Anda di halaman 1dari 4

PENERAPAN KONSEP GREEN ARCHITECTURE

Wiyugo Hari Pranoto


Mahasiswa Program S2 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Pengantar
Arsitektur hijau atau green architecture adalah istilah untuk arsitektur
yang berwawasan lingkungan. Arsitektur (bangunan atau kawasan) dimana dalam
siklusnya memikirkan dampaknya terhadap lingkungan tempat arsitektur tersebut
berada. Contoh penerapan arsitektur hijau sudah banyak dituliskan dalam jurnal
dan di Indonesia sudah ada GBCI (Green Building Council Indonesia) yang
memberi garis pedoman dalam merancang dan menghitung bangunan hijau
dengan menggunakan draft rating tool.
Penerapan Arsitektur Hijau
Penerapan konsep arsitektur hijau terdiri dari tahap perencanaan, proses
pembangunan, pemanfaatan atau operasional, dan pasca operasional. Semua tahap
tersebut harus memikirkan dampak, baik dampak positif dan terutama dampak
negatif terhadap kelestarian lingkungan.

Gambar 1. Konsep Sustainable Habitat System (Kawase, 2007)

Gambar tersebut merupakan rumus sederhana tentang hubungan antara arsitektur


dan dampaknya terhadap lingkungan. sebagai contoh adalah pengembangan
kawasan pantai Pandansimo dimana dalam perencanaan kawasan tersebut Welfare
> Damage.
Tahap perencanaan terdiri dari proses desain, pemilihan lahan dan
pemilihan material. Proses desain merupakan kunci awal membangun dengan
konsep ramah lingkungan. Desain hendaknya tanggap terhadap lingkungan seperti
memikirkan orientasi bangunan terhadap matahari dan arah angin sehingga
bangunan dapat dioptimalkan menjadi bangunan hemat energi dengan
menerapkan sitem pencahayaan alami dan ventilasi silang. Ketika memilih lahan
sebaiknya memilih lahan yang tidak banyak merusak ligkungan seperti menebang
pohon dan meratakan lahan (cut and fill). Pemilihan material sebisa mungkin
menghemat sumber daya alam seperti dengan menggunakan material secukupnya,
material bekas, atau menggunakan material fabrikasi untuk menghemat waktu
pembangunan dan mengurangi pembuangan sampah material sisa pembangunan.
Pemanfaatan atau operasional adalah tahap dimana bangunan atau
kawasan tersebut dimanfaatkan oleh manusia. Arsitektur yang baik dapat
dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan fungsinya, sesuai dengan ketika awal
mendesain. Selain itu juga harus nyaman digunakan, meskipun harus menghemat
material, energi dan ruang, bukan berarti bangunan menjadi panas ketika siang,
bocor dan becek ketika hujan, dan terlalu dingin ketika malam. Dalam
operasionalnya juga harus hemat energi seperti untuk pengkondisian udara,
pencahayaan dan energi untuk perabotan elektronik di dalamnya. Konsumsi energi
diupayakan seoptimal mungkin untuk menjaga kelestarian sumber daya alam.
Keberadaan bangunan juga sebaiknya tidak mengganggu lingkungan atau
menghasilkan banyak polusi seperti polusi suara, cahaya, udara dan pencemaran
air.
Ketika bangunan selesai digunakan atau sudah tidak lagi difungsikan,
bangunan bisa dialihfungsikan dengan fungsi yang baru. Mungkin pada tahap ini

diperlukan renovasi atau perbaikan di beberapa titik tetapi tidak perlu membangun
bangunan dari awal, sehingga lebih ramah lingkungan. Bangunan yang sudah
tidak lagi digunakan juga bisa dibongkar untuk diambil material yang masih bisa
digunakan untuk membangun bangunan lain. Kalaupun bangunan harus
dihancurkan semuanya, proses penghancuran dan sisa material sebaiknya tidak
mengganggu lingkungan.
Contoh Penerapan Arsitektur Hijau
Penerapan konsep arsitektur hijau sudah banyak dilakukan bahkan sudah
banyak desain yang sudah terbangun. Salah satu contoh penerapan arsitektur hijau
adalah perencanaan pengembangan kawasan pantai Pandansimo. Kawasan
tersebut sudah menggunakan konsep arsitektur hijau dalam perencanaannya, yaitu
konsep zero waste. Pada perencanaan kawasan pantai Pandansimo, semua sampah
baik sampah lingkungan maupun sampah dan limbah dari bangunan yang berada
di kawasan pantai tersebut semuanya diolah. Sehingga produk yang dihasilkan
bukan lagi berupa sampah dan limbah melainkan sesuatu yang berguna. Sebagai
contoh, sampah daun cemara dibuat pupuk kompos, dan sisa makanan berupa duri
ikan dibuat pakan ikan.
Dalam penerapan rumus T=W-D di perencanaan kawasan pantai
Pandansimo menghasilkan Welfare > Damage. Welfare atau kenyamanan dan
kesejahteraan pengguna kawasan dicapai dengan cara sebagai berikut:

dibuat pedestrian yang nyaman bagi pejalan kaki yang terpisah dari jalur

kendaraan sehingga pengguna pedestrian merasa aman,


terdapat kawasan kuliner yang dibuat nyaman dengan banyak pohon

perindang sehigga memberi kenyamanan termal pada kawasan,


adanya konsep zer waste yang membuat lingkungan bersih dari limbah,
pemandangan yang alami, rindang pepohonan dan suara ombak dapat

menambah kenyamanan, dan


ramah-tamah penghuni kepada pengunjung menambah kenyamanan
pengujung pantai.

Sedangkan untuk Damage atau dampaknya terhadap lingkungan, perencanaan


kawasan pantai Pandansimo sudah meminimalisir dampak buruk terhadap
lingkungan. Cara yang diterapkan untuk meminimalisir dampak buruk terhadap
lingkungan antara lain sebagai berikut:

membuat zona bebas kendaraan bermotor, sehingga meminimalkan

penggunaan energi fossil dan mengurangi polusi udara,


menggunakan energi alternatif sebagai sumber energi kawasan, dan
pengolahan sampah menjadi kompos menguragi emisi CO2.

Kesimpulan
Kesimpulannya, Green Architecture adalah arsitektur yang berwawasan
lingkungan, yang dalam proses mendesain, membangun, menggunakan dan
menghancurkan harus memikirkan dampaknya terhadap lingkungan, tetapi harus
tetap memikirkan kenyamanan, funsional, dan konsumsi energinya.
Referensi
Kusumawanto, Arif, 200x, Penerapan Arsitektur Hijau Dalam Pengembangan
Kawasan
Kusumawanto, Arif dkk, 200x, Zero Waste Concepts on Pantai Baru Pandansimo
Master Plan by Applying Portable Reuse Material for Subsurface Flow
Constructed Wetland

Anda mungkin juga menyukai