JURUSAN FARMASI
POLTEKES KEMENKES ACEH
TAHUN AJARAN
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Berdasarkan perkembangan zaman bentuk dan sediaan obat beragam, ada yang
berbentuk tablet, serbuk, kapsul, sirup, dan suppositoria. Beragamnya bentuk sediaan
tersebut didasarkan atas kebutuhan dari konsumen atau pasien. Bentuk dan sediaan obat
pun dapat diberikan dengan rute yang berbeda-beda dan memberikan efek yang
berbeda-beda. Untuk suppositoria rute pemberiannya dimasukkan di dalam dubur atau
lubang yang ada di dalam tubuh. Penggunaan suppositoria ditujukan untuk pasien yang
susah menelan, terjadi gangguan pada saluran cerna, dan pada pasien yang tidak
sadarkan diri.
Suppositoria dapat dibuat dalam bentuk rektal, ovula, dan uretra. Bentuk
suppositoria dapat ditentukan berdasarkan basis yang digunakan. Basis suppositoria
mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang dikandungnya. Salah satu
syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu ruangan tetapi segera
melunak, melebur atau melarut ibahas pada suhu tubuh sehingga obat yang
dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya, segera setelah pemakaian. Basis suppositoria
yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan berbagai bobot molekul dan
ester asam lemak polietilen glikol.
Suppositoria dapat memberikan efek lokal dan efek sistemik.
kebanyakan obat yang dapat larut. Dalam makalah ini, akan dibahas secara mendalam
tentang suppositoria beserta formula suppositoria dengan zat aktif salbutamol.
I.2
Tujuan
Dapat mengetahui cara memformulasikan suppositoria salbutamol dengan metode
yang sesuai serta evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
perlu dipanaskan. Bila obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk
yang halus. Setelah obat dan bahan dasar meleleh dan mencair dituangkan dalam
cetakan suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi yang dilapisi
nikel atau dari logam lain , ada juga yang dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka
secara longitudinal untuk mengeluarkan suppositoria.
II.1.1 Macam-macam Suppositoria
Macam suppositoria berdasarkan penggunaanya :
1. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, bentuk peluru,
digunakan lewat rektum atau anus. Untuk dewasa 3 g dan untuk anak-anak 2 g.
Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keunggulan yaitu jika dibagian
yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, suppositoria akan masuk
dengan sendirinya.
2. Suppositoria vaginal atau ovula, berbentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan
untuk vagina. Berat antara 3 5 g. Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang
dapat larut atau dapat bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserensi
memiliki bobot 5g. Suppositoria dengan bahan gelatin tergliseransi (70 bagian
gliserin, 20 bagian gelatin, 10 bagian air) harus dismpan dalam wadah yang
tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 350C.
3. Suppositoria uretra digunakan lewat uretra, berbentuk batang dengan panjang
antara 7 14 cm.
II.1.2 Cara pembuatan suppositoria
1. Dengan tangan :
Hanya dengan bahan dasar Ol.Cacao yang dapat dikerjakan atau dibuat dengan
tangan untuk skala kecil dan bila bahan obatnya tidak tahan terhadap
pemanasan
Metode ini kurang cocok untuk iklim panas.
2. Dengan mencetak hasil leburan :
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair bagi yang memakai
bahan dasar Gliserin-gelatin, tetapi untuk Oleum cacao dan PEG tidak dibasahi
mesin
secara
otomatis.
Kapasitas
bisa
sampai
3500
6000
Suppositoria/jam.
Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau
dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum.
Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.
Bila bahan obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus.
Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan ke dalam
cetakan Suppositoria kemudian didinginkan.
Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain, ada juga
yang dibuat dari plastik Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk
mengeluarkan Suppositoria.
Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.
Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, maka
pembuatan Suppositoria harus dibuat berlebih ( 10 % ) dan cetakannya sebelum
digunakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair atau minyak lemak atau
spiritus saponatus ( Soft Soap liniment ), tetapi spiritus saponatus ini, jangan
digunakan untuk Suppositoria yang mengandung garam logam karena akan
bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan Ol. Recini dalam
etanol. Khusus Suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak perlu bahan
pelicin cetakan karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakannya yang
disebabkan bahan dasar tersebut dapat mengkerut.
II.1.3 Cara pemberian secara rektal
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula.
dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh
muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari
sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang rrektum
berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada recto-sigmoid junction dan 35 cm pada
bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4
lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan
serosa.
Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan
atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri
dari suatu ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang diuji
ditempatkan. Air pada 370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut,
dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang
lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut
terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan
penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1 menit, 200 g
bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria rusak adalah titik
hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan
suppositoria tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing
bentuk suppositoria yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang
menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe
penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan
masing-masing
suppo
terhadap
bobot
rata-ratanya.
Kode Bahan
Nama Bahan
Fungsi Bahan
001- SAL
Salbutamol
Zat aktif
002-WSL
Witepsol H15
Basis suppositoria
003-SDK
Suspending Agent
Salbutamol larut 1 dalam 70 bagian air; larut 1 dalam 25 bagian etanol; sedikit
larut dalam eter (Pharmaceutical codex, 1042)
Salbutamol sulfat mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari
101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung terhadap zat anhidrat (FI IV, 751)
Salbutamol adalah bubuk kristal putih atau hampir putih (Pharmaceutical codex,
1042).
Salbutamol larut 1 dalam 70 bagian air; larut 1 dalam 25 bagian etanol; sedikit
larut dalam eter (Pharmaceutical codex, 1042).
Salbutamol
memiliki
Pka
9,3
(gugus
amino);
10,3
(gugus
fenol)
Temperatur
Data penelitian menunjukkan salbutamol sulfat masih memiliki stabilitas
yang baik dalam rentang suhu 550 850 C. Dekomposisi larutan salbutamol
sulfat pada 70C pada pH 3,5 dipercepat bergantung pada konsentrasi baik
glukosa dan sukrosa, sedangkan pada pH 7 hanya bergantung pada
konsentrasi glukosa. Degradasi salbutamol sulfat pada suhu 55-85C dalam
larutan buffer berair yang terlindung dari cahaya mengikuti laju kinetik orde
pertama dengan stabilitas maksimum pada pH 3,5. Laju dekomposisi
oral dan inhalasi. Sehingga untuk mengurangi efek samping dari obat ini dibuat
-
Dapat menanggapi efek buruk dari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi
atau agen terapeutik yang larut dalam basis suppositoria (Fasstrack, 170).
Sering ditambahkan ke formulasi suppositoria yang mengandung eksipien
lipofilik untuk meningkatkan viskositas, mencegah sedimentasi selama
(Voight, 294).
Konsentrasi aerosil yang biasanya digunakan untuk pensuspensi yaitu 2 atau 5
%.
Hydroy
RM/BM
Pemerian
Kelarutan
: (C13H21NO3)2,H2SO4/576.7
: Serrbuk hablur, putih.
: Salbutamol larut 1 dalam 70 bagian air; larut 1 dalam 25
Wecobee; Witepsol.
: C8H17COOH
: Berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan mempunyai
Kelarutan
dalam air.
Titik leleh
: 33,5-35,50C
Incompatibility : Risiko hidrolisis
aspirin,
misalnya,
dapat
dikurangi
dasar
dan
aspirin.
disertai
dengan
pengerasan
dan
supositoria
meningkatkan
sifat
silikon
dioksida
koloid
2 mg
2%
Witepsol H15
q.s
Aspirin 0,25 g
= 0,25 g X 10 = 2,5 g
Nilai tukar Aminophylin
= 0,82 X 2,5 g = 2,05 g
Bobot supositoria 2 gr= 2 X 10
= 20 g
10
Ditambahkan 10%
= 100 x 20= 2 g
Jadi bobot supositoria = 20 + 2
=22 g
4
Cera Alba 4%
= 100 x 22= 0,88 g
0,05
1000
x 22
= 0,01 g
DAFTAR PUSTAKA
Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University: Yogyakarta
Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta
Bradshaw, E., Collins, B., & Williams, J. 2009. Administering rectal suppositories:
preparation, assessment and insertion. Gastrointestinal Nursing, 7(9), 24-28: Retrieved
from EBSCOhost.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi keempat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Lachman. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga. UI Press: Jakarta
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th edition. The Pharmaceutical Press: London
Price and Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi keempat.
EGC: Jakarta
6th
Washington
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta