Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis
perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah
mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan
adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita
menganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan
selanjutnya.
Masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya
alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikologis yang berhubungan
dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu. Dalam proses adaptasi pada
masa post partum terdapat tiga metode yang meliputi immediate
puerperineum yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, early
puerperineum yaitu 24 jam hingga 1 minggu setelah melahirkan, late
puerperineum yaitu setelah satu minggu samapi 6 minggu post partum.
Perubahan psikologi merupakan hal yang normal terjadi pada
seorang ibu yang baru melahirkan. Namun kadang-kadang terjadi
perubahan psikologis yang abnormal. Gangguan psikologi pascapartum
dibagi menjadi tiga kategori yaitu postpartum blues atau kesedihan
pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis, dan psikosis pascapartum.
Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai postpartum
blues.(Berker,2009).
2. Tujuan penulisan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam gangguan
psikologis pada ibu masa postpartum khususnya postpartum blue
s.

Untuk mendapatkan gambaran umum secara teoritis konsep dasar


asuhan keperawatan pada klien dengan postpartum blues.
b. Tujuan khusus
Melakukan pengkajian pada klien dengan postpartum blues.
Menganalisa data untuk merumuskan Diagnosa Keperawata
n

pada klien dengan postpartum blues.

Membuat rencana Keperawatan pada klien dengan postpartum


blues.
Melaksanakan rencana

keperawatan

pada

klien dengan

postpartum blues.
Membuat pendokumentasian pada
blues.

klien dengan postpartum

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Konsep Dasar Medis


1. DEFENISI
Postpartum Blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage
pada tahun 1875 telah menulis refrensi di literature kedokteran mengenai
suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut milk fever karena
gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini,
postpartum blues atau sering juga disebut maternity blues atau baby
blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering
tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking
in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah
melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu sekitar dua hari
hingga
10 hari sejak kelahiran bayinya. (Bobak,2004).

2. ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor
yang diduga berperan dapat menyebabkan post partum blues, diantaranya :
Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesterone, prolaktin dan ekstradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktivitas enzim monoamine
aksidase

yaitu

suatu

enzim otak

yang

bekerja

menginaktifasi

noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan


depresi.
Faktor demografi yaitu umur dan paritas.

Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.


Latar belakang psikososial ibu, seperti ; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan jiwa
sebelumnya, social ekonomi serta keadekuatan dukungan social dari
lingkungan ( suami, keluarga dan teman ). Apakah suami menginginkan
juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga dan teman memberikan
dukungan moril ( misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tang
selama atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah )
selama ibu menjalani kehamilannya atau timbul permasalahan misalnya
suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun
persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orangtua dan mertua,
problem dengan si sulung.
Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada

beberapa

pendapat

yang

menyebutkan

bahwa

postpartum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal,


biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8 % sampai 12 % wanita tidak
dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan
sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih
mungkin mengembangkan depresi postpartum jika mereka tertekan
secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa
kehidupan yang menekan.
11 Ada juga pendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini
disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar individu. Penelitian
dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen ( 1985 ) menunjukan bahwa
depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan
anak dikemudian hari. (Bobak,2004).

3. Manifestasi Klinik
a. Gangguan mood dan perasaan
b. Kurang tidur (insomnia)
c. Gangguang emosi
d. Harapan sia-sia
e. Sedih dan kurang menerima diri
f. Tidak konsentrasi
g. Kekhawatiran ibu (Arjatmo,2001).
4. Penatalaksanaan
Post-partum blues

atau

gangguan

mental

pasca-salin

seringkali

terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuang
sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada
suatu yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang
sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber- sumber
lainnya untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk
beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau
mengasihani

diri

sendiri

dan

mulai

merasa

berhenti

gembira menyambut

kedatangan bayi yang mereka cintai.


Penangganan gangguan mental pasca-salin pada prinsippnya tidak berbeda
dengan penangganan gangguan mentak pada momen-momen lainnya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu
ini

membutuhkan dukungan pertolongan

yang

sesungguhnya.

Para ibu

ini

membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan
pengobatan dan atau istirahat, dan seringkali merasa gembira mendapat pertolongan
praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk
mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari,atau mungkin menghilangkan
beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan
bayi. Bila memang diperlukan dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya
dari seorang psikolog atau konselor yangberpengalaman dalam bidang tersebut.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan
menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas
dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi,
membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya,

bersikap

fleksibel,

bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penangganan para ibu yang

mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan


medis, konseling, emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara
intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka miungkin pada saat-saat
tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan ditingkat
perilaku, emosional, intelektual, social dan psikologis secara bersama-sama dengan
melibatkan

lingkungannya

yaitu

suami,

keluarga, dan juga teman dekatnya.

(Bobak,2004).
5. Patofisiologi
Beberapa dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan
luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985)
menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti
beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan
melahirkan dapat memicu depresi ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar,
penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat
dianggap pemicu depresi ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan
menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau
demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan
dukungan keluarga yang tepat.
Faktor biologis yang paling banyak terlibat adalah factor hormonal. Perubahan
kadar hormone pada wanita memegang peran penting ; perubahan suasana hati
biasa terjadi sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan
pramenstruasi) dan setelah persalinan (depresi post partum). Perubahan hormone
serupa biasa terjadi pada wanita pemakai pil KB yang mengalami depresi.
Kelainan fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan factor
factor yang berperan dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi karena
atau bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias
menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika penyakit tiroid
menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias menyebabkan terjadinya
depresi tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis rematoid menyebabkan
nyeri dan cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung.
Misalnya AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus penyebabnya
merusak otak; secara tidak langsung menyebabkan depresi jika menimbulkan
dampak negative terhadap kehidupan penderitanya

Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah


melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum
adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional.
Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang
paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut
DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset
gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood
pascasalin, diantaranya adalah maternity blues, postpartum depression dan
postpartum psychosis).
Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan
menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan
libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih menurut
Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi.Keadaan
ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami kesedihan sementara yang
berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues
atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis
postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan
yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi
atau depresi postpartum.

Konsep Dasar Keperawatan

1. PENGKAJIAN
Pengkajian klien post-partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat
dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang baru.
Pengkajiannya meliputi :
a.

Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, medical record, dan lain-lain.

b. Dampak pengalaman melahirkan ;


Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memer
iksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku
mereka saat hamil dalam upaya retropeksi diri ( Kondrat,1987 ).
Selama hamil ibu dan pasangannya mungkin telah membuat
suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal
yang mencakup kelahiran pervaginam dan beberapa intervensi
medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat
berbeda dari yang diharapkan ( misalnya induksi, anastesi
epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa kecewa karena
tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya.
Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan
sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi
orang tua.
c.

Citra diri ibu


Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri. Citra
tubuh dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang
diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku
dan adaptasinya dalam menjadi orangtua. Konsep diri dan citra
tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaanperasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual
setelah seringkali menimbulkan kekahwatiran pada orang tua
baru. Ibu yang melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai

hubungan seksual karena merasa takut nyeri atau takut bahwa


hubungan seksual akan menganggu penyembuhan jaringan
perineum.

d.

Interaksi Orang Tua Bayi


Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh
meliputi evvaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon
orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif
dan perilaku maladaptive. Baik ibu maupun ayah menunjukan
kedua jenis perilaku. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan
untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka
membaik. Kualitas

keibuan

ataau

kebapaan

pada

perilaku

orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tandatanda yang menunjukan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat
segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap
bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan
hubungan mereka.

e.

Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif


Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi
realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir
dengan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak
matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukan perilaku
yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran
bayinya dank arena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan
bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya
melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan kemudian
menenangkan bayinya dan ketika mereka dapat membaca gerakan
bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orangtua tidak sesuai
dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan
kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi-bayi ini
cendrung akan dapat diperlakukan kasar, Orang tua tidak merasa
tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti
memandikan atau menganti pakaian dipandang sebagai sesuatu

yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara


berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa
lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk
dan melakukan kontak mata, tampaknya sukar bagi mereka untuk
menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
f.

Struktur dan Fungsi Keluarga


Komponen penting lain dalam pengkajian pasa pasien post
aprtum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga.
Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat
dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya
dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat/bidan dapat
membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan
mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota
keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk
mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

Sedangkan pengkajian dasar data klien menurut Marlyn adalah :


a.Aktivitas / insomnia akan teramati.
b.Sirkulasi : episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c.Integritas Ego: peka rangsang, takut / menangis ( sering terlihat
kira-kira 3 hari setelah kelahiran ).
d.Eliminasi : dieresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
e. Makanan / cairan : kehilangan nafsu makam mungkin dikeluhkan
hari-hari ke-3 f.Nyeri / ketidaknyamanan : nyeri tekan payudara /
pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5
pascapartum.
g.Seksualitas : uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam pertama
setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke-2 dan ke-3 berlanjut menjadi
lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi ( misalnya
rekumben versus ambulasi berdiri ) dan aktivitas ( misalnya menyusui
). Payudara ; produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada
susu

matur biasanya pada hari ke-

3, mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya kontraksi rahim
2. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan peningkatan progesteron yang
mengganggu pola asuh bayi dan konsep diri
3. Anxietas berhubungan dengan tidak mampu berperan sebagai pengasuh primer
4. Ketidakefetifan pemberian Asi berhubungan dengan kecemasan dan penyesalan
bayi
5. Ketidakmampuan menjadi orang tua berhubungan dengan kesiapan kognitif tidak
memadai untuk menjadi orang tua.
6. Tingkat kecemasan sosial b.d keparahan menarik diri dan penghindaran yang
tidak rasional serta adanya distress dalam mengantisipasi situasi sosial.
3. Kriteria Hasil
1. tingkat kecemasan sosial
a. Menghindari situasi sosial.
b. Menghindari orang yang tidak dikenal.
c. Antisipasi cemas pada situasi sosial.
d. Antisipasi cemas dalam menghadapi orang yang tidak dikenal.
e. Respon aktivasi sistem saraf simpati.
f. Persepsi diri yang negatif terhadap penerimaan orang lain.
2. Nyeri akut
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan.
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
e. Tanda vital dalam rentang normal.
3. Ansietas
a. Memantau intensitas kecemasan.
b. Mengurangi penyebab kecemasan.
c. Mengurangi rangsang lingkungan ketika cemas.
d. Mencari inpormasi untuk mengurangi kecemasan.
e. Menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
f. Memantau lamanya waktu antara tiap episode cemas.
g.
Mengendalikan respon kecemasan.

4. Strategi Pelaksanaan
A. Pegurangan Kecemasan (5820)
a. Nyatakan dengan jelas harapan harapan tentang perilaku klien
b. Berada di sisi klien untuk meningkatkan perasaan nyaman dan aman
c. Lakukan usapan pada punggung atau leher dengan cara yang tepat
d. Identifikasi perubahan tingkat kecemasan
e. Berikan penjelasan yang tepat untuk mengurangi tingkat kecemasan
f. Berikan aktivitas pengganti yang dapat mengalihkan pikiran

g. Atur penggunaan obat-obatan untuk mengurangi kecemasan


h. Kaji untuk tanda verbal dan nonverbal
i. Berikan pengertian keluargaa agar meningkatkan kepercayaan diri dan fakta
yang ada
B. Manajemen Nyeri
a. Ajarkan teknik relaksasi
b. Berikan farmakologi untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
c. Berikan dukungan keluarga untuk meningkatkan kenyaman
d. Atur pencahayaan, lingkungan untuk mengurangi nyeri
e. Berikan kompres hangat pada daerah yang tertekan
C. Peningkatan Koping ( 5230)
a. Bantu pasien menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif
b. Dukung hubungan klien dengan orang lain dalam peningkatan koping yang
tepat
c. Berikan suasana penerimaan
d. Dukung pemberian spiritual
e. Turunkan stimulasi yang dapat diartikan sebagai suatu ancaman dalam suatu
kondisi
f. Dukung aktifitas sosial dan komunitas
g. Dukung sikap klien terkait harapan yang realitis sebagai upaya untuk
mengatasi perasaan ketidak berdayaan
5. Evaluasi

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a.Post partum blues yaitu suatu perasaan bercampur aduk, merupakan kemurung
an dan kesediahan.
b.Penyebab post partum blues belum diketahui secara pasti.
c. Penderita post partum blues dapat di deteksi melalui skrining yaitu
dengan kuesioner yang berupa pertanyaan tentang rasa cemas.
d. Asuhan keperawatan pada pasien post partum blues pada dasarnya harus
holistic yaitu menyeluruh dari Bio-Psiko-Sosial-Spiritual dan melibatkan orang
tua si anak yaitu ayah dan ibu si anak.
2. Saran

Diharapkan makalah ini dapat menambauh pengetahuan mahasiswa dalam me


mberikan pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari hari. Dan untuk para pelayanan kesehatan khususnya dalam bidangkepera
watan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan Health Education
dalam perawatan depresi post partum blues.

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T. ( 2001 ). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4. Jakarta: EGC.
Barker,P. (2009). Physiatric and Mental Health Nursing (2nd edition). London: HODDER ARNOLD.

Anda mungkin juga menyukai