PENDAHULUAN
TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum :
Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan keluarga sesuai dengan tahap perkembangannya
dan menjelaskan peran perawat pada masing-masing tahap.
Tujuan Instruksional khusus :
Mahasiswa mampu :
1. Menyebutkan definisi masing-masing tahap perkembangan keluarga.
2. Menjelaskan tugas-tugas perkembangan keluarga sesuai dengan tahap perkembangan
keluarga.
3. Menjelaskan masalah-masalah kesehatan yang terjadi sesuai dengan tahap perkembangan
keluarga.
4. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul pada setiap tahap
perkembangan keluarga.
5. Menjelaskan peran perawat pada setiap tahap perkembangan keluarga.
Salah satu kerangka paling baru yang digunakan untuk mempelajari dan bekerja dengan
keluarga adalah perkembangan keluarga. Pendekatan teoritis ini mencoba mengungkapkan
perubahan dari sistem keluarga yang terjadi dari waktu ke waktu termasuk perubahan-perubahan
dalam interaksi dan hubungan diantara anggota keluarga dari waktu ke waktu. Pendekatan
perkembangan keluarga didasarkan pada observasi bahwa keluarga adalah kelompok berusia
panjang dengan suatu sejarah alamiah, atau siklus kehidupan, yang perlu dikaji juga dinamika
kelompok diinterpretasikan secara penuh dan akrual (Duvall, dan Miller, 1985). Meskipun setiap
keluarga mengalami setiap saat perkembangan dengan cara-caranya yang unik, semua keluarga
dianggal sebagai contoh dari seluruh pola normatif (Rodger, 1973) dan mengikuti urutan-urutan
perkembangan yang universal (Goode, 1959).
Meskipun teori perkembangan umum didasarkan pada ciri-ciri ini dan biasa dari
kehidupan keluarga, namun teori ini tidak memberikan stressor non normatif atau situasional
(kejadian-kejadian yang tidak biasa) dan dapat dikritik karena asumsi tentang homogenitas
(kurang memperhatikan keanekaragaman kinerja), bias kelas menengahnya, asumsinya tentang
stabilitas dalam setiap tahap, dan kurangnya penjelasan proses yang terjadi diantara tahap-tahap
perkembangan yang memungkinkan keluarga bertindak. Namun penggunaan kerangka ini untuk
pengkajian dan intervensi-intervensi sangat membantu karena kerangka ini memberikan para
profesional perawatan kesehatan keluarga cara-cara mengantisipasi apa yang diharapkan dan apa
jenis penyuluhan dan konseling yang ditentukan. Teori perkembangan keluarga meningkatkan
pemahaman kita tentang keluarga pada titik yang berbeda dalam berbagai siklus kehidupan
mereka dan menghasilkan deskripsi yang khas tentang kehidupan keluarga dalam berbagai
tahap perkembangannya (Lupal dan Miller 1985). Malahan dengan mengkaji tahap
perkembangan keluarga dan pelaksanaan tugas-tugas yang sesuai dengan tahap tersebut, para
profesional perawatan kesehatan keluarga diberikan pedoman untuk menganalisis pertumbuhan
dan kebutuhan promosi kesehatan keluarga. Perawat keluarga lebih mampu memberikan
dukungan yang diperlukan untuk memajukan dari satu tahap ke tahap lain dengan lancar.
pernikahan)
Tahap II
: Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi sampai umur 30 bulan)
Tahap III
: Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur 2 hingga 6 tahun)
Tahap IV
: Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua berumur 6 hingga 13 tahun).
Tahap V
Tahap VI
: Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai
anak terakhir) yang meninggalkan rumah.
keluarga, jadi mengganggu keseimbangan keluarga. Penekanan disini diletakkan pada hubunganhubungan yang berubah, yang menjadi syarat sehingga keluarga bisa bergerak dari satu tahap
siklus kehidupan ke tahap berikutnya.
Tabel 2. Perbandingan Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga menurut Duvall, Miller,
Charter dan McGoldrick
Charter dan McGoldrick
2. Penyatuan
keluarga
melalui 1. Keluarga
pemula
atau
tahap
pernikahan.
menikah
3. Keluarga dengan anak kecil (masa 2. Keluarga sedang mengasuh anak
bayi hingga usia sekolah)
dengan
anak
usia
Tugas-Tugas Perkembangan.
Tahap ini adalah tahap keluarga antara, tugas-tugas perkembangannya bersifat
individual, bukan berorientasi pada keluarga. Carter dan McGoldrick (1980) menjelaskan bahwa
tugas perkembangan utama dari dewasa muda yang belum kawin adalah menerima keluarga
asalnya (hal. 13). Tiga tugas perkembangan yang dicantumkan oleh Carter dan McGoldrick
(1988, hal. 15) :
1. Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga asalnya.
2. Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.
3. Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian pekerjaan dan finansial.
Tabel 3. Tahap Transisi : Keluarga Antara dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang
Bersamaan.
Tahap Siklus
Tugas-Tugas
Kehidupan Keluarga
Tahap Transisi :
Perkembangan Keluarga
1. Pisah dengan keluarga asal.
Keluarga antara
menghalangi upaya-upaya dewasa muda untuk pisah ; dan sebaliknya jika anak merasa takut dan
tidak mampu hidup mandiri, maka ia akan menunda pemisahan tersebut dan mencoba agar
orangtua tetapi terlibat.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Selama masa transisi ini, masalah-masalah pribadi maupun masalah keluarga. Penggunaan
keluarga berencana dan pengendalian kelahiran merupakan masalah dan kebutuhan utama.
Penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual (STD) lebih sering ditemukan dalam kelompok
ini (penyakit kelamin, AIDS, dll). Kecelakaan dan bunuh diri merupakan penyebab utama
moralitas. Masalah-masalah kesehatan mental juga umum terjadi, dan seperti dijelaskan diatas,
terutama menghadapi isu pisah dengan cara fungsional dari keluarga asal sehingga hubungan
homoseksual yang intim dan sehat dapat dijalin.
Kebutuhan kesehatan promosi sama dengan tahap-tahap berikutnya. Karena dewasa muda
sekarang ini mandiri, khususnya gaya hidup mereka tidak termasuk dalam praktik perlindungan
kesehatan yang direkomendasikan, seperti menghindari obat-obatan, alkohol dan tembakau dan
juga mendapatkan tidur, nutrisi, istirahatm latihan, perawatan gigi dan uji kesehatan dan
perawatan yang adekuat.
sebuah
perkawinan
yang
saling
memuaskan,
menghubungkan
jaringan
persaudaraan secara harmonis, dan keluarga berencana merupakan tiga tugas perkembangan
yang penting dalam masa ini (Tabel 6-4).
1). Membangun Perkawinan yang Saling Memuaskan
Ketika dua orang diikat dalam ikatan perkawinan, perhatian awal mereka adalah
menyiapkan suatu kehidupan bersama yang baru. Sumber-sumber dari dua orang digabungkan,
peran-peran mereka berubah, dan fungsi-fungsi barupun diterima. Belajar hidup bersama sambil
memenuhi kebutuhan kepribadian yang mendasar merupakan sebuah tugas perkembangan yang
penting. Pasangan harus saling menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang bersifat
rutinitas. Misalnya mereka harus mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi,
membersihkan rumah, menggunakan kamar mandi bergantian, mencari rekreasi dan pergi ke
tempat-tempat yang menyenangkan bagi mereka berdua. Dalam proses saling menyesuaikan diri
ini, terbentuk satu kumpulan transaksi berpola dan lalu dipelihara oleh pasangan tersebut, dengan
setiap pasangan memicu dan memantau tingkah laku pasangannya.
Tabel 4. Tahap Pertama Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orang Tua, dan
Tugas-Tugas Perkembangan yang bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga Pemula
2. Menghubungkan
jaringan
berencana
(keputusan
kedudukan
sebagai
orangtua)
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Keberhasilan dalam mengembangkan hubungan tergantung pada saling menyesuaikan
diri yang baru saja dibicarakan, dan tergantung kepada komplementaritas atau kecocokkan
bersama dari kebutuhan dan minat pasangan. Sama pentingnya bahwa perbedaan-perbedaan
individu perlu diketahui. Dalam hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan dipandang untuk
memperkaya hubungan perkawinan. Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan
tergantung pada pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk menangani perbedaanperbedaan tersebut (Satir, 1983) dan konflik-konflik. Cara yang sehat untuk memecahkan
masalah adalah berhubungan dengan kemampuan pasangan untuk bersikap empati ; saling
mendukung, dan mampu berkomunikasi secara terbuka dan sopan (Raush et al, 1969) dan
melakukan pendekatan terhadap konflik atas rasa saling hormat menghormati (Jackson dan
Lederer, 1969).
Malahan, sejauhmana kesuksesan mengembangkan hubungan perkawinan tergantung
pada bagaimana masing-masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari keluarga asal masingmasing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang dewasa harus pisah dengan orangtuanya
dalam upaya untuk membentuk identitas dirinya sendiri dan hubungan intim yang sehat.
McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi yang amat bagus tentang proses ini dan
masalah-masalah psikososial selama masa ini.
Banyak pasangan mengalami masalah-masalah penyesuaian seksual, serikali disebabkan
oleh ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan kekecewaan dan harapanharapan yang tidak realistis. Malahan, banyak pasangan yang membawa kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi kedalam hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat
mempengaruhi hubungan seksual secara merugikan. (Goldenberg dan Goldenberg, 1985).
Kesehatan fisik ibu dan anak merupakan masalah utama yang didokumentasikan dalam
penelitian kebidanan dan perinatal. Jarak kelahiran antara 2 dan 4 tahun dan usia ibu 20 tahunan
merupakan faktor-faktor yang menguntungkan dalam mengurangi mortalitas dan mobiditas ibu
dan bayi. Jumlah keluarga yang optimal, jarak dan waktu kelahiran mengurangi mortalitas bayi
(Cohn dan Lieberman, 1974).
Angka kehamilan berencana semakin meningkat, karena banyak wanita dan pasangan
menggunakan alat kontrasepsi. Empat puluh lima negara bagian, dan juga Distrik Columbia telah
membuat undang-undang yang membolehkan gadis-gadis remaja berusia di bawah 18 tahun
mendapatkan kontrasepsi tanpa ijin dari orangtua. Namun sebagian besar remaja dan wanita
dewasa muda yang aktif secara seksual tidak mendapat pelayanan keluarga berencana (Chilman,
1988).
Perbedaan antara kelompok miskin dan kaya dalam menggunakan alat kontrasepsi yang
efektif berhubungan dengan aksesibilitas pelayanan (Manisoff, 1977) dan ketidaktahuan tentang
kehamilan dan kontrasepsi dikalangan remaja (Weatherley dan Cartoof, 1988). Faktor-faktor
agama dan sosiopolitik menjadi pengengah untuk mengurangi hak-hak reproduktif wanita dan
pasangannya. Seperti diawal tahun 1990-an, karena menentang hak untuk melakukan aborsi
secara legal maka perjuangan mempertahankan pelayanan saat ini agar tetap tersedia merupakan
masalah yang sedang berkembang. Pendanaan masyarakat dari pemerintah untuk keluarga
berencana, khususnya untuk aborsi telah dipotong, dan pelayanan terbatas pada kaum miskin dan
orang muda.
Selain kebutuhan untuk klinik medis yang banyak dan undang-undang yang
membolehkan remaja menerima perawatan, program pendidikan kesehatan keluarga berencana
dan seks yang efektif perlu direncanakan dilakukan di sekolah-sekolah, gereja dan lembagalembaga kesehatan. Pelayanan-pelayanan seperti itu harus difokuskan tidak hanya pada premispremis umum bahwa keluarga berencana merupakan satu tujuan dalam keluarga itu sendiri, tapi
pada keuntungan-keuntungan kesehatan dari keluarga berencana bagi individu dan bagi
pertumbuhan dan perkembangan keluarga.
Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana pada keluarga bukanlah sesuatu yang etis,
karena hal tersebut menghancurkan inisiatif, integritas, dan kompetensi. Gadis-gadis remaja yang
menginginkan bayi perlu mengkonsultasikan kesiapan fisik dan emosi untuk menjadi orang tua
dan perlindungan yang realistis terhadap kehamilan bersama-sama dengan supervisi kesehatan
yang baik. Tapi hanya sedikit saja dilakukan untuk mengimbangi tekanan-tekanan masyarakat
terhadap seks dan perkawinan dengan pendidikan kontrasepsi yang realistis.
Diagnosa yang mungkin pada keluarga pemula:
1. Gangguan komunikasi verbal
2. Perubahan proses keluarga
3. Perubahan penampilan peran
4. Gangguan interaksi sosial
5. Disfungsi seksual
Diagnosa yang mungkin pada ibu hamil:
Trimester I
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
ketidaknyamanan
resiko kekurangan volume cairan
resiko cidera terhadap janin
resiko keletihan
resiko konstipasi
resiko infeksi : ISK
resiko gangguan citra tubuh
resiko perubhan penampilan peran
perubahan pola seksualitas
Trimester II
Ketidaknyamanan
ketidakadekuatan menjadi orangtua baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman-teman,
dan para profesional perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah
malam oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih secara psikologis dan
fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan barangkali juga
bekerja, selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu menderita sakit atau mengalami
persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio besar.
Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap
anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke dalam kelompok
ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga berubah setiap anggota keluarga
memangku peran yang baru dan memulai hubungan yang baru. Selain seorang bayi yang baru
saja dilahirkan, seorang ibu, seorang ayah, kakek nenekpun lahir. Istri sekarang harus
berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan juga sebagai ayah dan sebaliknya. Dan
dalam keluarga yang memiliki anak sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi sangat berarti
bagi saudaranya sama seperti pada pasangan yang menikah. Mengatakan pada seorang anak
untuk menyesuaikan diri dengan seorang adik laki-laki atau perempuan yang baru mungkin sama
dengan suami mengatakan pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang nyonya yang ia
cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan Leanman, 1973). Ini merupakan
suatu
Clark, (1966) melakukan sebuah studi tentang keluarga secara kelahiran seorang bayi
baru menyatakan kesulitan dalam penyesuaian diri menyangkut orangtua dan kebutuhan yang
penting setelah kelahiran terhadap kesinambungan pelayanan keperawatan di rumah dan di
klinik.
Sebuah studi penting yang lain menyangkut transisi pasangan menjadi langka dilakukan
oleh La Rossa, (1981). Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses transisi seperti yang
dijelaskan dengan baik oleh model konflik, dimana terdapatnya waktu luang, konflik
kepentingan diantara orangtua, legitimasi terhadap penentuan masalah-masalah perkawinan
menyebabkan konflik antara kedua orangtua.
Miller dan Myers Walls (1983), berdasarkan atas tinjauan studi mereka terhadap
orangtua, meringksa stressor mengasuh anak yang spesifik yang diidentifikasi dalam penelitian.
Stressor yang paling sering disebutkan adalah sedikitnya
tanggungjawab menyangkut anak, selain itu diidentifikasi juga kurangnya waktu dan
persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih banyak tekanan perkawinan dilaporkan pada
pasangan yang sulit memiliki anak atau pasangan memiliki anak dengan masalah kesehatan yang
serius atau cacat.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas yang penting (tabel 5). Suami,
istri, dan bayi semuanya belajar peran-peran yang baru sementara keluarga inti memperluas
fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi penggabungan tugas perkembangan yang terus menerus
dari setiap anggota kelurga dan keluarga secara keseluruhan (Duvall, 1977).
Tabel 5. Tahap Kedua Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang sedang mengasuh anak dan
Tugas-Tugas Perkembangan yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga sedang mengasuh anak
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Membentuk keluarga muda sebagai
sebuah
unit
yang
mantap
tugas-tugas
hubungan
besar
dengan
peran-peran
Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang dengan lahirnya anak, dimana
pasangan berhubungan satu sama lain baik sebagai suami istri maupun sebagai orangtua. Pola
transaksi suami istri terbukti telah berubah secara drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa
orang tua bayi berbicara dan berkelakar lebih sedikit, pembicaraan yang merangsang lebih
sedikit dan kualitas interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua merasa kewalahan
dengan bertambahnya tanggungjawab, khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama
bekerja secara penuh.
Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk masalah dan
perasaan pribadi, perkawinan dan orangtua adalah sangat penting. Pasangan harus terus
memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan seksual dan juga berbagi dan berinteraksi
satu sama lain dalam hal tanggungjawab sebagai orangtua.
Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama kehamilan dan selama 6
minggu masa postpartum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa berikutnya umum terjadi,
yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam dalam peran barunya, keletihan dan
perasaan menurunnya daya tarik seksual dan juga perasaan suami bahwa ia tersingkir oleh
bayinya.
Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membentuk tiga serangkai.
Orangtua harus belajar untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi dari bayinya.
Misalnya, tangisan bayi perlu dibedakan kedalam ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar,
rangsangan yang berlebihan, sakit, atau letih. Dan bayi mulai memberikan respon terhadap
rangkulan, timangan dan berbicara yang kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua.
Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung saat pemeriksaan setelah postpartum
6 minggu. Orangtua kemudian harus didorong secara terbuka untuk mendiskusikan jarak
kelahiran dan perencanaan. Melihat meningkatkan tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang
dibawakan oleh bayi, orangtua perlu menyadari bahwa kehamilan dengan jarak rapat dan sering
dapat berbahaya bagi ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan unit keluarga.
Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam keluarga besar dan
dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain mencoba mendukung dan membantu
orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul. Misalnya, meskipun kakek nenek dapat menjadi
sumber pertolongan yang besar bagi orangtua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada
karena perbedaan nilai-nilai dan harapan-harapan yang ada antar generasi tersebut.
Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau sistem pendukung sosial untuk
mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda perlu
mengetahui kapan mereka butuh bantuan dan dari siapa mereka harus menerima bantuan tersebut
dan juga kapan mereka harus menggantungkan diri pada sumber-sumber dan kekuatan merek
sendiri (Duvall, 1977).
Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat penting bagi stabilitas dan moral
keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan pasangan dengan kekuatan
dan tenaga bagi bayi dan satu sama lain. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-tekanan yang
bertentangan, seperti antara
persoalan dan dapat menyiksa. Tipe konflik semacam ini dapat menjadi sumber sentral
ketidakbahagiaan selama tahap siklus kehidupan ini.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas yang terpusat
pada keluarga, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan masalah-masalah
kesehatan fisik secara dini, imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga berencana,
interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan kesehatan umum (gaya hidup).
Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari kehidupan keluarga ini adalah
inaksesibilitas dan ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk ibu yang bekerja,
hubungan akan-orangtua, masalah-masalah mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan
kelalaian terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orang tua.
Kemungkinan diagnosa
Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Disfungsi seksual
Gangguan tumbuh kembang
Menyusui tidak efektif
Resiko cidera
Perubahan penampilan peran
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perawatanprenatal dan perujukan untuk masalah-masalah kehamilan
Konselor pada nutrisi prenatal
Konselor pada kebiasaan maternal prenatal
Pendukung amnionsintesis
Konselor pada menyusui
Koordinator dengan layanan pediatrik
Penyelia imunisasi
Perujukan ke layanan-layanan tenaga sosial
bekerja paruh waktu atau bekerja penuh. Namun, menyadari bahwa orangtua adalah arsitek
keluarga, merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga (Satir, 1983), adalah penting
bagi mereka untuk memperkokoh kemitraan mereka secara singkat, agar perkawinan mereka
tetap hidup dan lestari.
Anak-anak usia prasekolah harus banyak belajar pada tahap ini, khususnya dalam hal
kemadirian. Mereka harus mencapai otonomi yang cukup dan mampu memenuhi kebutuhan
sendiri agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa campur tangan orangtua mereka dimana
saja. Pengalaman di kelompok bermain, taman kanak-kanak, Project Head Start, pusat
perawatan sehari, atau program-program sama lainnya merupakan cara yang baik untuk
membantu perkembangan semacam ini. Program-program prasekolah yang terstruktur sangat
bermanfaat dalam membantu orangtua dengan anak usia prasekolah yang berasal dari dalam kota
dan berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam IQ dan keterampilan sosial telah
dilaporkan terjadi setelah anak menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak selama 2 tahun (Kraft
et al, 1968).
Banyak sekali keluarga dengan orangtua tunggal berada dalam tahap siklus kehidupan
ini. Dalam tahun 1984, 50 persen keluarga kulit hitam dan 15 persen keluarga kulit putih di
Amerika Serikat dipimpin oleh satu orangtua, dan 88 persen dari keluarga ini dikepalai oleh ibu
(Nortan and Glick, 1986). Di kalangan keluarga dengan orangtua tunggal, ketegangan yang
timbul dari peran mengasuh anak untuk anak usia prasekolah, ditambah lagi dengan peran-peran
lain adalah besar. Pusat-pusat perawatan sehari bagi bayi dan anak usia prasekolah dengan
kualitas yang layak dan baik sulit ditemukan jika ditempatkan dikebanyakan kominitas. Ibu-ibu
yang bekerja dan ibu-ibu yang masih remaja secara khusus memerlukan fasilitas-fasilitas dan
program-program perawatan anak yang lebih baik (Adams dan Adams, 1990).
Tabel 6. Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia pra sekolah dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga dengan anak usia Prasekolah.
Tugas-Tugas Perkembangan
1. Memenuhi
keluarga
Keluarga
kebutuhan
seperti
anggota
rumah,
ruang
anak
tetap
yang
baru
memenuhi
secara bergantian. Penyakit infeksi sering terjadi bolak-balik dalam keluarga. Sering ke dokter,
merawat anak-anak yang sakit, kembali ke rumah untuk menjemput anak sakit dari taman kanakkanak merupakan krisis mingguan. Jadi kontak anak dengan penyakit infeksi dan menular dan
kerentanan umum mereka terhadap penyakit merupakan masalah-masalah kesehatan utama.
Kecelakaan, jatuh, luka bakar dan laserasi juga cukup sering terjadi. Kejadian-kejadian
ini lebih sering ditemukan dalam keluarga besar, keluarga di mana pengasuh dewasa tidak ada
(orangtua sering tidak di rumah), dan keluarga dengan pendapatan rendah. Keamanan lingkungan
dan pengawasan anak yang adekuat merupakan kunci untuk mengurangi kecelakaan.
Suami-ayah menerima lebih banyak keterlibatan dalam tanggungjawab rumah tangga
selama tahap perkembangan keluarga ini daripada tahap lain, persentase terbesar dalam tahap ini
digunakan untuk aktifitas perawatan anak. Keterlibatan ayah dalam perawatan anak saat ini
benar-benar penting, karena hubungan ini dengan anak usia prasekolah dapat membantu anak
mengindentifikasi jenis kelaminnya. Khusus bagi anak laki-laki dalam usia 5 tahun, penting
sekali bagi mereka untuk bergaul secara rapat dengan lingkungan terbatas yang kuat, ayah yang
hanya atau pengganti ayah sehingga identitas peran laki-laki dapat terbentuk (Walters, 1976).
Peran yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak usia prasekolah, yang secara
perlahan-lahan menerima lebih banyak tanggungjawab perawatan dirinya sendiri, plus membantu
ibu atau ayah dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Di sini bukan produktifitas anak yang
penting, melainkan proses belajar yang berlangsung.
Berlawanan dengan harapan, penelitian membuktikan bahwa kelahiran anak kedua dalam
keluarga memiliki efek yang bahkan lebih merusak hubungan perkawinan dari pada kelahiran
anak pertama. Feldman (1961) melaporkan bahwa peran orangtua membuat peran-peran
perkawinan lebih sulit, seperti terungkap dalam observasi berikut ini : pasangan suami istri
masing-masing merasakan perubahan kepribadian yang negatif ; mereka kurang puas dengan
keadaan di rumah, terdapat banyak interaksi yang berorientasi pada tugas, pembicaraan pribadi
lebih sedikit dan pembicaraan yang berpusat pada anak lebih banyak, kehangatan yang diberikan
kepada anak lebih banyak dari pada yang diberikan satu sama lain, dan tingkat kepuasan
hubungan seksual lebih rendah (Feldman, 1969).
Penelitian yang cukup terkenal ini paralel dengan laporan dan observasi para konselor
keluarga bahwa hubungan perkawinan sering mengalami keguncangan dalam tahap siklus ini.
Sebenarnya, banyak sekali perceraian yang terjadi dalam tahun-tahun seperti ini karena ikatan
perkawinan yang lemah atau tidak memuaskan. Privasi dan waktu bersama merupakan
kebutuhan yang utama. Konseling perkawinan dan kelompok-kelompok pertemuan perkawinan
merupakan sumber-sumber yang penting dikalangan kelas menengah. Akan tetapi keluarga tanpa
sumber-sumber ekonomi, hanya memiliki bantuan yang terbatas untuk memperkokoh upaya
penyelamatan perkawinan. Terdapat trend bagi para pastur dan pendeta untuk menjadi terlatih
sebagai konselor perkawinan dan konselor keluarga yang tidak bisa mengupayakan terapi
pribadi.
Tugas utama dari keluarga adalah mensosialisasikan anak. Anak-anak usia prasekolah
mengembangkan sikap diri sendiri (konsep diri) dan dapat secara cepat belajar mengekspresikan
diri mereka, seperti tampak dalam kemampuan menangkap bahasa dengan cepat.
Tugas lain selama masa ini menyangkut bagaimana mengintegrasikan anggota keluarga
yang baru (anak kedua dan ketiga) semasa masih memenuhi kebutuhan anak yang lebih tua.
Penggeseran seorang anak oleh bayi baru lahir secara psikologis merupakan suatu kejadian
traumatik. Persiapan anak-anak menjelang kelahiran seorang bayi membantu memperbaiki
situasi, khususnya jika orangtua sensitif terhadap perasaan dan tingkah laku anak yang lebih tua.
Persaingan dikalangan kakak beradik (sibling rivalry) biasanya diungkapkan dengan memukul
atau berhubungan secara negatif dengan bayi, tingkah laku
kegiatan yang menarik perhatian. Cara terbaik menangani persaingan dikalangan kakak adik
adalah dengan meluangkan waktu setiap hari untuk berhubungan lebih erat dengan anak yang
lebih tua untuk meyakinkannya bahwa ia masih dicintai dan dikehendaki.
Kira-kira saat anak mencapai usia prasekolah, orangtua memasuki tahap pengasuhan
anak yang ketiga, salah satunya belajar berpisah dari anak-anak ketika mereka mulai masuk ke
kelompok bermain, tempat penitipan anak, atau taman kanak-kanak. Tahap ini berlangsung terus
selama usia prasekolah hingga memasuki awal usia sekolah. Pisah seringkali terasa sulit bagi
orangtua dan mereka perlu mendapat dukungan dan penjelasan tentang bagaimana penguasaan
tugas-tugas perkembangan
memperkokoh dan memberikan semangat pada unit lain yang vital ini. Masalah-masalah
kesehatan lain yang penting adalah persaingan diantara kakak-adik, keluarga berencana,
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan, masalah-masalah pengasuhan anak seperti
membatasi lingkungan (disiplin), penganiayaan dan menelantarkan anak, keamanan di rumah
dan masalah-masalah komunikasi keluarga.
Strategi-strategi promosi kesehatan umum berhubungan erat selama tahap ini, karena
tingkah laku gaya hidup yang dipelajari selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan
konsekuensi-konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. Pendidikan kesehatan keluarga
diarahkan pada pencegahan masalah-masalah kesehatan utama seperti merokok, penyahagunaan
obat-obatan dan alkohol, seksualitas manusia, keselamatan, diet dan nutrisi, olahraga dan
penanganan stress/dukungan sosial. Tujuan utama bagi para perawat yang bekerja dengan
keluarga dan anak usia prasekolah adalah membantu mereka membentuk gaya hidup yang sehat
dan memfasilitasi pertumbuhan fisik, intelektual, emosional dan sosial secara optimal. (Wilson,
1088, hal. 177).
Kemungkinan diagnosa
Resiko cidera
Resiko trauma
Resiko keracunan
Resiko infeksi
Gangguan penanganan pemeliharaan rumah
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perkembangan awal masa kanak-kanak, perujukan bila ada indikasi
Pendidik dalam tindakan pertolongan pertama dan kedaruratan
Koordinator dg layanan pediatri
Penyelia imunisasi
Konselor pada nutrisi dan latihan
Pendidik dlm isu pemecahan masalah mengenai kebiasaan kesehatan
Pendidik tentang higiene perawatan gigi
Konselor pada keamanan lingkungan di rumah
Fasilitator dalam hubungan interpersonal
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Mensosialisasikan
anak-anak,
termasuk
meningkatkan
sekolah
dan
prestasi
mengembangkan
2. Mempertahankan
hubungan
kebutuhan
kesehatan
energi yang sangat banyak dari seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai narasumber
bagi guru sekolah, memungkinkan guru mampu menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan
individu atau yang telah lazim dari siswa-siswa secara lebih efektif.
Ada banyak keadaan cacat yang terdeteksi selama tahun-tahun sekolah, termasuk epilepsi
serebral palsi, retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik. Fungsi pertama perawat kesehatan
disini disamping fungsi rujukan, mengajar dan memberikan konseling kepada orangtua mengenai
kondisi tersebut akan membantu keluarga melakukan koping sehingga pengaruh yang merugikan
dari cacat tersebut pada keluarga dapat diminimalkan.
Bagi anak-anak dengan masalah tingkah laku, perawat keluarga di sekolah, klinik, kantor,
dokter dan lembaga-lembaga komunitas harus mengupayakan keterlibatan orangtua secara aktif.
Memulai rujukan untuk konseling/terapi keluarga sering amat bermanfaat dalam membantu
keluarga agar sadar akan masalah-masalah keluarga yang mungkin akan mempengaruhi anak
usia sekolah secara merugikan. Jika orangtua dapat menata kembali masalah tingkah laku anak
sebagai sebuah masalah keluarga yang berupaya mencari resolusi dengan fokus yang baru
tersebut, akan tercapai lebih banyak fungsi-fungsi keluarga dan tingkah laku anak yang sehat
(Bradt, 1988)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Salah satu tugas orangtua yang sangat penting dalam mensosialisasikan anak pada saat ini
meliputi meningkatkan prestasi anak pada saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak di
sekolah. Tugas keluarga yang signifikan lainnya adalah mempertahankan hubungan perkawinan
yang bahagia. Sekali lagi dilaporkan bahwa kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun.
Dua buah penelitian yang besar menguatkan observasi ini (Burr, 1970 ; Rollins dan Feldman,
1970). Meningkatkan komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan suami istri merupakan
hal yang vital dalam bekerja dengan keluarga dan anak usia sekolah.
Kemungkinan diagnosa dan peran perawat sama dengan keluarga dengan anak usia pra
sekolah
meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya), kesenjangan antar
generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antara orangtua dan remaja).
Peran, Tanggungjawab dan Masalah Orangtua.
Tidak perlu dikatana bahwa orangtua mengasuh remaja merupakan tugas paling sulit saat
ini. Namun demikian, orangtua perlu tetap tegar menghadapi ujian batas-batas yang tidak masuk
akan tersebut, yang telah terbentuk dalam keluarga ketika keluarga mengalami proses
melepaskan. Duvall (1977) juga mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang penting
pada masa ini yang menyelaraskan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi
matang dan mengatur diri mereka sendiri. Friedman (1957) juga mendefinisikan serupa bahwa
tugas orangtua selama tahap ini adalah belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan kelebihan
mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada tahap perkembangan ini tanpa
konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, mereka membentu pola untuk semacam penerimaan
diri yang sama. Hubungan antara orangtua dan remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua
merasa produktif, puas dan dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et al, 1983)
dan orangtua/keluarga berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988).
Schultz (1972) dan lain-lain telah mengungkapkan pandangan mereka bahwa
kompleksitas kehidupan Amerika yang telah meningkat telah membuat peran orangtua tidak
jelas. Orangtua merasa berkompetisi dengan berbagai kegiatan sosial dan institusi mulai dari
otoritas sekolah dan konselor hingga keluarga berencana dan seks pranikah dan pilihan kumpul
kebo. Faktor-faktor lain menambah pengaruh mereka yang semakin berkurang tersebut. Karena
adanya spesialisasi jabatan dan profesi, orangtua tidak lagi bisa membantu anak-anak mereka
dengan rencana-rencana untuk bekerja. Mobilitas penduduk dan kurangnya hubungan orang
dewasa yang kontinu bagi remaja dan orangtua, selain ketidakmampuan banyak orangtua untuk
mendiskusikan masalah-masalah pribadi, seks, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan
obat-obatan secara terbuka dan tidak menghakimi bersama anak-naka mereka juga memberikan
kontribusi pada masalah-masalah orangtua-remaja.
Tabel 8. Tahap Siklus V Kehidupan Keluarga Inti dengan anak remaja danTugas-Tugas
Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga dengan anak remaja
dewasa
ketika
remaja
dan
semakin
mandiri.
2. Memfokuskan kembali hubungan
perkawinan.
3. Berkomunikasi
secara
terbuka
berlangsung kemudian. Orangtua dapat juga mempercayai anak agar mandiri secara prematur,
dengan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan ketergantungannya. Dalam hal ini remaja dapat gagal
mencapai kemandirian (Wright dan Leahey, 1984).
Menyangkut tiga tahap terakhir, hubungan perkawinan juga merupakan pusat perhatian.
Tugas perkembangan keluarga yang kedua bagi pasangan suami istri adalah memfokuskan
kembali hubungan perkawinan (Wilson, 1988). Banyak sekali pasangan suami istri yang telah
begitu terikat dengan tanggungjawab sebagai orangtua sehingga perkawinan tidak lagi
memainkan suatu peran utama dalam kehidupan mereka. Suami biasanya menghabiskan banyak
waktu diluar rumah karena bekerja dan melanjutkan kariernya, sementara itu, istrinya juga
bekerja sementara itu, istrinya juga bekerja sementara mencoba meneruskan pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga dan tanggungjawab sebagai orangtua. Dalam situasi seperti ini, hanya tersisa
sedikit waktu dan energi untuk hubungan perkawinan.
Akan tetapi disisi lain, karena anak-anak lebih bertanggungjawab terhadap diri mereka
sendiri, pasangan suami-istri meninggalkan rumah untuk meniti karier mereka atau dapat
menciptakan kesenangan-kesenangan perkawinan setelah anak-anaknya telah meninggalkan
rumah (postparental). Mereka dapat mulai membangun fondasi untuk tahap siklus kehidupan
keluarga berikutnya.
Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang mendesak adalah untuk para anggota
keluarga, khususnya orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka. Karena adanya
kesenjangan antar generasi, komunikasi terbuka seringkali hanya merupakan suatu cita-cita,
bukan suatu realita. Seringkali terdapat saling tolak menolak antara orang tua dengan remaja
menyangkut nilai dan gaya hidup. Orangtua yang berasal dari keluarga dengan berbagai macam
masalah terbukti
seringkali menolak dan memisahkan diri dari anak mereka yang tertua,
sehingga mengurangi sauran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin telah ada sebelumnya.
Mempertahankan etika dan standar moral keluarga merupakan tugas perkembangan
keluarga lainnya (Duvall dan Miller, 1985). Meskipun aturan-aturan dalam keluarga perlu
diubah, etika dan standar moral keluarga perlu tetap dipertahankan oleh orangtua. Sementara
remaja mencari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri, adalah sangat penting bagi
orangtua untuk mempertahankan dan mengetatkan prinsip-prinsip dan standar-standar mereka.
Remaja sangat sensitif dengan ketidakcocokkan antara apa dikatakan dengan apa yang
dipraktikkan. Namun demikian, orangtua dan anak-anak dapat belajar dari satu dan sama lain
dalam masyarakat yang majemuk dan berubah dengan cepat ini saat ini. Transformasi nilai dari
kaum muda juga mentransformasikan keluarga. Adopsi gaya hidup yang lebih bebas dan
sederhana mengembangkan transformasi nilai yang mempengaruhi setiap saat kehidupan
keluarga (Yankelowich, 1975).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Pada tahap ini kesehatan fisik anggota keluarga biasanya baik, tapi promosi kesehatan tetap
menjadi hal yang penting. Faktor-faktor resiko harus diidentifikasikan dan dibicarakan dengan
keluarga, seperti pentingnya gaya hidup keluarga yang sehat. Mulai dari usia 35 tahun, resiko
penyakit jantung koroner meningkat dikalangan pria dan pada usia ini anggota keluarga yang
dewasa merasa lebih rentan terhadap penyakit sebagai bagian dari perubahan-perubahan
perkembangan dan biasanya mereka ini menerima strategi-strategi promosi kesehatan.
Sedangkan pada remaja, kecelakaan-terutama kecelakaan mobil-merupakan bahaya yang amat
besar, dan patah tulang dan cidera karena atletik juga umum terjadi.
Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, keluarga berencana, kehamilan yang tidak
dikehendaki, dan pendidikan dan konseling seks merupakan bidang-bidang perhatian yang
relevan. Dalam mendiskusikan topik ini dengan keluarga, perawat dapat terjebak dalam
perselisihan atau masalah antara orangtua dan kaum muda. Remaja biasanya mencari pelayanan
kesehatan menyangkut uji kehamilan, penggunaan obat-obatan, uji AIDS, keluarga berencana
dan aborsi, diagnosis dan perawatan penyakit kelamin. Agaknya telah menjadi trend yang sah
bagi remaja untuk menerima perawatan kesehatan tanpa izin orangtua. Bila orangtua
diikutsertakan maka dilakukan wawancara terpisah sebelum mereka dikumpulkan.
Kebutuhan kesehatan yang lain adalah dalam bidang dukungan dan bantuan untuk
memperkokoh hubungan perkawinan dan hubungan remaja dengan orangtua. Konseling
langsung yang bersifat menunjang dan memulai rujukan ke sumber-sumber dalam komunitas
untuk konseling, dan juga pendidikan yang bersifat rekreasional, dan pelayanan lainnya mungkin
diperlukan. Pendidikan promosi kesehatan umum juga diindikasikan.
Kemungkinan diagnosa
Resiko trauma
Gangguan komunikasi verbal
Koping individu tidak efektif
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan proteksi
Perubahan proses keluarga : Alkoholisme
Peran perawat
Pendidik tentang faktor-faktor resiko terhadap kesehatan
Pendidik dalam issu pemecahan masalah mengenai alkohol, merokok, diit dan latihan
Fasilitator tentang keterampilan-keterampilan interpersonal dengan remaja dan orang tua
Pendukung, konselor, perujukan langsung pada sumber-sumber kesehatan mental
Konselor pada keluarga berencana
Perujukan untuk penyakit hubungan seksual
Peserta dalam organisasi komunitas pada pengendalian penyakit
dilakukan terhadap orang Kanada ditemukan bahwa anak-anak yang berkembangan dalam
keluarga dengan orangtua tiri dan keluarga dengan orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih
dini dari pada mereka yang dibesarkan dalam keluarga dengan dua orangtua. Perbedaan ini tidak
dipandang karena dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan karena perbedaan orangtua
dan lingkungan keluarga (Mitchel et al, 1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-anak untuk
kehidupan dewasa yang mandiri. Orangtua, karena mereka membiarkan anak mereka pergi,
melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua dan kembali pada pasangan perkawinan mereka
yang asli. Tugas-tugas perkembangan menjadi penting karena keluarga tersebut berubah dari
sebuah rumah tangga dengan anak-anak ke sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari
sepasang suami dan isteri. Tujuan utama keluarga adalah reorganisasi keluarga menjadi sebuah
unit yang tetap berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa kedalam kehidupan
mereka sendiri (Duvall, 1977). Selama tahap ini pasangan tersebut mengambil peran sebagai
kakek nenek-perubahan lainnya dalam peran maupun dalam citra diri mereka.
Usia pertengahan awal, yang merupakan usia rata-rata di mana para orangtua melepaskan
anak mereka yang tertua ditandai sebagai masa kehidupan yang terperangkap ; terperangkap
antara tuntutan-tuntutan kaum muda dan harapan-harapan dari mereka yang lebih tua dan
terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan yang bersaing dan keterlibatan keluarga, dimana
seringkali tampaknya tidak mungkin memenuhi tuntutan-tuntutan dari kedua bidang tersebut.
Akan tetapi studi-studi membuktikan bahwa mereka yang berusia pertengahan mungkin merasa
tertekan atau terjepit diantara kutub orangtua dan muda, paling tidak bagi individu-individu
golongan kelas menengah dan kelas atas, mereka senantiasa dapat mengapresiasikan bagaimana
mereka dan prestasi mereka : Mereka senantiasa mengetahui bahwa mereka adalah para
pembuatan keputusan negara ; mereka yang menggambarkan kualitas umum kehidupan dalam
masyarakat ini. Masyarakat tergantung kepada kepemimpinan dan produktifitas dari orang yang
berasal dari golongan usia pertengahan (Kerchoff, 1976).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Sebagaimana keluarga membantu anak tertua dalam melepaskan diri, orangtua juga membantu
anak mereka yang lebih kecil agar mandiri. Dan ketiga anak laki-laki atau perempuan yang
dilepas menikah, tugas keluarga adalah memperluas siklus keluarga dengan memasukkan
anggota keluarga yang baru lewat perkawinan dan menerima nilai-nilai dan gaya hidup dari
pasangan itu sendiri (Tabel 9)
Tabel 9. Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang melepaskan anak usia dewasa
muda dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga melepas anak dewasa muda
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru
yang
didapatkan
melalui
perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui
dan
menyesuaikan
kembali
hubungan perkawinan.
3. Membantu orangtua lanjut usia dan
sakit-sakitan dari suami maupun
istri.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Dengan rumah yang telah kosong, orangtua memiliki waktu lebih banyak untuk
mencurahkan perhatian pada kegiatan-kegiatan dan hubungan-hubungan lain. Mereka tidak
tumbuh saling berjauhan dari satu sama lain dimana mereka tidak dapat melembagakan atau
membentuk kembali peran suami dan isteri yang pernah mereka lakukan. LeShan (1973)
memandang tahap ini sebagai tantangan bagi hubungan perkawinan. Ketika anak-anak
meninggalkan rumah, perkawinan menghadapi momen kebenaran ; apakah ada cukup kekuatan
untuk mempertahankannya tanpa alasan kedudukan sebagai orangtua?.
Masa ini biasanya jauh lebih sulit bagi wanita daripada pria. Pada kebanyakan keluarga,
peran sentral dan abadi abadi dalam arti bahwa peran tersebut telah berlangsung selama 20
tahun-bagi wanita adalah peran sebagai seorang ibu. Meskipun saat ini kurang lazim karena
banyak wanita sekolah atau meniti karier, identitas dan perasaan kompetensi wanita didasarkan
pada menjadi sebagai seorang ibu yang baik. Meskipun tahun-tahun perpisahan dengan anak
yang berlangsung perlahan-lahan mendahului tahap ini, pelepasan anak secara psikologis
seringkali terjadi secara mendadak. Dengan perginya anak, ibu yang tidak lagi bekerja
menemukan dirinya sendiri dalam sebuah rumah yang bersih (tidak ada banyak pekerjaan lagi)
dan tidak lagi tempat yang dituju atau tujuan terhadap eksistensinya. Suami-suami dari golongan
menengah keatas pada puncak kariernya menghabiskan banyak waktu di luar rumah, masa-masa
untuk meraih sukses dalam jabatan, finansial, dan profesi dan mencoba memenuhi aspirasi
mereka sebelum terlambat. Banyak wanita yang begitu asyik dengan anak-anaknya sehingga
tidak mempersiapkan diri untuk tahap kehidupan mereka ini dan tidak mempunyai komitmenkomitmen yang sama-sama akan dipenuhi yang mana dalam komitmen-komitmen tersebut dalam
rangka untuk menginvestasikan tenaga dan talenta mereka. Krisis pada usia pertengahan lebih
hebat bagi wanita bukan hanya karena anak-anak meninggalkan rumah dan ketidakhadiran suami
mereka, melainkan juga karena perasaan kehilangan feminitas pada awal manupouse (biasanya
antara 45 hingga 55 tahun) dan kehilangan kecantikan ketika tanda-tanda ketuaan mulai tampak.
Jika seorang wanita mempunyai komitmen di luar rumah (mis, bekerja dan kegemaran), biasanya
ia memiliki masalah yang jauh lebih sedikit daripada ia tetap berada di rumah menjalankan
fungsi peran tradisional sebagai ibu rumah tangga dan seorang ibu secara penuh.
Pria dalam masa usia pertengahan juga menghadapi krisis perkembangan. Salah satu
kemungkinan krisis tersebut adalah dorongan untuk maju dalam karier dan realisasi bahwa
mereka belum berhasil dan belum mencapai aspirasi mereka. Juga tanda-tanda menurunnya
maskulinitas, seperti tenaga menurun, potensi dan gairah seks berkurangnya, dan juga figur,
rambut, tanda-tanda kulit menua dan cemas dalam hal keuangan ; semuanya merupakan stressor
bagi pria dalam tahap siklus kehidupan keluarga ini, dan menekankan krisis perkembangan usia
pertengahan yang terjadi.
Friedman (1957) mengulangi pernyataan pentingnya hubungan perkawinan dengan
menggolongkan tahap perkembangan orangtua pada titik ini dalam siklus kehidupan keluarga
sebagai pembentuk suatu kehidupan baru bersama-sama. Tugas perkembangan penting lainnya
dari keluarga dengan usia pertengahan adalah membantu mertua dari suami dan istri yang lanjut
usia dan sakit-sakitan. Meskipun perawatan orangtua yang lanjut usia dan/atau tidak mandiri
bukanlah fungsi yang diharapkan dari keluarga Amerika dengan pengecualian pada beberapa
kelompok etnis, suami dan istri diharapkan dapat membantu dan menyokong anggota keluarga
yang lebih tua semaksimal mungkin. Aktifitas tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
mulai dari menelepon secara rutin hingga bantuan finansial, transportasi dan mengunjungi serta
merawat orangtua mereka di rumah. Di Amerika, keluarga hanya bertanggungjawab atas generasi
berikutnya, keturunan, dan hanya untuk satu generasi sebelumnya yaitu orangtua (Kalish, 1975).
Keluarga dengan tiga generasi, meskipun bukan pada pola biasa, namun hal ini bukan
tidak lazim, khusus pada keluarga-keluarga etnis Asia, Spanyo-Portugis, Yunani, Italia, dan
Keluarga Yahudi. Paling sering di Amerika Serikat, keluarga dengan multi generasi tampaknya
akan berkembang terutama bil keluarga inti dipecah oleh kematian dan pereceraian, tapi
kelayakan keuangan atau kebutuhan perawatan anak juga mendorong tatanan kehidupan
semacam itu. Sebenarnya orangtua yang telah lanjut usia menghendaki hidup secara mandiri
sehingga tidak mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka, yang lebih penting adalah untuk
mempertahankan perasaan kompoten, mandiri dan privasi (Bengston et al, 1987 ; Troll, 1971).
Orangtua juga harus menyingkirkan keputusan mereka untuk menempatkan orangtua mereka di
panti perawatan atau fasilitas pensiunan atau board-and-care selama tahun-tahun ini.
Secara singkat dapat dilihat bahwa anak-anak akan memisahkan diri, orangtua perlu
belajar lagi untuk mandiri. Dalam menyesuaikan diri kembali, perkawinan harus terus berjalan
jika kebutuhan-kebutuhan orangtua harus dipenuhi. Orangtua harus mengatur kembali hubungan
mereka untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari pada hanya sebagai
orangtua. Agar tahap ini menjadi lengkap, anak-anak harus mandiri sementara tetap menjaga
ikatan dengan orangtua.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah utama kesehatan meliputi masalah komunikasi kaum dewasa muda dengan
orangtua mereka ; masalah-masalah transisi peran bagi suami istri, masalah orang yang
memberikan perawatan (bagi orangtua lanjut usia) dan munculnya kondisi kesehatan tingkat
kolesterol tinggi, obesitas dan tekanan darah tinggi. Keluarga berencana bagi remaja dan dewasa
muda tetap penting. Masalah-masalah manupouse dikalangan wanita umum terjadi. Efek-efek
yang dikaitkan dengan kebiasaan minum, merokok yang lama dan praktek diet semakin lebih
jelas. Terakhir, perlunya strategi promosi kesehatan dan gaya hidup sehat menjadi lebih
penting bagi anggota keluarga yang dewasa.
sebelumnya oleh pria bertanggungjawab untuk keamanan ekonomi yang dialami oleh
kebanyakan keluarga usia pertengahan. Kegiatan-kegiatan waktu luang dan persahabatan yang
dinikmati satu sama lain disebut faktor utama yang menimbulkan kebahagiaan. Kepuasan
seksual juga memiliki korelasi yang positif dengan komunikasi yang lebih baik dan kepuasan
perkawinan (Levin dan Levin, 1975), meskipun para suami dengan usia pertengahan mungkin
mengalami penurunan kemampuan seksual. Komunikasi suami istri yang intim sangat penting
untuk mempertahankan pengertian dan keinginan satu sama lain dalam tahun-tahun ini.
Akan tetapi bagi sejumlah pasangan, tahun-tahun ini umumnya sulit dan berat, karena
masalah-masalah penuaan, hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam diri mereka bahwa
mereka gagal menjadi membesarkan anak dan usaha kerja. Selanjutnya, tidak jelas apa yang
terjadi dengan kepuasan perkawinan dan keluarga melewati siklus kehidupan berkeluarga.
Beberapa studi tentang kepuasan perkawinan memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan
menurun tajam setelah perkawinan berlangsung dan terus menurun hingga tahun pertengahan
(Leslie dan Korman).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Pada saat anak bungsu meninggalkan rumah, banyak wanita yang menyalurkan kembali
tenaga dan hidup mereka dalam persiapan untuk mengisi rumah yang telah ditinggalkan anakanak. Bagi sejumlah wanita, krisis usia pertengahan (telah dibicarakan dalam tahap sebelumnya)
dialami selama masa awal siklus kehidupan ini. Wanita berupaya mendorong anak mereka yang
sedang sedang tumbuh agar mandiri dengan menegaskan kembali hubungan mereka dengan
anak-anak tersebut (tidak mengusik kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga mereka). Dalam
upaya untuk mempertahankan perasaan yang sehat dan sejahtera, lebih banyak wanita memulai
gaya hidup yang lebih sehat yaitu pengontrolan peran badan, diet seimbang, program olahraga
yang teratur, dan istirahat yang cukup, dan juga memperoleh dan menikmati karier, pekerjaan,
kecakapan yang kreatif.
Dalam hal kerja, pria mungkin mengalami frustasi dan kekecewaan yang sama yang
terdapat dapat tahap sebelumnya. Di satu pihak, pria mungkin berada pada puncak kariernya dan
tidak perlu bekerja sekeras sebelumnya, atau dilain pihak mereka mungkin merasa pekerjaan
mereka bersifat monoton setelah 20 30 tahun menekuni pekerjaan yang sama. Banyak sekali
pekerja kelas menengah menderita karena fenomena lateau dimana tidak ada lagi kenaikan
gaji dan promosi menyebabkan mereka merasa bosan. Dalam kondisi ini, ketidakpuasan
terhadap karier catatan mencapai proporsi lampu kuning, membuat banyak orang pada kerja
pertengahan ini tidak kerja karena ketidakpuasan, bosan, dan stagnasi. Karena secara tradisional
bekerja merupakan peran sentral bagi pria dalam hidup, pengalaman ketidakpuasan terhadap
pekerjaan ini amat mempengaruhi tingkat stress dan status kesehatan umum.
Pengupayaan aktifitas dan hobbi di waktu luang sangat berarti selama berlangsungnya
tahap ini, karena lebih banyak waktu yang tersedia dan persiapan kecil harus berlangsung secara
lebih terencana.
Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini adalah penentuan lingkungan yang
sehat (Tabel 10). Dalam masa inilah upaya untuk melaksanakan gaya hidup sehat menjadi lebih
menonjol bagi pasangan, meskipun kenyataannya bahwa mungkin mereka telah melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya merusak diri selama 45 65 tahun. Meskipun dapat
dianjurkan sekarang, mereka lebih baik sekarang dari pada tidak pernah adalah selalu benar,
agaknya terlalu terlambat untuk mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis yang telah
terjadi serti aertritis akibat in aktivitas, tekanan darah tinggi karena kurangnya olahraga, stress
yang berkepanjangan, menurunnya kapasitas vital akibat merokok.
Tabel 10. Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan orang tua usia pertengahan
dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Orangtua usia pertengahan
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Menyediakan lingkungan
yang
meningkatkan kesehatan.
2. Mempertahankan
hubungan-
3. Memperkokoh
hubungan
perkawinan.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Motivasi utama orang usia pertengahan untuk memperbaiki gaya hidup mereka adalah
karena adanya perasaan rentan terhadap penyakit yang dibangkitkan bila seorang teman atau
anggota keluarga mengalami serangan jantung, stroke atau kanker. Selain takut, keyakinan
bahwa pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang sehat merupakan cara-cara yang
efektif untuk mengurangi ketentuan terhadap berbagai penyakit juga merupakan kekuatan
pendorong yang ampuh. Penyakit hati, kanker dan stroke merupakan 2/3 dari semua penyebab
kematian antara usia 46 64 tahun, dan berbagai kematian urutan keempat (Pusat Statistik
Kesehatan Nasional, 1989).
Tugas perkembangan yang kedua berkaitan dengan upaya melestarikan hubungan yang
penuh arti dan memuaskan antara orang tua yang lanjut usia dengan anak-anak. Dengan
menerima dan menyambut cucu mereka ke dalam keluarga dan meningkatkan hubungan antar
generasi, tugas perkembangan ini dapat mendatangkan penghargaa yang tinggi Duvall (1977).
Tugas perkembangan ini memungkinkan pasangan usia perpidahan terus merasa seperti sebuah
keluarga dan mendatangkan kebahagian yang berasal dari posisi sebagai kakek nenek tanpa
tanggungjawab sebagai orangtua selama 24 jam. Karena umum harapan hidup meningkat,
menjadi seorang kakek nenek secara khusus terjadi pada tahap siklus kehidupan ini (Spray dan
Mattews, 1982). Kakek nenek memberikan dukungan besar kepada anak dan cucu mereka pada
saat-saat kritis dan membantu anak-anak mereka melalui pemberian dorongan dan dukungan
Bengstone dan Robertson, 1985)
Peran yang lebih problematik adalah yang berhubungan dengan dan membantu orang tua
lansia dan kadang-kadang anggota keluarga besar yang lebih yang tua. 86 persen pasangan usia
pertengahan minimal memiliki satu orangtua
tanggungjawab memberikan perawatan bagi orangtua lansia yang lemah dan sakit-sakitan
merupakan pengalaman yang tidak asyik. Banyak wanita yang merasa berada dalam himpitan
generasi dalam upaya mereka mengimbangi kebutuhan-kebutuhan orangtua mereka yang
berusia lanjut, anak-anak, dan cucu-cucu mereka. Berbagai peran antar generasi kelihatannya
lebih bersifat ekslusif dikalangan minoritas seperti keluarga-keluarga Asia dan Amerika Latin.
Tugas perkembangan ketiga yang hendak dibahas disini adalah tugas perkembangan
untuk memperkokoh hubungan perkawinan. Sekarang pasangan tersebut benar-benar sendirian
setelah bertahun-tahun dikelilingi oleh anggota keluarga dan hubungan-hubungan. Meskipun
muncul sebagai sambutan kelegahan, bagi kebanyakan pasangan merupakan pengalaman yang
menyulitkan untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari pada sebagai
orangtua. Wright dan Leahey, (1984) melukiskan tugas perkembangan ini sebagai reinvestasi
identitas pasangan dengan perkembangan keinginan independen yang terjadi secara bersamaan
(hal. 49). Keseimbangan tendensi-independency antara pasangan perlu di uji kembali, seperti
keinginan independent yang lebih besar dan juga perhatian satu sama lain yang penuh arti.
Bagi pasangan yang mengalami masalah, tekanan hidup yang menurun dalam tahuntahun Postparental tidak mendatangkan kebahagiaan perkawinan, melainkan menimbulkan
kebohongan. Menurut Kerrckhoff, (1976) para konseler perkawinan telah lama mengamati
bahwa ketika timbul perselisihan dalam perkawinan selama tahun-tahun pertengahan, serikali
berkaitan dengan jemunya ikatan, bukan karena kualitas traumatiknya. Karakteristik umum dari
masa ini, berkaitan dengan kepuasan diri sendiri dan berada dalam kebahagiaan yang
membosankan.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah kesehatan yang disebut dalam seluruh deskripsi tahap siklus kehidupan ini meliputi :
1. Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan waktu luang dan tidur,
nutrisi yang baik, program olahraga yang teratur, pengurangan berat badan hingga berat
badan yang optimum, berhenti merokok, berhenti atau mengurangi penggunaan alkohol,
pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
2. Masalah-masalah hubungan perkawinan.
3. Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan cucu, dan orangtua yang berusia
lanjut.
15
10
P
5
1940
1950
1960
1970
1980
1990
Tahun
Gambar 1. Pertumbuhan Populasi lansia di Amerika Serikat, persentase populasi diatas 65 tahun
(Biro Sensus Amerika Serikat, 1991)
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut usia.
Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini merupakan tahuntahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka tergantung pada sumber-sumber
finansial yang adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan status kesehatan
individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena sakit, umumnya memiliki moral yang rendah
dan keadaan fisik yang buruk sering merupakan anteseden penyakit mental dikalangan lansia
(Lowenthal, 1972). Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap aktif dan memiliki
sumber-sumber ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua
dan substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap kehidupan ini.
Sikap Masyarakat terhadap Lansia.
Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka, yaitu masa jaya
kaum muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian, dan bergaya,
mencoba mempertahankan penampilan muda mereka selama mungkin. Penuaan sering diartikan
sebagai hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan. Bagi komunitas dengan keluarga
individu dan keluarga besar, menangani lansia mempunyai konotasi negatif, seseorang dibebani
dengan perasaan yang menyusahkan dengan masalah-masalah yang menekan. Disamping itu,
masyarakat juga tidak membiarkan kebanyakan lansia tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian
masyarakat yang negatif terhadap lansia mempengaruhi citra diri mereka.
Namun sekarang banyak asosiasi dan banyak literatur menyokong dan melukiskan
kekuatan, sumber-sumber dan aspek-aspek positif dari penuaan. Hal ini sering mengurangi
pemikiran negativisme dan stereotipe tentang lansia dan membantu kita mengenali asset lansia
dan keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan kelompok lansia ini.
Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun masih negatif, tampaknya muluai
berubah. Studi-studi belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap masyarakat terhadap
lansia telah mengakui bahwa lansia dipandang secara positif (Austin, 1985 ; Schonfield, 1982).
McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa banyak pengamat percaya bahwa lansia telah
memperoleh kembali kehormatan di Amerika Serikat. Generasi baru lansia berpendidikan lebih
baik, lebih makmur, lebih sehat, dan lebih aktif daripada generasi lansia sebelumnya
mendefinisikan kembali pemikiran tentang menjadi tua . Perubahan dalam sikap ini sebaliknya
akan memperkokoh citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.
Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Lansia dan Keluarga.
Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi suatu kenyataan, maka ada
berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas lansia dan
pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran mereka. Hal ini meliputi :
Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan kemudian dipaksa
pindah ke tatanan institusi.
Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan perasaan
produktifitas.
Pensiun.
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka perlu ada suatu reorientasi dikalangan
individu dan pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi terhadap peran-peran baru dan
gaya hidup baru. Akan tetapi, perubahan macam apa yang dikehendaki, benar-benar tidak jelas,
karena peran dan norma-norma bagi lansia adalah ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat
dengan peran sebagai ibu dan suami dan atau istri yang terlibat penuh dalam pekerjaan mereka
diprediksi memiliki derajat kesulitan penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi pekerjaan
yang kosong, kini semakin banyak pria yang mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga, menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu perubahan yang menuntut
pertukaran peranan pada sisi wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-tugas ibu
rumah tangga yang dikerjakan sama-sama tergantung pada sistem nilai suami. Jika suami
memandang jenis pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan wanita dan menganggap pekerjaanpekerjaan tersebut kurang memiliki arti baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam
pekerjaan semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap ini benar-benar terjadi pada pria dari
golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria
dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada
pria kelas menengah. Pensiun bagi kaum wanita cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi
karena mereka masih punya peran-peran domestik. Selanjutnya, wanita kemungkinan besar
pensiun atas permintaan.
Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut modifikasi peran dan merupakan saat terjadinya
penurunan harga diri, pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk sementara. Tapi
meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan kehilangan-kehilangan yang baru ini, kebanyakan lansia
melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan Patton, 1978).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas paling penting dari
keluarga-keluarga lansia (tabel 11). Perumahan setelah pensiun seringkali menjadi masalah.
Dalam tahun-tahun segera setelah pensiun, pasangan tetap tinggal di rumah hingga pajak harta
benda, kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau kesehatan memaksa mereka mencari
akomodasi yang lebih sederhana. Meskipun mayoritas lansia memiliki rumah sendiri, namun
sebagian besar dari rumah-rumah tersebut telah tua dan rusak dan banyak yang terletak di
daerah-daerah tingkat kejahatan yang tinggi dimana lansia kemungkinan besar menjadi korban
kejahatan. Seringkali, lansia tinggal di rumah ini karena tidak ada pilihan yang cocok (Kalish,
1975). Namun demikian, lansia yang tinggal di rumah mereka sendiri, umumnya menyesuaikan
diri lebih baik dari pada yang tinggal di rumah anak-anak mereka. Orangtua biasanya pindah ke
salah satu anak mereka karena penurunan kesehatan dan status ekonomi, mereka tidak punya
pilihan lain, dan ini terbukti merupakan suatu pengaturan yang tidak memuaskan bagi lansia
(Lopata, 1973).
Tabel 11. Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan keluarga dalam masa
pensiun dan lansia, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga Lansia
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Mempertahankan pengaturan hidup
yang memuaskan.
2. Menyesuaikan terhadap pendapatan
yang menurun.
3. Mempertahankan
hubungan
perkawinan.
4. Menyesuaikan
diri
terhadap
kehilangan pasangan.
5. Mempertahankan ikatan keluarga
antar generasi.
6. Meneruskan
untuk
memahami
ampuh
dikalangan lansia (Berresi et al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman traumatik bagi lansia,
apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu berarti meninggalkan pertalian tetangga dan
persahabatan yang telah memberikan lansia rasa aman dan stabilitas. Relokasi berarti berpisah
dari warisan seseorang dan isyarat yang mendukung kenangan lama (Lawton, 1980). Relokasi
tidak mempengaruhi semua lansia dengan cara yang sama. Dengan persiapan yang memadai dan
perencanaan perubahan yang hati-hati, lingkungan baru dapat berpengaruh positif terhadap
lansia. Namun demikian, sejumlah temuan menyatakan bahwa ketika orang-orang lansia pindah,
sering mengakibatkan kemerosotan kesehatan (Lawton, 1985).
Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal dalam institusi. Kelemahan memaksa lansia
masuk panti perawatan dan rumah pensiun karena kurangnya bantuan di rumah. Penyediaan
bantuan secara penuh di rumah atau, yang lebih mungkin, pelayanan kesehatan paruh waktu dan
pelayanan rumah tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan lembaga pelayanan rumah tangga,
dirasa lebih manusiawi dan bersifat protektif terhadap kebutuhan-kebutuhan lansia untuk tetap
berada di rumah sendiri dan tetap mempertahankan kemadiriannya selama mungkin, dan juga
jauh lebih murah dari pada dimasukkan ke dalam institusi. Meskipun sulit, seringkali salah satu
pasangan dan/atau anak-anak yang sudah dewasa dari pasangan tersebut (atau orangtua yang
masih hidup) harus memutuskan cara terbaik yang ditempuh pelayanan kesehatan di rumah,
panti pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak yang telah dewasa.
Tugas perkembangan yang kedua bagi keluarga lansia adalah penyesuaian terhadap
pendapatan yang menurun. Ketika pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan
seiring dengan berlalunya tahun, pendapatanpun semakin menurun dan semakin tidak memadai
karena terus naiknya biaya hidup dan terkurasnya tabungan. Pada tahun 1989, seperlima dari
populasi Amerika Serikat tergolong miskin atau hampir miskin (AARP, 1990).
Secara substansial, lansia kurang memiliki pendapatan dalam bentuk uang kontan
dibandingkan dengan mereka yang berumur 65 tahun. Kaum lansia amat sangat tergantung pada
keuntungan dan asset pendapatan Jaminan Sosial (Social security). Lebih banyak lansia wanita
yang cenderung miskin ; hampir 71,8 persen dari seluruh populasi lansia adalah wanita. Kaum
lansia dari kalangan kulit hitam dan hispanik cenderung memiliki pendapatan dan pendapatan
rata-rata jauh lebih sedikit dari rekan mereka dari golongan kulit putih (U.S Senate Special
Committee on Aging, 1987-1988).
Karena sering munculnya masalah-masalah kesehatan jangka panjang, pengeluaran
kesehatan merupakan masalah finansial yang utama. Kaum lansia lebih banyak menghabiskan
uang untuk perawatan kesehatan baik dalam nilai riil dollar maupun dalam bentuk persentase
total pengeluaran bila dibandingkan dengan yang bukan lansia. Medicare tentu saja mengurangi
sebagian dari masalah ini, tapi masih belum bisa diprediksi dan masih banyak pengeluaran
dengan uang sendiri yang harus dibayar. Misalnya bagian B dari Medicare meliputi hanya 80
persen dari biaya yang layak untuk pelayanan medis. Karena tipe dari sistem pembayaran
biaya atas pelayanan (fee for service), banyak dokter akan menyuruh pasiennya untuk kembali
beberapa kali dari pada yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan medis yang efektif dan
aman. Medicaid juga disediakan untuk mereka yang tergolong fakir miskin dan memenuhi
kualifikasi Supplementary Security Income (SSI). Program asuransi kesehatan ini melengkapi
cakupan Medicare.
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak lagi lansia yang hidup bertahuntahun dengan masalah kesehatan. Meskipun wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
kesenjangan umur harapan hidup antara pria dan wanita meningkat, banyak pula pasangan
menikah yang dapat bertahan hidup lebih lama. Masalah-masalah perawatan bagi pasangan
lansia lebih sulit dari pada pensiunan janda. Sedikit pertimbangan diberikan bagi unit keluarga
dalam tahap siklus kehidupan ini, selama orang tersebut memiliki kemungkinan dalam
kemiskinan sebagai akibat dari biaya kesehatan yang meninggi dan masalah-masalah sosial.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang merupakan tugas perkembangan yang
ketiga, menjadi penting dalam kebahagiaan keluarga. Perkawinan yang dirasakan memuaskan
dalam tahun-tahun berikutnya biasanya mempunyai sejarah positif yang panjang, dan sebaliknya.
Riset membuktikan bahwa perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan
aktifitas yang berlangsung dari kedua pasangan lansia (Lee, 1978).
Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa dorongan seks dan aktivitas seksual
mungkin tidak ada lagi (atau tidak boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset memperlihatkan
kebalikannya. Studi-studi semacam ini menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas
seksual secara perlahan-lahan, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada bahkan
meningkat (Lobsenz, 1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan dorongan seksual, tapi
biasanya, menurunnya aktifitas seksual disebabkan oleh masalah-masalah sosio emosional.
Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan, yang merupakan tugas
perkembangan
yang keempat, secara umum merupakan perkembangan yang paling traumatis. Sebagaimana
ditunjukkan pada data statistik di bawah ini, wanita lansia lebih menderita karena kematian
pasangannya dari pada pria. Menurut angka statistik tahun 1986, tiga perempat dari seluruh
lansia hidup bersama pasangan mereka, sementara hanya 38 persen wanita lansia yang hidup
dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda (U.S Senate Special Committee on Aging,
1987-1988).
Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia menyadari kematian sebagai bagian dari
proses kehidupan yang normal. Sebuah studi menyatakan bahwa hanya 3 dari 80 persen lansia
yang merasa sulit untuk membicarakan kematian (Duval, 1977). Akan tetapi, kesadaran akan
kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian
terhadap kematian dengan mudah. Kehilangan pasangan pasti membawa pengaruh, janda-janda
yang ditinggal mati suami lebih awal, dan yang masih hidup kemungkinan besar akan mengalami
masalah kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau bunuh diri atau sakit jiwa). Selain itu,
hilangnya seorang pasangan menuntut reorganiasi fungsi keluarga secara total. Ini khususnya
sulit dicapai secara memuaskan, karena kehilangan mengurangi sumber-sumber emosional dan
ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi perubahan tersebut. Bagi wanita, ini berarti
perubahan dari saing ketergantungan dan membagi kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama
menjadi sendiri atau bergabung dengan kelompok wanita lansia yang tidak punya ikatan. Bagi
pria, kehilangan pasangan hidup berarti kehilangan teman-teman serta hubungan sanak famili,
keluarga, dan dunia sosial secara umum. Duda lansia tidak punya minat yang sama atau tidak
punya kemampuan melaksanakan peran-peran ibu rumah tangga, dan seringkali membutuhkan
bantuan dalam menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah tangga dan perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat dari meningkatnya kasus bunuh diri
dalam kelompok individu diatas 65 tahun. Meskipun terjadi peningkatan kasus bunuh diri
dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun jumlah terbesar kasus bunuh diri ditemukan
dikalangan populasi pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi kasus tentang bunuh diri
dikalangan kelompok ini menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan bunuh diri yang telah
terjadi sering terjadi setelah kematian pasangan hidup (Rushing, 1968).
Studi-studi tentang janda secara konsisten mempelajari kondisi-kondisi hidup janda yang
sulit dan kehidupan janda. Janda memiliki moral yang lebih rendah dan memiliki peran-peran
sosial yang lebih sedikit dari pada wanita bersuami dalam kelompok umur yang sama. Para janda
memiliki uang sedikit untuk hidup mereka dan terbukti perawatan diri mereka sangat
memprihatinkan dalam kaitannya dengan diet, latihan, alkohol, konsumsi tembakau (Hutchison,
1975). Bild dan Havighurst (1976), dalam sebuah studi besar tentang lansia di Chicago Amerika
Serikat, melaporkan bahwa kematian pasangan melunturkan dukungan paling kuat dari lansia,
meskipun anak-anak (jika ada) mengisi kekosongan tersebut. Banyak dari mereka yang terisolasi
adalah mereka yang tidak pernah menikah dan janda tanpa anak.
Tugas perkembangan yang kelima menyangkut pemeliharaan ikatan keluarga
antargenerasi. Meskipun ada suatu kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri
dari
hubungan sosial, keluarga tetap menjadi fokus interaksi-interaksi sosial lansia dan sumber utama
dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari aktifitas-aktifitas dunia sekitarnya, hubunganhubungan dengan pasangan, anak-anak dan cucu-cucu dan saudara-saudaranya menjadi lebih
penting. Mayoritas lansia di Amerika hidup dekat dengan anggota keluarga besar dan sering
melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975 ; Shanas, 1968, 1980). Oleh karena itu,
anggota keluarga merupakan sumber utama bantuan dan interaksi sosial. Keluarga lansia
biasanya saling memberikan bantuan satu sama lain sejauh mereka mampu.
Karena menjadi orangtua, mereka harus memahami keberadaan mereka. Berbicara
tentang kehidupan masa lalu seseorang yang disebut penelaahan hidup (life review) merupakan
aktifitas yang vital dan umum, karena aktifitas ini menggambarkan suatu penelaahan terhadap
arti sentral dari kehidupan. Aktivitas ini dipandang sebagai tugas perkembangan tipe kognitif
yang keenam. Hal penting dari aktifitas ini terletak pada fakta bahwa penelaahan kehidupan
memudahkan penyesuaian terhadap situasi-situasi yang sulit dan memberikan pandangan
terhadap kejadian-kejadian masa lalu. Lansia sangat peduli dengan kualitas hidup mereka dan
berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh arti (Duvall, 1977).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang dikeluarkan oleh US. Senate Special
Committee on Aging, lansia merupakan pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol. Lebih
dari 4 dari 5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan kondisi multipel yang lazim
diderita oleh lansia. Lansia merupakan 12 persen dari total populasi, tapi mereka menggunakan
33 persen dari pembelajaan perawatan kesehatan di Amerika Serikat.
Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan fisik, sumber-sumber finansial
yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami oleh
lansia menunjukkan adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia (Kelley et al, 1977). Oleh
karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang multipel. Pasangan atau individu lansia
dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase rehabilitasi sangat membutuhkan
bantuan. Baik fungsi-fungsi yang terkait secara medis (pengkajian fisik, reaksi-reaksi yang
buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan (mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan
serta kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi kesehatan tetap menjadi hal yang
sangat penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan cidera, penggunaan obat
yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.
Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif (yang mungkin berkaitan dengan sejumlah
masalah termasuk penyakit (Alzheimer), dan masalah-masalah psikologis adalah masalah
kesehatan yang serius, khususnya bila bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan
penggunaan sistem dukungan sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian integral dari
perawatan kesehatan keluarga.
Proses menua dan menurunnya kesehatan menyebabkan betapa pentingnya pasangan
menikah saling menolong satu sama lain. Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
biasanya mereka orang yang membantu suami yang sakit atau yang tidak berdaya. Dalam
kebanyakan kasus, penyakit bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya, sehingga perlu
waktu untuk menyesuaikan terhadap situasi terakhir. Suami menemukan tugas merawat istri
sebagai suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat, memelihara dan menjadi ibu rumah
tangga semata-mata masih sebagai peran wanita.
Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi secara luas dan menimbulkan banyak masalah
yang berkaitan dengan penuaan (lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada beberapa lagi).
Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan yang cocok, rekreasi dan
fasilitas perawatan kesehatan yang adekuat secara merugikan mempengaruhi status kesehatan
lansia. Kejadian seperti jatuh dan kecelakaan lain di rumah sangat banyak, sehingga alat-alat
dalam lingkungan yang aman merupakan kebutuhan yang penting. Program-program pemerintah
tidak secara adekuat menyediakan pensiun yang aman, seperti terlihat pada masalah-masalah
yang menyangkut penggunaan panti perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka panjang
dan rumah sakit jiwa laksana gudang di bawah tanah.
Para profesional di bidang kesehatan keluarga dapat memberikan begitu banyak bantuan
tidak langsung dengan merujuk individu atau pasangan lansia atau individual ke sumber-sumber
komunitas yang sesuai dengan memperbaiki masalah-masalah mereka. Beberapa sumber-sumber
komunitas ini adalah :
(1) Senior centre yang menawarkan rekreasi, program-program pendidikan lanjutan, beberapa
pelayanan kesehatan dan (kadang-kadang) dan pelayanan hukum ; (2) Pelayanan informasi
dan rujukan yang memberikan informasi yang relevan sebagai respons terhadap panggilan
telepon atau kunjungan ; (3) pelayanan perawatan rumah tangga, meliputi memasak dan
membersihkan serta menciptakan hubungan sosial, pelayanan-pelayanan yang mungkin beberapa
lansia tetap tinggal di rumah mereka sendiri dari pada harus ditempatkan di institusi ; (4)
Fasilitas-fasilitas perawatan sehari untuk geriatrik, dimana lansia mendapat supervisi dan
berbagai pelayanan seharian penuh, biasanya hanya untuk lansia yang tidak mampu
menggunakan senior centre ; (5) program-program nutrisi, beberapa program dilakukan dengan
mengangkut ke suatu tempat tempat untuk makan dan beberapa program yang lain seperti Meals
on Wheels, mengirim makanan kepada lansia yang tidak bisa berjalan ; (6) program kakek nenek
angkat, sebuah program yang disubsidi pemerintah federal yang membayar perawatan, tutor, atau
bermain dengan anak-anak yang dimasukkan dalam institusi untuk lansia dengan pendapatan
rendah ; (7) Retired Senior Volunteer Program, jika disubsidi pemerintah federal yang membantu
menyediakan pelayanan komunitas untuk lansia (Kalish, 1975, hal. 117). (8) pelayanan
penanganan kasus.
4. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga pada Keluarga Cerai
Salah satu variasi utama dalam siklus kehidupan keluarga akan kelihatan ketika orangtua
bercerai. Meskipun mayoritas keluarga masih tetap terdiri dari pasangan-pasangan menikah,
salah satu perubahan paling menonjol yang terjadi lebih dari dua dekade adalah naiknya
perceraian dan meningkatnya posisi wanita sebagai kepala rumah tangga (88 persen keluarga
orangtua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari ibu dan anak). Dari tahun 1970 hingga 1984
jumlah keluarga dengan satu orangtua berlipat ganda (dari 3,2 juta pada tahun 1970 menjadi 6,7
juta pada tahun 1984) sementara itu jumlah pasangan yang cerai meningkat hampir 300 persen
(Biro Sensus Amerika Serikat, 1986). Kini, perceraian merupakan hal yang lazim (hampir 50
persen perkawinan diakhiri dengan perceraian) bahwa kejadian tersebut dipandang sebagai suatu
transisi normatif.
Keluarga bercerai dengan orangtua tunggal melewati tahap-tahap siklus kehidupan yang
sama, dengan tanggungjawab yang hampir sama seperti keluarga inti dengan dua orangtua.
Perbedaan dasarnya adalah tidak adanya orangtua kedua untuk melakukan tugas-tugas keluarga
bersama-sama berkenaan dengan dukungan, pengasuhan anak, persahabatan dan menjadi model
peran jenis kelamin bagi anak-anak. Hill (1986) menerangkan bahwa perbedaan pada jalur-jalur
perkembangan keluarga dengan orangtua tunggal dan keluarga dengan dua orang terutama akan
kelihatan bukan pada tahap-tahap yang dihadapi, melainkan dalam jumlah, waktu, dan lamanya
transisi-transisi kritis yang dialami .
Carter dan McGoldrick (1988) mengkonseptualisasikan perceraian sebagai suatu
gangguan dan dislokasi siklus kehidupan keluarga. Perceraian, dengan kehilangan-kehilangannya
dan
perubahan-perubahan
keanggotaan
keluarga,
menciptakan
destabilisasi
dan
cerai dapat bergerak maju (Carter dan McGoldrick, 1988). Sebagai suatu kekuatan destruktif,
perceraian menambah kompleksitas tugas-tugas perkembangan yang dialami oleh keluarga.
Setiap tahap siklus kehidupan berikutnya dipengaruhi pula, sehingga tahap pasca perceraian
perlu dipandang dalam konteks dari tahap itu sendiri dan konsekuensi cerai.
Setelah terjadi perceraian, riset terhadap sistem keluarga menemukan bahwa diperlukan
waktu antara 1 hingga 3 tahun bagi keluarga cerai untuk memantapkan keluarga tersebut. Jika
sebuah keluarga dapat mengatasi krisis dan transisi penyerta yang harus dialami dalam rangka
untuk memantapkan kembali, keluarga tersebut akan membentuk sistem yang lentur yang akan
memungkinkan suatu kesinambungan proses perkembangan keluarga yang normal (Peck dan
Manocharian, 1988, hal. 335). Carter McGoldrik membuat ringkasan tulisan-tulisan dari Ahrons
(1980) tentang proses penyesuaian yang dialami oleh keluarga-keluarga cerai, termasuk proses
emosional yang terjadi secara bersama-sama dan masalah-masalah perkembangan keluarga.
Untuk menguraikan dampak perceraian pada tahap-tahap siklus kehidupan keluarga,
pertama-tama perlu dikatakan bahwa dampak tersebut bermacam-macam, tergantung pada tahap
apa keluarga tersebut berada ketika terjadi perceraian. Faktor-faktor lain juga membuat
perbedaan pada dampak tersebut, seperti faktor suku, sosial dan ekonomi. Selama tahap pertama
perkawinan, perceraian mempunya sifat menghancurkan yang paling sedikit karena hanya sedikit
orang yang terlibat, sedikit transisi yang terbentuk dan hanya sedikit ikatan sosial berdasarkan
pasangan suami istri yang terbentuk (Peck dan Manocharian, 1988). Dampak ini jauh lebih besar
pada tahap ketiga dan keempat dalam keluarga dengan anak usia prasekolah dan usia sekolah.
Malahan, keluarga selama masa ini memiliki resiko cerai paling tinggi.
Anak-anak kecil adalah yang mula-mula paling dipengaruhi oleh perceraian orangtua.
Anak-anak dapat mengalami kemunduran dalam perkembangannya, membuat pengasuhan anak
dan pisah orangtua dan anak menjadi sulit. Bagi ibu, menjadi orangtua tunggal seringkali
sangatlah sulit, karena dialah yang berjuang secara emosional maupun secara ekonomi. (Status
ekonomi setelah keluarga-keluarga dengan kepala keluarga wanita amat menurun setelah cerai).
Masalah utama yang sering dilihat adalah bahwa ayah kehilangan rasa keterikatan dengan anakanaknya dan/atau kasih sayang ibu kepada anak-anak dan marahnya kepada ayah menyebabkan
tidak tempat bagi ayah. Namun demikian, menjaga hubungan antara ibu-anak dan ayah-anak
merupakan hal yang penting bagi kedua orangtua dan anak-anak. Namun malangnya, bagi ayah
dan anak, sebagian besar anak-anak sebenarnya kehilangan kontak dengan ayah mereka setelah
cerai. (Hagestad, 1988)
Ketika perceraian menimpa keluarga dengan anak usia sekolah, dampak jangka panjang
perceraian jauh lebih hebat pada anak usia sekolah. Dalam sebuah penelitian terungkap bahwa
usia enam hingga delapan tahun merupakan kelompok usia yang mempunyai waktu yang sulit
dalam menyesuaikan terhadap perceraian (Wallerstein dan Kelly, 1980). Anak-anak sudah cukup
dewasa ketika mereka menyadari apa yang sedang terjadi, namun mereka tidak bisa mengatasi
perceraian tersebut secara efektif.
Keluarga dengan anak remaja biasa sudah dalam keadaan kacau balau, dan perceraian
memperburuk masalah tersebut. Untuk orangtua tunggal, mengasuh remaja merupakan hal yang
sulit. Pengasuhan anak secara bersama-sama juga merupakan masalah bila remaja mempunyai
masalah menyangkut tingkah laku. Pada mulanya, upaya memperbaiki masalah tersebut lewat
tugas perkembangan dan siklus kehidupan keluarga, tertunda.
Dalam tahap-tahap siklus kehidupan keluarga berikutnya anak-anak mungkin kurang
terpengaruh bila dibandingkan dengan tahap siklus kehidupan berikutnya karena mereka sudah
lebih dewasa dan lebih mampu untuk mengatasi dan berfungsi lebih otonom. Akan tetapi dalam
hal perceraian yang terjadi di usia pertengahan, mungkin anak-anak telah memasuki usia dewasa
sehingga menerima ketergantungan orangtua, khususnya ibu, bila orangtua berbalik kepada
seorang anak untuk meminta dukungan selama krisis perceraian.
Selama tahap-tahap siklus kehidupan terakhir ini, perceraian secara khusus benar-benar
traumatis bagi pasangan yang bercerai. Tahun-tahun yang dimiliki bersama-sama, kenangankenangan dan kebiasaan telah membentuk identitas pasangan. Perceraian pada tahun-tahun
berikutnya disamakan seperti kematian seorang pasangan, kemudian menurut beberapa literatur
tentang perceraian.
Tabel
12
Gangguan-Gangguan
Siklus
Kehidupan
Keluarga
oleh
Perceraian,
Isu-Isu Perkembangan
Keputusan
Penerimaan
ketidakmampuan
untuk bercerai
menyelesaikan
ketegangan-
Penerimaan
bagian
milik
Merencanakan
Mendukung
rencana-rencana
untuk
mengakhiri
sistem.
masalah tanggungjawab,
sistem
a. Bekerja
secara
kunjungan
dan
keuangan.
b. Menghadapi
besar
keluarga
dalam
hal
perceraian.
3.
Pisah
a. Keinginan
untuk
melanjutkan
hubungan
sebagai
orangtua
yang
bersifat
kooperatif
dan
memberikan
dukungan
seluruh
keluarga.
b. Restrukturisasi hubungan
perkawinan
dan
secara bersama-sama.
dan
b. Mempengaruhi
kasih
sayang
resolusi
terhadap
pasangan.
restrukturisasi
keuangan
adaptasi
kembali
hubungan
dengan
dengan
Perceraian
emosional
perasaan
terluka,
a. Bersedih
karena
kehilangan
yang
keluarga
utuh
menghentikan
dll
untuk
;
fantasi
berhubung
kembali.
b. Menarik
kembali
harapan, impian-impian
dari perkawinan.
c. Tetap
berhubungan
2.
Orangtua
Kerelaan
tunggal (rumah
memelihara
tangga kustodial
finansial,
atau
residen
untuk
tetap
tanggungjawab
terus
melakukan
pasangan
dan
a. Membuat
jadwal
primer)
mantan
b. Membangun
kembali
Orangtua
sumber-sumber finansial
tunggal
sendiri.
(nonkustodial)
dengan keluarganya.
c. Membangun
kembali
melanjutkan
mantan
pasangan
dan
efektif
anak.
melindungi.
hubungan
dengan
anak-
b. Mempertahankan
tanggungjawab finansial
terhadap anak-anak dan
mantan pasangan
c. Membangun
jaringan
sosial sendiri
(Dari : Carter B dan McGoldrick H, eds The Changing Family Life Cycle, 2nd ed, New York,
Gardner Press, 1988, p.22)
Langkah-Langkah
1. Memasuki hubungan
baru
Isu-Isu Perkembangan
prasayarat
dari
kehilangan
Pulih
perkawinan
pertama
Komitmen
perkawinan
terhadap
dan
upaya
pembentukan
adekuat)
sebuah
menghadapi
kompleksitas
dan
ambiguitas.
2. Mengkonseptualisasi
dan
merencanakan
perkawinan
keluarga baru.
dan
Menerima
perasaan
takut
a. Mengupayakan
keterbukaan
hubungan-hubungan
dan
membentuk
sebuah
keluarga tiri.
yang palsu.
kesabaran
penyesuaian
dalam
untuk
terhadap
b. Rencana pemeliharaan
kerja sama finansial dan
hubungan
sebagai
orangtua
dengan
dari :
mantan pasangan.
dan
wewenang.
bersalah,
konflik-
untuk
membantu
untuk
anak-anak
menghadapi
cemas, konflik-konflik
3. Masalah-masalah afektif :
rasa
c. Rencana
mutualitas,
loyalitas
dan
kembali
hubungan
dengan
memasukkan pasangan
dan
baru.
anak-anak
yang
Penyelesaian
akhir
ikatan
a. Restrukturisasi
batas-
membangun
keluarga kembali
memungkinkan
penerimaan model
memasukkan pasangan/
keluarga
dan
pengaturan
keuangan
di
seluruh
subsistem
agar
menciptakan
bisa
jalinan
beberapa sistem.
c. Menciptakan
ruang
dengan
kandung,
kakek-nenek,
dan
kenang-
memperkokoh
yang
ditimbulkan oleh kedua jenis stressor tersebut sering menurunkan fungsi keluarga, akibatnya
penguasaan tugas-tugas perkembangan terhalang atau terhambat.
Sajauh mana tugas-tugas perkembangan dipengaruhi tergantung pada beberapa faktor.
Sudah tentu yang pertama adalah tahap siklus kehidupan keluarga ; kedua adalah anggota
keluarga menjadi sakit serius atau cacat sehingga menciptakan suatu perbedaan. Beberapa tahap
siklus kehidupan tertentu mempunyai bahaya dalam hal perkembangan dan individu-individu
tertentu dalam keluarga lebih terpusat dalam hubungannya dengan tugas-tugas perkembangan
keluarga dari tahap perkembangan tertentu. Misalnya, dalam sebuah keluarga dengan remaja,
jika remaja itu menderita cedera serius dan dalam keadaan tidak mandiri, ini sangat menghambat
penguasaan tugas-tugas perkembangan oleh remaja tersebut karena lebih tergantung pada
keluarga. Demikian juga dengan tugas perkembangan uang menangani kebebasan berimbang
dengan rasa tanggung jawab sehingga membantu remaja ini agar lebih otonom akan terhambat
juga. Tantangan bagi keluarga adalah berupaya untuk memulai lagi memperhatikan tugas-tugas
perkembangan normal secepat mungkin.
Faktor penting lain yang menciptakan perbedaan mengenai dampak sakit atau cacat
terhadap perkembangan keluarga adalah sumber-sumber formal dan informal yang digunakan
oleh keluarga. Sebuah sistem pendukung sosial yang baik dari keluarga besar dan teman-teman,
dan juga dukungan psikososial dan kesehatan yang kompeten akan memperbesar pengertian
keluarga untuk kembali pada jalur perkembangan agar lebih cepat.
Bila bekerja dengan sebuah keluarga dengan sakit yang serius atau cacat, adalah sangat
bermanfaat untuk membandingkan tugas-tugas perkembangan keluarga yang ideal dalam suatu
tahap siklus kehidupan yang sesuai dengan tingkah laku keluarga yang aktual (Friedman, 1987).
Tipe perbandingan ini bermanfaat untuk mengevaluasi dampak yang mungkin dari sakit atau
cacat pada keluarga.
C. AREA PENGKAJIAN
Dalam keseluruhan proses pengkajian, berfokus pada siklus kehidupan keluarga akan
mempertinggi pemahaman seorang profesional kesehatan keluarga tentang stress yang menimpa
keluarga dan masalah-masalah keluarga yang aktual atau potensial. Dalam menyelesaikan bagian
perkembangan dari pengkajian keluarga, area-area yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini.
2. Sejauhmana keluarga memenuhi tugas-tugas perkembangan keluarga untuk tahap
perkembangan saat ini. Adalah penting untuk memperhatikan deviasi-deviasi dari norma,
karena deviasi ini dapat menjadi petunjuk adanya hambatan atau masalah.
3. Riwayat keluarga sejak lahir hingga saat ini termasuk tugas perkembangan keluarga dan
kesehatan serta kejadian dan pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan (mis,
perceraian, kematian, kehilangan) yang terjadi dalam kehidupan keluarga. Beberapa dari
informasi ini (perceraian, perkawinan, kematian) dapat dimasukkan ke dalam genogram
keluarga .
4. Keluarga asal kedua orangtua (seperti apa kehidupan keluarga asal, hubungan masa lalu
dan kini dengan kakek-nenek.)
Seperti telah disebutkan sebelumnya pengalaman dan persepsi keluarga yang umum dan
unik, karena mereka berkembang melewati siklus kehidupan keluarga, harus dikaji untuk
membuat riwayat perkembangan keluarga yang lebih komprehensif. Riwayat keluarga harus juga
meliputi deskripsi tentang keluarga asal orangtua karena jelas sekali bahwa pengaruh-pengaruh
asal generasi terhadap kehidupan keluarga adalah sangat penting.
Mungkin akan lebih signifikan untuk menggali riwayat perkembangan keluarga. Adalah
penting untuk memastikan apakah keluarga yang sedang anda tangani terbuka terhadap ekplorasi
masa lalu dan apakah pengumpulan data historis anda dalam bidang tertentu relevan untuk
memahami dan bekerja dengan keluarga.
Perlu diulangi kembali bahwa data perkembangan data riwayat keluarga dapat
dikumpulkan sedikit demi sedikit dengan (1) menanyakan pengalaman-pengalaman dan tugastugas yang umum dan bagaimana hal-hal ini dicapai dan dirasakan dan (2) menanyakan masalahmasalah atau pengalaman keluarga yang khusus atau unit. Yang kedua meliputi perceraian,
kematian dalam keluarga itu atau keluarga besar, pisah karena sakit atau dinas militer,
pengangguran dan lain-lain. Menanyakan orangtua tentang hubungan mereka di masa lalu dan
sekarang dengan orientasi keluarga mereka dan bagaimana bentuk kehidupan keluarga besar
memberikan perawat keluarga apresiasi dan pemahaman yang baik tentang orangtua mereka
selama tahun-tahun pertumbuhan mereka.
Untuk menggali riwayat keluarga, Satir (1983) mengawalinya dengan memberi
kesempatan pertama pada orangtua untuk berbicara tentang hubungan perkawinan mereka,
memfokuskan pada hubungan ini karena orangtua merupakan arsitek keluarga. Satir dan
orangtua dengan anak-anak hadir (jika ada, membahas bidang-bidang berikut ini :
Smoyak, (1975), dalam praktik keperawatannya sebagai ahli terapi keluarga, menekankan
pentingnya mengkaji orientasi respektif keluarga orangtua. Smoyak juga mencari tahu posisi
original masing-masing orangtua dikalangan sanak saudaranya, dengan mengutip konstelasi
keluarga oleh Toman, (1961) yang memperlihatkan bahwa posisi ini sangat mempengaruhi tipe
interaksi dan hubungan yang tidak dimiliki seseorang, dan juga perkembangan kepribadian
seseorang. Misalnya, Toman menemukan bahwa anak-anak yang dilahirkan pertama lebih cocok
untuk jadi pemimpin bagi adik-adiknya, sedangkan sebaliknya anak-anak bungsu biasanya tidak
menjadi pemimpin yang lain. Satu hal penting dari informasi yang berhubungan dengan keluarga
asal kedua pasangan meliputi keadaan kesehatan perkawinan pasangan orangtua itu sendiri.
Apakah mereka masih hidup, dalam keadaan baik, telah menikah, hidup bersama, tinggal
berdekatan, atau secara geografis berjauhan? (Smoyak, 1975).
Satu satu cara para perawat keluarga memperoleh gagasan yang lebih baik tentang proses
sistim keluarga dari waktu ke waktu, dan juga mengkaji sistem keluarga antar generasi adalah
dengan menyusun sebuah genogram. Genogram adalah sejenis skema genelogis yang menelusuri
sejarah keturunan keluarga. Genogram ini menggunakan secara luas oleh ahli terapi keluarga,
keuntungannya adalah seseorang dapat mengorganisir sejumlah data yang besar dan banyak
dalam suatu cara yang lebih komprehensif dan membantu mengungkapkan pola-pola dan tema
penting (Harchman dan Laird, 1983) ; McGordrick dan Gerson (1985). Bab VIII berisi tentang
genogram dan petunjuk-petunjuk untuk membuat pohon keluarga ini.
1987).
Penguasaan
satu
kumpulan
tugas-tugas
perkembangan
keluarga
memungkinkan keluarga bergerak maju kearah tahap perkembangan berikutnya. Jika tugas-tugas
perkembangan keluarga tidak dipenuhi maka akan menghasilkan keluarga yang disfungsional
(Mattessich dan Hill 1987).
Untuk mencapai tujuan ini, perawat keluarga membantu keluarga mencapai dan
mempertahankan keseimbangan antara keutuhan pertumbuhan pribadi dari anggota keluarga
secara individual dan fungsi keluarga yang optimum (kebutuhan perkembangan keluarga)
(Divisi Praktik Keperawatan Kesehatan Ibu dan Anak American Nurses Association, (1983)
keseimbangan antara individu dan kelompok tidak dengan mudah dicapai, khususnya selama
tahap-tahap tertentu, yang menciptakan perbedaan bila terjadi ketidakseimbangan.
Bila bekerja dengan keluarga atau individu yang bermasalah, teori perkembangan
keluarga membantu para profesional kesehatan keluarga berpikir tentang kejadian siklus
kehidupan keluarga yang telah membentuk konteks dimana masalah-masalah keluarga dan
individu terjadi. Oleh karena itu, memasukkan perspektif perkembangan ke dalam praktik
keperawatan keluarga sangat penting selama fase diagnostik dan perencanaan.
Juga penting sekali memasukkan perspektif perkembangan keluarga kedalam praktik
keperawatan keluarga seseorang bila bekerja dengan keluarga yang sehat. Dengan keluarga yang
sehat, bimbingan antisipasi dan penyuluhan seringkali ditujukan untuk mencapai tujuan prevensi
primer (Bobak et al, 1989). Diagnosa, perencanaan, dan intervensi keperawatan keluarga harus
mencakup masalah-masalah keluarga yang mungkin dihadapi keluarga karena perlunya
transforamsi struktur keluarga hingga tugas-tugas perkembangan dapat dicapai. Membantu
keluarga mengantisipasi dan melewati transisi normatif yang berbeda dalam kehidupan keluarga
merupakan tujuan keperawatan keluarga yang paling erat.
Perawat keluarga dan klinisi keluarga lainnya membantu keluarga dengan morbalitas
penyuluhan dan konseling. Rujukan ke kelompok pendukung sosial, seperti kelompok untuk
orangtua bayi atau lansia yang sakit juga sangat membantu.