Anda di halaman 1dari 15

Sejarah

Sejarah Keperawatan Gigi


A.Latar Belakang
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
pada masyarakat Indonesia, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri
tertanggal 30 Desember 1950 Nomor: 27998 / Kab
memutuskan mendirikan Pendidikan Perawat Gigi ( Dental
Nurse ). Keputusan tersebut berlaku mulai 1 Agustus
1951, maka berdirilah Sekolah Perawat Gigi di Jakarta.
Pada tahun 1953 Sekolah Perawat Gigi Jakarta
meluluskan Perawat Gigi yang pertama. Namun pada
tahun 1957 Sekolah Perawat Gigi diubah menjadi Sekolah
Pengatur Rawat Gigi ( SPRG ). ( catatan komentar : inilah
awal masalah jati diri perawat gigi menjadi tidak jelas,
mengapa nama Sekolah Perawat Gigi berubah menjadi
Sekolah Pengatur Rawat Gigi ? sementara orang awam
selalu beranggapan SPRG adalah Sekolah Perawat Gigi)
Pada tahun 1959 SPTG didirikan dan pada tahun 1960
lulus Sekolah Pengatur Tehniker Gigi angkatan I Jakarta
dan akhirnya pada tahun 1967 berdiri Ikatan Perawat Gigi
dan Tehniker Gigi Indonesia ( IPTGI ). IPTGI berlangsung
sampai dengan tahun 1986 tanpa kegiatan atau vakum
dan di tahun itu pula dilaksanakan kongres I IPTGI di
Ciloto.
Pada tahun 1989 disusun konsep Jabatan Fungsional
Dokter Gigi, Perawat Gigi dan Tehnisi Gigi. Pada tahun

1991, konsep Jabatan Fungsional Paramedis Gigi ditolak


Menteri Pendayagunaan karena latar belakang pendidikan
Perawat Gigi dan Tehnisi Gigi berbeda, sehingga jabatan
fungsional antara kedua tenaga tersebut perlu dipisah.
Pada tahun 1991 berlangsung kongres II IPTGI di Jakarta
diantaranya membahas konsep Jabatan Fungsional
Paramedis Gigi ditolak Menteri Pendayagunaan karena
latar belakang pendidikan Perawat Gigi dan Tehnisi Gigi
berbeda, sehingga jabatan fungsional antara kedua
tenaga tersebut perlu dipisah.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
bahwa tenaga kesehatan harus mempunyai keahlian
professional yang ditunjang pendidikannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang
Jabatan Fungsional menyatakan untuk menjadi Jabatan
Fungsional dipersyaratkan adanya profesi yang jelas,
etika profesi dan tugas mandiri dari tenaga kesehatan
tersebut dan Jabatan Fungsional menghendaki adanya
organisasi profesi.
Sedemikian besar tuntutan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut serta luasnya tanah air Indonesia dan
bertambahnya penduduk, Perawat Gigi lulusan Sekolah
Pengatur Rawat Gigi di Jakarta sudah barang tentu tidak
mampu memenuhi tuntutan tersebut. Seperti kita ketahui
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan telah /
pernah memiliki sekitar 22 Sekolah Pengatur Rawat Gigi
yang berada di 17 propinsi. Jelaslah bahwa keberadaan
Perawat Gigi bagi masyarakat Indonesia sangat
dibutuhkan.
Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berdiri sejak tahun
1951 sampai saat ini telah mengalami beberapa kali

perubahan kurikulum, yang artinya Perawat Gigi juga telah


mempunyai beberapa wajah atau profil ( terlampir
Pedoman Kurikulum Pendidikan SPRG ) dari lampiran SK
Menkes Nomor 62/KEP/DIKLAT/KES/81.
Memenuhi tuntutan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil dan Organisasi Profesi serta berkat
daya juang yang tinggi melalui berbagai proses,
terbentuklah wadah menghimpun profesi Perawat Gigi
pada tanggal 13 September 1996 yang dinamakan
PERSATUAN PERAWAT GIGI INDONESIA / organisasi
profesi PPGI di BLKM Ciloto Jawa Barat yang didukung
oleh Direktorat Kesehatan Gigi, Biro Organisasi
Departemen Kesehatan RI, dan PUSDIKNAKES Depkes
RI.
Di dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
Jelaslah bagi kita, dari butir pertama Peraturan
Pemerintah tersebut, bahwa Perawat Gigi termasuk dalam
salah satu tenaga kesehatan. Perawat Gigi mempunyai
keterampilan, kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan gigi khususnya setelah menempuh pendidikan
Sekolah Pengatur Rawat Gigi.
Namun pada Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996
tenaga Perawat Gigi belum masuk di dalamnya, maka
PPGI yang baru terbentuk tersebut perlu mengadakan

MUNAS I dengan segera yang didukung pada waktu itu


Direktorat Kesehatan Gigi selaku Pembina Tehnis dan
berlangsunglah pertemuan para wakil Perawat Gigi dari
seluruh Indonesia pada tanggal 10 s.d. 11 Desember 1996
yang sekaligus mengesahkan organisasi profesi Perawat
Gigi dan telah menghasilkan ;
1.Anggaran Dasar
2.Anggaran Rumah Tangga
3.Kode Etik Perawat Gigi
4.Usulan draft jabatan fungsional
5.Program Kerja
Sesuai dengan keinginan para Perawat Gigi agar
keberadaan Perawat Gigi diakui oleh Pemerintah dan
tercantum pada PP No. 32 tahun 1996, Perawat Gigi
memberikan pandangan tentang keuntungan dan kerugian
apabila Perawat Gigi termasuk kategori Tenaga
Keperawatan dan Perawat Gigi sebagai kekhususan
Perawat.
Ada pun keuntungan dan kerugiannya sebagai berikut;
Alternatif I Perawat Gigi termasuk kategori Tenaga
Keperawatan adalah,
1.Perawat
2.Bidan
3.Perawat Gigi
Keuntungannya :
1.Perawat Gigi sebagai profesi yang mandiri
2.Memenuhi kebutuhan program yang ditentukan
Pemerintah dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan
mulut
3.Perawat Gigi sebagai mitra kerja Dokter Gigi
4.Perawat Gigi dapat memberikan pelayanan asuhan

sesuai dengan ilmu yang dimililiki


5.Perawat Gigi dapat menjalankan tugas, tanggung jawab
sesuai dengan profesinya
6.Perawat Gigi dapat mengembangkan jati dirinya
7.Perawat Gigi dapat mengembangkan karir sesuai
dengan profesinya
8.Meningkatkan percaya diri pada Perawat Gigi
9.Secara terorganisir dan pelayanan Perawat Gigi yang
prima mampu meningkatkan / mencapai derajat
kesehatan gigi masyarakat secara optimal
10.Perawat Gigi dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
lanjut yang sesuai dengan bidang ilmunya
Alternatif II Perawat Gigi sebagai kekhususan dari
PERAWAT
Yang termasuk tenaga Keperawatan :
1.Perawat
Perawat Umum
Perawat Gigi
dst
2.Bidan
Kerugiannya:
1.Program pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
tidak dapat terlaksana secara optimal
2.Dokter Gigi tidak mempunyai mitra kerja
3.Pendidikan Perawat Gigi yang ada kini dapat ditutup
4.Seluruh Perawat Gigi harus ada pelatihan karena ilmu
yang diterima berbeda
5.Perawat Gigi tidak dapat menunjukkan eksistensinya
Demikianlah yang diperjuangkan DPP PPGI agar Perawat
Gigi masuk kategori tenaga Keperawatan dan tercantum

pada jenis tenaga kesehatan bagian dari tenaga


Keperawatan di dalam PP No. 32 tahun 1996 dengan
berbagai upaya maka keluarlah Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1035/Menkes/SK/IX/1998


tentang Perawat Gigi merupakan salah satu
jenis tenaga Kesehatan kelompok
Keperawatan. Selanjutnya untuk kenyamanan Perawat
Gigi bekerja disusunlah peraturan peraturan Jabatan
Fungsional Perawat Gigi kemudian terbitlah :
1.KEPMENPAN No. 22/KEP/M.PAN/4/2001tentang
Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan angka kreditnya
2.Keputusan Bersama Menkes dan Kesos dan KA. BKN
No. 728/MENKES/ KESOS/ SKB/ VII/ 2001 dan No. 32A
Tahun 2001
3.Kep.Menkes No. 1208/Menkes /SK/ XI/2001
Sebagai pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1996 tersebut maka perlu ditetapkan
tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi tertuang
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No: 1392Menkes /SK/XII/2001 ( SK terlampir )
Perawat Gigi dalam melaksanakan tugasnya dengan
memberikan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut
sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 284/ Menkes/SK/
IV/ 2006, terlampir
Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga
Kesehatan dalam kelompok Keperawatan yang dalam
menjalankan tugas profesinya harus berdasarkan Standar
Profesi sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesi Nomor : 378/Menkes/SK/III/2007, (terlampir).

Sehingga dapat disimpulkan tenaga profesi Kesehatan


Gigi mempunyai jenis tenaga sebagai berikut ;
1.Dokter Gigi
2.Perawat Gigi
3.Tehniker Gigi
B. SEJARAH AKADEMI KESEHATAN GIGI DEPKES
HINGGA KINI
Menyadari akan makin meningkatnya need and demand
masyarakat akan kebutuhan pelayanan kesehatan,
PUSDIKLAT Depkes ( pada waktu itu belum terpisah
Pusdiklat dan Pusdiknakes) telah memikirkan untuk
meningkatkan SPRG menjadi Program D3 dengan
mengadakan pertemuan di Tawangamangu tahun 1980
yang dihadiri oleh pakar dari Depkes, Depdikbud,
beberapa dekan FKG, Pimpinan dan staf SPRG .
Setelah melalui proses yang panjang, konsultasi dengan
Departemen Kesehatan, Depdikbud, FKG, FKM, PDGI,
IPGI ( pada waktu itu IPTGI ) serta mengacu pada
referensi antara lain Sistem Kesehatan Nasional, lahirlah
Akademi Kesehatan Gigi Depkes yang akan melahirkan
tenaga Ahli Madya Kesehatan Gigi.
Bentuk Pendidikan Tinggi
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 menegaskan
bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah
di jalur pendidikan sekolah. Pendidikan tinggi terdiri atas
pendidikan akademik dan pendidikan professional, satuan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
disebut Perguruan Tinggi yang dapat berbentuk Akademi,
Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas.

1.Akademi menyelenggarakan program pendidikan


professional dalam satu atau sebagian cabang ilmu
pengetahuan, tehnologi, atau kesenian tertentu
2.Politeknik menyelenggarakan program pendidikan
professional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus
Dengan demikian pendidikan akademik yang
mengutamakan peningkatan mutu dan memperluas
wawasan ilmu pengetahuan, diselenggarakan oleh
Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas, sedangkan
pendidikan professional yang mengutamakan peningkatan
kemampuan penerapan ilmu pengetahuan,
diselenggarakan oleh Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi,
Institut, dan Universitas.
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Akademi Kesehatan
Gigi mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor : 095/MENKES/SK/II/1991. Dan berdasarkan
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
017a/U/1998 Nomor: 108/MENKES/SKB/II/1998 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Program Diploma di Bidang
Kesehatan dengan lampiran Keputusan Bersama tersebut
tertanggal 3 Pebruari 1998 jenis pendidikan program di
bidang kesehatan sebagai berikut;
1.Keperawatan
2.Kebidanan
3.Kesehatan Lingkungan
4.Gizi
5.Tehnik Radiodiagnostik dan Radioterapi
6.Tehnik Elektromedik
7.Fisioterapi
8.Farmasi

9.Analis Farmasi dan Makanan


10.Analis Kesehatan
11.Refraksi Optisi
12.Terapi Wicara
13.Okupasi Terapi
14.Ortetik Prostetik
15.Tehnik Gigi
16. Kesehatan Gigi
17.Perekam Medis dan Informasi Kesehatan
Pendidikan Perawat Gigi di Indonesia pada awalnya
dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan dengan kemampuan vokasional setara jenjang
pendidikan menengah dengan kelembagaan Sekolah
Pengatur Rawat Gigi berubah menjadi Akademi
Kesehatan Gigi ( AKG ) dengan peserta didik berasal dari
lulusan pendidikan menengah ( SMU/SMA) dan semenjak
tahun 2002 Akademi Kesehatan Gigi bergabung dalam
struktur kelembagaan Politeknik Kesehatan sebagai
Jurusan Kesehatan Gigi ( JKG ).
Padahal Keputusan Menteri Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial Nomor 43/MENKESKESOS/SK/1/2001 tentang Izin Penyelenggaraan
Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan pendidikan
Diploma Kesehatan Gigi tidak sesuai lagi dengan situasi
dan kondisi saat ini. ( terlampir ) dan telah diganti menjadi
jenis pendidikan Diploma Keperawatan Gigi sebagaimana
pada SK Menkes dalam lampiran I Surat Keputusan
Menteri Kesehatan (terbaru) Nomor :
1192/MENKES/PER/X2004 tanggal 19 Oktober 2004
tertuang jenis pendidikan Diploma di bidang kesehatan
sebagai berikut;

1.Keperawatan
2.Kebidanan
3.Keperawatan Gigi
4.Kesehatan Lingkungan
5.Gizi
6.Fisioterapi
7.Okupasi Terapi
8.Terapi Wicara
9.Ortotetik Prostetik
10.Farmasi
11.Analis Farmasi dan Makanan
12.Tehnik Radiodiagnostik dan Radioterapi
13.Analis Kesehatan
14.Tehnik Gigi
15.Tehnik Elektromedik
16.Refraksi Optisi
17.Perekam dan Informatika Kesehatan
18.Tehnologi Tranfusi Darah
19.Akupunktur
20.Tehnik Kardiovaskuler
Namun kenyataan hingga saat ini penyelenggaraan
pendidikan program Diploma jenis pendidikan masih
menggunakan jenis pendidikan lama ( Kesehatan Gigi ).
Kekhasan dari penyelenggaraan pendidikan program
Diploma adalah pelaksanaan praktik yang lebih intensif
untuk menghasilkan lulusan yang menguasai kompetensi
profesi tertentu. Hal ini berimplikasi pada beberapa hal
berikut;
1.Program Diploma lebih mengutamakan pada
peningkatan keahlian dan keterampilan
2.Kegiatan menerapkan dan mempraktikkan keahlian

lebih dominan dalam proses penyelenggaraan sistem


belajar mengajar
3.Oleh karenanya laboratorium maupun bengkel dengan
fasilitas yang memadai menjadi tulang punggung dalam
penyelenggaraan pendidikan
4.Dosen atau laboran yang kompeten menjadi prasyarat
utama agar sistem pembelajaran berjalan semestinya
5.Kurikulum harus merujuk pada kompetensi profesi yang
dituju
Kompetensi menjadi jembatan yang menghubungkan
antara stake holder (pengguna) dengan institusi
pendidikan program Diploma ( diantaranya Politeknik
Kesehatan Depkes ). Kompetensi profesi akan menjadi
rujukan dalam menyusun panduan proses belajar
mengajar, yang salah satu bagian terpentingnya adalah
kurikulum.
Dengan demikian kurikulum pada pendidikan Diploma
harus didasarkan pada kompetensi profesi yang
diidentifikasi secara langsung dari masyarakat profesinya.
( P5D Bandung, 2002 hal 3 )
Dalam membangun kurikulum berbasis kompetensi
profesi perlu diperhatikan urutan kerja dalam
menyelesaikan setiap tahapannya. Urutan yang logis
untuk membangun kurikulum adalah;
1.Identifikasi profesi dan rincian kerja pada profesi
tersebut
2.Identifikasi kompetensi dari setiap profesi yang telah
teridentifikasi
3.Menjabarkan kompetensi dalam gatra pembelajaran
sesuai taxonomi Bloom sekaligus mengukur
kedalamannya

4.Memilah dan mengurut gatra pembelajaran dalam


kelompok matakuliah
5.Menentukan mata kuliah yang merangkum gatra
pembelajaran yang telah tersusun
Hal tersebut harus dirinci dan dilaksanakan proses
pengembangan kurikulum Diploma III Keperawatan Gigi
yang diinginkan.
Jurusan Keperawatan Gigi lebih sesuai namanya dengan
yang dihasilkan yaitu Perawat Gigi dengan sebutan Ahli
Madya Keperawatan Gigi.
Penggantian nama pendidikan dari Jurusan Kesehatan
Gigi menjadi Jurusan Keperawatan Gigi juga telah masuk
daftar agenda ( prioritas utama program jangka pendek )
Musyawarah Nasional III PPGI, Perawat Gigi seluruh
Indonesia tahun 2006 di Makassar.
C. PERAWAT GIGI BUKAN PERAWAT ( NURSE )
Walaupun Perawat Gigi di dalam SK Menteri Kesehatan
RI Nomor 1035 Tahun 1998 termasuk kelompok
Keperawatan bukan berarti Perawat Gigi adalah Perawat.
Sama halnya berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan, Bidan juga termasuk
kelompok Keperawatan akan tetapi Bidan sendiri
menyatakan dirinya bukan Perawat.
Alasan mengapa Perawat Gigi bukan Perawat adalah
Pemahaman tentang Keperawatan bukan hanya berarti
nursing. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi ke-2 yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1994, kata RAWAT
diartikan pelihara, urus, atau jaga. Perawatan adalah
proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan,

penyelenggaraan, pembelaan (orang sakit). Berdasarkan


pengertian tersebut di atas, maka Keperawatan dapat
diartikan sesuatu yang berkaitan dengan proses
perbuatan, cara merawat, pemeliharaan,
penyelenggaraan dan pembelaan khususnya bagi orang
sakit.
Definisi Keperawatan berdasarkan hasil lokakarya
Keperawatan Tahun 1983, dinyatakan bahwa
Keperawatan adalah suatu bentuk professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
berbentuk pelayanan biopsiko social cultural yang
komperehensif serta ditujukan kepada inidividu, keluarga
dan masyarakat baik sehat maupun sakit.
Dalam hal ini PPGI lebih cenderung mengartikan
Keperawatan dalam konteks kesehatan gigi dan mulut
adalah dalam bentuk upaya pemeliharaan ( care )
kesehatan gigi dan mulut. Antara Perawat Gigi dan
Perawat terdapat perbedaan pendekatan walaupun kedua
jenis tenaga tersebut memandang manusia sebagai satu
kesatuan yang mengandung unsur unsur biologi,
psikologis, sosial dan kultural (biopsikososialkultural).
Perawat Gigi melakukan asuhan kesehatan gigi dan mulut
dalam upaya pendekatan, pemeliharaan melalui tindakantindakan promotif preventif, sedangkan Perawat (Nurse)
melakukan pendekatan berdasarkan pendekatan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia agar mampu
mengatasi masalahnya.
Hingga dapat disimpulkan sebagai berikut;
1.Pelayanan kesehatan gigi dan mulut mencakup
pelayanan medis gigi ( care ) oleh Dokter Gigi, pelayanan

asuhan kesehatan gigi dan mulut ( care ) oleh Perawat


Gigi dan pelayanan asuhan supporting oleh Tehnisi Gigi.
2.Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan
secara komperehensif kepada individu, keluarga dan
masyarakat yang mempunyai ruang lingkup berfokuskan
kepada aspek promotif, preventif, dan kuratif dasar
3.Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi
dapat memberikan konseling terhadap hak-hak klien dan
memberikan jaminan terhadap kualitas pelayanan
kesehatan gigi dan mulut yang diberikan secara
profesional
4.Untuk menghasilkan tenaga Perawat Gigi yang
profesional melalui pendidikan jenjang lanjut, pendidikan
tinggi yaitu jenjang Diploma III
5.Perawat Gigi merupakan tenaga kesehatan professional
yang termasuk dalam kategori tenaga Keperawatan
6.Tugas Perawat Gigi bersifat mandiri secara professional
7.Perawat Gigi adalah mitra kerja Dokter Gigi yang
menunjang program Pemerintah dalam pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut
8.Perawat Gigi melaksanakan program Pemerintah
( Departemen Kesehatan ) dalam pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
9.Pendidikan Perawat Gigi telah dimulai sejak tahun 1951
melalui Sekolah Perawat Gigi dan pada tahun 1957
berubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang
ditingkatkan jenjang pendidikan tinggi melalui Akademi
Kesehatan Gigi dan kini Jurusan Kesehatan Gigi
10.Perawat Gigi mempunyai organisasi profesi sebagai
wadah berhimpun dan memperjuangkan aspirasinya
adalah PERSATUAN PERAWAT GIGI INDONESIA.

11.Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi


berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya ( Dokter
Gigi, Dokter Umum, Perawat Umum, Bidan dan
sebagainya ) dan bekerja sesuai Standar Profesi yang
berlaku
12.Penyelenggaran pendidikan Diploma bidang kesehatan
bagi tenaga calon Perawat Gigi agar disesuaikan nama
institusi menjadi Jurusan Keperawatan Gigi sebagaimana
dalam lampiran I SK Nomor 1192/Menkes/PER/X/2004
13.Kurikulum adalah dokumen yang berisikan uraian
mengenai aktivitas belajar, mengajar dan fasilitas
penunjang yang dirangkum berdasarkan kebutuhan
masyarakat, falsafah pendidikan dan tujuan institusional
( Keperawatan Gigi ) maka dianggap perlu melakukan
perubahan sesuai Standar Profesi dan Standar Pelayanan
Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut yang berlaku.
14.Bahwa penyusunan kurikulum pendidikan Diploma III
Keperawatan Gigi harus melibatkan organisasi profesi
PPGI
15.Semua anggota Keperawatan adalah satu KAUM =
Kaum Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai