Anda di halaman 1dari 6

TUGAS UTS

SANITASI PASCA BENCANA (IL-4105)

Penanganan Santasi Pasca Bencana Gempa Bumi dan


Tsunami Tohoku 2011

Disusun oleh
Nama

: Kania Salmaa

NIM

: 15714016

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASRUKTUR LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT
TEKNOLOGI BANDUNG
2016

Penanganan Santasi Pasca Bencana Gempa Bumi dan


Tsunami Tohoku 2011
Bencana Gempa Bumi Tohoku
2011
merupakan
bencana
gempa bumi terhebat yang
pernah dialami oleh Jepang dan
merupakan gempa bumi terkuat
ke-empat di dunia semenjak
tahun 1900. Gempa Bumi
berkekuatan 9.0 skala richter
Gambar 1. Tampak pesisir pantai sebelum dan sesudah
ini terjadi pada tanggal 11
bencana .(Sumber : https://www.ncbi.nlm.nih.gov)
Maret 2011 dan memicu
terjadinya Tsunami dengan gelombang mencapai 40 meter yang menyapu sepanjang Pantai
Pasifik Jepang. Oleh karenanya bencana ini dikenal sebagai Gempa Bumi dan Tsunami
Tohoku 2011. Prefektur Miyagi, Iwate, dan Fukushima merupakan daerah yang terkena
dampak paling besar. Bencana ini menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi
Pemerintahan Jepang.

Korban
Gempa Bumi dan Tsunami Sendai 2011 ini menyebabkan banyak korban berjatuhan. Laporan
Japanese National Police Agency (JNPA) menyatakan bahwa 15.269 tewas dan 8.526 lainnya
hilang di enam prefektur. Selain dari korban tewas dan hilang, terdapat pula lebih dari 6.000
korban luka.

Kerusakan Infrastruktur
Selain dari korban, bencana ini juga menyebabkan kerusakan infrastruktur yang parah terjadi
di seluruh daerah di Jepang. Kebakaran bangunan, bangunan runtuh, hingga banjir di
kawasan pelabuhan terjadi akibat bencana ini. Kerusakan juga banyak terjadi pada jaringan
transportasi sehingga layanan kereta dihentikan dan akses serta sebagian besar penerbangan
dialihkan. Kerusakan juga terjadi pada sistem jaringan listrik serta perpipaan sehingga akses
terhadap listrik dan air bersih diputus untuk keperluan perbaikan.
Seperti yang telah disebutkan bahwa kerusakan terparah terjadi di Prefektur Iwate, Miyagi,
dan Fukushima. Di Prefektur Iwate, sebanyak tiga rumah sakit besar hancur seluruhnya,
kerusakan pun terjadi pada fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya seperti klinik pemerintah
maupun swasta. Di Fukushima, gempa menyebabkan kebakaran pada bangunan berisi turbin
reaktor nuklir.

PENANGANAN BENCANA

Segera setelah bencana terjadi, pemerintah membentuk tim


tanggap darurat yang dipimpin oleh perdana menterinya saat itu.
Dengan segera pula Departemen Pertahanan memerintahkan
pengerahan semua sumber daya yang tersedia dari militer negara
yaitu Japan Self Defences Force (JSDF), yang termasuk 110.000
tentara aktif dan cadangan. Pengerahan tenaga bantuan berhasil
dilakukan dalam waktu yang relatif cepat meskipun jaringan
komunikasi serta transportasi mengalami kerusakan.

Pemerintah juga mengirim hampir 28.000 anggota Kepolisian


Nasional dan Pemadam Kebakaran dan Badan Penanggulangan Bencana.
Gambar 2. Respons
Selain
bentuk
bantuan
resmi, pemerintah juga bergerak
Pemerintah terhadap
cepat
dalam
mengkoordinasikan
upayabencana (Sumber:
upaya relawan sebagai
bantuan tambahan. Terdapat
http://japan.kantei.go.jp)
lebih dari 300 organisasi relawan yang dikoordinasikan, termasuk kantor-kantor pemerintah,
lembaga non-pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil. Tindakan
cepat
lainnya
termasuk alokasi hampir $ 50 miliar untuk tugas-tugas penting, seperti
pembersihan
puing-puing (debris), pemukiman sementara, dan pemulihan
infrastruktur. (Carafano, 2011)
Untuk penanganan bencana ini, Pemerintah Jepang menerima dengan
segala bantuan yang ditawarkan oleh dunia internasional. Dalam watu
jam, pemerintah membentuk sebuah parlemen yang berfungsi
untuk memperantarai pemerintah dan pihak-pihak relawan
serta NGO.

baik
48

Gambar 3. Wilayah bantuan


internasional (Sumber :
http://japan.kantei.go.jp)

ASPEK SANITASI
Ketersediaan Air
Ketersediaan air merupakan hal yang pertama kali harus dipenuhi dalam penanganan sanitasi
pasca bencana. Sayangnya pada bencana Tohoku 2011 ini ketersediaan air justru merupakan
masalah utama yang dialami oleh para pengungsi. Banyak tempat pengungsian sementara
yang dibangun tanpa ketersediaan air yang memadai, listrik, serta makanan yang cukup
bahkan selama 10 hari pertama setelah terjadinya bencana. Hal ini disebabkan oleh bahan
bakar yang semakin menipis untuk keperluan suplai air dan makanan serta pipa-pipa saluran
air yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat menyalurkan air sebagaimana dengan
mestinya.

Gambar 4. Pengungsi mengantri untuk memperoleh air (Sumber: http://www.theatlantic.com/)

Dilaporkan bahwa sebanyak 1.794.964 rumah pada 12 prefektur tidak memiliki akses air
bersih, data ini diperoleh pada 16 Maret 2011. Prefektur yang paling terkena dampak dari
bencana ini antara lain adalah Miyagi, Fukushima,Yamagata, Iwate, Ibaraki, Tochigi, Chiba,
Akita dan Aomori (WHO, 2012).

Kualitas Air Minum


Adanya kebocoran nuklir yang di Prefektur Fukushima akibat dari gempa berkekuatan besar
yang terjadi mempengaruhi kualitas air di sekitarnya. Kebocoran nuklir membuat sumber air
yang tersedia di sejumlah wilayah tidak dapat digunakan sebagai air minum karena
dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Kontaminasi zat
radioaktif terjadi di hamper semua Prefektur. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Olahraga, Sains dan Teknologi serta Departemen Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan
menemukan bahwa pada air minum yang dijadikan sampel air terkandung I-131, Cs-134 dan
Cs-137 (WHO,2012). Oleh karena itu Departemen Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan
membatasi penggunaan air dari tap water sebagai air minum untuk beberapa waktu.
Keterbatasan sumber air untuk minum ini ditangani oleh sejumlah relawan dengan
memberikan suplai air bersih berupa air minum kemasan.

Gambar 5. Bantuan air minum kemasan (Sumber : http://www.circleofblue.org/)

Penanganan Excreta
Sejumlah infrastruktur yang hancur akibat gempa dan tsunami turut menghancurkan sarana
pembuangan excreta. Oleh karena itu sarana toilet merupakan salah satu sarana yang
dibutuhkan kehadirannya di tempat-tempat pengungsian sementara. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, maka di tempat-tempat pengungsian sementara disediakan toilet berupa toilettoilet portabel.

Gambar 6. Toilet Portabel (Sumber : www.fhwa.dot.gov)

Namun penyediaan toilet portable ini juga mengalami beberapa kendala antara lain (Anonim,
2013 dan WHO,2012) :
-

Air tidak mengalir karena pipa saluran yang tersumbat oleh sampah
Lokasinya yang cukup jauh dari tempat penampungan justru menyulitkan pengungsi
Tidak ada pemisahan toilet berdasarkan gender
Terbatasnya ketersediaan tissue toilet
Air buangan dari toilet tidak dapat dibuang dengan semestinya karena kerusakan
system saluran limbah

Sebagian besar Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berada di sepanjang Pantai Pasifik
yang menjadi lokasi terparah terkena dampak bencana. Oleh karena itu tentunya pengolahan
air limbah pun tidak dapat berjalan dengan baik dan akhirnya dialigkan ke system pengolahan
sederhana (Kazama dan Noda, 2012)
Sebuah survei pada kondisi sanitasi di pusat-pusat evakuasi di Ishinomaki, Higashi
Matsushima dan Onagawa menunjukkan sekitar 40% (107/272) dari toilet yang tersedia di
pusat-pusat evakuasi memiliki masalah sanitasi. Kondisi ini berlangsung sekitar 2-3 minggu
dan mulai menimbulkan penyakit antara lain adalah diare, flu, gastroenteritris, dan muntahmuntah (WHO, 2012)

Pengelolaan Sampah
Terjadinya bencana tentunya akan menimbulkan limbah dengan besaran yang cukup besar.
Selain sampah sehari-hari yang ditimbulkan di pengungsian, jenis sampah khas terkait
bencana adalah debris, yaitu limbah sisa puing-puing bangunan runtuh dan sejenisnya.
Jepang merupakan Negara dengan regulasi pengelolaan sampah yang baik dan cukup
ketat.Dalam Pedoman (Master Plan) Pengelolaan Limbah Bencana Gempa Besar Jepang
Timur yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan, pengelolaan limbah bencana dikelola
oleh Pemerintahan Nasional dengan tetap menerapkan prinsip-prinsip 3R yakni reduce,
reuse, dan recycle. Contoh penerapan prinsip 3R yang diterapkan antara lain pemilahan jenis
limbah, penggunaan kembali limbah beton untuk proses rekonstruksi lahan yang hancur,
penggunaan limbah kayu sebagai bahan pembakaran, dan kegiatan-kegiatan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carafano, James Jay. 2011. The Great Eastern Japan Earthquake: Assessing Disaster
Response and Lessons for the U.S..
http://www.heritage.org/research/reports/2011/05/the-great-eastern-japanearthquake-assessing-disaster-response-and-lessons-for-the-us#_ftn6. (Diakses 11
Oktober 2016 Pukul 20.55)
Choate, Allen. C. 2011. In Face of Disaster, Japanese Citizens and Government Pull from
Lessons Learned. http://asiafoundation.org/2011/03/16/in-face-of-disasterjapanese-citizens-and-government-pull-from-lessons-learned/. (Diakses 11 Oktober
2016 Pukul 18.28)
Government of Japan. 2012. Road to Recovery.
http://japan.kantei.go.jp/policy/documents/2012/__icsFiles/afieldfile/2012/03/07/r
oad_to_recovery.pdf. (Diakses 11 Oktober 2016 Pukul 19.38)
Kazama, Motoki dan Noda, Toshiro. 2012. Damage statistics (Summary of the 2011 off the
Pacific Coast of Tohoku Earthquake damage).
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0038080612000947. (Diakses 13
Oktober 2016 , Pukul 21.40)
Masaru, Nohara. 2011. Impact of the Great East Japan Earthquake and tsunami on health,
medical care and public health systems in Iwate Prefecture, Japan, 2011.
http://www.wpro.who.int/wpsar/volumes/02/4/2011_Nohara/en/. (Diakses 11
Oktober 2016 Pukul 20.18)
Ministry of Environment. 2011. Guidelines (Master Plan) for Disaster Waste Management
after the Great East Japan Earthquake.
https://www.env.go.jp/jishin/attach/haiki_masterplan-en.pdf. (Diakses 13 Oktober
2016 Pukul 21.52)
World Health Organization, Western Pacific Region. 2012. The Great East Japan Earthquake
: A Story of Devastating Natural Disaster, a Tale of Human Compassion.
http://www.wpro.who.int/publications/docs/japan_earthquake.pdf?ua=1. (Diakses
13 Oktober 2016 Pukul 19.31)

Anda mungkin juga menyukai