Anda di halaman 1dari 74

A.

PENDAHULUAN

TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum :
Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan keluarga sesuai dengan tahap perkembangannya
dan menjelaskan peran perawat pada masing-masing tahap.
Tujuan Instruksional khusus :
Mahasiswa mampu :
1. Menyebutkan definisi masing-masing tahap perkembangan keluarga.
2. Menjelaskan tugas-tugas perkembangan keluarga sesuai dengan tahap perkembangan
keluarga.
3. Menjelaskan masalah-masalah kesehatan yang terjadi sesuai dengan tahap perkembangan
keluarga.
4. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul pada setiap tahap
perkembangan keluarga.
5. Menjelaskan peran perawat pada setiap tahap perkembangan keluarga.

Salah satu kerangka paling baru yang digunakan untuk mempelajari dan bekerja dengan
keluarga adalah perkembangan keluarga. Pendekatan teoritis ini mencoba mengungkapkan
perubahan dari sistem keluarga yang terjadi dari waktu ke waktu termasuk perubahan-perubahan
dalam interaksi dan hubungan diantara anggota keluarga dari waktu ke waktu. Pendekatan
perkembangan keluarga didasarkan pada observasi bahwa keluarga adalah kelompok berusia
panjang dengan suatu sejarah alamiah, atau siklus kehidupan, yang perlu dikaji juga dinamika
kelompok diinterpretasikan secara penuh dan akrual (Duvall, dan Miller, 1985). Meskipun setiap
keluarga mengalami setiap saat perkembangan dengan cara-caranya yang unik, semua keluarga
dianggal sebagai contoh dari seluruh pola normatif (Rodger, 1973) dan mengikuti urutan-urutan
perkembangan yang universal (Goode, 1959).

Teori perkembangan keluarga menguraikan perkembangan keluarga dari waktu ke waktu


dengan membaginya ke dalam satu seri tahap perkembangan dianggap sebagai masa-masa
stabilitas relatif yang secara kuantitatif dan kualitatif berbeda dari tahap-tahap berdekatan
(Mederer and Hill, 1983). Tentang konsep tahap-tahap siklus kehidupan tergantung pada asumsi
bahwa dalam keluarga terdapat saling ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga :
keluarga dipaksa untuk berubah setiap kali ada penambahan atau pengurangan anggota keluarga,
atau setiap kali anak sulung mengalami perubahan tahap perkembangan. Misalnya, perubahan
dalam peran, penyesuaian terhadap perkawinan, mengasuh anak dan disiplin terbukti perubahan
dari satu tahap ke tahap lain (Mederer dan Bill, 1983). Keluarga mengambil satu jenis struktur
ketika anak-anak masih berusia prasekolah ; struktur lain ketika orang tua mulai mengikuti
puncak hidup dan anak-anak memasuki masa remaja ; dan akhirnya bentuk struktur yang lain
adalah ketika anak-anak mulai dewasa, menikah dan mulai mandiri.
Akar sejarah dari teori perkembangan keluarga dapat dibuktikan dengan lima warisan
teori. Kerangka perkembangan keluarga bersifat elektrik, karena kerangka ini mengajukan
konsep-konsep dari pendekatan yang berbeda terhadap studi keluarga. Kontribusi pada teori
perkembangan keluarga diambil dari interaksionisme simbolik, fungsionalisme struktural,
sosiologi kerja dan propesi, teori sistem dan perkembangan ilmu ditambah lagi dengan teori
stress dan krisis kehidupan keluarga (Dattessich dan Dill, 1987)
Pusat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga, seperti yang diuraikan oleh
Algous (1978) adalah :
1. Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara yang sama dan
dapat diprediksi.
2. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi dengan orang lain, mereka memulai
tindakan-tindakan dan juga reaksi-reaksi terhadap tuntutan lingkungan.
3. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka
sendiri atau oleh konteks budaya dan masyarakat.
4. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai dengan sebuah awal dan akhir
yang kelihatan jelas.

Meskipun teori perkembangan umum didasarkan pada ciri-ciri ini dan biasa dari
kehidupan keluarga, namun teori ini tidak memberikan stressor non normatif atau situasional
(kejadian-kejadian yang tidak biasa) dan dapat dikritik karena asumsi tentang homogenitas
(kurang memperhatikan keanekaragaman kinerja), bias kelas menengahnya, asumsinya tentang
stabilitas dalam setiap tahap, dan kurangnya penjelasan proses yang terjadi diantara tahap-tahap
perkembangan yang memungkinkan keluarga bertindak. Namun penggunaan kerangka ini untuk
pengkajian dan intervensi-intervensi sangat membantu karena kerangka ini memberikan para
profesional perawatan kesehatan keluarga cara-cara mengantisipasi apa yang diharapkan dan apa
jenis penyuluhan dan konseling yang ditentukan. Teori perkembangan keluarga meningkatkan
pemahaman kita tentang keluarga pada titik yang berbeda dalam berbagai siklus kehidupan
mereka dan menghasilkan deskripsi yang khas tentang kehidupan keluarga dalam berbagai
tahap perkembangannya (Lupal dan Miller 1985). Malahan dengan mengkaji tahap
perkembangan keluarga dan pelaksanaan tugas-tugas yang sesuai dengan tahap tersebut, para
profesional perawatan kesehatan keluarga diberikan pedoman untuk menganalisis pertumbuhan
dan kebutuhan promosi kesehatan keluarga. Perawat keluarga lebih mampu memberikan
dukungan yang diperlukan untuk memajukan dari satu tahap ke tahap lain dengan lancar.

B. SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA


Dalam siklus kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat diprediksi. seperti
individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berturut-turut,
keluarga sebagai sebuah unit juga mengalami tahap-tahap perkembangan yang berturut-turut.
Tabel 1 : Delapan Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Tahap I

:Keluarga Pemula (juga menuju pasangan menikah atau tahap

pernikahan)

Tahap II

: Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi sampai umur 30 bulan)

Tahap III

: Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur 2 hingga 6 tahun)

Tahap IV

: Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua berumur 6 hingga 13 tahun).

Tahap V

: Keluarga dengan anak remaja (anak tertua berumur 13 hingga 25 tahun).

Tahap VI

: Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai
anak terakhir) yang meninggalkan rumah.

Tahap VII : Orangtua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiunan).


Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (juga menunjuk kepada anggota keluarga
yang berusia lanjut atau pensiun) hingga pasangan yang sudah mengenalinya.
Diadaptasi dari Dupal, 1977 dan Miller, 1985
Formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga yang paling banyak digunakan untuk
keluarga inti dengan dua orang tua adalah 8 tahap siklus kehidupan keluarga dari Dupal, 1977
(lihat tabel 1) Selain itu Charter dan McGoldrick, 1988 belakangan membuat model enam tahap
yang sama bagi para ahli terapi keluarga. Tabel 2 membandingkan tahap-tahap perkembangan
siklus kehidupan keluarga dari Dupall dan Charter dan Goldrick.
Dalam paradigma dari Dupall, ia menggunakan tingkat umur dan tingkat sekolah dari
anak yang paling tua sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan, dengan pengecualian
untuk dua tahap terakhir kehidupan keluarga ketika anak-anak sudah tidak ada lgi di rumah.
Apalagi terdapat beberapa anak dalam keluarga, terjadi beberapa tumpang tindih tahap-tahap
yang berbeda. Sebaliknya Charter dan McGoldrick, 1988 merumuskan tahap siklus kehidupan
keluarga yang berfokus pada hal-hal penting dimana anggota keluarga masuk dan keluar dari

keluarga, jadi mengganggu keseimbangan keluarga. Penekanan disini diletakkan pada hubunganhubungan yang berubah, yang menjadi syarat sehingga keluarga bisa bergerak dari satu tahap
siklus kehidupan ke tahap berikutnya.
Tabel 2. Perbandingan Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga menurut Duvall, Miller,
Charter dan McGoldrick
Charter dan McGoldrick

Duvall dan Miller

(Perspektif Terapi Keluarga)


(Perspektif Sosiologis)
1. Keluarga antara : dewasa muda Tidak ada yang diidentifikasi di sini,
yang belum kawin

meskipun Duvall menganggap dewasa


muda sedang proses dilepas. Karena
terdapat waktu yang cukup antara masa
remaja dan pernikahan.

2. Penyatuan

keluarga

melalui 1. Keluarga

perkawinan : pasangan yang baru

pemula

atau

tahap

pernikahan.

menikah
3. Keluarga dengan anak kecil (masa 2. Keluarga sedang mengasuh anak
bayi hingga usia sekolah)

(anak tertua adalah bayi sampai


umur 30 bulan)
3. Keluarga

dengan

anak

usia

prasekolah (anak tertua berumur 2


hingga 5 tahun).
4. Keluarga dengan anak usia sekolah
(anak tertua umur 6 hingga 12
tahun)
5. Keluarga dengan akan remaja (anak
4. Keluarga dengan anak remaja

tertua berumur 13 hingga 20)


6. Keluarga melepaskan anak dewasa

5. Keluarga melepaskan anak dan


pindah

muda (semua anak meninggalkan


rumah)
7. Orangtua usia pertengahan (tidak

ada jabatan lagi hingga pensiun)


8. Keluarga dalam masa pensiun dan
6. Keluarga dalam kehidupan terakhir

lansia (mulai dari pensiun hingga

pasangan yang meninggal.


Adapted from Carter dan McGoldrick, (1988), Duvall and Miller, (1985)
1. Variasi Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga-keluarga selalu bervariasi, karena menjalani tahap-tahap siklus kehidupan
keluarga. Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga mengikuti suatu pola yang tidak kaku (Duvall,
1977). Sudah barang tentu bahwa banyak keluarga saat ini tidak cocok dengan tahap-tahap siklus
kehidupan keluarga inti dengan orang tua dari Duvall atau dari Charter dan McGoldrick. Variasivariasi dalam siklus kehidupan keluarga tradisional dapat dilihat pada keluarga-keluarga dimana
pasangan suami istri tidak menikah, dan terdapat perkawinan sesama homoseksual, orangtua
tunggal dan keluarga dengan orangtua tiri. Makin banyak orang memilih berbagai bentuk
keluarga dan karenanya konsep asal tentang siklus kehidupan keluarga, mencakup keluarga inti
dengan dua orangtua, secara menyolok terbatas dalam aplikabilitasnya. Untuk keluarga-keluarga
nontradisional atau keluarga-keluarga miskin atau minoritas, terdapat variasi-variasi pada
penentuan tempo dan pengurutan kejadian keluarga (Teachman et al, 1987). Karena pada saat ini
keluarga dengan orangtua tunggal dan orangtua tiri berjumlah cukup besar .
Bahkan dalam keluarga inti tradisional dengan dua orangtua terdapat perubahan dalam
penentuan tempo dari tahap-tahap siklus kehidupan keluarga. Jumlah dewasa muda yang tinggal
dengan tua, sendirian, atau dengan dewasa muda lainnya semakin bertambah (diantara tahaptahap siklus kehidupan keluarga dari Charter dan McGoldrick). Banyak pasangan menunda
menikah dan memperpendek masa pengasuhan anak (hasil dari KB dan kerja), dan mempunyai
lebih sedikit anak. Dengan perubahan-perubahan ini dan umur harapan hidup yang lebih lama,
terdapat tahun-tahun yang cocok dalam dua tahap terakhir siklus kehidupan keluarga tahap usia
pertengahan dan tahap pensiunan dan lansia.

2. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga


Seperti individu-individu yang mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus mereka
capai agar mereka merasa puas selama suatu tahap perkembangan dan agar mereka mampu
beralih ke tahap berikutnya dengan berhasil, setiap tahap perkembangan keluarga pun
mempunyai tugas-tugas perkembangan yang spesifik. Tugas-tugas perkembangan keluarga
menyatakan tanggung jawab yang dicapai oleh keluarga selama setiap tahap perkembangannya
sehingga dapat memenuhi (1) kebutuhan biologis keluarga, (2) imperatif budaya keluarga, dan
(3) aspirasi dan nilai-nilai keluarga (Duvall, 1977).
Bagaimana tugas-tugas perkembangan dalam keluarga berbeda dengan tugas-tugas
perkembangan individu anggota keluarga? Meskipun dalam kenyataan banyak tugas-tugas
tersebut adalah gabungan, tugas-tugas perkembangan keluarga dibangkitkan bila keluarga
sebagai sebuah unit berupaya memenuhi tuntutan-tuntutan perkembangan mereka secara
individual. Tugas-tugas perkembangan keluarga juga diciptakan oleh tekanan-tekanan komunitas
terhadap keluarga dan anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan harapan-harapan kelompok
acuan keluarga dan masyarakat yang lebih luas.
Selain itu, tugas-tugas perkembangan keluarga juga meliputi tugas-tugas spesifik pada setiap
tahap yang melekat dalam pelaksanaan lima fungsi dasar keluarga yang terdiri dari (1) fungsi
afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian) ; (2) fungsi sosialisasi dan penempatan sosial ; (3)
fungsi perawatan kesehatan penyediaan dan pengelolaan kebutuhan-kebutuhan fisik dan
perawatan kesehatan ; (4) fungsi reproduksi ; dan (5) fungsi ekonomi (lihat bab 5 untuk
pembahasan yang lengkap tentang fungsi-fungsi ini).
Tantangan nyata bagi keluarga adalah memenuhi setiap kebutuhan anggota keluarga, dan
juga untuk memenuhi fungsi-fungsi keluarga secara umum. Pertautan kebutuhan-kebutuhan
perkembangan individu dan keluarga tidak selalu mungkin dilakukan. Misalnya, tugas anak usia
bermain yang meliputi mengeksplorasi lingkungan seringkali bertentangan dengan tugas seorang
ibu memelihara rumah yang teratur.

3. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orangtua


Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga berikut ini telah diuraikan oleh Duvall dan Miller
(1985) dan Charter dan McGoldrick (1988). Tahap-tahap tersebut terdiri dari 9 tahap siklus
kehidupan keluarga (Tabel 2). Tahap antara dari tipologi Charter dan McGoldrick ditambahkan
pada model siklus kehidupan delapan tahap dari Duvall dan Miller untuk memberikan gambaran
yang komprehensif tentang perubahan kehidupan keluarga. Tahap-tahap siklus kehidupan
keluarga ini menggambarkan keluarga inti Amerika yang utuh, tapi terbatas pada aplikabilitas
keluarga-keluarga dengan orangtua tunggal, cerai dan tiri. Masalah-masalah kesehatan juga
dibicarakan dalam setiap tahap siklus perkembangan keluarga.
Tahap Transisi : Keluarga antara (Dewasa Muda yang Belum Kawin)
Tahap ini menunjuk ke masa dimana individu berumur 20 tahunan yang telah mandiri
secara finansial, dan secara fisik telah meninggalkan keluarganya namun belum berkeluarga.
Tahap-tahap keluarga antara tidak dianggap tahap siklus kehidupan keluarga oleh Duvall dan
sosiolog lainnya. Namun, karena masa ini umumnya dialami seseorang (remaja tidak keluar
secara langsung dari keluarga asalnya dan membentuk keluarga, seperti yang sering ditemukan
pada masa lalu), dan karena masa ini merupakan masa transisi yang sangat penting, tahap ini
dimasukkan dalam naskah ini. Tahap ini benar-benar diabaikan oleh para profesional perawatan
kesehatan keluarga dan para ahli terapi keluarga (Aylmerm 1988).
Data demografi mendukung pentingnya tahap ini. Kini, di Amerika Serikat lebih banyak
dewasa muda menunda perkawinan, mereka hidup membujang atau kumpul kebo. Perkawinan
pertama di Amerika Serikat umumnya berlangsung 3 tahun lebih lambat dari generasi
sebelumnya. Kini, dewasa muda yang hidup bersama diluar pernikahan lima kali lebih banyak
dari pada tahun 1960 (Glick, 1989).
Tahap keluarga dianggap oleh Aymer (1988) dan ahli-hali terapi lainnya sebagai dasar
bagi semua tahap berikutnya : bagaimana dewasa muda melewati tahap ini sangat mempengaruhi
siapa yang dinikahinya dan juga kapan dan bagaimana pernikahan berlangsung. Untuk melewati
tahap ini dengan sukses, dewasa muda harus pisah dari keluarga asalnya tanpa memutuskan atau
secara reaktif berhubungan dengan pergantian yang emonsional.

Tugas-Tugas Perkembangan.
Tahap ini adalah tahap keluarga antara, tugas-tugas perkembangannya bersifat
individual, bukan berorientasi pada keluarga. Carter dan McGoldrick (1980) menjelaskan bahwa
tugas perkembangan utama dari dewasa muda yang belum kawin adalah menerima keluarga
asalnya (hal. 13). Tiga tugas perkembangan yang dicantumkan oleh Carter dan McGoldrick
(1988, hal. 15) :
1. Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga asalnya.
2. Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.
3. Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian pekerjaan dan finansial.
Tabel 3. Tahap Transisi : Keluarga Antara dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang
Bersamaan.
Tahap Siklus

Tugas-Tugas

Kehidupan Keluarga
Tahap Transisi :

Perkembangan Keluarga
1. Pisah dengan keluarga asal.

Keluarga antara

2. Menjalin hubungan intim dengan


teman sebaya.
3. Membentuk kemandirian dalam hal

pekerjaan dan finansial.


Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Sudah waktunya dewasa muda membentuk tujuan hidup pribadi dan perasaan bangga akan diri
sendiri sebelum hidup bersama orang lain dalam sebuah ikatan perkawinan. (Tabel 3) umumnya
hal ini merupakan tahap transisi yang sulit, karena memisahkan diri dari keluarga asal baik
secara fisik, finansial maupun emosional umumnya lambat di banyak keluarga saat ini.
Tahap ini secara khusus dialami secara berbeda-beda, tergantung pada jenis kelamin
seseorang. Carl Gillingan dalam karyanya In a Different Voice (1982), menguraikan oerintasi
pria dan wanita yang berbeda melalui sosialisasi mereka. Pria umumnya diajarkan untuk
mengejar identitas ekspresi diri, sedangkan wanita pengorbanan diri. Karena pria dan wanita
dewasa muda mengalami masa belum kawin, mereka mempunyai isu identitas yang berbedakan

untuk diselesaikan.Keseimbangan antara otonomi dan cinta dibutuhkan dalam membina


hubungan dan bekerja, tapi pria umumnya berjuang dengan isu-isu cinta dan hubungan,
sementara wanita berjuang dengan isu-isu otonomi.
Kebanyakan isu-isu tersebut diatas meliputi hubungan antara dewasa muda dengan
orangtuanya (Aylmer, 1988) dan menciptakan suatu keseimbangan baru antara keadaan pisah dan
keterkaitan. Bagaimana orangtua dari dewasa muda berinteraksi dengan anak mereka selama
masa ini adalah sangat penting. Dari perspektif sistem keluarga, terdapat efek sirkular atau
resiprokal yang terjadi antara orangtua dengan dewasa muda (masing-masing mempengaruhi
tindakan satu sama lainnya), yang mempertinggi atau menghambat proses pisah dan
individualisasi dewasa muda. Jika orangtua memiliki perkawinan yang tidak memuaskan dan
memerlukan anaknya tetap tinggal untuk memenuhi

kebutuhan mereka, maka hal ini

menghalangi upaya-upaya dewasa muda untuk pisah ; dan sebaliknya jika anak merasa takut dan
tidak mampu hidup mandiri, maka ia akan menunda pemisahan tersebut dan mencoba agar
orangtua tetapi terlibat.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Selama masa transisi ini, masalah-masalah pribadi maupun masalah keluarga. Penggunaan
keluarga berencana dan pengendalian kelahiran merupakan masalah dan kebutuhan utama.
Penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual (STD) lebih sering ditemukan dalam kelompok
ini (penyakit kelamin, AIDS, dll). Kecelakaan dan bunuh diri merupakan penyebab utama
moralitas. Masalah-masalah kesehatan mental juga umum terjadi, dan seperti dijelaskan diatas,
terutama menghadapi isu pisah dengan cara fungsional dari keluarga asal sehingga hubungan
homoseksual yang intim dan sehat dapat dijalin.
Kebutuhan kesehatan promosi sama dengan tahap-tahap berikutnya. Karena dewasa muda
sekarang ini mandiri, khususnya gaya hidup mereka tidak termasuk dalam praktik perlindungan
kesehatan yang direkomendasikan, seperti menghindari obat-obatan, alkohol dan tembakau dan
juga mendapatkan tidur, nutrisi, istirahatm latihan, perawatan gigi dan uji kesehatan dan
perawatan yang adekuat.

a. Tahap I : Keluarga Pemula


Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru keluarga yang
menikah atau prokreasi dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru
yang intim. Tahap perkawinan atau pasangan menikah saat ini berlangsung lebih lmbat.
Misalnya, menurut data sensus Amerika Serikat tahun 1985, 75 persen pria dan 57 persen wanita
Amerika Serikat masih belum menikah pada usia 21 tahun, ini merupakan suatu pergeseran yang
berarti dari 55 persen dan 36 persen masing-masing dalam tahun 1970.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Menciptakan

sebuah

perkawinan

yang

saling

memuaskan,

menghubungkan

jaringan

persaudaraan secara harmonis, dan keluarga berencana merupakan tiga tugas perkembangan
yang penting dalam masa ini (Tabel 6-4).
1). Membangun Perkawinan yang Saling Memuaskan
Ketika dua orang diikat dalam ikatan perkawinan, perhatian awal mereka adalah
menyiapkan suatu kehidupan bersama yang baru. Sumber-sumber dari dua orang digabungkan,
peran-peran mereka berubah, dan fungsi-fungsi barupun diterima. Belajar hidup bersama sambil
memenuhi kebutuhan kepribadian yang mendasar merupakan sebuah tugas perkembangan yang
penting. Pasangan harus saling menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang bersifat
rutinitas. Misalnya mereka harus mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi,
membersihkan rumah, menggunakan kamar mandi bergantian, mencari rekreasi dan pergi ke
tempat-tempat yang menyenangkan bagi mereka berdua. Dalam proses saling menyesuaikan diri
ini, terbentuk satu kumpulan transaksi berpola dan lalu dipelihara oleh pasangan tersebut, dengan
setiap pasangan memicu dan memantau tingkah laku pasangannya.
Tabel 4. Tahap Pertama Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orang Tua, dan
Tugas-Tugas Perkembangan yang bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga Pemula

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga


1. Membangun perkawinan yang
saling memuaskan.

2. Menghubungkan

jaringan

persaudaraan secara harmonis.


3. Keluarga
tentang

berencana

(keputusan

kedudukan

sebagai

orangtua)
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Keberhasilan dalam mengembangkan hubungan tergantung pada saling menyesuaikan
diri yang baru saja dibicarakan, dan tergantung kepada komplementaritas atau kecocokkan
bersama dari kebutuhan dan minat pasangan. Sama pentingnya bahwa perbedaan-perbedaan
individu perlu diketahui. Dalam hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan dipandang untuk
memperkaya hubungan perkawinan. Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan
tergantung pada pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk menangani perbedaanperbedaan tersebut (Satir, 1983) dan konflik-konflik. Cara yang sehat untuk memecahkan
masalah adalah berhubungan dengan kemampuan pasangan untuk bersikap empati ; saling
mendukung, dan mampu berkomunikasi secara terbuka dan sopan (Raush et al, 1969) dan
melakukan pendekatan terhadap konflik atas rasa saling hormat menghormati (Jackson dan
Lederer, 1969).
Malahan, sejauhmana kesuksesan mengembangkan hubungan perkawinan tergantung
pada bagaimana masing-masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari keluarga asal masingmasing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang dewasa harus pisah dengan orangtuanya
dalam upaya untuk membentuk identitas dirinya sendiri dan hubungan intim yang sehat.
McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi yang amat bagus tentang proses ini dan
masalah-masalah psikososial selama masa ini.
Banyak pasangan mengalami masalah-masalah penyesuaian seksual, serikali disebabkan
oleh ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan kekecewaan dan harapanharapan yang tidak realistis. Malahan, banyak pasangan yang membawa kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi kedalam hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat
mempengaruhi hubungan seksual secara merugikan. (Goldenberg dan Goldenberg, 1985).

2). Menghubungkan Jaringan Persaudaraan secara Harmonis.


Perubahan peran dasar terjadi dalam perkawinan pertama dari sebuah pasangan, karena
mereka pindah dari rumah orangtua mereka ke rumah mereka yang baru. Bersamaan dengan itu,
mereka menjadi anggota dari tiga keluarga, yaitu : menjadi anggota keluarga dari keluarga
mereka sendiri yang baru saja terbentuk. Pasangan tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan
diri dari keluarga asal mereka dan mengupayakan berbagai hubungan dengan orangtua mereka,
sanak saudara dan dengan ipar-ipar mereka, karena loyalitas utama mereka harus diubah untuk
kepentingan hubungan perkawinan mereka. Bagi pasangat tersebut, hal ini menuntut
pembentukan hubungan baru dengan setiap orangtua masing-masing, yaitu hubungan yang tidak
hanya memungkinkan dukungan dan kenikmatan satu sama lain, tapi juga otonomi yang
melindungi pasangan baru tersebut dari campur tangan pihak luar yang mungkin dapat merusak
bahtera perkawinan yang bahagia.
3). Keluarga Berencana.
Apakah ini memiliki anak atau tidak dan penentuan waktu untuk hamil merupakan suatu
keputusan keluarga yang sangat penting. Littlefield (1977) menekankan pentingnya
pertimbangan semua rencana kehamilan keluarga ketika seseorang bekerja di bidang perawatan
maternitas. Tipe perawatan kesehatan yang didapat keluarga sebagai sebuah unit selama masa
prenatal sangat mempengaruhi kemampuan keluarga mengatasi perubahan-perubahan yang luar
biasa dengan efektif setelah kehamilan bayi.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama adalah penyesuaian seksual dan peran perkawinan, penyuluhan dan
konseling keluarga berencana, penyuluhan dan konseling pranatal, dan komunikasi. Konseling
semakin perlu diberikan sebelum perkawinan. Kurangnya informasi sering mengakibatkan
masalah-masalah seksual dan emosional, ketakutan, rasa bersalah, kehamilan yang tidak
direncanakan, dan penyakit-penyakit kelamin baik sebelum maupun sesudah perkawinan.
Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan ini menghambat pasangan tersebut merencanakan
kehidupan mereka dan memulai hubungan dengan dasar yang mantap.

Konsep-konsep perkawinan tradisional sedang ditantang oleh hubungan cinta,


perkawinan berdasarkan hukum adat, dan perkawinan homoseks. Orang yang memasuki
perkawinan tanpa pernikahan memerlukan banyak konseling dari tugas perawatan kesehatan
untuk mendapatkan bantuan. Dalam hal ini, perawat keluarga terperangkap diantara dua
keluarga, keluarga orientasi dan keluarga perkawinan. Dalam situasi semacam itu, para
profesional kesehatan keluarga tidak perlu membuat penilaian-penilaian yang bermanfaat tetapi
mencoba membantu setiap kelompok dari kedua kelompok tersebut agar mereka dapat
memahami diri mereka sendiri dan saling memahami satu sama lain (Williams dan Leaman,
1973).
Keluarga Berencana.
Karena Keluarga Berencana merupakan tanggungjawab utama dari perawat yang bekerja
dengan keluarga, maka bidang ini perlu dibahas lebih mendalam. Keluarga berencana yang
kurang diinformasikan dan kurang efektif mempengaruhi kesehatan keluarga dalam banyak
cara : mobiditas dan moralitas ibu-anak ; menelatarkan anak ; sehat sakit orangtua ; masalahmasalah perkembangan anak, termasuk inteligensia kemampuan belajar dan perselisihan dalam
perkawinan. Pembentukan keluarga dengan sengaja dan terinformasi meliputi membuat
keputusan sendiri tentang kapan dan/atau apakah ingin mempunyai anak, terlepas dari
pertimbangan kesehatan keluarga.
Jumlah kelahiran di Amerika Serikat sedang menanjak, dalam tahun 1975 mengalami
penurunan dan terus mengalami kenaikan setelah itu hingga tahun 1990, seperti yang
diproyeksikan dalam tahun 1984 hingga 1990 (Family Service America, 1984). Meningkatnya
kehamilan remaja yang sangat besar, khususnya diantara wanita kulit hitam yang belum menikah
dan terutama dipandang sebagai masalah karena kerentanan dan kurangnya sumber-sumber pada
kelompok remaja yang malang ini (Chilman, 1988). Kehamilan penyebab utama remaja wanita
keluar dari sekolah dan juga penyebab sering terjadinya perkawinan prematur. Dalam
perkawinan, kehamilan awal (sebelum dua tahun) mengurangi penyesuaian perkawinan. Semua
ini merupakan faktor-faktor kesehatan mental yang penting bagi orangtua dan anak-anak (Cohn
dan Lierberman, 1974).

Kesehatan fisik ibu dan anak merupakan masalah utama yang didokumentasikan dalam
penelitian kebidanan dan perinatal. Jarak kelahiran antara 2 dan 4 tahun dan usia ibu 20 tahunan
merupakan faktor-faktor yang menguntungkan dalam mengurangi mortalitas dan mobiditas ibu
dan bayi. Jumlah keluarga yang optimal, jarak dan waktu kelahiran mengurangi mortalitas bayi
(Cohn dan Lieberman, 1974).
Angka kehamilan berencana semakin meningkat, karena banyak wanita dan pasangan
menggunakan alat kontrasepsi. Empat puluh lima negara bagian, dan juga Distrik Columbia telah
membuat undang-undang yang membolehkan gadis-gadis remaja berusia di bawah 18 tahun
mendapatkan kontrasepsi tanpa ijin dari orangtua. Namun sebagian besar remaja dan wanita
dewasa muda yang aktif secara seksual tidak mendapat pelayanan keluarga berencana (Chilman,
1988).
Perbedaan antara kelompok miskin dan kaya dalam menggunakan alat kontrasepsi yang
efektif berhubungan dengan aksesibilitas pelayanan (Manisoff, 1977) dan ketidaktahuan tentang
kehamilan dan kontrasepsi dikalangan remaja (Weatherley dan Cartoof, 1988). Faktor-faktor
agama dan sosiopolitik menjadi pengengah untuk mengurangi hak-hak reproduktif wanita dan
pasangannya. Seperti diawal tahun 1990-an, karena menentang hak untuk melakukan aborsi
secara legal maka perjuangan mempertahankan pelayanan saat ini agar tetap tersedia merupakan
masalah yang sedang berkembang. Pendanaan masyarakat dari pemerintah untuk keluarga
berencana, khususnya untuk aborsi telah dipotong, dan pelayanan terbatas pada kaum miskin dan
orang muda.
Selain kebutuhan untuk klinik medis yang banyak dan undang-undang yang
membolehkan remaja menerima perawatan, program pendidikan kesehatan keluarga berencana
dan seks yang efektif perlu direncanakan dilakukan di sekolah-sekolah, gereja dan lembagalembaga kesehatan. Pelayanan-pelayanan seperti itu harus difokuskan tidak hanya pada premispremis umum bahwa keluarga berencana merupakan satu tujuan dalam keluarga itu sendiri, tapi
pada keuntungan-keuntungan kesehatan dari keluarga berencana bagi individu dan bagi
pertumbuhan dan perkembangan keluarga.

Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana pada keluarga bukanlah sesuatu yang etis,
karena hal tersebut menghancurkan inisiatif, integritas, dan kompetensi. Gadis-gadis remaja yang
menginginkan bayi perlu mengkonsultasikan kesiapan fisik dan emosi untuk menjadi orang tua
dan perlindungan yang realistis terhadap kehamilan bersama-sama dengan supervisi kesehatan
yang baik. Tapi hanya sedikit saja dilakukan untuk mengimbangi tekanan-tekanan masyarakat
terhadap seks dan perkawinan dengan pendidikan kontrasepsi yang realistis.
Diagnosa yang mungkin pada keluarga pemula:
1. Gangguan komunikasi verbal
2. Perubahan proses keluarga
3. Perubahan penampilan peran
4. Gangguan interaksi sosial
5. Disfungsi seksual
Diagnosa yang mungkin pada ibu hamil:
Trimester I
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
ketidaknyamanan
resiko kekurangan volume cairan
resiko cidera terhadap janin
resiko keletihan
resiko konstipasi
resiko infeksi : ISK
resiko gangguan citra tubuh
resiko perubhan penampilan peran
perubahan pola seksualitas

Trimester II
Ketidaknyamanan

Resiko cidera terhadap janin dan ibu


Perubahan pola seksualitas
Perubahan pola nafas
Resiko kelebihan vol cairan
Resiko koping individu tidak efektif
Trimester III
Gangguan pola tidur
Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Resiko harga diri rendah situasional
Perubahan eliminasi
Peran perawat
Konselon pada penyesuaian seksual & peran marital
Gusru konselon dalam perencanaan keluarga
Koordinator untuk konseling menjadi orang tua
Fasilitator dalam hubungan kekerabatan interpersonal

b. Tahap II : Keluarga yang Sedang Mengasuh Anak


Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama sehingga bayi berusia 30 bulan. Biasanya
orangtua tergetar hatinya dengan kelahiran pertama anak mereka, tapi agak takut juga.
Kekuatiran terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi tersebut
mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan yang tidak dibuat-buat ini berakhir ketika
seorang ibu baru tiba di rumah dengan bayinya setelah tinggai di rumah sakit untuk beberapa
waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan semua peran-peran mengasyikkan yang telah
dipercayakan kepada mereka. Peran tersebut pada mulanya

sulit karena perasaan

ketidakadekuatan menjadi orangtua baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman-teman,
dan para profesional perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah

malam oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih secara psikologis dan
fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan barangkali juga
bekerja, selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu menderita sakit atau mengalami
persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio besar.
Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap
anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke dalam kelompok
ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga berubah setiap anggota keluarga
memangku peran yang baru dan memulai hubungan yang baru. Selain seorang bayi yang baru
saja dilahirkan, seorang ibu, seorang ayah, kakek nenekpun lahir. Istri sekarang harus
berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan juga sebagai ayah dan sebaliknya. Dan
dalam keluarga yang memiliki anak sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi sangat berarti
bagi saudaranya sama seperti pada pasangan yang menikah. Mengatakan pada seorang anak
untuk menyesuaikan diri dengan seorang adik laki-laki atau perempuan yang baru mungkin sama
dengan suami mengatakan pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang nyonya yang ia
cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan Leanman, 1973). Ini merupakan

suatu

perkembangan kritis bagi semua yang terlibat.


Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua menggambarkan tujuan yang
teramat penting bagi semua pasangan, kebanyakan pasangan menemukannya sebagai perubahan
hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian
terhadap menjadi orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang tua merupakan pengalaman penuh
arti dan menyenangkan, kedatangan bayi membutuhkan perubahan peran yang mendadak. Dua
faktor penting yang menambah kesukaran dalam menerima peran orangtua adalah bahwa
kebanyakan orang sekarang tidak disiapkan untuk menjadi orang tua dan banyak sekali mitos
berbahaya yang tidak realistis meromantiskan pengasuhan anak didalam masyarakat kami
(Fulcomer, 1977). Menjadi orangtua merupakan satu-satunya peran utama yang sedikit
dipersiapkan dan kesulitan dalam transisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan
hubungan orangtua dan bayi secara merugikan.

Perubahan-perubahan sosial yang dramatis dalam masyarakat Amerika juga memiliki


pengaruh yang kuat pada orangtua baru. Banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah dan
memiliki karier, naiknya angka perceraian dan masalah perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi
dan aborsi yang sudah lazim, dan semakin meningkatnya biaya perawatan dan memiliki anak
merupakan faktor-faktor yang menyulitkan tahap siklus awal kehidupan pengasuh anak (Bradt,
1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983).
Masa Transisi menjadi Orangtua.
Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang sangat penting dan sering
merupakan krisis keluarga, sebagaimana yang digambarkan secara konsisten pada penelitian
keluarga selama tahap siklus kehidupan keluarga ini (Clark, 1966 ; Hobbs dan Cole, 1976 ;
LeMaster, 1957).
Untuk mengetahui bagaimana anak yang baru lahir mempengaruhi keluarga, LeMaster,
1957, dalam studi klasik tentang penyesuaian keluarga terhadap kelahiran anak pertama,
mewawancarai 46 orang tua dari kalangan kelas menengah di Kota (berusia 25 25 tahun) dan
memperkirakan sejauhmana mereka dalam keadaan krisis. Ia menemukan bahwa 17 persen
pasangan tidak mengalami masalah atau hanya masalah-masalah sedang, tapi sisanya mengalami
masalah berat atau luar biasa. Masalah-masalah yang paling lazim dilaporkan adalah :
1. Suami merasa diabaikan (ini paling sering disebutkan oleh suami)
2. Terhadap peningkatan perselisihan dan argumen antara suami dan istri.
3. Interupsi dalam jadwal yang kontinu begitu lelah sepanjang waktu, merupakan sebuah
kometar khas).
4. Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.
Akan tetapi, studi-studi belakangan ini, Hobbs dan Cole (1976), tidak menemukan
pasangan yang melaporkan krisis ekstensif sebanyak yang dilaporkan oleh LeMaster. Studi-studi
tentang keluarga dalam krisis menyatakan bahwa keluarga-keluarga mempunyai pemikiran
yang salah dan idealis tentang menjadi orang tua sebelum kelahiran anak pertama dan kekuatan
perkawinan menurun secara tajam dengan lahirnya anak pertama (Miller dan Solye, 1980)

Clark, (1966) melakukan sebuah studi tentang keluarga secara kelahiran seorang bayi
baru menyatakan kesulitan dalam penyesuaian diri menyangkut orangtua dan kebutuhan yang
penting setelah kelahiran terhadap kesinambungan pelayanan keperawatan di rumah dan di
klinik.
Sebuah studi penting yang lain menyangkut transisi pasangan menjadi langka dilakukan
oleh La Rossa, (1981). Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses transisi seperti yang
dijelaskan dengan baik oleh model konflik, dimana terdapatnya waktu luang, konflik
kepentingan diantara orangtua, legitimasi terhadap penentuan masalah-masalah perkawinan
menyebabkan konflik antara kedua orangtua.
Miller dan Myers Walls (1983), berdasarkan atas tinjauan studi mereka terhadap
orangtua, meringksa stressor mengasuh anak yang spesifik yang diidentifikasi dalam penelitian.
Stressor yang paling sering disebutkan adalah sedikitnya

kebebasan pribadi karena

tanggungjawab menyangkut anak, selain itu diidentifikasi juga kurangnya waktu dan
persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih banyak tekanan perkawinan dilaporkan pada
pasangan yang sulit memiliki anak atau pasangan memiliki anak dengan masalah kesehatan yang
serius atau cacat.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas yang penting (tabel 5). Suami,
istri, dan bayi semuanya belajar peran-peran yang baru sementara keluarga inti memperluas
fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi penggabungan tugas perkembangan yang terus menerus
dari setiap anggota kelurga dan keluarga secara keseluruhan (Duvall, 1977).
Tabel 5. Tahap Kedua Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang sedang mengasuh anak dan
Tugas-Tugas Perkembangan yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga sedang mengasuh anak

Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Membentuk keluarga muda sebagai
sebuah

unit

yang

mantap

(mengintegrasikan bayi baru ke


dalam keluarga).
2. Rekonsiliasi

tugas-tugas

perkembangan yang bertentangan


dan kebutuhan anggota keluarga.
3. Mempertahankan

hubungan

perkawinan yang memuaskan.


4. Memperluas persahabatan dengan
keluarga
menambahkan

besar

dengan
peran-peran

orangtua dan kakek dan nenek.


Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
Kelahiran seorang anak membuat perubahan-perubahan yang logika dalam organisasi
keluarga. Fungsi-fungsi pasangan suami istri harus dibedakan untuk memenuhi tuntutan-tututan
baru perawatan dan penyembuhan. Sementara pemenuhan tanggungjawab ini bervariasi menurut
posisi sosial budaya suami istri, sebuah pola yang umum adalah untuk orang tua agar menerima
peran-peran tradisonal atau pembagian tanggungjawab (La Rossa dan La Rossa, 1981).
Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal perlu disusun kembali dalam
tahap ini. Peran-peran baru perlu dibuat kembali berkenaan menjadi kakek nenek dan hubungan
antara orangtua dan kakek-nenek (Bradt, 1988).
Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila bekerja dengan keluarga yang
mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai orangtua bagaimana kedua orangtua berinteraksi
dengan bayi baru dan merawatnya, dan bagaimana respons bayi tersebut. Klaus dan Kendall
(1976), Kendall (1974), Rubbin (1967), dan yang lainnya menguji dampak penting dari sentuhan
dan kehangatan awal setelah melahirkan ; hubungan positif antara orangtua anak pada hubungan
orangtua dan anak di masa datang. Sikap orangtua tentang mereka sendiri sebagai orangtua,
sikap mereka terhadap bayi mereka, karakteristik komunikasi orangtua dan stimulasi bayi
(Davis, 1978) adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.

Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap tanggungjawab orangtua yang baru


biasanya lebih cepat dipelajari oleh ibu daripada ayah. Anak merupakan realita pada calon ibu
dari pada ayah, yang biasanya mulai merasa seperti ayah pada saat kelahiran, tapi kadang-kadang
jauh lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah seringkali tetap netral pada awalnya sementara
wanita secara cepat menyesuaikan diri dengan struktur keluarga yang baru.
Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional tidak diikutsertakan dalam proses
perinatal secara pasti memperlambat pria melakukan perubahan peran yang penting ini dan oleh
karena itu menghalangi keterlibatan emosional mereka. Sayangnya, kesadaran yang meningkat
tentang peran penting yang dipangku ayah dalam perawatan anak dan perkembangan anak telah
menimbulkan keterlibatan ayah yang lebih besar dalam perawatan bayi dikalangan kelas
menengah (Hanson dan Bozett, 1985).
Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran orangtua mereka dalam
berespons terhadap tuntutan-tuntutan yang berubah terus menerus dan tugas-tugas perkembangan
dari orang muda yang sedang tumbuh, keluarga secara keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut
Friedman (1957), orangtua melewati 5 tahap perkembangan secara berturut-turut. Dua tahap
pertama meliputi fase kehidupan keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari arti
dari isyarat-isyarat yang dikekspresikan oleh bayi untuk mengutarakan kebutuhan-kebutuhannya.
Dengan setiap anak lahir berturut-turut, orangtua akan mengalami tahap yang sama ini sehingga
mereka menyesuaikan setiap isyarat-isyarat unik bayi.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar untuk menerima pertumbuhan
dan perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain khususnya orangtua yang baru
memiliki anak pertama membutuhkan bimbingan dan dukungan. Orangtua perlu memahami
tugas-tugas yang harus dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan
dan latihan buang air (toilet training). Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan,
konsep tentang saat yang tepat untuk mengajar mereka. Pada saat yang sama pula orangtua
perlu bimbingan dalam memahami tugas-tugas yang harus mereka kuasai selama tahap ini.

Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang dengan lahirnya anak, dimana
pasangan berhubungan satu sama lain baik sebagai suami istri maupun sebagai orangtua. Pola
transaksi suami istri terbukti telah berubah secara drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa
orang tua bayi berbicara dan berkelakar lebih sedikit, pembicaraan yang merangsang lebih
sedikit dan kualitas interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua merasa kewalahan
dengan bertambahnya tanggungjawab, khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama
bekerja secara penuh.
Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk masalah dan
perasaan pribadi, perkawinan dan orangtua adalah sangat penting. Pasangan harus terus
memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan seksual dan juga berbagi dan berinteraksi
satu sama lain dalam hal tanggungjawab sebagai orangtua.
Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama kehamilan dan selama 6
minggu masa postpartum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa berikutnya umum terjadi,
yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam dalam peran barunya, keletihan dan
perasaan menurunnya daya tarik seksual dan juga perasaan suami bahwa ia tersingkir oleh
bayinya.
Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membentuk tiga serangkai.
Orangtua harus belajar untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi dari bayinya.
Misalnya, tangisan bayi perlu dibedakan kedalam ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar,
rangsangan yang berlebihan, sakit, atau letih. Dan bayi mulai memberikan respon terhadap
rangkulan, timangan dan berbicara yang kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua.
Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung saat pemeriksaan setelah postpartum
6 minggu. Orangtua kemudian harus didorong secara terbuka untuk mendiskusikan jarak
kelahiran dan perencanaan. Melihat meningkatkan tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang
dibawakan oleh bayi, orangtua perlu menyadari bahwa kehamilan dengan jarak rapat dan sering
dapat berbahaya bagi ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan unit keluarga.

Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam keluarga besar dan
dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain mencoba mendukung dan membantu
orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul. Misalnya, meskipun kakek nenek dapat menjadi
sumber pertolongan yang besar bagi orangtua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada
karena perbedaan nilai-nilai dan harapan-harapan yang ada antar generasi tersebut.
Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau sistem pendukung sosial untuk
mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda perlu
mengetahui kapan mereka butuh bantuan dan dari siapa mereka harus menerima bantuan tersebut
dan juga kapan mereka harus menggantungkan diri pada sumber-sumber dan kekuatan merek
sendiri (Duvall, 1977).
Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat penting bagi stabilitas dan moral
keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan pasangan dengan kekuatan
dan tenaga bagi bayi dan satu sama lain. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-tekanan yang
bertentangan, seperti antara

loyalitas ibu terhadap bayi dan terhadap suami, merupakan

persoalan dan dapat menyiksa. Tipe konflik semacam ini dapat menjadi sumber sentral
ketidakbahagiaan selama tahap siklus kehidupan ini.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas yang terpusat
pada keluarga, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan masalah-masalah
kesehatan fisik secara dini, imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga berencana,
interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan kesehatan umum (gaya hidup).
Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari kehidupan keluarga ini adalah
inaksesibilitas dan ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk ibu yang bekerja,
hubungan akan-orangtua, masalah-masalah mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan
kelalaian terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orang tua.

Kemungkinan diagnosa
Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Disfungsi seksual
Gangguan tumbuh kembang
Menyusui tidak efektif
Resiko cidera
Perubahan penampilan peran
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perawatanprenatal dan perujukan untuk masalah-masalah kehamilan
Konselor pada nutrisi prenatal
Konselor pada kebiasaan maternal prenatal
Pendukung amnionsintesis
Konselor pada menyusui
Koordinator dengan layanan pediatrik
Penyelia imunisasi
Perujukan ke layanan-layanan tenaga sosial

c. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah


Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2 tahun
dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri dari tiga hingga
lima orang, dengan posisi suami-ayah, istri-ibu, anak laki-laki-saudara, anak perempuan-saudari.
Keluarga lebih menjadi majemuk dan berbeda (Duvall dan Miller, 1985).
Kehidupan keluarga selama tahap ini penting dan menuntut bagi orangtua. Kedua
orangtua banyak menggunakan waktu mereka, karena kemungkinan besar ibu bekerja, baik

bekerja paruh waktu atau bekerja penuh. Namun, menyadari bahwa orangtua adalah arsitek
keluarga, merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga (Satir, 1983), adalah penting
bagi mereka untuk memperkokoh kemitraan mereka secara singkat, agar perkawinan mereka
tetap hidup dan lestari.
Anak-anak usia prasekolah harus banyak belajar pada tahap ini, khususnya dalam hal
kemadirian. Mereka harus mencapai otonomi yang cukup dan mampu memenuhi kebutuhan
sendiri agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa campur tangan orangtua mereka dimana
saja. Pengalaman di kelompok bermain, taman kanak-kanak, Project Head Start, pusat
perawatan sehari, atau program-program sama lainnya merupakan cara yang baik untuk
membantu perkembangan semacam ini. Program-program prasekolah yang terstruktur sangat
bermanfaat dalam membantu orangtua dengan anak usia prasekolah yang berasal dari dalam kota
dan berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam IQ dan keterampilan sosial telah
dilaporkan terjadi setelah anak menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak selama 2 tahun (Kraft
et al, 1968).
Banyak sekali keluarga dengan orangtua tunggal berada dalam tahap siklus kehidupan
ini. Dalam tahun 1984, 50 persen keluarga kulit hitam dan 15 persen keluarga kulit putih di
Amerika Serikat dipimpin oleh satu orangtua, dan 88 persen dari keluarga ini dikepalai oleh ibu
(Nortan and Glick, 1986). Di kalangan keluarga dengan orangtua tunggal, ketegangan yang
timbul dari peran mengasuh anak untuk anak usia prasekolah, ditambah lagi dengan peran-peran
lain adalah besar. Pusat-pusat perawatan sehari bagi bayi dan anak usia prasekolah dengan
kualitas yang layak dan baik sulit ditemukan jika ditempatkan dikebanyakan kominitas. Ibu-ibu
yang bekerja dan ibu-ibu yang masih remaja secara khusus memerlukan fasilitas-fasilitas dan
program-program perawatan anak yang lebih baik (Adams dan Adams, 1990).

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.


Kini, keluarga tumbuh baik dalam jumlah maupun kompleksitas. Perlunya anak-anak usia
prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan kebutuhan
orangtua untuk memiliki privasi mereka sendiri menjadikan perumahan dan ruang yang adekuat
sebagai masalah utama. Peralatan dan fasilitas-fasilitas juga perlu bersifat melindungi anak-anak,
karena pada tahap ini kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan cacat. Mengkaji
keamanan rumah merupakan hal yang penting bagi perawat kesehatan komunitas dan
penyuluhan kesehatan perlu dimasukkan sehingga orangtua dapat mengetahui resiko yang ada
dan cara-cara menegah kecelakaan (Tabel 6).

Tabel 6. Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia pra sekolah dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga dengan anak usia Prasekolah.

Tugas-Tugas Perkembangan
1. Memenuhi
keluarga

Keluarga
kebutuhan
seperti

anggota

rumah,

ruang

bermain, privasi, keamanan.


2. Mensosialisasikan anak.
3. Mengintegrasi
sementara

anak
tetap

yang

baru

memenuhi

kebutuhan anak-anak yang lain.


4. Mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan orangtua
dan anak) dan di luar keluarga
(keluarga besar dan komunitas).
Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
Karena daya tahan spesifik terhadap banyak bakteri dan penyakit virus dan paparan yang
meningkat, anak-anak usia prasekolah sering menderita sakit dengan satu penyakit infeksi minor

secara bergantian. Penyakit infeksi sering terjadi bolak-balik dalam keluarga. Sering ke dokter,
merawat anak-anak yang sakit, kembali ke rumah untuk menjemput anak sakit dari taman kanakkanak merupakan krisis mingguan. Jadi kontak anak dengan penyakit infeksi dan menular dan
kerentanan umum mereka terhadap penyakit merupakan masalah-masalah kesehatan utama.
Kecelakaan, jatuh, luka bakar dan laserasi juga cukup sering terjadi. Kejadian-kejadian
ini lebih sering ditemukan dalam keluarga besar, keluarga di mana pengasuh dewasa tidak ada
(orangtua sering tidak di rumah), dan keluarga dengan pendapatan rendah. Keamanan lingkungan
dan pengawasan anak yang adekuat merupakan kunci untuk mengurangi kecelakaan.
Suami-ayah menerima lebih banyak keterlibatan dalam tanggungjawab rumah tangga
selama tahap perkembangan keluarga ini daripada tahap lain, persentase terbesar dalam tahap ini
digunakan untuk aktifitas perawatan anak. Keterlibatan ayah dalam perawatan anak saat ini
benar-benar penting, karena hubungan ini dengan anak usia prasekolah dapat membantu anak
mengindentifikasi jenis kelaminnya. Khusus bagi anak laki-laki dalam usia 5 tahun, penting
sekali bagi mereka untuk bergaul secara rapat dengan lingkungan terbatas yang kuat, ayah yang
hanya atau pengganti ayah sehingga identitas peran laki-laki dapat terbentuk (Walters, 1976).
Peran yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak usia prasekolah, yang secara
perlahan-lahan menerima lebih banyak tanggungjawab perawatan dirinya sendiri, plus membantu
ibu atau ayah dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Di sini bukan produktifitas anak yang
penting, melainkan proses belajar yang berlangsung.
Berlawanan dengan harapan, penelitian membuktikan bahwa kelahiran anak kedua dalam
keluarga memiliki efek yang bahkan lebih merusak hubungan perkawinan dari pada kelahiran
anak pertama. Feldman (1961) melaporkan bahwa peran orangtua membuat peran-peran
perkawinan lebih sulit, seperti terungkap dalam observasi berikut ini : pasangan suami istri
masing-masing merasakan perubahan kepribadian yang negatif ; mereka kurang puas dengan
keadaan di rumah, terdapat banyak interaksi yang berorientasi pada tugas, pembicaraan pribadi
lebih sedikit dan pembicaraan yang berpusat pada anak lebih banyak, kehangatan yang diberikan
kepada anak lebih banyak dari pada yang diberikan satu sama lain, dan tingkat kepuasan
hubungan seksual lebih rendah (Feldman, 1969).

Penelitian yang cukup terkenal ini paralel dengan laporan dan observasi para konselor
keluarga bahwa hubungan perkawinan sering mengalami keguncangan dalam tahap siklus ini.
Sebenarnya, banyak sekali perceraian yang terjadi dalam tahun-tahun seperti ini karena ikatan
perkawinan yang lemah atau tidak memuaskan. Privasi dan waktu bersama merupakan
kebutuhan yang utama. Konseling perkawinan dan kelompok-kelompok pertemuan perkawinan
merupakan sumber-sumber yang penting dikalangan kelas menengah. Akan tetapi keluarga tanpa
sumber-sumber ekonomi, hanya memiliki bantuan yang terbatas untuk memperkokoh upaya
penyelamatan perkawinan. Terdapat trend bagi para pastur dan pendeta untuk menjadi terlatih
sebagai konselor perkawinan dan konselor keluarga yang tidak bisa mengupayakan terapi
pribadi.
Tugas utama dari keluarga adalah mensosialisasikan anak. Anak-anak usia prasekolah
mengembangkan sikap diri sendiri (konsep diri) dan dapat secara cepat belajar mengekspresikan
diri mereka, seperti tampak dalam kemampuan menangkap bahasa dengan cepat.
Tugas lain selama masa ini menyangkut bagaimana mengintegrasikan anggota keluarga
yang baru (anak kedua dan ketiga) semasa masih memenuhi kebutuhan anak yang lebih tua.
Penggeseran seorang anak oleh bayi baru lahir secara psikologis merupakan suatu kejadian
traumatik. Persiapan anak-anak menjelang kelahiran seorang bayi membantu memperbaiki
situasi, khususnya jika orangtua sensitif terhadap perasaan dan tingkah laku anak yang lebih tua.
Persaingan dikalangan kakak beradik (sibling rivalry) biasanya diungkapkan dengan memukul
atau berhubungan secara negatif dengan bayi, tingkah laku

regresif, melakukan kegiatan-

kegiatan yang menarik perhatian. Cara terbaik menangani persaingan dikalangan kakak adik
adalah dengan meluangkan waktu setiap hari untuk berhubungan lebih erat dengan anak yang
lebih tua untuk meyakinkannya bahwa ia masih dicintai dan dikehendaki.
Kira-kira saat anak mencapai usia prasekolah, orangtua memasuki tahap pengasuhan
anak yang ketiga, salah satunya belajar berpisah dari anak-anak ketika mereka mulai masuk ke
kelompok bermain, tempat penitipan anak, atau taman kanak-kanak. Tahap ini berlangsung terus
selama usia prasekolah hingga memasuki awal usia sekolah. Pisah seringkali terasa sulit bagi

orangtua dan mereka perlu mendapat dukungan dan penjelasan tentang bagaimana penguasaan
tugas-tugas perkembangan

anak usia prasekolah memberikan kontribusi untuk semakin

meningkatnya otonomi mereka.


Pisah dari orangtua juga sulit bagi anak-anak usia prasekolah. Pisah dapat terjadi karena
orangtua pergi bekerja, ke rumah sakit, melakukan perjalanan atau berlibur. Persiapan keluarga
untuk pisah dengan anak sangat penting dalam membantu anak menyesuaikan diri terhadap
perubahan.
Membantu keluarga untuk mendapatkan pelayanan keluarga berencana setelah kelahiran
seorang bayi, atau melanjutkan kontrasepsi jika tidak terdapat kehamilan, juga diindikasikan.
Misalnya, adalah tidak biasa bagi seorang wanita untuk berhenti menggunakan alt kontrasepsi
karena terlambat haid dengan keyakinan bahwa ia hamil, hanya untuk mencari tahu apakah
kehamilannya terjadi karena hubungan seks tanpa perlindungan kontrasepsi.
Kedua orangtua perlu memiliki kesenangan dan kontak di luar rumah untuk
mengawetmudakan mereka sehingga mereka dapat melaksanakan berbagai tugas-tugas dan
tanggungjawab di rumah. Orangtua dari golongan kelas rendah dan orang tunggal sering tidak
punya kesempatan untuk melakukan hal ini, dan keluarga-keluarga ini mendapat kepuasan paling
sedikit terhadap pergaulan mereka dan komunitas yang lebih luas karena posisi mereka yang
terasing dan kekurangan sumber-sumber yang tersedia bagi mereka.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Banyak sekali masalah kesehatan yang telah diidentifikasi sepanjang pembahasan kita tentang
keluarga dengan anak usia prasekolah. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, masalah kesehatan
fisik yang utama adalah penyakit-penyakit menular yang lazim pada anak dan jatuh, luka bakar,
keracunan dan kecelakaan-kecelakaan yang lain yang terjadi selama usia prasekolah.
Masalah-masalah kesehatan psikososial keluarga yang utama adalah hubungan
perkawinan. Beberapa studi mencoba meneliti menurunnya kepuasan yang dialami oleh banyak
pasanga selama tahun-tahun ini dan perlunya penanganan terhadap masalah ini untuk

memperkokoh dan memberikan semangat pada unit lain yang vital ini. Masalah-masalah
kesehatan lain yang penting adalah persaingan diantara kakak-adik, keluarga berencana,
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan, masalah-masalah pengasuhan anak seperti
membatasi lingkungan (disiplin), penganiayaan dan menelantarkan anak, keamanan di rumah
dan masalah-masalah komunikasi keluarga.
Strategi-strategi promosi kesehatan umum berhubungan erat selama tahap ini, karena
tingkah laku gaya hidup yang dipelajari selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan
konsekuensi-konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. Pendidikan kesehatan keluarga
diarahkan pada pencegahan masalah-masalah kesehatan utama seperti merokok, penyahagunaan
obat-obatan dan alkohol, seksualitas manusia, keselamatan, diet dan nutrisi, olahraga dan
penanganan stress/dukungan sosial. Tujuan utama bagi para perawat yang bekerja dengan
keluarga dan anak usia prasekolah adalah membantu mereka membentuk gaya hidup yang sehat
dan memfasilitasi pertumbuhan fisik, intelektual, emosional dan sosial secara optimal. (Wilson,
1088, hal. 177).
Kemungkinan diagnosa
Resiko cidera
Resiko trauma
Resiko keracunan
Resiko infeksi
Gangguan penanganan pemeliharaan rumah
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perkembangan awal masa kanak-kanak, perujukan bila ada indikasi
Pendidik dalam tindakan pertolongan pertama dan kedaruratan
Koordinator dg layanan pediatri

Penyelia imunisasi
Konselor pada nutrisi dan latihan
Pendidik dlm isu pemecahan masalah mengenai kebiasaan kesehatan
Pendidik tentang higiene perawatan gigi
Konselor pada keamanan lingkungan di rumah
Fasilitator dalam hubungan interpersonal

d. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah


Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah
dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga biasanya mencapai
jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi
tahun-tahun pada masa ini merupakan tahun-tahun yang sibuk. Kini, anak-anak mempunyai
keinginan dan kegiatan-kegiatan masing-masing, disamping kegiatan-kegiatan wajib dari sekolah
dan dalam hidup, serta kegiatan-kegiatan orangtua sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas
perkembangannya sendiri-sendiri, sama seperti keluarga berupaya memenuhi tugas-tugas
perkembangannya sendiri (Tabel 7). Menurut Erikson (1950), orangtua berjuang dengan tuntutan
ganda yaitu berupaya mencari kepuasan dalam mengasuh generasi berikutnya (tugas
perkembangan generasivitas) dan memperhatikan perkembangan mereka sendiri ; sementara
anak-anak usia sekolah bekerja untuk mengembangkan sense of industry kapasitas untuk
menikmati pekerjaan dan mencoba mengurangi atau menangkis perasaan rendah diri.
Tabel 7. Tahap IV Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia sekolah, dan TugasTugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga dengan anak usia sekolah

Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Mensosialisasikan

anak-anak,

termasuk

meningkatkan

sekolah

dan

prestasi

mengembangkan

hubungan dengan teman sebaya


yang sehat.

2. Mempertahankan

hubungan

perkawinan yang memuaskan.


3. Memenuhi

kebutuhan

kesehatan

fisik anggota keluarga


Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Tugas orangtua pada tahap ini adalah untuk belajar menghadapi pisah dengan atau lebih
sederhana, membiarkan anak pergi. Lama kelamaan hubungan dengan teman sebaya dan
kegiatan-kegiatan diluar rumah akan memainkan peranan yang lebih besar dalam kehidupan
anak usia sekolah tersebut. Tahun-tahun ini dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan keluarga, tapi ada
juga kekuatan-kekuatan yang secara perlahan-lahan mendorong anak tersebut pisah dari keluarga
sebagai persiapan menuju masa remaja. Orangtua yang mempunyai perhatian diluar anak mereka
akan merasa lebih mudah membuat perpisahan yang perlahan-lahan. Akan tetapi, dalam contohcontoh dimana peran ibu merupakan sentral dan satu-satunya peran yang signifikan dalam
kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu yang menyakitkan dan
dipertahankan mati-matian.
Selama tahap ini orangtua merasakan tekanan yang luar biasa dari komunitas di luar
rumah melalui sistem sekolah dan berbagai asosiasi di luar keluarga yang mengharuskan anakanak mereka menyesuaikan diri dengan standa-standar komunitas bagi anak. Hal ini cenderung
mempengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah untuk lebih menekankan nlai-nilai tradisional
pencapaian dan produktifitas, dan menyebabkan sejumlah keluarga dari kelas pekerja dan banyak
keluarga miskin merasa tersingkir dari dan konflik dengan sekolah dan / atau nilai-nilai
komunitas.
Kecacatan pada anak-anak akan ketahuan selama periode kehidupan anak ini. Para
perawat sekolah dan guru akan mendeteksi banyak defek penglihatan, pendengaran, wicara,
selain kesulitan belajar, gangguan tingkah laku, dan perawatan gigi yang tidak adekuat,
penganiayaan anak, penyalahgunaan zat dan penyakit-penyakit menular (Edelman dan Mandle,
1986). Bekerja dengan keluarga dengan peran sebagai konselor dan pendidik dalam bidang
kesehatan, selain untuk memulai rujukan yang layak untuk skrining lanjutan, membutuhkan

energi yang sangat banyak dari seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai narasumber
bagi guru sekolah, memungkinkan guru mampu menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan
individu atau yang telah lazim dari siswa-siswa secara lebih efektif.
Ada banyak keadaan cacat yang terdeteksi selama tahun-tahun sekolah, termasuk epilepsi
serebral palsi, retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik. Fungsi pertama perawat kesehatan
disini disamping fungsi rujukan, mengajar dan memberikan konseling kepada orangtua mengenai
kondisi tersebut akan membantu keluarga melakukan koping sehingga pengaruh yang merugikan
dari cacat tersebut pada keluarga dapat diminimalkan.
Bagi anak-anak dengan masalah tingkah laku, perawat keluarga di sekolah, klinik, kantor,
dokter dan lembaga-lembaga komunitas harus mengupayakan keterlibatan orangtua secara aktif.
Memulai rujukan untuk konseling/terapi keluarga sering amat bermanfaat dalam membantu
keluarga agar sadar akan masalah-masalah keluarga yang mungkin akan mempengaruhi anak
usia sekolah secara merugikan. Jika orangtua dapat menata kembali masalah tingkah laku anak
sebagai sebuah masalah keluarga yang berupaya mencari resolusi dengan fokus yang baru
tersebut, akan tercapai lebih banyak fungsi-fungsi keluarga dan tingkah laku anak yang sehat
(Bradt, 1988)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Salah satu tugas orangtua yang sangat penting dalam mensosialisasikan anak pada saat ini
meliputi meningkatkan prestasi anak pada saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak di
sekolah. Tugas keluarga yang signifikan lainnya adalah mempertahankan hubungan perkawinan
yang bahagia. Sekali lagi dilaporkan bahwa kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun.
Dua buah penelitian yang besar menguatkan observasi ini (Burr, 1970 ; Rollins dan Feldman,
1970). Meningkatkan komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan suami istri merupakan
hal yang vital dalam bekerja dengan keluarga dan anak usia sekolah.
Kemungkinan diagnosa dan peran perawat sama dengan keluarga dengan anak usia pra
sekolah

e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja


Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus kehidupan
keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih
singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di
rumah hingga 19 atau 20 tahun. Anak-anak lain dalam rumah biasanya masih dalam usia sekolah.
Tujuan keluarga yang terlalu enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan keluarga
memungkinkan tanggungjawab dan kebebasan yang lebih besar bagi remaja dalam persiapan
menjadi dewasa muda (Duvall, 1977).
Preto (1988) dalam membahas tentang transformasi sistem keluarga dalam masa remaja,
menguraikan metamorfosis keluarga yang terjadi. Metamorfosis ini meliputi pergeseran yang
luar biasa pada pola-pola hubungan antar generasi, dan sementara pergeseran ini pada awalnya
ditandai dengan kematangan fisik remaja, pergeseran ini seringkali sejalan dan bertepatan
dengan perubahan pada orangtua karena mereka memasuki pertengahan hidup dan dengan
transformasi utama yang dihadapi oleh kakek nenek dalam usian tua
Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling sulit, atau sudah tentu yang paling
banyak diperbincangkan dan ditulis (Kidwell et al, 1983). Keluarga Amerika dipengaruhi oleh
tugas-tugas perkembangan remaja dan orangtua dan menciptakan konflik dan kekacauan yang
luar biasa yang tidak bisa dihindarkan. Tugas perkembangan remaja menghendaki pergerakan
dari ketergantungan dan kendali orangtua dan orang dewasa lainnya, melalui periode aktifitas
dan pengaruh kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat menerima peran-peran orang
dewasa (Adams, 1971).
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga dengan anak remaja bergerak sekitar
perubahan perkembangan yang dialami oleh remaja dalam batasan perubahan kognitif,
pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kidwell et al, 1983), serta konflik-konflik dan
krisis yang berdasarkan perkembangan. Adams (1971) menguraikan tiga aspek proses
perkembangan remaja yang menyita banyak perhatian, yakni emansipasi (otonomi yang

meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya), kesenjangan antar
generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antara orangtua dan remaja).
Peran, Tanggungjawab dan Masalah Orangtua.
Tidak perlu dikatana bahwa orangtua mengasuh remaja merupakan tugas paling sulit saat
ini. Namun demikian, orangtua perlu tetap tegar menghadapi ujian batas-batas yang tidak masuk
akan tersebut, yang telah terbentuk dalam keluarga ketika keluarga mengalami proses
melepaskan. Duvall (1977) juga mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang penting
pada masa ini yang menyelaraskan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi
matang dan mengatur diri mereka sendiri. Friedman (1957) juga mendefinisikan serupa bahwa
tugas orangtua selama tahap ini adalah belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan kelebihan
mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada tahap perkembangan ini tanpa
konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, mereka membentu pola untuk semacam penerimaan
diri yang sama. Hubungan antara orangtua dan remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua
merasa produktif, puas dan dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et al, 1983)
dan orangtua/keluarga berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988).
Schultz (1972) dan lain-lain telah mengungkapkan pandangan mereka bahwa
kompleksitas kehidupan Amerika yang telah meningkat telah membuat peran orangtua tidak
jelas. Orangtua merasa berkompetisi dengan berbagai kegiatan sosial dan institusi mulai dari
otoritas sekolah dan konselor hingga keluarga berencana dan seks pranikah dan pilihan kumpul
kebo. Faktor-faktor lain menambah pengaruh mereka yang semakin berkurang tersebut. Karena
adanya spesialisasi jabatan dan profesi, orangtua tidak lagi bisa membantu anak-anak mereka
dengan rencana-rencana untuk bekerja. Mobilitas penduduk dan kurangnya hubungan orang
dewasa yang kontinu bagi remaja dan orangtua, selain ketidakmampuan banyak orangtua untuk
mendiskusikan masalah-masalah pribadi, seks, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan
obat-obatan secara terbuka dan tidak menghakimi bersama anak-naka mereka juga memberikan
kontribusi pada masalah-masalah orangtua-remaja.

Tabel 8. Tahap Siklus V Kehidupan Keluarga Inti dengan anak remaja danTugas-Tugas
Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga dengan anak remaja

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga


1. Menyeimbangkan kebebasan dan
tanggungjawab
menjadi

dewasa

ketika

remaja

dan

semakin

mandiri.
2. Memfokuskan kembali hubungan
perkawinan.
3. Berkomunikasi

secara

terbuka

antara orangtua dan anak-anak.


Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Tugas perkembangan yang utama dan pertama adalah menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggungjawab ketika remaja matur dan semakin mandiri (Tabel 8). Orangtua harus
mengubah hubungan mereka dengan remaja putri atau putranya secara progresif dari hubungan
dependen yang dibentuk sebelumnya ke arah suatu hubungan yang semakin mandiri. Pergeseran
yang terjadi pada hubungan anak-orangtua ini salah satu hubungan khas yang penuh dengan
konflik-konflik sepanjang jalan.
Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama tahap ini, semua anggota
keluarga, khususnya orangtua, harus membuat perubahan sistem utama yaitu, membentuk
peran-peran dan norma-norma baru dan membiarkan remaja. Kidwell dan kawan-kawan
(1983) meringkas perubahan yang diperlukan ini. Secara paradoks, sistem (keluarga) yang dapat
membiarkan anggotanya adalah sistem yang akan bertahan dan menghasilkan sistem itu sendiri
secara efektif pada generasi-generasi berikutnya.
Orangtua yang dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, tidak
membiarkan anak-anaknya, seringkali menemukan revolusi oleh remaja bila perpisahan

berlangsung kemudian. Orangtua dapat juga mempercayai anak agar mandiri secara prematur,
dengan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan ketergantungannya. Dalam hal ini remaja dapat gagal
mencapai kemandirian (Wright dan Leahey, 1984).
Menyangkut tiga tahap terakhir, hubungan perkawinan juga merupakan pusat perhatian.
Tugas perkembangan keluarga yang kedua bagi pasangan suami istri adalah memfokuskan
kembali hubungan perkawinan (Wilson, 1988). Banyak sekali pasangan suami istri yang telah
begitu terikat dengan tanggungjawab sebagai orangtua sehingga perkawinan tidak lagi
memainkan suatu peran utama dalam kehidupan mereka. Suami biasanya menghabiskan banyak
waktu diluar rumah karena bekerja dan melanjutkan kariernya, sementara itu, istrinya juga
bekerja sementara itu, istrinya juga bekerja sementara mencoba meneruskan pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga dan tanggungjawab sebagai orangtua. Dalam situasi seperti ini, hanya tersisa
sedikit waktu dan energi untuk hubungan perkawinan.
Akan tetapi disisi lain, karena anak-anak lebih bertanggungjawab terhadap diri mereka
sendiri, pasangan suami-istri meninggalkan rumah untuk meniti karier mereka atau dapat
menciptakan kesenangan-kesenangan perkawinan setelah anak-anaknya telah meninggalkan
rumah (postparental). Mereka dapat mulai membangun fondasi untuk tahap siklus kehidupan
keluarga berikutnya.
Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang mendesak adalah untuk para anggota
keluarga, khususnya orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka. Karena adanya
kesenjangan antar generasi, komunikasi terbuka seringkali hanya merupakan suatu cita-cita,
bukan suatu realita. Seringkali terdapat saling tolak menolak antara orang tua dengan remaja
menyangkut nilai dan gaya hidup. Orangtua yang berasal dari keluarga dengan berbagai macam
masalah terbukti

seringkali menolak dan memisahkan diri dari anak mereka yang tertua,

sehingga mengurangi sauran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin telah ada sebelumnya.
Mempertahankan etika dan standar moral keluarga merupakan tugas perkembangan
keluarga lainnya (Duvall dan Miller, 1985). Meskipun aturan-aturan dalam keluarga perlu
diubah, etika dan standar moral keluarga perlu tetap dipertahankan oleh orangtua. Sementara

remaja mencari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri, adalah sangat penting bagi
orangtua untuk mempertahankan dan mengetatkan prinsip-prinsip dan standar-standar mereka.
Remaja sangat sensitif dengan ketidakcocokkan antara apa dikatakan dengan apa yang
dipraktikkan. Namun demikian, orangtua dan anak-anak dapat belajar dari satu dan sama lain
dalam masyarakat yang majemuk dan berubah dengan cepat ini saat ini. Transformasi nilai dari
kaum muda juga mentransformasikan keluarga. Adopsi gaya hidup yang lebih bebas dan
sederhana mengembangkan transformasi nilai yang mempengaruhi setiap saat kehidupan
keluarga (Yankelowich, 1975).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Pada tahap ini kesehatan fisik anggota keluarga biasanya baik, tapi promosi kesehatan tetap
menjadi hal yang penting. Faktor-faktor resiko harus diidentifikasikan dan dibicarakan dengan
keluarga, seperti pentingnya gaya hidup keluarga yang sehat. Mulai dari usia 35 tahun, resiko
penyakit jantung koroner meningkat dikalangan pria dan pada usia ini anggota keluarga yang
dewasa merasa lebih rentan terhadap penyakit sebagai bagian dari perubahan-perubahan
perkembangan dan biasanya mereka ini menerima strategi-strategi promosi kesehatan.
Sedangkan pada remaja, kecelakaan-terutama kecelakaan mobil-merupakan bahaya yang amat
besar, dan patah tulang dan cidera karena atletik juga umum terjadi.
Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, keluarga berencana, kehamilan yang tidak
dikehendaki, dan pendidikan dan konseling seks merupakan bidang-bidang perhatian yang
relevan. Dalam mendiskusikan topik ini dengan keluarga, perawat dapat terjebak dalam
perselisihan atau masalah antara orangtua dan kaum muda. Remaja biasanya mencari pelayanan
kesehatan menyangkut uji kehamilan, penggunaan obat-obatan, uji AIDS, keluarga berencana
dan aborsi, diagnosis dan perawatan penyakit kelamin. Agaknya telah menjadi trend yang sah
bagi remaja untuk menerima perawatan kesehatan tanpa izin orangtua. Bila orangtua
diikutsertakan maka dilakukan wawancara terpisah sebelum mereka dikumpulkan.
Kebutuhan kesehatan yang lain adalah dalam bidang dukungan dan bantuan untuk
memperkokoh hubungan perkawinan dan hubungan remaja dengan orangtua. Konseling
langsung yang bersifat menunjang dan memulai rujukan ke sumber-sumber dalam komunitas
untuk konseling, dan juga pendidikan yang bersifat rekreasional, dan pelayanan lainnya mungkin
diperlukan. Pendidikan promosi kesehatan umum juga diindikasikan.

Kemungkinan diagnosa
Resiko trauma
Gangguan komunikasi verbal
Koping individu tidak efektif
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan proteksi
Perubahan proses keluarga : Alkoholisme
Peran perawat
Pendidik tentang faktor-faktor resiko terhadap kesehatan
Pendidik dalam issu pemecahan masalah mengenai alkohol, merokok, diit dan latihan
Fasilitator tentang keterampilan-keterampilan interpersonal dengan remaja dan orang tua
Pendukung, konselor, perujukan langsung pada sumber-sumber kesehatan mental
Konselor pada keluarga berencana
Perujukan untuk penyakit hubungan seksual
Peserta dalam organisasi komunitas pada pengendalian penyakit

f. Tahap VI : Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda


Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama meninggalkan
rumah orangtua dengan rumah kosong, ketika anak-anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap
ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang ada dalam rumah
atau berapa banyak anak yang melum menikah yang masih tinggal di rumah setelah tamat dari
SMA dan perguruan tinggi. Meskipun tahap ini biasanya 6 atau 7 tahun, dalam tahun-tahun
belakangan ini, tahap ini berlangsung lebih lama dalam keluarga dengan dua orangtua,
mengingat anak-anak yang lebih tua baru meninggalkan orangtua setelah selesai sekolah dan
mulai bekerja. Motifnya adalah seringkali ekonomi-tingginya biaya hidup bila hidup sendiri.
Akan tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa muda, yang umumnya menunda perkawinan,
hidup terpisah dan mandiri dalam tatanan hidup mereka sendiri. Dari sebuah survey besar yang

dilakukan terhadap orang Kanada ditemukan bahwa anak-anak yang berkembangan dalam
keluarga dengan orangtua tiri dan keluarga dengan orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih
dini dari pada mereka yang dibesarkan dalam keluarga dengan dua orangtua. Perbedaan ini tidak
dipandang karena dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan karena perbedaan orangtua
dan lingkungan keluarga (Mitchel et al, 1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-anak untuk
kehidupan dewasa yang mandiri. Orangtua, karena mereka membiarkan anak mereka pergi,
melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua dan kembali pada pasangan perkawinan mereka
yang asli. Tugas-tugas perkembangan menjadi penting karena keluarga tersebut berubah dari
sebuah rumah tangga dengan anak-anak ke sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari
sepasang suami dan isteri. Tujuan utama keluarga adalah reorganisasi keluarga menjadi sebuah
unit yang tetap berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa kedalam kehidupan
mereka sendiri (Duvall, 1977). Selama tahap ini pasangan tersebut mengambil peran sebagai
kakek nenek-perubahan lainnya dalam peran maupun dalam citra diri mereka.
Usia pertengahan awal, yang merupakan usia rata-rata di mana para orangtua melepaskan
anak mereka yang tertua ditandai sebagai masa kehidupan yang terperangkap ; terperangkap
antara tuntutan-tuntutan kaum muda dan harapan-harapan dari mereka yang lebih tua dan
terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan yang bersaing dan keterlibatan keluarga, dimana
seringkali tampaknya tidak mungkin memenuhi tuntutan-tuntutan dari kedua bidang tersebut.
Akan tetapi studi-studi membuktikan bahwa mereka yang berusia pertengahan mungkin merasa
tertekan atau terjepit diantara kutub orangtua dan muda, paling tidak bagi individu-individu
golongan kelas menengah dan kelas atas, mereka senantiasa dapat mengapresiasikan bagaimana
mereka dan prestasi mereka : Mereka senantiasa mengetahui bahwa mereka adalah para
pembuatan keputusan negara ; mereka yang menggambarkan kualitas umum kehidupan dalam
masyarakat ini. Masyarakat tergantung kepada kepemimpinan dan produktifitas dari orang yang
berasal dari golongan usia pertengahan (Kerchoff, 1976).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.

Sebagaimana keluarga membantu anak tertua dalam melepaskan diri, orangtua juga membantu
anak mereka yang lebih kecil agar mandiri. Dan ketiga anak laki-laki atau perempuan yang
dilepas menikah, tugas keluarga adalah memperluas siklus keluarga dengan memasukkan
anggota keluarga yang baru lewat perkawinan dan menerima nilai-nilai dan gaya hidup dari
pasangan itu sendiri (Tabel 9)
Tabel 9. Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang melepaskan anak usia dewasa
muda dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga melepas anak dewasa muda

Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru
yang

didapatkan

melalui

perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui
dan

menyesuaikan

kembali

hubungan perkawinan.
3. Membantu orangtua lanjut usia dan
sakit-sakitan dari suami maupun
istri.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Dengan rumah yang telah kosong, orangtua memiliki waktu lebih banyak untuk
mencurahkan perhatian pada kegiatan-kegiatan dan hubungan-hubungan lain. Mereka tidak
tumbuh saling berjauhan dari satu sama lain dimana mereka tidak dapat melembagakan atau
membentuk kembali peran suami dan isteri yang pernah mereka lakukan. LeShan (1973)
memandang tahap ini sebagai tantangan bagi hubungan perkawinan. Ketika anak-anak
meninggalkan rumah, perkawinan menghadapi momen kebenaran ; apakah ada cukup kekuatan
untuk mempertahankannya tanpa alasan kedudukan sebagai orangtua?.
Masa ini biasanya jauh lebih sulit bagi wanita daripada pria. Pada kebanyakan keluarga,
peran sentral dan abadi abadi dalam arti bahwa peran tersebut telah berlangsung selama 20

tahun-bagi wanita adalah peran sebagai seorang ibu. Meskipun saat ini kurang lazim karena
banyak wanita sekolah atau meniti karier, identitas dan perasaan kompetensi wanita didasarkan
pada menjadi sebagai seorang ibu yang baik. Meskipun tahun-tahun perpisahan dengan anak
yang berlangsung perlahan-lahan mendahului tahap ini, pelepasan anak secara psikologis
seringkali terjadi secara mendadak. Dengan perginya anak, ibu yang tidak lagi bekerja
menemukan dirinya sendiri dalam sebuah rumah yang bersih (tidak ada banyak pekerjaan lagi)
dan tidak lagi tempat yang dituju atau tujuan terhadap eksistensinya. Suami-suami dari golongan
menengah keatas pada puncak kariernya menghabiskan banyak waktu di luar rumah, masa-masa
untuk meraih sukses dalam jabatan, finansial, dan profesi dan mencoba memenuhi aspirasi
mereka sebelum terlambat. Banyak wanita yang begitu asyik dengan anak-anaknya sehingga
tidak mempersiapkan diri untuk tahap kehidupan mereka ini dan tidak mempunyai komitmenkomitmen yang sama-sama akan dipenuhi yang mana dalam komitmen-komitmen tersebut dalam
rangka untuk menginvestasikan tenaga dan talenta mereka. Krisis pada usia pertengahan lebih
hebat bagi wanita bukan hanya karena anak-anak meninggalkan rumah dan ketidakhadiran suami
mereka, melainkan juga karena perasaan kehilangan feminitas pada awal manupouse (biasanya
antara 45 hingga 55 tahun) dan kehilangan kecantikan ketika tanda-tanda ketuaan mulai tampak.
Jika seorang wanita mempunyai komitmen di luar rumah (mis, bekerja dan kegemaran), biasanya
ia memiliki masalah yang jauh lebih sedikit daripada ia tetap berada di rumah menjalankan
fungsi peran tradisional sebagai ibu rumah tangga dan seorang ibu secara penuh.
Pria dalam masa usia pertengahan juga menghadapi krisis perkembangan. Salah satu
kemungkinan krisis tersebut adalah dorongan untuk maju dalam karier dan realisasi bahwa
mereka belum berhasil dan belum mencapai aspirasi mereka. Juga tanda-tanda menurunnya
maskulinitas, seperti tenaga menurun, potensi dan gairah seks berkurangnya, dan juga figur,
rambut, tanda-tanda kulit menua dan cemas dalam hal keuangan ; semuanya merupakan stressor
bagi pria dalam tahap siklus kehidupan keluarga ini, dan menekankan krisis perkembangan usia
pertengahan yang terjadi.
Friedman (1957) mengulangi pernyataan pentingnya hubungan perkawinan dengan
menggolongkan tahap perkembangan orangtua pada titik ini dalam siklus kehidupan keluarga
sebagai pembentuk suatu kehidupan baru bersama-sama. Tugas perkembangan penting lainnya

dari keluarga dengan usia pertengahan adalah membantu mertua dari suami dan istri yang lanjut
usia dan sakit-sakitan. Meskipun perawatan orangtua yang lanjut usia dan/atau tidak mandiri
bukanlah fungsi yang diharapkan dari keluarga Amerika dengan pengecualian pada beberapa
kelompok etnis, suami dan istri diharapkan dapat membantu dan menyokong anggota keluarga
yang lebih tua semaksimal mungkin. Aktifitas tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
mulai dari menelepon secara rutin hingga bantuan finansial, transportasi dan mengunjungi serta
merawat orangtua mereka di rumah. Di Amerika, keluarga hanya bertanggungjawab atas generasi
berikutnya, keturunan, dan hanya untuk satu generasi sebelumnya yaitu orangtua (Kalish, 1975).
Keluarga dengan tiga generasi, meskipun bukan pada pola biasa, namun hal ini bukan
tidak lazim, khusus pada keluarga-keluarga etnis Asia, Spanyo-Portugis, Yunani, Italia, dan
Keluarga Yahudi. Paling sering di Amerika Serikat, keluarga dengan multi generasi tampaknya
akan berkembang terutama bil keluarga inti dipecah oleh kematian dan pereceraian, tapi
kelayakan keuangan atau kebutuhan perawatan anak juga mendorong tatanan kehidupan
semacam itu. Sebenarnya orangtua yang telah lanjut usia menghendaki hidup secara mandiri
sehingga tidak mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka, yang lebih penting adalah untuk
mempertahankan perasaan kompoten, mandiri dan privasi (Bengston et al, 1987 ; Troll, 1971).
Orangtua juga harus menyingkirkan keputusan mereka untuk menempatkan orangtua mereka di
panti perawatan atau fasilitas pensiunan atau board-and-care selama tahun-tahun ini.
Secara singkat dapat dilihat bahwa anak-anak akan memisahkan diri, orangtua perlu
belajar lagi untuk mandiri. Dalam menyesuaikan diri kembali, perkawinan harus terus berjalan
jika kebutuhan-kebutuhan orangtua harus dipenuhi. Orangtua harus mengatur kembali hubungan
mereka untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari pada hanya sebagai
orangtua. Agar tahap ini menjadi lengkap, anak-anak harus mandiri sementara tetap menjaga
ikatan dengan orangtua.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah utama kesehatan meliputi masalah komunikasi kaum dewasa muda dengan
orangtua mereka ; masalah-masalah transisi peran bagi suami istri, masalah orang yang
memberikan perawatan (bagi orangtua lanjut usia) dan munculnya kondisi kesehatan tingkat

kolesterol tinggi, obesitas dan tekanan darah tinggi. Keluarga berencana bagi remaja dan dewasa
muda tetap penting. Masalah-masalah manupouse dikalangan wanita umum terjadi. Efek-efek
yang dikaitkan dengan kebiasaan minum, merokok yang lama dan praktek diet semakin lebih
jelas. Terakhir, perlunya strategi promosi kesehatan dan gaya hidup sehat menjadi lebih
penting bagi anggota keluarga yang dewasa.

g. Tahap VII : Orangtua Usia Pertengahan


Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan bagi orangtua,
dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian
salah satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55 tahun dan
berakhir pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-18 tahun kemudian. Biasanya
pasangan suami istri dalam usia pertengahannya merupakan sebuah keluarga inti meskipun
masih berinteraksi dengan orangtua mereka yang lanjut usia dan anggota keluarga lain dari
keluarga asal mereka dan juga anggota keluarga dari hasil perkawinan keturunannya. Pasangan
postparental (pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah) biasanya tidak terisolasi
lagi saat ini ; semakin banyak pasangan usia pertengahan hidup hingga menghabiskan sebagian
masa hidupnya dalam fase postparental, dengan hubungan ikatan keluarga hingga empat
generasi, yang merupakan hal yang biasa (Troll, 1971).
Tahun pertengahan meliputi perubahan-perubahan pada penyesuaian perkawinan
(seringkali lebih baik), pada distribusi kekuasaan antara suami dan isteri (lebih merata), dan pada
peran (diferensiasi peran perkawinan meningkat) (Leslie dan Korman, 1989). Bagi banyak
keluarga yang kepuasan maupun status ekonominya meningkat (Rollins dan Feldman, 1970),
tahun-tahun ini dipandang sebagai usia kehidupan yang paling baik. Misalnya, Olson,
McCubbin, dkk (1983) dalam sebuah survey besar, bersifat nasional dan representatif terhadap
keluarga utuh kelas menengah yang didominasi oleh kulit putih ditemukan bahwa kepuasan
perkawinan dan keluarga, serta kualitas hidup bertambah dan memuncak selama fase
postparental. Keluarga-keluarga usia pertengahan umumnya secara ekonomi lebih baik daripada
tahap-tahap siklus kehidupan lain (McCollough dan Rutenbergm 1988). Partisipasi kekuatan
buruh yang meningkat oleh wanita dan berpendapatan yang lebih tinggi dari pada periode

sebelumnya oleh pria bertanggungjawab untuk keamanan ekonomi yang dialami oleh
kebanyakan keluarga usia pertengahan. Kegiatan-kegiatan waktu luang dan persahabatan yang
dinikmati satu sama lain disebut faktor utama yang menimbulkan kebahagiaan. Kepuasan
seksual juga memiliki korelasi yang positif dengan komunikasi yang lebih baik dan kepuasan
perkawinan (Levin dan Levin, 1975), meskipun para suami dengan usia pertengahan mungkin
mengalami penurunan kemampuan seksual. Komunikasi suami istri yang intim sangat penting
untuk mempertahankan pengertian dan keinginan satu sama lain dalam tahun-tahun ini.
Akan tetapi bagi sejumlah pasangan, tahun-tahun ini umumnya sulit dan berat, karena
masalah-masalah penuaan, hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam diri mereka bahwa
mereka gagal menjadi membesarkan anak dan usaha kerja. Selanjutnya, tidak jelas apa yang
terjadi dengan kepuasan perkawinan dan keluarga melewati siklus kehidupan berkeluarga.
Beberapa studi tentang kepuasan perkawinan memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan
menurun tajam setelah perkawinan berlangsung dan terus menurun hingga tahun pertengahan
(Leslie dan Korman).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Pada saat anak bungsu meninggalkan rumah, banyak wanita yang menyalurkan kembali
tenaga dan hidup mereka dalam persiapan untuk mengisi rumah yang telah ditinggalkan anakanak. Bagi sejumlah wanita, krisis usia pertengahan (telah dibicarakan dalam tahap sebelumnya)
dialami selama masa awal siklus kehidupan ini. Wanita berupaya mendorong anak mereka yang
sedang sedang tumbuh agar mandiri dengan menegaskan kembali hubungan mereka dengan
anak-anak tersebut (tidak mengusik kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga mereka). Dalam
upaya untuk mempertahankan perasaan yang sehat dan sejahtera, lebih banyak wanita memulai
gaya hidup yang lebih sehat yaitu pengontrolan peran badan, diet seimbang, program olahraga
yang teratur, dan istirahat yang cukup, dan juga memperoleh dan menikmati karier, pekerjaan,
kecakapan yang kreatif.
Dalam hal kerja, pria mungkin mengalami frustasi dan kekecewaan yang sama yang
terdapat dapat tahap sebelumnya. Di satu pihak, pria mungkin berada pada puncak kariernya dan
tidak perlu bekerja sekeras sebelumnya, atau dilain pihak mereka mungkin merasa pekerjaan

mereka bersifat monoton setelah 20 30 tahun menekuni pekerjaan yang sama. Banyak sekali
pekerja kelas menengah menderita karena fenomena lateau dimana tidak ada lagi kenaikan
gaji dan promosi menyebabkan mereka merasa bosan. Dalam kondisi ini, ketidakpuasan
terhadap karier catatan mencapai proporsi lampu kuning, membuat banyak orang pada kerja
pertengahan ini tidak kerja karena ketidakpuasan, bosan, dan stagnasi. Karena secara tradisional
bekerja merupakan peran sentral bagi pria dalam hidup, pengalaman ketidakpuasan terhadap
pekerjaan ini amat mempengaruhi tingkat stress dan status kesehatan umum.
Pengupayaan aktifitas dan hobbi di waktu luang sangat berarti selama berlangsungnya
tahap ini, karena lebih banyak waktu yang tersedia dan persiapan kecil harus berlangsung secara
lebih terencana.
Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini adalah penentuan lingkungan yang
sehat (Tabel 10). Dalam masa inilah upaya untuk melaksanakan gaya hidup sehat menjadi lebih
menonjol bagi pasangan, meskipun kenyataannya bahwa mungkin mereka telah melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya merusak diri selama 45 65 tahun. Meskipun dapat
dianjurkan sekarang, mereka lebih baik sekarang dari pada tidak pernah adalah selalu benar,
agaknya terlalu terlambat untuk mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis yang telah
terjadi serti aertritis akibat in aktivitas, tekanan darah tinggi karena kurangnya olahraga, stress
yang berkepanjangan, menurunnya kapasitas vital akibat merokok.
Tabel 10. Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan orang tua usia pertengahan
dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Orangtua usia pertengahan

Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Menyediakan lingkungan

yang

meningkatkan kesehatan.
2. Mempertahankan

hubungan-

hubungan yang memuaskan dan


penuh arti dengan para orangtua
lansia dan anak-anak.

3. Memperkokoh

hubungan

perkawinan.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Motivasi utama orang usia pertengahan untuk memperbaiki gaya hidup mereka adalah
karena adanya perasaan rentan terhadap penyakit yang dibangkitkan bila seorang teman atau
anggota keluarga mengalami serangan jantung, stroke atau kanker. Selain takut, keyakinan
bahwa pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang sehat merupakan cara-cara yang
efektif untuk mengurangi ketentuan terhadap berbagai penyakit juga merupakan kekuatan
pendorong yang ampuh. Penyakit hati, kanker dan stroke merupakan 2/3 dari semua penyebab
kematian antara usia 46 64 tahun, dan berbagai kematian urutan keempat (Pusat Statistik
Kesehatan Nasional, 1989).
Tugas perkembangan yang kedua berkaitan dengan upaya melestarikan hubungan yang
penuh arti dan memuaskan antara orang tua yang lanjut usia dengan anak-anak. Dengan
menerima dan menyambut cucu mereka ke dalam keluarga dan meningkatkan hubungan antar
generasi, tugas perkembangan ini dapat mendatangkan penghargaa yang tinggi Duvall (1977).
Tugas perkembangan ini memungkinkan pasangan usia perpidahan terus merasa seperti sebuah
keluarga dan mendatangkan kebahagian yang berasal dari posisi sebagai kakek nenek tanpa
tanggungjawab sebagai orangtua selama 24 jam. Karena umum harapan hidup meningkat,
menjadi seorang kakek nenek secara khusus terjadi pada tahap siklus kehidupan ini (Spray dan
Mattews, 1982). Kakek nenek memberikan dukungan besar kepada anak dan cucu mereka pada
saat-saat kritis dan membantu anak-anak mereka melalui pemberian dorongan dan dukungan
Bengstone dan Robertson, 1985)
Peran yang lebih problematik adalah yang berhubungan dengan dan membantu orang tua
lansia dan kadang-kadang anggota keluarga besar yang lebih yang tua. 86 persen pasangan usia
pertengahan minimal memiliki satu orangtua

yang masih hidup (Ages stade, 1988). Jadi,

tanggungjawab memberikan perawatan bagi orangtua lansia yang lemah dan sakit-sakitan
merupakan pengalaman yang tidak asyik. Banyak wanita yang merasa berada dalam himpitan
generasi dalam upaya mereka mengimbangi kebutuhan-kebutuhan orangtua mereka yang

berusia lanjut, anak-anak, dan cucu-cucu mereka. Berbagai peran antar generasi kelihatannya
lebih bersifat ekslusif dikalangan minoritas seperti keluarga-keluarga Asia dan Amerika Latin.
Tugas perkembangan ketiga yang hendak dibahas disini adalah tugas perkembangan
untuk memperkokoh hubungan perkawinan. Sekarang pasangan tersebut benar-benar sendirian
setelah bertahun-tahun dikelilingi oleh anggota keluarga dan hubungan-hubungan. Meskipun
muncul sebagai sambutan kelegahan, bagi kebanyakan pasangan merupakan pengalaman yang
menyulitkan untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari pada sebagai
orangtua. Wright dan Leahey, (1984) melukiskan tugas perkembangan ini sebagai reinvestasi
identitas pasangan dengan perkembangan keinginan independen yang terjadi secara bersamaan
(hal. 49). Keseimbangan tendensi-independency antara pasangan perlu di uji kembali, seperti
keinginan independent yang lebih besar dan juga perhatian satu sama lain yang penuh arti.
Bagi pasangan yang mengalami masalah, tekanan hidup yang menurun dalam tahuntahun Postparental tidak mendatangkan kebahagiaan perkawinan, melainkan menimbulkan
kebohongan. Menurut Kerrckhoff, (1976) para konseler perkawinan telah lama mengamati
bahwa ketika timbul perselisihan dalam perkawinan selama tahun-tahun pertengahan, serikali
berkaitan dengan jemunya ikatan, bukan karena kualitas traumatiknya. Karakteristik umum dari
masa ini, berkaitan dengan kepuasan diri sendiri dan berada dalam kebahagiaan yang
membosankan.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah kesehatan yang disebut dalam seluruh deskripsi tahap siklus kehidupan ini meliputi :
1. Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan waktu luang dan tidur,
nutrisi yang baik, program olahraga yang teratur, pengurangan berat badan hingga berat
badan yang optimum, berhenti merokok, berhenti atau mengurangi penggunaan alkohol,
pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
2. Masalah-masalah hubungan perkawinan.
3. Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan cucu, dan orangtua yang berusia
lanjut.

4. Masalah yang berhubungan dengan perawatan ; membantu perawatan orangtua yang


berusia atau tidak mampu merawat diri.

h. Tahap VIII : Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lansia


Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan
memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal, dan berakhir
dengan pasangan lain meninggal (Duvall dan Miller, 1985). Jumlah lansia-berusia 65 tahun atau
lebih di negara kami meningkat dengan pesat dalam dua dekade terakhir ini, dua kali lipat dari
sisa populasi. Pada tahun 1970, terdapat 19,9 juta orang berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan
9,8 persen dari seluruh populasi. Menjelang tahun 1990, menurut angka-angka sensus, populasi
lansia berkembangan hingga angka 31,7 juta (12,7 persen dari total populasi). Menjelang tahun
2020, 17,2 persen penduduk negara ini berusia 65 tahun atau lebih (gambar 1). Informasi tentang
usia populasi menyatakan penduduk yang lebih tua populasi 85 tahun ke atas secara khusus
tumbuh dengan cepat. Populasi berumur di atas 85 tahun tumbuh hingga 2,2 juta jiwa pada tahun
1980. Diproyeksikan pada tahun 2020 populasi ini akan berjumlah hingga 7,1 juta jiwa (2,7
persen dari seluruh populasi). Akibat dari semakin majunya pencegahan penyakit dan perawatan
kesehatan, lebih banyak orang yang diharapkan dapat bertahan hidup hingga 10 dekade. Karena
bertambahnya populasi lansia, maka semakin mungkin orang-orang yang lebih tua akan memiliki
minimal 1 orangtua yang masih hidup (Biro Sensus Amerika, 1984)

15

10

P
5

1940

1950

1960

1970

1980

1990

Tahun
Gambar 1. Pertumbuhan Populasi lansia di Amerika Serikat, persentase populasi diatas 65 tahun
(Biro Sensus Amerika Serikat, 1991)
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut usia.
Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini merupakan tahuntahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka tergantung pada sumber-sumber
finansial yang adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan status kesehatan
individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena sakit, umumnya memiliki moral yang rendah
dan keadaan fisik yang buruk sering merupakan anteseden penyakit mental dikalangan lansia
(Lowenthal, 1972). Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap aktif dan memiliki
sumber-sumber ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua
dan substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap kehidupan ini.
Sikap Masyarakat terhadap Lansia.
Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka, yaitu masa jaya
kaum muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian, dan bergaya,
mencoba mempertahankan penampilan muda mereka selama mungkin. Penuaan sering diartikan
sebagai hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan. Bagi komunitas dengan keluarga
individu dan keluarga besar, menangani lansia mempunyai konotasi negatif, seseorang dibebani
dengan perasaan yang menyusahkan dengan masalah-masalah yang menekan. Disamping itu,
masyarakat juga tidak membiarkan kebanyakan lansia tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian
masyarakat yang negatif terhadap lansia mempengaruhi citra diri mereka.
Namun sekarang banyak asosiasi dan banyak literatur menyokong dan melukiskan
kekuatan, sumber-sumber dan aspek-aspek positif dari penuaan. Hal ini sering mengurangi
pemikiran negativisme dan stereotipe tentang lansia dan membantu kita mengenali asset lansia
dan keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan kelompok lansia ini.

Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun masih negatif, tampaknya muluai
berubah. Studi-studi belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap masyarakat terhadap
lansia telah mengakui bahwa lansia dipandang secara positif (Austin, 1985 ; Schonfield, 1982).
McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa banyak pengamat percaya bahwa lansia telah
memperoleh kembali kehormatan di Amerika Serikat. Generasi baru lansia berpendidikan lebih
baik, lebih makmur, lebih sehat, dan lebih aktif daripada generasi lansia sebelumnya
mendefinisikan kembali pemikiran tentang menjadi tua . Perubahan dalam sikap ini sebaliknya
akan memperkokoh citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.
Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Lansia dan Keluarga.
Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi suatu kenyataan, maka ada
berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas lansia dan
pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran mereka. Hal ini meliputi :

Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara substansial,


mungkin kemudian menyesuaikan terhadap ketergantungan ekonomi (ketergantungan
pada keluarga atau subsidi pemerintah).

Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan kemudian dipaksa
pindah ke tatanan institusi.

Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.

Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan perasaan
produktifitas.

Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan kognitif ; memberikan perawatan


bagi pasangan yang kurang sehat.

Pensiun.
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka perlu ada suatu reorientasi dikalangan
individu dan pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi terhadap peran-peran baru dan
gaya hidup baru. Akan tetapi, perubahan macam apa yang dikehendaki, benar-benar tidak jelas,
karena peran dan norma-norma bagi lansia adalah ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat

dengan peran sebagai ibu dan suami dan atau istri yang terlibat penuh dalam pekerjaan mereka
diprediksi memiliki derajat kesulitan penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi pekerjaan
yang kosong, kini semakin banyak pria yang mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga, menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu perubahan yang menuntut
pertukaran peranan pada sisi wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-tugas ibu
rumah tangga yang dikerjakan sama-sama tergantung pada sistem nilai suami. Jika suami
memandang jenis pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan wanita dan menganggap pekerjaanpekerjaan tersebut kurang memiliki arti baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam
pekerjaan semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap ini benar-benar terjadi pada pria dari
golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria
dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada
pria kelas menengah. Pensiun bagi kaum wanita cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi
karena mereka masih punya peran-peran domestik. Selanjutnya, wanita kemungkinan besar
pensiun atas permintaan.
Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut modifikasi peran dan merupakan saat terjadinya
penurunan harga diri, pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk sementara. Tapi
meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan kehilangan-kehilangan yang baru ini, kebanyakan lansia
melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan Patton, 1978).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas paling penting dari
keluarga-keluarga lansia (tabel 11). Perumahan setelah pensiun seringkali menjadi masalah.
Dalam tahun-tahun segera setelah pensiun, pasangan tetap tinggal di rumah hingga pajak harta
benda, kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau kesehatan memaksa mereka mencari
akomodasi yang lebih sederhana. Meskipun mayoritas lansia memiliki rumah sendiri, namun
sebagian besar dari rumah-rumah tersebut telah tua dan rusak dan banyak yang terletak di
daerah-daerah tingkat kejahatan yang tinggi dimana lansia kemungkinan besar menjadi korban
kejahatan. Seringkali, lansia tinggal di rumah ini karena tidak ada pilihan yang cocok (Kalish,
1975). Namun demikian, lansia yang tinggal di rumah mereka sendiri, umumnya menyesuaikan
diri lebih baik dari pada yang tinggal di rumah anak-anak mereka. Orangtua biasanya pindah ke

salah satu anak mereka karena penurunan kesehatan dan status ekonomi, mereka tidak punya
pilihan lain, dan ini terbukti merupakan suatu pengaturan yang tidak memuaskan bagi lansia
(Lopata, 1973).
Tabel 11. Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan keluarga dalam masa
pensiun dan lansia, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga Lansia

Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
1. Mempertahankan pengaturan hidup
yang memuaskan.
2. Menyesuaikan terhadap pendapatan
yang menurun.
3. Mempertahankan

hubungan

perkawinan.
4. Menyesuaikan

diri

terhadap

kehilangan pasangan.
5. Mempertahankan ikatan keluarga
antar generasi.
6. Meneruskan

untuk

memahami

eksistensi mereka (penelaahan dan


integrasi hidup).
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Pengaturan hidup seseorang merupakan suatu prediktor kesejahteraan yang

ampuh

dikalangan lansia (Berresi et al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman traumatik bagi lansia,
apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu berarti meninggalkan pertalian tetangga dan
persahabatan yang telah memberikan lansia rasa aman dan stabilitas. Relokasi berarti berpisah
dari warisan seseorang dan isyarat yang mendukung kenangan lama (Lawton, 1980). Relokasi
tidak mempengaruhi semua lansia dengan cara yang sama. Dengan persiapan yang memadai dan
perencanaan perubahan yang hati-hati, lingkungan baru dapat berpengaruh positif terhadap
lansia. Namun demikian, sejumlah temuan menyatakan bahwa ketika orang-orang lansia pindah,
sering mengakibatkan kemerosotan kesehatan (Lawton, 1985).

Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal dalam institusi. Kelemahan memaksa lansia
masuk panti perawatan dan rumah pensiun karena kurangnya bantuan di rumah. Penyediaan
bantuan secara penuh di rumah atau, yang lebih mungkin, pelayanan kesehatan paruh waktu dan
pelayanan rumah tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan lembaga pelayanan rumah tangga,
dirasa lebih manusiawi dan bersifat protektif terhadap kebutuhan-kebutuhan lansia untuk tetap
berada di rumah sendiri dan tetap mempertahankan kemadiriannya selama mungkin, dan juga
jauh lebih murah dari pada dimasukkan ke dalam institusi. Meskipun sulit, seringkali salah satu
pasangan dan/atau anak-anak yang sudah dewasa dari pasangan tersebut (atau orangtua yang
masih hidup) harus memutuskan cara terbaik yang ditempuh pelayanan kesehatan di rumah,
panti pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak yang telah dewasa.
Tugas perkembangan yang kedua bagi keluarga lansia adalah penyesuaian terhadap
pendapatan yang menurun. Ketika pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan
seiring dengan berlalunya tahun, pendapatanpun semakin menurun dan semakin tidak memadai
karena terus naiknya biaya hidup dan terkurasnya tabungan. Pada tahun 1989, seperlima dari
populasi Amerika Serikat tergolong miskin atau hampir miskin (AARP, 1990).
Secara substansial, lansia kurang memiliki pendapatan dalam bentuk uang kontan
dibandingkan dengan mereka yang berumur 65 tahun. Kaum lansia amat sangat tergantung pada
keuntungan dan asset pendapatan Jaminan Sosial (Social security). Lebih banyak lansia wanita
yang cenderung miskin ; hampir 71,8 persen dari seluruh populasi lansia adalah wanita. Kaum
lansia dari kalangan kulit hitam dan hispanik cenderung memiliki pendapatan dan pendapatan
rata-rata jauh lebih sedikit dari rekan mereka dari golongan kulit putih (U.S Senate Special
Committee on Aging, 1987-1988).
Karena sering munculnya masalah-masalah kesehatan jangka panjang, pengeluaran
kesehatan merupakan masalah finansial yang utama. Kaum lansia lebih banyak menghabiskan
uang untuk perawatan kesehatan baik dalam nilai riil dollar maupun dalam bentuk persentase
total pengeluaran bila dibandingkan dengan yang bukan lansia. Medicare tentu saja mengurangi
sebagian dari masalah ini, tapi masih belum bisa diprediksi dan masih banyak pengeluaran
dengan uang sendiri yang harus dibayar. Misalnya bagian B dari Medicare meliputi hanya 80

persen dari biaya yang layak untuk pelayanan medis. Karena tipe dari sistem pembayaran
biaya atas pelayanan (fee for service), banyak dokter akan menyuruh pasiennya untuk kembali
beberapa kali dari pada yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan medis yang efektif dan
aman. Medicaid juga disediakan untuk mereka yang tergolong fakir miskin dan memenuhi
kualifikasi Supplementary Security Income (SSI). Program asuransi kesehatan ini melengkapi
cakupan Medicare.
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak lagi lansia yang hidup bertahuntahun dengan masalah kesehatan. Meskipun wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
kesenjangan umur harapan hidup antara pria dan wanita meningkat, banyak pula pasangan
menikah yang dapat bertahan hidup lebih lama. Masalah-masalah perawatan bagi pasangan
lansia lebih sulit dari pada pensiunan janda. Sedikit pertimbangan diberikan bagi unit keluarga
dalam tahap siklus kehidupan ini, selama orang tersebut memiliki kemungkinan dalam
kemiskinan sebagai akibat dari biaya kesehatan yang meninggi dan masalah-masalah sosial.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang merupakan tugas perkembangan yang
ketiga, menjadi penting dalam kebahagiaan keluarga. Perkawinan yang dirasakan memuaskan
dalam tahun-tahun berikutnya biasanya mempunyai sejarah positif yang panjang, dan sebaliknya.
Riset membuktikan bahwa perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan
aktifitas yang berlangsung dari kedua pasangan lansia (Lee, 1978).
Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa dorongan seks dan aktivitas seksual
mungkin tidak ada lagi (atau tidak boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset memperlihatkan
kebalikannya. Studi-studi semacam ini menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas
seksual secara perlahan-lahan, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada bahkan
meningkat (Lobsenz, 1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan dorongan seksual, tapi
biasanya, menurunnya aktifitas seksual disebabkan oleh masalah-masalah sosio emosional.
Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan, yang merupakan tugas

perkembangan

yang keempat, secara umum merupakan perkembangan yang paling traumatis. Sebagaimana
ditunjukkan pada data statistik di bawah ini, wanita lansia lebih menderita karena kematian

pasangannya dari pada pria. Menurut angka statistik tahun 1986, tiga perempat dari seluruh
lansia hidup bersama pasangan mereka, sementara hanya 38 persen wanita lansia yang hidup
dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda (U.S Senate Special Committee on Aging,
1987-1988).
Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia menyadari kematian sebagai bagian dari
proses kehidupan yang normal. Sebuah studi menyatakan bahwa hanya 3 dari 80 persen lansia
yang merasa sulit untuk membicarakan kematian (Duval, 1977). Akan tetapi, kesadaran akan
kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian
terhadap kematian dengan mudah. Kehilangan pasangan pasti membawa pengaruh, janda-janda
yang ditinggal mati suami lebih awal, dan yang masih hidup kemungkinan besar akan mengalami
masalah kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau bunuh diri atau sakit jiwa). Selain itu,
hilangnya seorang pasangan menuntut reorganiasi fungsi keluarga secara total. Ini khususnya
sulit dicapai secara memuaskan, karena kehilangan mengurangi sumber-sumber emosional dan
ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi perubahan tersebut. Bagi wanita, ini berarti
perubahan dari saing ketergantungan dan membagi kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama
menjadi sendiri atau bergabung dengan kelompok wanita lansia yang tidak punya ikatan. Bagi
pria, kehilangan pasangan hidup berarti kehilangan teman-teman serta hubungan sanak famili,
keluarga, dan dunia sosial secara umum. Duda lansia tidak punya minat yang sama atau tidak
punya kemampuan melaksanakan peran-peran ibu rumah tangga, dan seringkali membutuhkan
bantuan dalam menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah tangga dan perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat dari meningkatnya kasus bunuh diri
dalam kelompok individu diatas 65 tahun. Meskipun terjadi peningkatan kasus bunuh diri
dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun jumlah terbesar kasus bunuh diri ditemukan
dikalangan populasi pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi kasus tentang bunuh diri
dikalangan kelompok ini menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan bunuh diri yang telah
terjadi sering terjadi setelah kematian pasangan hidup (Rushing, 1968).
Studi-studi tentang janda secara konsisten mempelajari kondisi-kondisi hidup janda yang
sulit dan kehidupan janda. Janda memiliki moral yang lebih rendah dan memiliki peran-peran

sosial yang lebih sedikit dari pada wanita bersuami dalam kelompok umur yang sama. Para janda
memiliki uang sedikit untuk hidup mereka dan terbukti perawatan diri mereka sangat
memprihatinkan dalam kaitannya dengan diet, latihan, alkohol, konsumsi tembakau (Hutchison,
1975). Bild dan Havighurst (1976), dalam sebuah studi besar tentang lansia di Chicago Amerika
Serikat, melaporkan bahwa kematian pasangan melunturkan dukungan paling kuat dari lansia,
meskipun anak-anak (jika ada) mengisi kekosongan tersebut. Banyak dari mereka yang terisolasi
adalah mereka yang tidak pernah menikah dan janda tanpa anak.
Tugas perkembangan yang kelima menyangkut pemeliharaan ikatan keluarga
antargenerasi. Meskipun ada suatu kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri

dari

hubungan sosial, keluarga tetap menjadi fokus interaksi-interaksi sosial lansia dan sumber utama
dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari aktifitas-aktifitas dunia sekitarnya, hubunganhubungan dengan pasangan, anak-anak dan cucu-cucu dan saudara-saudaranya menjadi lebih
penting. Mayoritas lansia di Amerika hidup dekat dengan anggota keluarga besar dan sering
melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975 ; Shanas, 1968, 1980). Oleh karena itu,
anggota keluarga merupakan sumber utama bantuan dan interaksi sosial. Keluarga lansia
biasanya saling memberikan bantuan satu sama lain sejauh mereka mampu.
Karena menjadi orangtua, mereka harus memahami keberadaan mereka. Berbicara
tentang kehidupan masa lalu seseorang yang disebut penelaahan hidup (life review) merupakan
aktifitas yang vital dan umum, karena aktifitas ini menggambarkan suatu penelaahan terhadap
arti sentral dari kehidupan. Aktivitas ini dipandang sebagai tugas perkembangan tipe kognitif
yang keenam. Hal penting dari aktifitas ini terletak pada fakta bahwa penelaahan kehidupan
memudahkan penyesuaian terhadap situasi-situasi yang sulit dan memberikan pandangan
terhadap kejadian-kejadian masa lalu. Lansia sangat peduli dengan kualitas hidup mereka dan
berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh arti (Duvall, 1977).

Masalah-Masalah Kesehatan.
Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang dikeluarkan oleh US. Senate Special
Committee on Aging, lansia merupakan pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol. Lebih

dari 4 dari 5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan kondisi multipel yang lazim
diderita oleh lansia. Lansia merupakan 12 persen dari total populasi, tapi mereka menggunakan
33 persen dari pembelajaan perawatan kesehatan di Amerika Serikat.
Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan fisik, sumber-sumber finansial
yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami oleh
lansia menunjukkan adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia (Kelley et al, 1977). Oleh
karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang multipel. Pasangan atau individu lansia
dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase rehabilitasi sangat membutuhkan
bantuan. Baik fungsi-fungsi yang terkait secara medis (pengkajian fisik, reaksi-reaksi yang
buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan (mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan
serta kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi kesehatan tetap menjadi hal yang
sangat penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan cidera, penggunaan obat
yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.
Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif (yang mungkin berkaitan dengan sejumlah
masalah termasuk penyakit (Alzheimer), dan masalah-masalah psikologis adalah masalah
kesehatan yang serius, khususnya bila bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan
penggunaan sistem dukungan sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian integral dari
perawatan kesehatan keluarga.
Proses menua dan menurunnya kesehatan menyebabkan betapa pentingnya pasangan
menikah saling menolong satu sama lain. Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
biasanya mereka orang yang membantu suami yang sakit atau yang tidak berdaya. Dalam
kebanyakan kasus, penyakit bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya, sehingga perlu
waktu untuk menyesuaikan terhadap situasi terakhir. Suami menemukan tugas merawat istri
sebagai suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat, memelihara dan menjadi ibu rumah
tangga semata-mata masih sebagai peran wanita.
Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi secara luas dan menimbulkan banyak masalah
yang berkaitan dengan penuaan (lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada beberapa lagi).

Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan yang cocok, rekreasi dan
fasilitas perawatan kesehatan yang adekuat secara merugikan mempengaruhi status kesehatan
lansia. Kejadian seperti jatuh dan kecelakaan lain di rumah sangat banyak, sehingga alat-alat
dalam lingkungan yang aman merupakan kebutuhan yang penting. Program-program pemerintah
tidak secara adekuat menyediakan pensiun yang aman, seperti terlihat pada masalah-masalah
yang menyangkut penggunaan panti perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka panjang
dan rumah sakit jiwa laksana gudang di bawah tanah.
Para profesional di bidang kesehatan keluarga dapat memberikan begitu banyak bantuan
tidak langsung dengan merujuk individu atau pasangan lansia atau individual ke sumber-sumber
komunitas yang sesuai dengan memperbaiki masalah-masalah mereka. Beberapa sumber-sumber
komunitas ini adalah :
(1) Senior centre yang menawarkan rekreasi, program-program pendidikan lanjutan, beberapa
pelayanan kesehatan dan (kadang-kadang) dan pelayanan hukum ; (2) Pelayanan informasi
dan rujukan yang memberikan informasi yang relevan sebagai respons terhadap panggilan
telepon atau kunjungan ; (3) pelayanan perawatan rumah tangga, meliputi memasak dan
membersihkan serta menciptakan hubungan sosial, pelayanan-pelayanan yang mungkin beberapa
lansia tetap tinggal di rumah mereka sendiri dari pada harus ditempatkan di institusi ; (4)
Fasilitas-fasilitas perawatan sehari untuk geriatrik, dimana lansia mendapat supervisi dan
berbagai pelayanan seharian penuh, biasanya hanya untuk lansia yang tidak mampu
menggunakan senior centre ; (5) program-program nutrisi, beberapa program dilakukan dengan
mengangkut ke suatu tempat tempat untuk makan dan beberapa program yang lain seperti Meals
on Wheels, mengirim makanan kepada lansia yang tidak bisa berjalan ; (6) program kakek nenek
angkat, sebuah program yang disubsidi pemerintah federal yang membayar perawatan, tutor, atau
bermain dengan anak-anak yang dimasukkan dalam institusi untuk lansia dengan pendapatan
rendah ; (7) Retired Senior Volunteer Program, jika disubsidi pemerintah federal yang membantu
menyediakan pelayanan komunitas untuk lansia (Kalish, 1975, hal. 117). (8) pelayanan
penanganan kasus.
4. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga pada Keluarga Cerai

Salah satu variasi utama dalam siklus kehidupan keluarga akan kelihatan ketika orangtua
bercerai. Meskipun mayoritas keluarga masih tetap terdiri dari pasangan-pasangan menikah,
salah satu perubahan paling menonjol yang terjadi lebih dari dua dekade adalah naiknya
perceraian dan meningkatnya posisi wanita sebagai kepala rumah tangga (88 persen keluarga
orangtua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari ibu dan anak). Dari tahun 1970 hingga 1984
jumlah keluarga dengan satu orangtua berlipat ganda (dari 3,2 juta pada tahun 1970 menjadi 6,7
juta pada tahun 1984) sementara itu jumlah pasangan yang cerai meningkat hampir 300 persen
(Biro Sensus Amerika Serikat, 1986). Kini, perceraian merupakan hal yang lazim (hampir 50
persen perkawinan diakhiri dengan perceraian) bahwa kejadian tersebut dipandang sebagai suatu
transisi normatif.
Keluarga bercerai dengan orangtua tunggal melewati tahap-tahap siklus kehidupan yang
sama, dengan tanggungjawab yang hampir sama seperti keluarga inti dengan dua orangtua.
Perbedaan dasarnya adalah tidak adanya orangtua kedua untuk melakukan tugas-tugas keluarga
bersama-sama berkenaan dengan dukungan, pengasuhan anak, persahabatan dan menjadi model
peran jenis kelamin bagi anak-anak. Hill (1986) menerangkan bahwa perbedaan pada jalur-jalur
perkembangan keluarga dengan orangtua tunggal dan keluarga dengan dua orang terutama akan
kelihatan bukan pada tahap-tahap yang dihadapi, melainkan dalam jumlah, waktu, dan lamanya
transisi-transisi kritis yang dialami .
Carter dan McGoldrick (1988) mengkonseptualisasikan perceraian sebagai suatu
gangguan dan dislokasi siklus kehidupan keluarga. Perceraian, dengan kehilangan-kehilangannya
dan

perubahan-perubahan

keanggotaan

keluarga,

menciptakan

destabilisasi

dan

ketidakseimbangan pokok keluarga. Peck dan Manocharian (1988) menekankan dampak


perceraian secara emosional dan fisik terhadap keluarga. Perceraian mempengaruhi anggota
keluarga disetiap tingkat generasi seluruh keluarga inti dan keluarga besar, dengan demikian
menghasilkan krisis bagi keluarga secara keseluruhan dan juga setiap individu dalam keluarga
tersebut .
Mengenai keluarga inti dengan dua orangtua, terdapat perubahan yang krusial pada peran
dan hubungan dan tugas-tugas perkembangan keluarga yang penting untuk dicapai agar keluarga

cerai dapat bergerak maju (Carter dan McGoldrick, 1988). Sebagai suatu kekuatan destruktif,
perceraian menambah kompleksitas tugas-tugas perkembangan yang dialami oleh keluarga.
Setiap tahap siklus kehidupan berikutnya dipengaruhi pula, sehingga tahap pasca perceraian
perlu dipandang dalam konteks dari tahap itu sendiri dan konsekuensi cerai.
Setelah terjadi perceraian, riset terhadap sistem keluarga menemukan bahwa diperlukan
waktu antara 1 hingga 3 tahun bagi keluarga cerai untuk memantapkan keluarga tersebut. Jika
sebuah keluarga dapat mengatasi krisis dan transisi penyerta yang harus dialami dalam rangka
untuk memantapkan kembali, keluarga tersebut akan membentuk sistem yang lentur yang akan
memungkinkan suatu kesinambungan proses perkembangan keluarga yang normal (Peck dan
Manocharian, 1988, hal. 335). Carter McGoldrik membuat ringkasan tulisan-tulisan dari Ahrons
(1980) tentang proses penyesuaian yang dialami oleh keluarga-keluarga cerai, termasuk proses
emosional yang terjadi secara bersama-sama dan masalah-masalah perkembangan keluarga.
Untuk menguraikan dampak perceraian pada tahap-tahap siklus kehidupan keluarga,
pertama-tama perlu dikatakan bahwa dampak tersebut bermacam-macam, tergantung pada tahap
apa keluarga tersebut berada ketika terjadi perceraian. Faktor-faktor lain juga membuat
perbedaan pada dampak tersebut, seperti faktor suku, sosial dan ekonomi. Selama tahap pertama
perkawinan, perceraian mempunya sifat menghancurkan yang paling sedikit karena hanya sedikit
orang yang terlibat, sedikit transisi yang terbentuk dan hanya sedikit ikatan sosial berdasarkan
pasangan suami istri yang terbentuk (Peck dan Manocharian, 1988). Dampak ini jauh lebih besar
pada tahap ketiga dan keempat dalam keluarga dengan anak usia prasekolah dan usia sekolah.
Malahan, keluarga selama masa ini memiliki resiko cerai paling tinggi.
Anak-anak kecil adalah yang mula-mula paling dipengaruhi oleh perceraian orangtua.
Anak-anak dapat mengalami kemunduran dalam perkembangannya, membuat pengasuhan anak
dan pisah orangtua dan anak menjadi sulit. Bagi ibu, menjadi orangtua tunggal seringkali
sangatlah sulit, karena dialah yang berjuang secara emosional maupun secara ekonomi. (Status
ekonomi setelah keluarga-keluarga dengan kepala keluarga wanita amat menurun setelah cerai).
Masalah utama yang sering dilihat adalah bahwa ayah kehilangan rasa keterikatan dengan anakanaknya dan/atau kasih sayang ibu kepada anak-anak dan marahnya kepada ayah menyebabkan

tidak tempat bagi ayah. Namun demikian, menjaga hubungan antara ibu-anak dan ayah-anak
merupakan hal yang penting bagi kedua orangtua dan anak-anak. Namun malangnya, bagi ayah
dan anak, sebagian besar anak-anak sebenarnya kehilangan kontak dengan ayah mereka setelah
cerai. (Hagestad, 1988)
Ketika perceraian menimpa keluarga dengan anak usia sekolah, dampak jangka panjang
perceraian jauh lebih hebat pada anak usia sekolah. Dalam sebuah penelitian terungkap bahwa
usia enam hingga delapan tahun merupakan kelompok usia yang mempunyai waktu yang sulit
dalam menyesuaikan terhadap perceraian (Wallerstein dan Kelly, 1980). Anak-anak sudah cukup
dewasa ketika mereka menyadari apa yang sedang terjadi, namun mereka tidak bisa mengatasi
perceraian tersebut secara efektif.
Keluarga dengan anak remaja biasa sudah dalam keadaan kacau balau, dan perceraian
memperburuk masalah tersebut. Untuk orangtua tunggal, mengasuh remaja merupakan hal yang
sulit. Pengasuhan anak secara bersama-sama juga merupakan masalah bila remaja mempunyai
masalah menyangkut tingkah laku. Pada mulanya, upaya memperbaiki masalah tersebut lewat
tugas perkembangan dan siklus kehidupan keluarga, tertunda.
Dalam tahap-tahap siklus kehidupan keluarga berikutnya anak-anak mungkin kurang
terpengaruh bila dibandingkan dengan tahap siklus kehidupan berikutnya karena mereka sudah
lebih dewasa dan lebih mampu untuk mengatasi dan berfungsi lebih otonom. Akan tetapi dalam
hal perceraian yang terjadi di usia pertengahan, mungkin anak-anak telah memasuki usia dewasa
sehingga menerima ketergantungan orangtua, khususnya ibu, bila orangtua berbalik kepada
seorang anak untuk meminta dukungan selama krisis perceraian.
Selama tahap-tahap siklus kehidupan terakhir ini, perceraian secara khusus benar-benar
traumatis bagi pasangan yang bercerai. Tahun-tahun yang dimiliki bersama-sama, kenangankenangan dan kebiasaan telah membentuk identitas pasangan. Perceraian pada tahun-tahun
berikutnya disamakan seperti kematian seorang pasangan, kemudian menurut beberapa literatur
tentang perceraian.

5. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan pada Keluarga dengan Orangtua Tiri.


Perceraian biasanya merupakan keadaan transisi, yang kemudian diikuti oleh perkawinan
kembali. Perkawinan kembali begitu menonjol dipertengahan tahun 1980-an, dimana hampir
setengah dari seluruh perkawinan merupakan perkawinan kembali (Biro Servis Amerika Serikat,
1986). Sebelum usia 40 tahun, baik suami maupun istri sama-sama melakukan perkawinan
kembali, tapi setelah usia 40 tahun perkawinan kembali secara tidak seimbang merupakan suatu
tradisi bagi pria (Agestad, 1988).
Pada tabel 13 Carter dan McGoldrick, 1988 mengemukakan garis besar perkembangan
formasi keluarga yang kawin kembali langkah-langkah dalam proses perkawinan ulang, sikap
yang menjadi prasyarat, dan masalah-masalah perkembangan. Proses promosi keluarga pada
masa transisi hingga perkawinan kembali merupakan suatu proses yang mengikuti perjuangan
dengan rasa cemas akan investasi dalam suatu perkawinan baru dan sebuah keluarga baru,
menghadapi perselisihan atau reaksi-rekasi yang mengganggu dari anak-anak, keluarga besar,
dari mantan pasangan ; cemas dengan situasi keluarga baru yang mendua, perasaan bersalah dan
prihatin terhadap kesejahteraan anak-anak, dan memperbaharui kasih sayang (negatif maupun
positif) terhadap matan suami atau istri. Perkawinan kembali, sekali lagi karena merupakan
proses tradisional yang distruktif, menghalangi gerakan keluarga melewati dan menyelesaikan
tugas perkembangan keluarga. Penyesuaian dan integrasi orangtua ini, seperti halnya
penyesuaian terhadap perceraian, tampaknya kebutuhan dua hingga tiga tahun sebelum struktur
yang baru memungkinkan keluarga bergerak berdasarkan perkembangan (Carter dan
McGoldrick, 1988).

Tabel

12

Gangguan-Gangguan

Siklus

Kehidupan

Keluarga

oleh

Perceraian,

Membutuhkan Langkah-Langkah Tambahan untuk menstabilkan kembali dan melewati


tahap perkembangan.
Fase

Proses Transisi Emosi Sikap

Isu-Isu Perkembangan

Yang Menjadi Prasayarat


1.

Keputusan

Penerimaan

ketidakmampuan

untuk bercerai

menyelesaikan

ketegangan-

ketegangan dalam perkawinan

Penerimaan

bagian

milik

seseorang dalam kegagalan


perkawinan

untuk meneruskan hubungan.


2.

Merencanakan

Mendukung

rencana-rencana

untuk

yang viabel untuk semua bagian

kooperatif pada masalah-

mengakhiri

sistem.

masalah tanggungjawab,

sistem

a. Bekerja

secara

kunjungan

dan

keuangan.
b. Menghadapi
besar

keluarga

dalam

hal

perceraian.
3.

Pisah

a. Keinginan

untuk

melanjutkan

hubungan

sebagai

orangtua

yang

bersifat

kooperatif

dan

memberikan

dukungan

a. Bersedih karena merasa


kehilangan

seluruh

keluarga.
b. Restrukturisasi hubungan
perkawinan

dan

keuangan kepada anak-anak

hubungan orang tua anak

secara bersama-sama.

dan

b. Mempengaruhi
kasih

sayang

resolusi
terhadap

pasangan.

restrukturisasi

keuangan

adaptasi

terhadap hidup pisah.


c. Pembentukan

kembali

hubungan

dengan

keluarga besar ; tetap


berhubungan

dengan

keluarga dari pasangan.


4.

Perceraian

Lebih mempengaruhi terhadap


perceraian
mengatasi

emosional
perasaan

terluka,

a. Bersedih

karena

kehilangan
yang

keluarga
utuh

amarah, dan perasaan bersalah,

menghentikan

dll

untuk

;
fantasi

berhubung

kembali.
b. Menarik

kembali

harapan, impian-impian
dari perkawinan.
c. Tetap

berhubungan

dengan keluarga besar.


1.

2.

Orangtua

Kerelaan

tunggal (rumah

memelihara

tangga kustodial

finansial,

atau

kontak sebagai orangtua dengan

residen

untuk

tetap

tanggungjawab
terus

melakukan

pasangan

dan

a. Membuat

jadwal

kunjungan yang fleksibel


dengan mantan pasangan
dan keluarganya.

primer)

mantan

b. Membangun

kembali

Orangtua

mendukung kontak anak-anak

sumber-sumber finansial

tunggal

dengan mantan pasangan dan

sendiri.

(nonkustodial)

dengan keluarganya.

c. Membangun

kembali

jaringan sosial sendiri.


Kerelaan untuk tetap menjaga

a. Mencari cara-cara untu

kontak sebagai orangtua dengan

melanjutkan

mantan

sebagai orangtua yang

pasangan

dan

mendukung hubungan orangtua

efektif

dengan anak-anak yang bersifat

anak.

melindungi.

hubungan

dengan

anak-

b. Mempertahankan
tanggungjawab finansial
terhadap anak-anak dan
mantan pasangan
c. Membangun

jaringan

sosial sendiri

(Dari : Carter B dan McGoldrick H, eds The Changing Family Life Cycle, 2nd ed, New York,
Gardner Press, 1988, p.22)

Tabel 13. Pembentukan Keluarga Perkawinan Kembali : Garis Besar Perkembangan

Langkah-Langkah
1. Memasuki hubungan
baru

Sikap yang menjadi

Isu-Isu Perkembangan

prasayarat
dari
kehilangan

Pulih

perkawinan

pertama

Komitmen
perkawinan

terhadap
dan

upaya

(perceraian emosional yang

pembentukan

adekuat)

keluarga dengan kesiapan


untuk

sebuah
menghadapi

kompleksitas

dan

ambiguitas.
2. Mengkonseptualisasi
dan

merencanakan

perkawinan
keluarga baru.

dan

Menerima

perasaan

takut

a. Mengupayakan

sendiri dan rasa takut dari

keterbukaan

pasangan dan anak-anak yang

hubungan-hubungan

baru akan perkawinan kembali

baru untuk menghindari

dan

hubungan timbal balik

membentuk

sebuah

keluarga tiri.

yang palsu.

Menerima bahwa perlu waktu


dan

kesabaran

penyesuaian

dalam

untuk
terhadap

b. Rencana pemeliharaan
kerja sama finansial dan
hubungan

sebagai

kompleksitas dan ambiguitas

orangtua

dengan

dari :

mantan pasangan.

1. Peran baru yang multipel


2. Batas-batas : ruang, waktu,
keanggotaan

dan

wewenang.
bersalah,

konflik-

konflik loyalitas keinginan


untuk melakukan hal yang
bersifat

untuk

membantu
untuk

anak-anak
menghadapi

cemas, konflik-konflik

3. Masalah-masalah afektif :
rasa

c. Rencana

mutualitas,

loyalitas

dan

keanggotaan dalam dua


sistem.
d. Pembentukan

kembali

hubungan

dengan

perasaan terluka di masa

keluarga besar untuk

lalu yang belum hilang.

memasukkan pasangan
dan
baru.

anak-anak

yang

3. Kawin kembali dan

Penyelesaian

akhir

ikatan

a. Restrukturisasi

batas-

membangun

kasih dengan mantan pasangan

batas keluarga untuk

keluarga kembali

dan keutuhan keluarga ;

memungkinkan

penerimaan model

memasukkan pasangan/

keluarga

yang berbeda dengan batasbatas yang permeabel.

orang tua tiri baru.


b. Pembentukan hubungan
baru

dan

pengaturan

keuangan

di

seluruh

subsistem

agar

menciptakan

bisa
jalinan

beberapa sistem.
c. Menciptakan

ruang

bagi hubungan semua


anak-anak
orangtua

dengan
kandung,

kakek-nenek,

dan

keluarga besar lainya.


d. Berbagi

kenang-

kenangan dan sejarah


untuk

memperkokoh

penyatuan keluarga tiri.

6. Pengaruh Sakit dan Cacat terhadap Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga


Sakit yang serius atau cacat jangka panjang dari seorang anggota keluarga sangat
mempengaruhi keluarga dan fungsi keluarga, karena prilaku keluarga sangat mempengaruhi
perjalanan dan karakteristik sakit atau cacat (Bahnson, 1987). Sakit yang serius atau cacat amat
mempengaruhi perkembangan keluarga, dan perkembangan anggota keluarga secara individual,
khususnya anggota yang sakit atau cacat. Seringkali bila keluarga lambat dalam memenuhi
tugas-tugas perkembangannya, interaksi dari tuntutan lain stressor perkembangan dan
tuntutan/stressor situasi memperburuk dan membebani keluarga. Stres tambahan

yang

ditimbulkan oleh kedua jenis stressor tersebut sering menurunkan fungsi keluarga, akibatnya
penguasaan tugas-tugas perkembangan terhalang atau terhambat.
Sajauh mana tugas-tugas perkembangan dipengaruhi tergantung pada beberapa faktor.
Sudah tentu yang pertama adalah tahap siklus kehidupan keluarga ; kedua adalah anggota
keluarga menjadi sakit serius atau cacat sehingga menciptakan suatu perbedaan. Beberapa tahap
siklus kehidupan tertentu mempunyai bahaya dalam hal perkembangan dan individu-individu
tertentu dalam keluarga lebih terpusat dalam hubungannya dengan tugas-tugas perkembangan
keluarga dari tahap perkembangan tertentu. Misalnya, dalam sebuah keluarga dengan remaja,
jika remaja itu menderita cedera serius dan dalam keadaan tidak mandiri, ini sangat menghambat
penguasaan tugas-tugas perkembangan oleh remaja tersebut karena lebih tergantung pada
keluarga. Demikian juga dengan tugas perkembangan uang menangani kebebasan berimbang
dengan rasa tanggung jawab sehingga membantu remaja ini agar lebih otonom akan terhambat
juga. Tantangan bagi keluarga adalah berupaya untuk memulai lagi memperhatikan tugas-tugas
perkembangan normal secepat mungkin.
Faktor penting lain yang menciptakan perbedaan mengenai dampak sakit atau cacat
terhadap perkembangan keluarga adalah sumber-sumber formal dan informal yang digunakan
oleh keluarga. Sebuah sistem pendukung sosial yang baik dari keluarga besar dan teman-teman,
dan juga dukungan psikososial dan kesehatan yang kompeten akan memperbesar pengertian
keluarga untuk kembali pada jalur perkembangan agar lebih cepat.
Bila bekerja dengan sebuah keluarga dengan sakit yang serius atau cacat, adalah sangat
bermanfaat untuk membandingkan tugas-tugas perkembangan keluarga yang ideal dalam suatu
tahap siklus kehidupan yang sesuai dengan tingkah laku keluarga yang aktual (Friedman, 1987).
Tipe perbandingan ini bermanfaat untuk mengevaluasi dampak yang mungkin dari sakit atau
cacat pada keluarga.

C. AREA PENGKAJIAN
Dalam keseluruhan proses pengkajian, berfokus pada siklus kehidupan keluarga akan
mempertinggi pemahaman seorang profesional kesehatan keluarga tentang stress yang menimpa
keluarga dan masalah-masalah keluarga yang aktual atau potensial. Dalam menyelesaikan bagian
perkembangan dari pengkajian keluarga, area-area yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini.
2. Sejauhmana keluarga memenuhi tugas-tugas perkembangan keluarga untuk tahap
perkembangan saat ini. Adalah penting untuk memperhatikan deviasi-deviasi dari norma,
karena deviasi ini dapat menjadi petunjuk adanya hambatan atau masalah.
3. Riwayat keluarga sejak lahir hingga saat ini termasuk tugas perkembangan keluarga dan
kesehatan serta kejadian dan pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan (mis,
perceraian, kematian, kehilangan) yang terjadi dalam kehidupan keluarga. Beberapa dari
informasi ini (perceraian, perkawinan, kematian) dapat dimasukkan ke dalam genogram
keluarga .
4. Keluarga asal kedua orangtua (seperti apa kehidupan keluarga asal, hubungan masa lalu
dan kini dengan kakek-nenek.)
Seperti telah disebutkan sebelumnya pengalaman dan persepsi keluarga yang umum dan
unik, karena mereka berkembang melewati siklus kehidupan keluarga, harus dikaji untuk
membuat riwayat perkembangan keluarga yang lebih komprehensif. Riwayat keluarga harus juga
meliputi deskripsi tentang keluarga asal orangtua karena jelas sekali bahwa pengaruh-pengaruh
asal generasi terhadap kehidupan keluarga adalah sangat penting.
Mungkin akan lebih signifikan untuk menggali riwayat perkembangan keluarga. Adalah
penting untuk memastikan apakah keluarga yang sedang anda tangani terbuka terhadap ekplorasi
masa lalu dan apakah pengumpulan data historis anda dalam bidang tertentu relevan untuk
memahami dan bekerja dengan keluarga.

Perlu diulangi kembali bahwa data perkembangan data riwayat keluarga dapat
dikumpulkan sedikit demi sedikit dengan (1) menanyakan pengalaman-pengalaman dan tugastugas yang umum dan bagaimana hal-hal ini dicapai dan dirasakan dan (2) menanyakan masalahmasalah atau pengalaman keluarga yang khusus atau unit. Yang kedua meliputi perceraian,
kematian dalam keluarga itu atau keluarga besar, pisah karena sakit atau dinas militer,
pengangguran dan lain-lain. Menanyakan orangtua tentang hubungan mereka di masa lalu dan
sekarang dengan orientasi keluarga mereka dan bagaimana bentuk kehidupan keluarga besar
memberikan perawat keluarga apresiasi dan pemahaman yang baik tentang orangtua mereka
selama tahun-tahun pertumbuhan mereka.
Untuk menggali riwayat keluarga, Satir (1983) mengawalinya dengan memberi
kesempatan pertama pada orangtua untuk berbicara tentang hubungan perkawinan mereka,
memfokuskan pada hubungan ini karena orangtua merupakan arsitek keluarga. Satir dan
orangtua dengan anak-anak hadir (jika ada, membahas bidang-bidang berikut ini :

Pertemuan pertama pasangan, hubungan mereka sebelum menikah, dan bagaimana


mereka memutuskan untuk menikah.

Halangan-halangan apa saja terhadap perkawinan mereka. Respons mereka terhadap


pergaulan.

Perkawinan tanpa anak, bagaimana mereka membuat tugas dan peran.

Seperti apa kehidupan dilingkungan di keluarga, termasuk orientasi keluarga dari


kedua orangtua.

Siapa orang lain yang hidup bersama keluarga.

Hubungan dengan para ipar.

Deskripsi tentang orangtua dari masing-masing pasangan dan hubungan mereka


dengan orangtua tersebut.

Rencana untuk mempunyai anak. Apakah kelahiran anak-anak direncanakan? Apa


dampak dari lahirnya setiap anak?

Berapa lama anak-anak berkumpul bersama-sama?

Rutinitas keluarga sehari-hari.

Smoyak, (1975), dalam praktik keperawatannya sebagai ahli terapi keluarga, menekankan
pentingnya mengkaji orientasi respektif keluarga orangtua. Smoyak juga mencari tahu posisi
original masing-masing orangtua dikalangan sanak saudaranya, dengan mengutip konstelasi
keluarga oleh Toman, (1961) yang memperlihatkan bahwa posisi ini sangat mempengaruhi tipe
interaksi dan hubungan yang tidak dimiliki seseorang, dan juga perkembangan kepribadian
seseorang. Misalnya, Toman menemukan bahwa anak-anak yang dilahirkan pertama lebih cocok
untuk jadi pemimpin bagi adik-adiknya, sedangkan sebaliknya anak-anak bungsu biasanya tidak
menjadi pemimpin yang lain. Satu hal penting dari informasi yang berhubungan dengan keluarga
asal kedua pasangan meliputi keadaan kesehatan perkawinan pasangan orangtua itu sendiri.
Apakah mereka masih hidup, dalam keadaan baik, telah menikah, hidup bersama, tinggal
berdekatan, atau secara geografis berjauhan? (Smoyak, 1975).
Satu satu cara para perawat keluarga memperoleh gagasan yang lebih baik tentang proses
sistim keluarga dari waktu ke waktu, dan juga mengkaji sistem keluarga antar generasi adalah
dengan menyusun sebuah genogram. Genogram adalah sejenis skema genelogis yang menelusuri
sejarah keturunan keluarga. Genogram ini menggunakan secara luas oleh ahli terapi keluarga,
keuntungannya adalah seseorang dapat mengorganisir sejumlah data yang besar dan banyak
dalam suatu cara yang lebih komprehensif dan membantu mengungkapkan pola-pola dan tema
penting (Harchman dan Laird, 1983) ; McGordrick dan Gerson (1985). Bab VIII berisi tentang
genogram dan petunjuk-petunjuk untuk membuat pohon keluarga ini.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA


Salah satu tujuan penting dari keperawatan keluarga adalah membantu keluarga dan
anggotanya bergerak ke arah penyelesaian tugas-tugas perkembangan individu dan keluarga
(Friedman,

1987).

Penguasaan

satu

kumpulan

tugas-tugas

perkembangan

keluarga

memungkinkan keluarga bergerak maju kearah tahap perkembangan berikutnya. Jika tugas-tugas
perkembangan keluarga tidak dipenuhi maka akan menghasilkan keluarga yang disfungsional
(Mattessich dan Hill 1987).
Untuk mencapai tujuan ini, perawat keluarga membantu keluarga mencapai dan
mempertahankan keseimbangan antara keutuhan pertumbuhan pribadi dari anggota keluarga
secara individual dan fungsi keluarga yang optimum (kebutuhan perkembangan keluarga)
(Divisi Praktik Keperawatan Kesehatan Ibu dan Anak American Nurses Association, (1983)
keseimbangan antara individu dan kelompok tidak dengan mudah dicapai, khususnya selama
tahap-tahap tertentu, yang menciptakan perbedaan bila terjadi ketidakseimbangan.
Bila bekerja dengan keluarga atau individu yang bermasalah, teori perkembangan
keluarga membantu para profesional kesehatan keluarga berpikir tentang kejadian siklus
kehidupan keluarga yang telah membentuk konteks dimana masalah-masalah keluarga dan
individu terjadi. Oleh karena itu, memasukkan perspektif perkembangan ke dalam praktik
keperawatan keluarga sangat penting selama fase diagnostik dan perencanaan.
Juga penting sekali memasukkan perspektif perkembangan keluarga kedalam praktik
keperawatan keluarga seseorang bila bekerja dengan keluarga yang sehat. Dengan keluarga yang
sehat, bimbingan antisipasi dan penyuluhan seringkali ditujukan untuk mencapai tujuan prevensi
primer (Bobak et al, 1989). Diagnosa, perencanaan, dan intervensi keperawatan keluarga harus
mencakup masalah-masalah keluarga yang mungkin dihadapi keluarga karena perlunya
transforamsi struktur keluarga hingga tugas-tugas perkembangan dapat dicapai. Membantu
keluarga mengantisipasi dan melewati transisi normatif yang berbeda dalam kehidupan keluarga
merupakan tujuan keperawatan keluarga yang paling erat.

Perawat keluarga dan klinisi keluarga lainnya membantu keluarga dengan morbalitas
penyuluhan dan konseling. Rujukan ke kelompok pendukung sosial, seperti kelompok untuk
orangtua bayi atau lansia yang sakit juga sangat membantu.

Anda mungkin juga menyukai