala Pliosen.
Menurunnya cekungan Walanae dibarengi pleh kegiatan gunungapi yang
terjadi secara luas disebelah Baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah timurnya.
Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya
terjadi dibawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul dipermukaan pada
kala Pliosen. Kegiatan gunung api selama Miosen menghasilkan Formasi Camba,
dan selama Pliosen menghasilkan Batuan gunungapi Baturape-Cindako kelompok
retas basal berbentuk radier memusat ke gunung Cindako dan gunung Baturape,
terjadinya mungkin berhubungan gerakan mengkubah pada Kala Pliosen.
Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan Kala
Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan
magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesarsesar en echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah Utara
Selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan mendatar dekstral
daripada batuan alas di bawah Lembar Walanae. Sejak Kala Pliosen pesisir barat
ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pala Kala Holosen
hanya terjadi endapan alluvium dan rawa-rawa.
2.1.2
Stratigrafi regional
Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen
flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan Malihan (S)
belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda daripada Formasi
Marada ; yang jelas diterobos oleh Granodiorit yang diduga berumur Miosen (19-2
juta tahun yang lalu). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih
muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan Gunungapi terpropilitkan tidak begitu
jelas, kemungkinan tak selaras.
Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen AwalOligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur dengan
bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah
Timur Lembah Walanae dan formasi Tonasa terjadi disebelah Baratnya.
Satuan batuan yang berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah menindih tak selaras
batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya, diperkirakan
batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi tonasa (Temt) terjadi pada daerah
yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir
berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya
tidak kurang dari 1750 meter. Pada kala Miosen Awal, rupanya terjadi endapan batuan
gunungapi di daerah Timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).
Satuan batuan yang berumur Miosen Tengan sampai Pliosen menyusun
Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih tidak selaras batuanbatuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan
dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan
gunungapi
diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah Timur,
dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota Selayar (Tmps).
Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun
Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda
adalah yang menyusun satuan gunungapi Lompobattang (Olv), berumur Plistosen.
Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).
2.1.3
Sukamto
(1982),struktur
geologi
di
daerah
pegunungan
kemiringan
lapisan
batuan,baik
batuan
Tersier
maupun
batuan
Struktur Sesar
Struktur sesar ini mempunyai arah yang bervariasi,seperti pada daerah
Timurlaut,sedangkan pada baian Utara mengarah Baratdaya-Timurlaut dan BaratlautTenggara,dimana jenis sesar ini sulit untuk ditentukan.
Terjadinya pelipatan dan pensesaran berhubungan dengan proses tektonik
daerah setempat,dimana akhir daripada kegiatan gunung api Miosen Bawah,diikuti
oleh
tektonik
yang
menyebabkan
terjadinya
pemulaan
terbentuknya
2.2 Tekstur
2.2.1 Pelapukan
Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa batuan, baik secara fisika,
kimiawi, maupun secara biologis. Proses pelapukan batuan membutuhkanwaktu yang
sangat lama. Semua proses pelapukan umumnya dipengaruhi oleh cuaca. Batuan yang
telah mengalami proses pelapukan akan berubah menjadi tanah. Apabila tanah
tersebut tidak bercampur dengan mineral lainnya, maka tanah tersebut dinamakan
tanah mineral. Pelapukan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Pelapukan Fisika
Pelapukan fisika atau sering pula disebut pelapukan mekanik adalah proses
pelapukan batuan yang diakibatkan adanya pengaruh faktor fisik pada batuan. Faktor
yang paling dominan dalam macam pelapukan ini adalah suhu udara, tekanan, dan
kristalisasi garam. Jenis pelapukan ini hanya dapat ditemukan di daerah beriklim
ekstrim, seperti daerah subtropis, daerah gurun, pesisir pantai, dan daerah dengan
topografi curam.
2. Pelapukan Kimia
Pelapukan kimia adalah proses pelapukan yang diakibatkan perubahan
struktur kimiawi pada batuan melalui reaksi tertentu. Adapun reaksi yang terjadi pada
proses pelapukan tersebut ada 3 macam, yaitu solution, hidrolisis, dan
oksidasi. Contoh pelapukan kimia melalui ketiga reaksi tersebut antara lain:
1.
2.
3.
Oksidasi pada batuan yang kaya mineral besi memungkinkan ikatan mineral
di permukaan batuan jadi lemah dan terutai.
3. Pelapukan Biologi
Pelapukan biologi atau sering pula disebut pelapukan organik adalah proses
pelapukan batuan yang dilakukan oleh organisme melalui aktivitasnya di sekitar
lingkungan batuan tersebut. Adapun organisme yang berperan dalam macam
pelapukan ini bisa berupa hewan, tumbuhan, jamur, bakteri, hingga manusia.
Proses pelapukan biologi melibatkan 2 cara, yaitu cara biokimia dan cara mekanis.
Berikut ini adalah contoh pelapukan biologi melalui 2 cara tersebut.
1.
2.
Dalam teori segala ukuran butir sedimen dapat dibawa dalam suspensi, jika
arus cukup kuat. Akan tetapi di alam, kenyataannya hanya material halus saja yang
dapat diangkut suspensi. Sifat sedimen hasil pengendapan suspensi ini adalah
mengandung prosentase masa dasar yang tinggi sehingga butiran tampak
mengambang dalam masa dasar dan umumnya disertai memilahan butir yang buruk.
Cirilain dari jenis ini adalah butir sedimen yang diangkut tidak pernah menyentuh
dasar aliran.
Bedload transport
Berdasarkan tipe gerakan media pembawanya, sedimen dapat dibagi menjadi:
1. endapan arus traksi
2. endapan arus pekat (density current) dan
3. endapan suspensi.
Arus traksi adalah arus suatu media yang membawa sedimen didasarnya. Pada
umumnya gravitasi lebih berpengaruh dari pada yang lainya seperti angin atau
pasang-surut air laut.
Sedimen yang dihasilkan oleh arus traksi ini umumnya berupa pasir yang
berstruktur silang siur, dengan sifat-sifat:
1. pemilahan baik
2. tidak mengandung masa dasar
3. ada perubahan besar butir mengecil ke atas (fining upward) atau ke bawah
(coarsening upward) tetapi bukan perlapisan bersusun (graded bedding).
Di lain pihak, sistem arus pekat dihasilkan dari kombinasi antara arus traksi
dan suspensi. Sistem arus ini biasanya menghasilkan suatu endapan campuran antara
pasir, lanau, dan lempung dengan jarang-jarang berstruktur silang-siur dan perlapisan
bersusun.
Arus pekat (density) disebabkan karena perbedaan kepekatan (density) media.
Ini bisa disebabkan karena perlapisan panas, turbiditi dan perbedaan kadar garam.
Karena gravitasi, media yang lebih pekat akan bergerak mengalir di bawah media
yang lebih encer. Dalam geologi, aliran arus pekat di dalam cairan dikenal dengan
nama turbiditi. Sedangkan arus yang sama di dalam udara dikenal dengan nuees
ardentes atau wedus gembel, suatu endapan gas yang keluar dari gunungapi. Endapan
dari suspensi pada umumnya berbutir halus seperti lanau dan lempung yang
dihembuskan angin atau endapan lempung pelagik pada laut dalam.
Kenyataan di alam, transport dan pengendapan sedimen tidak hanya dikuasai
oleh mekanisme tertentu saja, misalnya arus traksi saja atau arus pekat saja, tetapi
lebih sering merupakan gabungan berbagai mekanisme. Malahan dalam berbagai hal,
merupakan gabungan antara mekanik dan kimiawi. Beberapa sistem seperti itu dalah:
1. sistem arus traksi dan suspensi
2. sistem arus turbit dan pekat
yang
2.4 Tekstur
Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan
ukuran dan bentuk butir serta susunannya (Pittijohn, 1975).
a. Ukuran Butir (Grain Size)
Analisis granulometri merupakan suatu analisis tentang ukuran butir
sedimen. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat resistensi butiran sedimen
terhadap
proses-proses
eksogenik
seperti
pelapukan
erosi
dan
abrasi
NAMA BUTIR
Bongkah (boulder)
Brangkal (couble)
256 64
Krakal (pcebble)
64 4
42
21
- 1/8
Lanau (silt)
Lempung (clay)
1/16 1/256
1/256
b. Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun
batuan sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan
besar butirnya maka pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu
keseragaman butir didalam batuan sedimen klastik. Beberapa
istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, adalah:
1. - Well sorted
2. - Medium sorted
3. - Poor sorted
c.
: terpilah baik
: terpilah sedang
: terpilah buruk
umumnya
2.5 Struktur
Struktur batuan sedimen dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Struktur Primer (sygenetic); struktur yang terbentuk bersama dengan pembentukan
batuan sedimen itu sendiri :
a. Struktur
Fisika;
struktur
yang
terbentuk
karena
proses
fisika
(berupa
arus/gelombang)
1. Bedding, Cross-bedding, Graded-bedding, Inverted graded-bedding, Lamination.
2.
4.
1.
2.
Burrow (galian)
3.
1.
Nodule, Konkresi.
2. Struktur Sekunder (epigenetic); struktur yang terbentuk setelah terbentuknya
batuan sedimen tersebut, seperti fault, fold, jointing.
Dari klasifikasi tersebut, beberapa struktur yang umum ditemukan pada batuan
sedimen antara lain :
1. Bedding, atau biasa dikenal sebagai Struktur Berlapis. Struktur ini merupakan ciri
khas batuan sedimen yang memperlihatkan susunan lapisan-lapisan (beds) pada
batuan sedimen dengan ketebalan setiap lapisan 1 cm.
2. Cross-Bedding,
perlapisan
Silang-Siur
(Cross-Bedding),
batuan
sedimen
suatu pengaruh tertentu, perubahan gradual butiran yang terbalik (makin ke bawah
semakin halus) dapat terbentuk pada suatu batuan sedimen dan menyebabkan suatu
kenampakan struktur Bergradasi Terbalik (Inverted Graded-Bedding).
6. Slump, salah satu struktur batuan sedimen yang berbentuk lipatan kecil meluncur
ke bawah karena adanya suatu pengangkatan pada suatu lapisan yang belum
terkonsolidasi sempurna.
7. Load Cast, merupakan struktur batuan sedimen yang berupa lekukan di permukaan
ataupun bentukan tak beraturan karena pengaruh suatu beban di atas batuan tersebut.
8. Flute Cast, suatu struktur batuan sedimen yang berupa gerusan di permukaan
lapisan batuan karena pengaruh suatu arus.
9. Wash Out adalah kenampakan struktur batuan sedimen sebagai hasil dari erosi tibatiba karena pengaruh suatu arus kuat pada permukaannya.
10. Stromatolite adalah struktur lapisan batuan sedimen dengan susunan berbentuk
lembaran mirip terumbu yang terbentuk sebagai hasil dari aktivitas cyanobacteria.
11. Tool Marks, struktur ini hampir sama dengan flute cast, namun bentuk gerusan
pada permukaan/lapisan batuan sedimen diakibatkan oleh gesekan benda/suatu objek
yang terpengaruh arus.
12. Rain Print atau rain marks merupakan suatu kenampakan/struktur pada batuan
sedimen akibat dari tetesan air hujan.
13. Burrow, struktur kenampakan pada lapisan batuan sedimen berupa lubang atau
galian hasil dari suatu aktivitas organisme.
14. Trail, kenampakan jejak pada batuan sedimen berupa seretan bagian tubuh
suatu makhluk hidup/organisme.
15. Track, seperti struktur trail, track merupakan kenampakan jejak berupa tapak kaki
suatu organisme.
16. Mud Cracks. Bentuk retakan-retakan (cracks) pada lapisan lumpur (mud) yang
umumnya berbentuk polygonal.
17. Flame Structure, kenampakan struktur yang seperti lidah/kobaran api. Struktur ini
dapat terbentuk ketika suatu sedimen yang belum terlitifikasi sempurna terbebani
oleh suatu lapisan sedimen yang lebih berat di atasnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam fieldtrip ini terdiri dari tahap persiapan,
metode penelitian lapangan dan tahap analisa data.
3.2.1 Tahap Persiapan
Pada tahap ini ditempuh dalam dua bagian yaitu studi literatur dan studi pustaka,
administrasi persuratan dan persiapan perbekalan, perlengkapan dan peralatan. Studi pustaka
dan literatur dilakukan para peserta, untuk mempersiapkan dan membekali diri dengan teori,
data penelitian terdahulu, interpretasi peta dasar dan sebagainya, yang berhubungan dengan
daerah penelitian dan dapat mendukung praktek lapangan ini. Bagian administrasi dan
persuratan dilakukan untuk melengkapi segala persuratan dan perizinan yang ada
hubungannya dengan penelitian lapangan, agar tidak memperoleh hambatan pada saat
penlitian. Selanjutnya persiapan perbekalan, perlengkapan dan peralatan ke lapangan.
3.2.2 Metode Penelitian Lapangan
Metode pengambilan sampel (sampling) yang digunakan di lapangan terdiri
dari dua metode. Pertama, membuat tes spit berukuran 1.5 x 1 m dengan kedalaman 1
m, yang kemudian dilakukan pengambilan data-data seperti pengukuran tebal lapisan,
deskripsi sedimentologi, sketsa dan pengambil sampel. Dimaksudkan untuk analisis
ukuran butir. Kedua, membuat sketsa kalkir terhadap material sedimen berukuran
kerikil sampai bongkah yang terdapat pada endapan sungai Jeneberang untuk maksud
30
data yang telah diolah, melakukan rekontruksi dan penarikan kesimpulan berdasarkan
data data yang diperoleh.
Tahap analisa data yang dilakukan yaitu analisis setelah data lapangan diolah
untuk mempermudah penarikan kesimpulan, dengan cara menganalisis ukuran butir.
3.2.4 Tahap penyusunan Laporan
Setelah dilakukan pengolahan data, analisa data, interpretasi data dan
penarikan kesimpulan, maka selanjutnya tahap penulisan laporan yaitu dimana semua
data-data yang telah diolah dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada daerah penelitian di dapatkan material sedimen berupa pasir yang berukuran pasir
sangat halus - sangat halus.