Anda di halaman 1dari 6

I.

DASAR TEORI
Ilmu ukur tanah merupakan bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari
cara-cara pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk berbagai
keperluan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif pada daerah yang
relatif sempit sehingga unsur kelengkungan permukaan buminya dapat
diabaikan. Proses pemetaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara
terestrial dan ektra terestrial. Pemetaan terestris merupakan pemetaan yang
dilakukan dengan menggunakan alat yang berpangkal di tanah. Pemetaan
ekstra terestris adalah pemetaan yang dilakukan dengan menggunakan alat
yang tidak berpangkal di tanah tapi dilakukan dengan wahana seperti pesawat
terbang, pesawat ulang alik atau satelit. Menurut arti melakukan pengukuran
yaitu menentukan unsur-unsur (Jarak dan sudut) titik yang ada di suatu daerah
dalam jumlah yang cukup, sehingga daerah tersebut dapat digambar dengan
skala tertentu (Frick, H. 1996).
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda
dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam
theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).
Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang
digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang
ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat
diputar-putar

mengelilingi

sumbu

vertikal,

sehingga

memungkinkan

sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan
kedua dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga
memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca
dengan tingkat ketelitian sangat tinggi. Survei dengan menggunakan theodolite
dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk
diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan
ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan
atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Basuki. 2011).

Instrumen pertama lebih seperti alat survey theodolit benar adalah


kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl)
di Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod. Awal altazimuth
instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran di sayap
vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering setengah
lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek
untuk pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang
pada vertikal setengah lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada
vertikal setengah lingkaran dan setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang
sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan sudut horisontal secara
langsung. Pada akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti dengan
pengamatan teleskop. Ini pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada
1725. Alat survey theodolite yang menjadi modern, akurat dalam instrumen
1787 dengan diperkenalkannya Jesse Ramsden alat survey theodolite besar
yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin pemisah sangat akurat dari
desain sendiri. Di dalam pekerjaan pekerjaan yang berhubungan dengan ukur
tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan
situasi, maupun pengamatan matahari (Irvine, W. 1995).
Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat
Datar bila sudut verticalnya dibuat 90. Dengan adanya teropong pada
theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan
bangunan gedung, theodolit sering digunakan untuk menentukan sudut sikusiku pada perencanaan / pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat digunakan
untuk menguker ketinggian suatu bangunan bertingkat (Wongsotjitro. 1980).
Menurut Sosrodarsono dan Takasaki (1992) Pengukuran jarak mendatar
pada poligon dapat ditentukan dengan cara : mekanis (dengan menggunakan
pita ukur) dan optis. pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran jarak
dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak dengan menggunakan pita
ukur harus memperhatikan permukaan tanah yang akan diukur. Pengukuran
jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar:

Gambar 1.1
Pengukuran jarak mendatar
Caranya :

Skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A
Pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benar-benar lurus, tidak

melengkung
Himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka bacaan
skala inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B

II. TUJUAN
Tujuan dilaksanakannya Pratikum Ilmu Ukur Tanah adalah :
1. Untuk mengetahui cara penggunaan alat Theodolit.
2. Mampu melakukan pengukuran jarak mendatar dengan menggunakan alat
Theodolit.
III. ALAT DAN BAHAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Theodolit
Statif
Pita Ukur
Unting-unting
Rambu Ukur
Kompas
Alat Tulis
Penggaris Panjang
Milimeter Block

IV. PROSEDUR KERJA


1. Dipersiapkan alat theodolit, rambu ukur, kertas milimeter block,
penggaris dan busur, kompas serta alat tulis lainnya.
2. Dirangkai theodolit dengan meletakkan tripdo (statif) dibawah dan
dibagian optis di atas, theodolit harus dalam keadaan datar.
3. Penyetelan tripod dilakukan dengan teliti agar nifo tabung berada
ditengah dan alat theodolit dalam keadaan datar
4. Ditentukan 4 titik daerah yang akan diukur jaraknya.
5. Dilakukan pembacaan benang atas (BA) dan benang bawah (BB) pada
theodolit.
6. Dilakukan perhitungan sudut dengan menggunakan kompas.

7. Dilakukan perhitungan jarak kemudian data dicatat.


8. Dibuat kedalam peta sesuai data yang diperoleh dengan menggunakan
skala.
9. Dibuat legenda dan simbol agar mudah dalam pembacaan peta.
V. HASIL
1. Data Tabel Percobaan
Pengukuran
Pengukuran 1
Pengukuran 2
Pengukuran 3
Pengukuran 4

BA

BB

Jarak (m)

Azimuth

0,78

0,65

13

110

0,658

0,410

24,8

97

1,40

1,20

20

60

1,06

0,80

26

128

2. Perhitungan
1. Data Titik Pertama
Ba
= 0,78
Bb
= 0,65
Azimuth= 110
Jarak = ( Benang atas-Benang bawah ) x 100
= (0,78 0,65) x 100
= 13 m

2. Data Titik Kedua


Ba
= 0,658
Bb
= 0,410
Azimuth= 97
Jarak = ( Benang atas-Benang bawah ) x 100
= ( 0,658 0,410 ) x 100
= 24,8 m
3. Data Titik Ketiga
Ba
= 1,40
Bb
= 1,20
Azimuth= 60
Jarak = ( Benang atas-Benang bawah ) x 100
= ( 1,40 1,20 ) x 100
= 20 m
4. Data titik Keempat

Ba
= 1,06
Bb
= 0,80
Azimuth= 128
Jarak = ( Benang atas Benang bawah ) x 100
= ( 1,06 0,80 ) x 100
= 26 m
VI. ANALISIS
Praktikum yang ketiga kali ini membahas materi Pengkuran Jarak
Mendatar dengan menggunakan Theodolt dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah
Theodolit, Pita Ukur, Kompas, rambu ukur, milimeter block dan alat tulis.
Pengukuran dengan menggunakan Metode Poligon Terbuka merupakan salah
satu metode yang harus dipahami dalam pengambilan data di lapangan.
Pengambilan data untuk Pengukuran Poligon Terbuka dengan jarak mendatar
ini harus nyata atau dengan kata lain tidak bisa hasil ini hanya dengan
memperkirakan saja karena akan mengakibatkan dampak yang buruk untuk
hasilnya.
Pada praktikum kali ini praktikan diperintahkan untuk membuat 4 titik dan
jarak dari satu titik ke titik lain yang berbeda dengan menggunakan alat
theodolit dan kompas. Theodolit pada praktikum ini digunakan sebagai
mengukur berapa panjang jarak dengan menghitung data BA dan BB yang
didapatkan, sedangkan kompas digunakan untuk mengetahui sudut dari titik
satu dengan titik lainnya atau dikenal dengan azimuth. Penentuan azimuth
dilakukan dengan cara meletakkan kompas di arah mata angin utara terlebih
dahulu setelah itu baru diarahkan kompas ke titik yang telah ditentukan, jika
sudah diarahkan ke titik tersebut maka nilai sudut yang muncul di kompas
merupakan azimut dari titik-titik tersebut.
Pada pengolahan data skala yang digunakan adalah 1:100 cm karena pada
pengukuran dilapangan praktikan menggunakan satuannya adalah meter.
Hasil yang didapatkan dari pengukuran dengan jarak mendatar ini adalah
pada titik I jarak yang didapatkan 14 m dengan sudut azimuthnya adalah
110. Pada titik II jarak yang didapatkan adalah 24,8 m dengan sudut

azimuthnya adalah 97. Pada titik III jarak yang didapatkan adalah 20 m
dengan sudut azimuthnya adalah 60 dan pada titik IV jarak yang didapatkan
adalah 26 m dengan sudut azimuthnya adalah 128.

VII. KESIMPULAN
1. Praktikan sudah bisa memakai alat theodolit untuk melakukan pengukuran
jarak mendatar
2. Hasil yang didapatkan dari pengukuran dengan jarak mendatar ini adalah
pada titik I jarak yang didapatkan 14 m dengan sudut azimuthnya adalah
110. Pada titik II jarak yang didapatkan adalah 24,8 m dengan sudut
azimuthnya adalah 97. Pada titik III jarak yang didapatkan adalah 20 m
dengan sudut azimuthnya adalah 60 dan pada titik IV jarak yang
didapatkan adalah 26 m dengan sudut azimuthnya adalah 128.

DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Slamet. 2011. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Frick, H. 1996. Ilmu dan Alat Ukur Tanah. Kanisius: Yogyakarta.
Irvine, W. 1995. Penyigian Untuk Konstruksi Edisi ke II. ITB: Bandung.
Sosrodarsono, S., dan Takasaki, M. 1992. Pengukuran Topografi dan Teknik
Pemetaan. Edisi ke III. PT. Pradnya Paramita: Jakarta.
Wongsotjitro, S. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai