Anda di halaman 1dari 2

AL UQUBAT

Al-uqbah adalah bentuk jamak dari al-iqb. Al-iqb merupakan bentuk isim dari qabayuqibuiqb wa
muqabatan. Menurut Ibn Manzhur dalam Lisn al-Arab, dikatakan man qabahu iqban aw
muqabatan bidzanbin wa ala dzanbin artinya akhadzahu bihi(menindak/menghukumnya karenanya) wa
iqtashsha
minhu (menuntut qishash darinya).
Ar-Razi
dalam Mukhtr
ashShihh mengatakan al-qibah adalah balasan kebaikan.
Di dalam al-Quran, al-iqb jamaknya al-uqbah dan al-muqabah dikhususkan untuk azab atau balasan atas
keburukan (Lihat: QS al-Maidah [5]: 98; QS an-Nahl [16]: 126)
Secara istilah, para fuqaha berbeda-beda dalam mendefinisikan al-uqbah. Ath-Thahawi dalam Hasyiyah adDurr al-Mukhtar (II/388) menyebutkan, uqbah adalah penderitaan yang ditimpakan pada manusia yang pantas
dijatuhkan atas kejahatan. Ibn Abidin di dalam Ar-Radd al-Mukhtar (III/140) menyebutkan, uqbah adalah
pukulan atau potong tangan atau hukuman lainnya; disebut uqbah karena mengikuti atau setelah dosa. AlMawardi dalam Al-Ahkm as-Sulthaniyah menyebut uqbah dalam kitab hudd sebagai berbagai pencegah
(zawjir) yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk mencegah apa yang Allah larang dan mendorong apa yang Allah
perintahkan.
Abdul
Qadir
Awdah
dalam
bukunya, Tasyr
al-Jini
al-Islm (I/524),
mendefinisikan uqbah sebagai balasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan jamaah (masyarakat) terhadap orang
yang menyalahi ketentuan Asy-Syri. Dr. Yusuf bin Abdullah ash-Shubili dalam Fiqh al-Jinyt (hlm. 1)
menyebutkan, al-uqbt adalah implikasi atas kejahatan, baik kejahatan jinaiyah ataupun haddiyah. Para
fuqaha mendefinisikanal-uqbat sebagai balasan yang dijatuhkan pada orang yang melakukan kejahatan atas dosa
yang dia lakukan sebagai sanksi atas dirinya dan pencegahan atau penghalang untuk orang yang lain dari tindak
kejahatan.
Dari paparan tersebut, uqubat merupakan balasan atas keburukan, yaitu sanksi atas kemaksiatan atau kejahatan
(al-jarmah). Uqubat merupakan implikasi dari al-jarmah yang dilakukan. Al-Jarmah adalah perbuatan tercela,
yaitu apa saja yang dicela oleh syariah. Tidak bisa dinilai sebagai jarmah kecuali jika dinyatakan oleh syariah
sebagai perbuatan tercela; tanpa memandang apakah besar atau kecil. Sebab syariah telah menetapkan perbuatan
tercela sebagai dosa yang layak dijatuhi sanksi.
Uqubat haruslah syari. Bentuk dan kadarnya harus dibenarkan oleh syariah, tidak boleh bertentangan dengan
syariah. Syariah telah menentukan bentuk dan kadar uqubat, baik yang telah ditetapkan secara fix untuk suatu
kejahatan atau yang diserahkan kepada imam (khalifah) dan yang mewakili khaiafah, baik qadhi atau hisbah, untuk
memilih bentuknya dari bentuk-bentuk yang dibenarkan syariah dan menentukan kadarnya.
Uqubat syari haruslah dijatuhkan oleh negara, yakni oleh imam atau orang yang mewakili imam, baik
oleh qadhi ataupun hisbah. Sebab, yang diberi wewenang oleh syariah untuk menerapkan uqubat adalah imam
(khalifah). Uqubat harus dijatuhkan melalui vonis dalam proses pengadilan yang syari.
Dengan demikian al-uqbt adalah sanksi syari yang dijatuhkan oleh negara, yakni imam (khalifah) atau orang
yang mewakili khalifah, terhadap pelaku jarimah melalui proses pengadilan secara syari.
Uqubat disyariatkan memiliki hikmah sebagai zawjir dan jawbir, yakni sebagai pencegah dan penebus.
Sebagai zawjir artinya uqubat disyariatkan untuk menghalangi manusia dari tindak kejahatan (Lihat: QS alBaqarah [2]: 179).
Uqubat duniawi itu dilakukan oleh imam atau yang wakilnya, yakni dilakukan oleh negara, dengan
menjalankan hudud Allah SWT, hukum-hukum jinayat dan tazir dan al-mukhlaft.Uqubat di dunia atas pelaku
dosa akan menjadi penebus dosa bagi pelakunya di akhriat, yakni menggugurkan uqubat akhirat. Di
sinilah uqubat itu menjadi jawbir. Ubadah bin ash-Shamit menuturkan bahwa Rasul saw. pernah bersabda:






Maukah kalian membaiat aku untuk tidak menyekutukan Allah dengan apa pun, tidak berzina dan
tidak mencuri? Beliau membaca suatu ayat dalam QS an-Nisa secara keseluruhan. Siapa saja dari
kalian yang memenuhinya maka ganjarannya tanggungan Allah. Siapa saja yang melakukan sesuatu
dari hal itu, lalu dihukum di dunia, maka itu merupakan kafarah (penebus dosa) untuk dirinya. Siapa

saja yang melakukan sesuatu dari hal itu lalu Allah menutupinya, maka itu kembali kepada Allah. Jika
Dia berkehendak, Dia mengazab pelakunya. Jika Dia berkehendak, Dia mengampuni pelakunya. (HR
al-Bukhari).
Hadis ini menegaskan bahwa uqubat syari di dunia atas dosa tertentu yang dijatuhkan oleh negara terhadap
pelakunya akan menggugurkan azab atas dia di akhirat. Hal itulah yang mendorong Maiz al-Aslami, al-Ghamidiyah,
seorang wanita dari al-Juhainah dan pelaku lainnya pada masa Rasul saw. mengakui jarimah yang mereka lakukan
ke hadapan Rasul saw. Mereka meminta agar mereka dijatuhi uqubat. Mereka lebih memilih pedihnya uqubat di
dunia karena lebih ringan dibandingkan dengan azab Allah SWT di akhirat kelak.
Inilah di antara keistimewaan uqubat dalam Islam. Uqubat Islam memberikan kemaslahatan bagi
pelaku jarimah sebab menjadi jawbir (penebus dosa) yang membebaskan dirinya dari azab di akhirat. Hal itu
mendorong pelakunya untuk datang mengakui kejahatannya dan meminta disucikan dengan dijatuhi uqubat, satu
hal yang tidak dijumpai dalam sistem sanksi selain Islam. Di sisi lain, uqubat juga menjadi zawjir; melindungi
masyarakat dari tindak kejahatan sebab uqubat Islam menghalangi manusia dari tindak kejahatan.
Uqubat dari negara terhadap dosa dan kejahatan itu merupakan metode satu-satunya untuk menerapkan perintahperintah dan larangan-larangan Allah SWT. Allah SWT telah mensyariatkan hukum-hukum tertentu dan hukumhukum lain untuk menerapkannya, yaitu hukum-hukum uqubat. Allah SWT, misalnya, memerintahkan penjagaan
atas harta. Rasul saw. bersabda:

Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaannya (HR Ahmad, al-Baihaqi dan ad-Daraquthni).
Rasul saw. juga bersabda:

Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah haram atas kalian (HR Muslim, Ahmad dan Ibn Hibban).
Lalu Allah SWT mensyariatkan hukum potong tangan bagai pencuri untuk menerapkan ketentuan Allah ini, yakni
untuk memelihara dan menjaga harta.
Allah SWT memerintahkan penjagaan dan pemeliharaan darah. Allah SWT juga mensyariatkan
hukum qishash untuk menerapkan penjagaan darah itu. Allah memerintahkan penjagaan kehormatan. Allah
mensyariatkan hukum cambuk bagi orang yang melakukan qadzaf(menuduh wanita baik-baik berzina) yang tidak
bisa mendatangkan empat orang saksi. Allah SWT pun melarang zina. Allah SWT juga mensyariatkan hukum
cambuk bagi pezina ghayr muhshan dan hukum rajam bagi pezina muhshan untuk menerapkan larangan Allah
SWT itu.
Begitulah seluruh perintah dan larangan Allah SWT. Allah SWT menetapkan metode penerapannya, yakni dengan
menerapkan uqubat oleh negara atas tidak terlaksananya ketentuan Allah itu. Dari sini, metode penerapan hukumhukum syariah adalah uqubat atas
orang
yang
menyalahinya.
Para
pelanggaran
syariah
itu
dikenai uqubat (sanksi) tertentu yang ditetapkan oleh syariah atau dikenai sanksi yang bentuk dan kadarnya
diserahkan kepada penguasa sesuai bentuk dan kadar sanksi menurut syariah.
WalLh alam bi ash-shawb. [Yahya Abdurrahman]

Anda mungkin juga menyukai