Anda di halaman 1dari 19

CLINICAL SCIENCE SESSION

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Oleh:
Dewi Lutpiyah

130112150111

Ridha Ramdani Rahmah

130112150016

Preseptor :
Nurita Dian S, dr., SpAn-KIC

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RS DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
2016

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT


I.

Fisiologi Cairan Tubuh


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, dimana laki-laki dewasa mengandung air 5060% berat badan, wanita dewasa 50% berat badan, bayi usia >1 tahun 70-75% berat badan dan bayi
usia <1 tahun 80-85% berat badan.

Total cairan
tubuh

Cairan
intraseluler
Cairan
ekstraselular

Cairan
interstitial
Cairan
intravaskular
(5% BB)

Distribusi total cairan tubuh yang berhubungan dengan berat badan.

Bayi memiliki cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan berubah sesuai
perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali lebih banyak dibandingkan
cairan ekstrasel.
Ginjal berfungsi mengatur jumlah cairan tubuh, osmolaritas cairan ekstrasel, konsentrasi ion-ion
penting dan keseimbangan asam-basa.
Fungsi ginjal sempurna setelah anak mencapai umur 1 tahun, sehingga komposisi cairan tubuh
harus diperhatikan saat terapi cairan.

Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit, elektrolit terpenting dalam :


Ekstrasel
: Na+ dan ClIntrasel
: K+ dan PO4Cairan Intravaskuler (5%) bila ditambah erythrocyte (3%) menjadi darah. Jadi volume darah sekitar
8% dari berat badan. Jumlah darah bila dihitung berdasarkan estimated blood volume (EBV) adalah :

1.

Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian :


Dewasa
Air : Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35ml/kgbb/hari. Kenaikan 1 derajat
celsius ditambah 10-15%.
Na+: 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)
K+: 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)

2. Bayi dan Anak :


Air
: 0-10 kg
10-20 kg

Na+
K+

: 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)


: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg
(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)
>20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg.
(1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg)
: 2 mEq/kg
: 2 mEq/kg

Berat badan
Kebutuhan cairan perjam
0-10
4 ml/kgbb/jam
10-20
40+2ml/kgbb diatas 10kg
20
60+1ml/kgbb diatas 20kg
Tabel 1. Kebutuhan harian cairan menurut Holliday Segar
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urin, sekresi
gastrointestinal, keringat dan pengeluaran cairan lewat paru atau yang dikenal sebagai "insensible
losses".
Cairan Masuk:
Minum
Makanan
Hasil oksidasi

: 800-1700 ml
: 500-1000 ml
: 200-300 ml

Hasil Metabolisme :
Dewasa : 5 ml/kg/hari
Anak
: 12 - 14 th = 5-6 ml/kg/hari
7 - 11 th = 6-7 ml/kg/hari
5 - 7 th = 8-8,5 ml/kg/hari
Balita
: 8 ml/kg/hari
Cairan Keluar :
Urine
: normal > 0,5 1 ml/kg/jam
Feses
: 1 ml/hari
Insensible Water Loss : kehilangan air yang tidak terasa melalui udara ekspirasi dan kulit (tanpa
keringat).
- Dewasa 15 ml/kg/hari
- Anak
{ 30 Usia(th) } ml/kg/hari
Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh :
1. Tekanan hidrostatik
2. Tekanan onkotik (untuk mencapai keseimbangan)
3. Tekanan osmotik

Gangguan keseimbangan cairan tubuh umumnya menyangkut cairan ekstrasel.


Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang memengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler.

II.

Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik akan turun
sehingga cairan intravaskuler akan didorong masuk ke interstitial yang berakibat edema.
Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid adalah tekanan yang mencegah pergerakan air.
Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada
cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstitial.
Dasar-dasar Terapi Cairan
Prinsip utama terapi cairan:

1.
2.
3.
4.
5.

III.

Mengembalikan dan mempertahankan normovolemia dan stabilitas hemodinamik


Mengoptimalisasi pengantaran dan konsumsi oksigen
Mengembalikan keseimbangan cairan dari tempat cairan berbeda
Mencapai COP adekuat
Meningkatkan perfusi mikrosirkular

Jenis Cairan
Cairan intravena ada 3 jenis :
1. Cairan Kristaloid : cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah (<8000 Dalton)
dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang
ekstraseluler.
2. Cairan Koloid : cairan yang mengandung zat dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton), misal :
protein. Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang
intravaskuler.
3. Cairan Khusus : dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti : NaCl 3%, bic-nat,
mannitol.

a) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Keuntungan dari cairan ini antara lain
harganya murah, mudah didapat, tidak perlu cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok
anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan cukup lama. Cairan krostaloid jika diberikan

dalam jumlah cukup (3-4x jumlah cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan
koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler, masa paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit. Yang termasuk golongan cairan kristaloid :
1) Ringer laktat
Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak dipergunakan sebagai
replacement therapy, antara lain untuk : hypovolemic shock, diare, trauma, luka bakar. Laktat
yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk
memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak
cukup untuk maintenance sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium. Tidak mengandung
glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa untuk
mencegah terjadinya ketosis.
2) Ringer asetat
Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada beberapa
kekurangan, seperti :
- Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat menyebabkan acidosis
-

dilutional, acidosis hyperchloremia.


Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat untuk memperingan

asidosis.
Tidak dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hyperchloremia, muntah-muntah,
dan lain-lain.

3) NaCl 0.9%
Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama untuk kasus :
- Kadar Na+ rendah
- Keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti pada alkalosis, retensi kalium.
- Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
- Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi.
NaCl 0,9% jika diberikan terlalu banyak dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik dan
menurunkan kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan kadar klorida. Memiliki beberapa
kekurangan :
- Tidak mengandung HCO3- Tidak mengandung K+
- Kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis hyperchloremia,
menurunkan kadar bikarbonat plasma

akibat

peningkatan kadar

klorida dan

hypernatremia.
4) Dextrose 5% dan 10%
Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake natrium atau
cairan penganti pada pure water deficit. Penggunaan perioperatif untuk :
- Berlangsungnya metabolisme
- Menyediakan kebutuhan air
- Mencegah hipoglikemia
- Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100 g KH untuk mencegah
dipecahnya kandungan protein tubuh.

- Menurunkan level asam lemak bebas dan ketone


- Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g KH.
Cairan infus yang mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak boleh diberikan pada
pasien trauma kapitis (neuro-trauma). Dextrose dan air dapat berpindah secara bebas ke dalam
sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air, yang
menyebabkan edema otak.
5) Darrow
Digunakan pada defisiensi kalium, untuk mengganti kehilangan harian, kalium banyak
terbuang (diare, diabetik asidosis)
6) D5%+NS dan D5%+1/4 NS
Untuk kebutuhan maintenance, ditambah 20 mEq/L KCl.
b) Cairan Koloid
Disebut juga cairan pengganti plasma atau plasma substitute atau plasma ekspander. Di dalam
cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (masa paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler sehingga koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada
syok hipovolemik/hemorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan
protein yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma ekspander selain mahal juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (meskipun jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross
match. Berdasarkan pembuatannya dibedakan 2 jenis larutan koloid, yaitu :
1) Koloid Alami
Fraksi protein plasma 5% dan human albumin (5% dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan
plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya.
Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung -globulin dan globulin. Prekalikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi
protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus dengan fraksi
protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2) Koloid sintesa
a. Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex)
dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuco-nostoc mesenteroides B
yang tumbuh dalam media sukresa. Dextran mempunyai efek trombotik yang dapat
mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktifitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis
dan melancarkan aliran darah.
b. Hydroxylethyl Strach (Heta Strach)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000-1.000.000 rata-rata 71.000
osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada
orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam

waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar amylase serum (walau jarang). Low-molecular-Weight Hydroxyethyl
Strach (Penta-strach) mirip heta-strach mampu mengembangkan volume plasma sampai 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung sampai 12 jam. Karena potensinya sebagai
plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi penta-strach banyak dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita
gawat.
c. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balance electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000
dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmiondan Hemaccel)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis :

Cairan rumatan / maintenance


o Cairan hipotonis : D5%, D5%+1/4 NS dan D5%+1/2 NS
Cairan pengganti / replacement therapy
o Cairan isotonis : RL, NaCl 0,9%, koloid
Cairan khusus
o Cairan hipertonik : NaCl 3%, mannitol 20%, bic-nat

Keuntungan

Kerugian

Kristaloid
Murah
volume intravaskuler
dipilih untuk penanganan
awal resusitasi cairan pada
trauma atau perdarahan
Mengisi
volume
intravascular dengan cepat
Mengisi kekosongan ruang
ke3
Menurunkan
tekanan
osmotic
Menimbulkan
edema
perifer
Kejadian edema pulmonal
meningkat
Memerlukan volume yang
lebih banyak
Efeknya sementara

Koloid
Bertahan
lebih
lama
di
intravaskuler
Mempertahankan/tekanan
onkotik plasma
Memerlukan volume yang lebih
sedikit
Edema perifer minimal
Menurunkan TIK
Mahal
Dapat menimbulkan koagulopati
Pada kebocoran kapiler, cairan
pindah ke interstitium
Mengencerkan
factor
pembekuan dan trombosit
adhesive trombosit
biasa
menimbulkan
reaksi
anafilaktik dengan dextran
dapat menyumbat tubulus renal

dan RES di hepar


Tabel 5. Keuntungan dan Kerugian Kristaloid dan Koloid
Perbandingan Kristaloid dengan Koloid
Resusitasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang, sedangkan koloid yang
hiperonkotik akan cenderung menyebabkan ekspansi ke volume intravaskuler dengan menarik cairan
dari ruang interstitial. Koloid isoonkotik akan mengisi ruang intravaskuler tanpa mengurangi volume
interstitial. Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema dibanding koloid. Pada
keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada kemungkinan akan merembes ke dalam ruang
intersitial dan akan meningkatkan tekanan onkotik plasma. Peningkatan tekanan onkotik plasma ini
dapat menghambat kehilangan cairan dari sirkulasi. Keunggulan koloid terhadap respons metabolik
adalah meningkatkan pengiriman oksigen ke jaringan (DO 2) dan konsumsi oksigen (VO 2) serta
menurunkan serum laktat. DO2 dan VO2 dapat menjadi indikator untuk mengetahui prognosis pasien.
Efek terhadap Volume Intravaskuler
Antara ruang intravaskuler dan interstitial dibatasi oleh dinding kapiler, yang permeabel
terhadap air dan elektrolit tetapi impermeable terhadap molekul makro (protein plasma). Cairan dapat
melewati dinding kapiler akibat adanya tekanan hidrostatik. Bila tekanan onkotik turun maka tekanan
hidrostatik lebih besar, sehingga akan mendorong cairan dari intravaskuler ke interstitial. Efek
kristaloid terhadap volume intravaskuler jauh lebih singkat dibanding koloid. Karena kristaloid
dengan mudah didistribusikan ke cairan ekstraseluler, hanya sekitar 20% elektrolit yang diberikan
akan tinggal di ruang intravaskuler. Waktu paruh intravaskuler yang lama sering dianggap sebagai
sifat koloid yang menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika terjadi hemodilusi yang berlebihan
atau terjadi hipervolemia yang tidak disangka, khususnya pada pasien penyakit jantung.
Kristaloid akan menyebabkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi. Resusitasi dengan
kristaloid dan koloid sampai saat ini masih kontroversi. Untuk menentukan apakah diberikan
kristaloid, harus dilihat kasus per kasus.
Efek terhadap Volume Interstitial
Pasca hemorrhagic shock akan terjadi perubahan cairan interstitial. Pada hemorrhagic shock
terjadi defisit cairan interstitial, ada juga pendapat lain yang menyatakan volume cairan interstitial
meningkat pasca hemorrhagic shock. Kedua pendapat yang bertentangan ini mungkin masih dapat
diterima, karena pada hemorrhagic shock dini dapat terjadi defisit cairan interstitial sedangkan pada
hemorrhagic shock lanjut atau septic shock akan terjadi perubahan permeabilitas kapiler sehingga
volume cairan interstitial meningkat. Pada keadaan volume cairan interstitial berkurang maka
kristaloid lebih efektif untuk mengganti defisit volume dibanding koloid.

Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial. Jika volume cairan
interstitial bertambah maka garam hipertonis atau albumin 25% akan lebih efektif, karena cairan
interstitial akan berpindah ke ruang intravaskuler. Pada pemberian koloid dapat terjadi reaksi-reaksi
yang tidak diinginkan, seperti gangguan hemostasis yang berhubungan dengan dosis. Pada umumnya
pemberian koloid maksimal adalah 33 ml/kg berat badan.
IV.

DARAH
Transfusi darah masih mempunyai peranan penting pada penanganan hemorrhagic shock dan

diperlukan bila kehilangan darah mencapai 25% volume darah sirkulasi. Pada shock lainnya darah
berguna untuk mengembalikan curah jantung bila hematokrit rendah atau bila cairan gagal
mempertahankan perfusi. Transfusi darah mempunyai banyak resiko, seperti penularan penyakit dan
reaksi transfusi lainnya. Kadar hemoglobin merupakan faktor penentu utama pada pengiriman oksigen
ke jaringan. Pengiriman oksigen ditentukan oleh cardiac output dan kandungan oksigen arterial
(CaO2). Sedangkan CaO2 berkaitan dengan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan Hb.
VO2 (oksigen uptake = demand = consumption) dapat digunakan untuk menilai adequate tissue
oxygenation.VO2 meningkat setelah cardiac output meningkat, tetapi VO2 tidak akan meningkat
setelah peningkatan hematokrit pasca transfusi darah. Ini menunjukkan bahwa oxygen uptake (VO2)
lebih rasional bila dipakai sebagai petunjuk untuk dilakukan transfusi dibanding serum hemoglobin
secara individual. Oxygen uptake tergantung pada aliran darah bila oxygen extraction tidak berubah
bila terjadi perubahan aliran darah.
Kadar normal :
VO2 = 180-280 ml/min
SaO2 = 3-98%
SvO2 = 65-75%
Oxygen extraction ratio (O2ER) = 0,25 0,3
Kriteria tissue hypoxia pada pasien sakit akut di ICU :
1. Konsentrasi laktat darah meningkat dengan atau tanpa asidosis metabolik.
2. SvO2 rendah (<60-65%), oxygen extraction tinggi (>35-40%)
3. DO2 rendah : terjadi tissue hypoxia bila DO2 < 8-10 ml/kg/min, sangat mungkin bila DO2 = 1015 ml/kg/min. dan tidak mungkin jika > 15 ml/kg/min.
4. DO2 sangat rendah yaitu < 2,5 ml/kg/min.
5. Asidosis mukosa gaster
Jika O2ER meningkat akan terjadi penurunan aliran dengan kenaikan extraction.
Jika O2ER turun (<0,25)akan terjadi peningkatan aliran dan penurunan extraction atau ketidak
mampuan jaringan untuk mengkonsumsi dan menggunakan oksigen.
Sehingga segala intervensi untuk meningkatkan cardiac output akan meningkatkan DO2

Jadi, obat yang digunakan untuk meningkatkan preload, contractility atau afterload mungkin dapat
digunakan untuk meningkatkan DO2.
Transfusi sel darah merah merupakan standar terapi untuk meningkatkan DO2 dengan tujuan untuk
mengoptimalkan VO2. Hb minimal yang masih dapat mengangkut oksigen untuk memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan adalah 8g%. Mengingat transfusi sangat banyak resikonya, seperti
penularan penyakit, mempengaruhi kardiopulmonari (CHF, Acute Lung Injury), reaksi transfusi dan
berpengaruh negatif terhadap immune system, sebaiknya transfusi dilakukan pada hemoglobin < 7g%.
Kriteria transfusi dengan RBC concentrate :

V.

Hb < 8g%

Hb 8-10g%, normovolemia disertai tanda-tanda gangguan miokardial, serebral, respirasi.

Perdarahan hebat > 10 ml/kg pada 1 jam pertama atau 5 ml/kg pada 3 jam pertama.

SYOK
Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen

jaringan tubuh.
Stadium Syok
1) Stadium Kompensasi
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi fisiologis
tubuh dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga terjadi :
a. Resistensi sistemik meningkat : Distribusi selektif aliran darah dari organ sekunder ke organ
primer (jantung, paru, otak)
b. Resistensi arteriol meningkat diastolic pressure meningkat
c. Heart rate meningkat cardiac output meningkat
d. Sekresi vasopressin, renin-angiotensin-aldosteron meningkat ginjal menahan air dan
sodium dalam sirkulasi.
e. Manifestasi klinis : takikardia, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler lambat (lebih
dari 2 detik)
2) Stadium Dekompensasi
Pada stadium ini telah terjadi :
a. Perfusi jaringan buruk O2 sangat turun metabolisme anaerob laktat meningkat
laktat asidosis, diperberat oleh penumpukan CO 2 dimana CO2 menjadi asam karbonat.
b. Acidemia akan menghambat kontraktilitas miokardium dan respon terhadap katekolamin.
c. Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump ditingkat seluler integritas
membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria memburuk kerusakan sel.
d. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi, akan diperburuk
dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai tendensi
terjadinya pendarahan.
e. Pelepasan mediator vaskuler : histamin, serotonin, cytokines (TNF- dan interleukin I).
f.

Xanthine oxydase membentuk oksigen radikal serta platelet aggregating factor.


Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan permeabilitas
kapiler meningkat venous return turun preload turun cardiac output turun.

g. Manifestasi klinis : takikardia, tekanan darah sangat turun, perfusi perifer buruk, acidosis,
oligouria, dan kesadaran menurun.
3) Stadium Irreversible
a. Shock yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel multi organ failure.
b. Cadangan ATP akan habis terutama di jantung dan hepar tubuh kehabisan energi.
c. Manifestasi klinis : nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur. Anuria dan tanda-tanda
kegagalan organ.
Penyebab
1. Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang)
Penyebab : volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan, kehilangan cairan (diare, luka

bakar, muntah-muntah dan third space loss)


Kelainan hemodinamik : penurunan CO, BP, SVR, dan CVP.
Tujuan terapi untuk restorasi volume intravaskuler dengan target optimalkan tekanan darah,

nadi dan perfusi organ.


Bila hipovolemia telah teratasi baru boleh diberikan vasoactive agent (dopamine,

dobutamine).
Kehilangan Cairan Akibat muntah-muntah, diare atau luka bakar sehingga terjadi dehidrasi.
Tindakan :
1) Tentukan deficit
2) Atasi shock : cairan infus 20 ml/kg dalam 1 jam, dapat diulang
3) Sisa defisit : 50% dalam 8 jam pertama, dan 50% lagi dalam 16 jam berikutnya.
4) Cairan : Ringer laktat atau NaCl 0,9%
5) Telah rehidrasi bila urine : 0,5 1 ml/kg/jam

Perdarahan
Klasifikasinya :
Variabel
Sistolik (mmHg)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Mental
Kehilangan darah
o
o
o

Kelas I
> 110
< 100
16
Anxious
< 750 ml
< 15%

Kelas II
> 100
> 100
16-20
Agitated
750-1500
15-30%

Kelas III
> 90
> 120
21-26
Confused
1500-2000 ml
30-40%

Kelas IV
< 90
> 140
> 26
Lethargic
> 2000 ml
> 40%

Maximal allowable blood loss : (Ht 30)/Ht x EBV


DO2 =CO x CaO2 = 640-1400 ml/min
Pada dewasa perdarahan > 15% EBV perlu dilakukan transfusi darah, sedangkan pada
bayi dan anak bila perdarahan > 10% EBV. Transfusi dengan :
1. Whole blood : (Hbx Hbpasien) x BB x 6 = ml
2. Packed Red Cell : (Hbx Hbpasien) x BB x 3 = ml
Bila dipakai cairan kristaloid : 3 kali volume darah yang hilang.
Cairan koloid : sesuai jumlah darah yang hilang

2. Cardiogenic (pompa jantung terganggu)


Penyebab: gangguan kontraktilitas miokardium.
Perubahan hemodinamik yang terjadi: penurunan cardiac output dan tekanan darah.

Tujuan terapi: memperbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi.


Terapi yang diberikan: inotropik seperti Dobutamine 5ug/kg/min dan infus untuk
memperbaiki sirkulasi. Pada keadaan di mana tekanan darah sangat rendah, obat yang

diberikan adalah inotropik dan vasopresor seperti epinephrine.


3. Obstructive (hambatan sirkulasi menuju jantung)
Penyebab: terdapat hambatan aliran darah yang menuju jantung (venous return), misalnya

karena tension pneumothorax atau cardiac tamponade.


Perubahan hemodinamik yang terjadi: penurunan cardiac output dan tekanan darah.
Tujuan terapi: menghilangkan sumbatan yang menghambat aliran darah menuju jantung.
Terapi yang diberikan: pembedahan dan kristaloid isotonik untuk mempertahankan volume

intravaskular.
4. Distributive (vasomotor terganggu)
Penyebab: gangguan vasomotor.
Distributive shock terdiri dari: septic shock, neurogenic shock, dan anaphylactic shock.
1. Septic shock
Penyebab: Systemic Inflammatory Response Syndrome akibat adanya infeksi.
Perubahan hemodinamik yang terjadi: systemic vascular resistance menurun
vasodilatasi permeabilitas endotel vaskuler meningkat kebocoran kapiler yang
difus preload sangat turun perfusi buruk. Terapi yang diberikan:
a. Antibiotik
b. Stabilkan hemodinamik dengan cara pemberian cairan (koloid dengan berat
molekul sedang seperti FIMA HES 200), vasopresor (norepinephrine), dan
inotropik (dobutamine).
c. Oksigen
d. Gamma venin P
2. Neurogenic Shock/ Vasogenic Shock
Penyebab: ketidakseimbangan antara stimulasi simpatik dan parasimpatik terhadap

otot polos vaskuler sehingga terjadi vasodilatasi yang masif.


Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan hal tersebut: cervical atau high thoracic

spinal cord injury.


Terapi yang diberikan: resusitasi cairan dan vasopresor.
3. Anaphylactic shock
Penyebab: reaksi antigen-antibodi.
Patogenesis: antigen pelepasan mediator kimiawi endogen (histamin, serotonin,

dll) permeabilitas endotel vaskuler meningkat disertai bronchospasme.


Gejala: pruritus, urtikaria, angioedema, palpitasi, dyspnea, dan syok.
Tindakan:
a. Baringkan pasien dengan posisi syok (kaki lebih tinggi).
b. Adrenaline: dewasa 0,3-0,5 mg; anak 0,01 mg/kg
c. Fungsi adrenaline: meningkatkan kontraktilitas miokardium, vasokonstriksi
vaskuler, meningkatkan tekanan darah, dan bronchodilatasi.
d. Pasang infus NaCl 0,9%
e. Kortikosteroid: dexamethasone 0,2 mg/kg BB secara IV
f. Jika terjadi bronchospasme bisa diberikan aminophylline 5-6 mg/kg BB IV bolus
perlahan-lahan kemudian lanjutkan dengan drip 0,4-0,9 mg/kg/min

VI.

DEHIDRASI
a) Jenis Dehidrasi
1. Dehidrasi Hipertonis
Berkurangnya air tubuh di atas normal tanpa disertai hilangnya elektrolit (garam), sehingga
tekanan osmotik cairan ekstraseluler naik.
2. Dehidrasi hipotonis
Berkurangnya total elektrolit(garam) dari tubuh di atas normal tanpa disertai hilangnya air
dari tubuh, sehingga tekanan osmotic cairan ekstraseluler turun.
3. Dehidrasi Isotonis
Kehilangan air dan elektrolit(garam) tubuh di atas normal. Air hilang lebih dulu, kemudian
tahap berikutnya terjadi kehilangan garam, sehingga diperoleh gejala campuran.
b) Gejala Dehidrasi
Gejala
Rasa haus
Lelah
Hipotensi ortostatik
Membran mukosa kering
Volume urin
NaCl dalam urin
Muntah
Kejang
NaCl plasma
Volume plasma
Kenaikan NPN plasma
Konsentrasi darah
Tekanan darah
Penyerapan air
Penyebab kematian

Hipertonik
+++
+
+
Oliguria
Umumnya +
Kenaikan rendah atau normal
Normal sampai tahap terakhir
+
Ringan/tidak terjadi
Normal sampai tahap terakhir
Cepat
Tekanan osmotic tinggi

Hipotonik
+++
+++
Normal
Mungkin +++
Mungkin +++
Penurunan +++
Penurunan +++
+++
Penurunan +++
Penurunan +++
Lambat
Gangguan sirkulasi perifer

c) Tingkat Dehidrasi
Parameter
Ringan
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan darah
Normal
Nadi
Normal
Asidosis
Turgor kulit
Normal
Ekstremitas
Hangat
Mukosa mulut
Basah
Diuresis
N/turun
d) Tanda Klinis Dehidrasi
Dehidrasi (%)
5-6

Sedang
Somnolen/spoor
Agak turun
Agak cepat
Ringan
Turun
Dingin
Kering
Oliguria

Observasi klinis
Heart rate (10% sampai 15% diatas nilai normal)

Berat
Soporocomatous
Turun hebat/syok
Cepat sekali
Berat
Sangat turun
Dingin, sianosis
Sangat kering
Anuria

Selaput lendir agak kering


Urin pekat
Produksi air mata kurang*
7-8
Keparahan tanda diatas bertambah
Turgor kulit berkurang
Oliguria
Mata cekung*
Ubun-ubun depan cekung*
>9
Keparahan tanda-tanda diatas mencolok
Tekanan darah menurun
Pengisian kapiler terlambat(>2 detik)
Asidosis(deficit basa)
* Tanda-tanda ini mungkin kurang sensitif daripada indikator dehidrasi lainnya
e) Rehidrasi
Nilai Status Rehidrasi
I. Dehidrasi (I)
Ringan

: Dewasa
Anak

Sedang

= 4%-5%

: Dewasa
Anak

Berat

= 6%
= 5%-10%

: Dewasa
Anak

Shock

= 4%

= 8%
= 10%-15%

: 15%-20%

II. Maintenance
Dewasa

: 40 cc/kgBB/24jam

Anak

BB

: 0-10 kg
10- 20 kg

= 100 cc/kgBB
= (1000+50 X)/24 jam

X = setiap kelebihan BB diatas 10 kg


>20 kg = (1500 + 20Y)/24 jam
Y = setiap kelebihan BB diatas 20 kg
Atau,
Berat <10 kg: 100ml/kg/hariBerat 11 kg sampai 20 kg: 1000 ml+ 50 ml/kg/hari untuk setiap kg
diatas 10 kg
Berat >20 kg: 1500 ml+20 ml/kg/hari untuk setiap kg diatas 20 kg
Pemberian:
6 Jam I

= 1/2 D + 1/4 M

18 Jam II berikutnya

= 1/2 D + 3/4 M

Kebutuhan elektrolit rumatan


Na+: 3mEq/kg/hari, atau 3 mEq/100 ml H2O
K+: 2mEq/kg/hari atau 2 mEq/100 ml H20 (dewasa:50 mEq/hari)
Cl-: 3mEq/100mlH20
Glukosa: 5gr/100 ml H20

Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ


1)

Umum
Selama dan setelah resusitasi cairan kita perlu mengevaluasi keadaan umum penderita untuk
melihat respons terapi yang telah diberikan. Keadaan umum syok yang telah teratasi biasanya pasien
telah sadar atau tingkat kesadarannya mengalami peningkatan. Tekanan darah normal, dengan nadi
yang kuat dan tidak terlalu cepat sebagai tanda perfusi yang kembali berangsur-angsur menjadi
normal. Parameter ini dapat dipakai untuk menilai kapan perlu dihentikannya resusitasi cairan. Perfusi
jaringan yang baik dapat pula terlihat dari perubahan warna mukosa menjadi lebih kemerahan dan
ekstremitas yang lebih hangat dan merah. Tekanan vena sentral juga dapat dipertimbangkan
penggunaannya terutama pada pasien dengan status cairan yang belum diketahui sebelumnya atau
pada orangtua dan gangguan ginjal, sehingga dapat dihindari beban cairan berlebih (overload) dan
mencegah terjadinya edema pulmonum.

2)

Produksi Urine
Jumlah produksi urine merupakan indikator yang baik dalam menilai perfudi jaringan.
Produksi urine yang cukup menggambarkan membaiknya perfusi ke ginjal sehingga dapat
mempertahankan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Produksi urine yang diharapkan
adalah 0,5 1 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 mlc/kgBB/jam pada anak, dan 2 ml/kgBB/jam
pada bayi dibawah 1 tahun. Bila produksi urine masih kurang, maka kemungkinan proses resusitasi
belum berhasil dan ginjal mengalami gagal ginjal akut.

3)

Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok dapat mengalami ketidakseimbangan asam basa alkalosis respiratorik ringan
yang diikuti asidosis metabolik ringan. Terutama pada keadaan syok yang lama atau sangat berat.
Disebabkan karena meningkatnya kadar laktat darah karena meningkatnya metabolisme anaerob.
Penting untuk menilai defisit basa melalui analisa gas darah arteri. Resusitasi cairan dan pemberian
terapo oksigen yang baik dapat memperbaiki perfusi jaringan sehingga keadaan asidosis dapat
teratasi.

VII.

KELAINAN ELEKTROLIT DAN METABOLISME

A.

Natrium

1.

Hiponatremia
Batasannya adalah kadar Natrium dibawah 135 mEq/L. Dapat disebabkan pada keadaan
hipervolemik oleh gangguan ekskresi air. Keadaan retensi air bisa disebabkan oleh gagal jantung
kongestif (CHF), sirosis dan asites serta gagal ginjal dan sindroma nefrotik. Dapat juga ditemukan
keadaan hiponatremia semu akibat hiperglikemia atau hiperlipidemia. Setiap kenaikan kadar
glukosa 100 mg/dl akan menurunkan natrium serum 1,7 mEq/L.
Keadaaan hiponatremia hipovolemik (hiponatremia disertai kehilangan air) dapat terjadi pada
kedaan muntah kronik, suction NGT, diare kronis, third space loss (seperti pada luka bakar) serta
kelainan di ginjal (hipoaldosteron, Addison disease).
Keadaan hiponatremia juga bias terjadi pada kadar air normal, hipoinatremia euvolemik,
umumnya akibat SIADH. Manajemen pada hiponatremia yang pertama adalah mencari dan
mengkoreksi penyebab. Lakukan

koreksi secara bertahap, jangan berlebihan karena dapat

menyebabkan central pontine myelosis. Jangan koreksi lebih dari 12 mEq/L dalam 24 jam. Untuk
menghitung jumlah Natrium yang dibutuhkan gunakan rumus :
( 125 kadar Na serum actual ) x (0,6 x BB) = Jumlah Na (mEq)
2. Hipernatremia
Didefinisikan sebagai kadar Natrium serum diatas 145 mEq/L. Disebabkan oleh
a. Kehilangan cairan hipotonik
b. Invinsible water loss (cairan tidak keluar melalui ginjal)
c. Hiperalimentasi
Pasien biasanya mengeluh kejang, otot terasa kaku. Serta gejala otak lainnya. Penatalaksanaan
pada hipernatremia dibagi 2 tergantung pada keadaan jumlah air tubuh.
a. Hipernatremia hipovolemik harus dikoreksi dengan pemberian normal saline sampai
hemodinamik stabil.
b. Hipernatremia hipovolemik dikoreksi dengan diuresis dilanjutkan dengan dekstrosa 5%.
B. Kalium
1. Hipokalemia
Ditandai dengan kadar K serum dibawah 3,5 mEq/L. Etiologi,

Kehilangan melalui GI Tract : misal pada muntah, diare kronis, sindrom malabsorbsi, sedot

NGT.
Terapi diuretic klasik (tiazid, furosemid, etakrinat acid)
Hiperaldosteronisme
Pengaturan diet yang tidak seimbang

Gambaran klinis yang paling penting adalah kaku otot, hipotensi ortostatik, ileus paralisis.
Pada pemeriksaan EKG didapat gambaran depresi segmen ST, pendataran gelombang T.
Penatalaksanaan pada hipokalemia harus selalu memperhatikan kadar magnesium. Hal ini
dikarenakan keadaan hipomagnesemia akan menghambat penyerapan kalium. Keadaan ini
sering terjadi pada pemberian diuretic boros kalium. Penatalaksanaan hipokalemia adalah
sebagai berikut :
a. Terapi oral diberikan pada pasien yang mendapatkan diuretic boros kalium. Suplementasi
Kalium 20 mEq diberikan dengan kadar K dicek tiap 2-4 minggu.
b. Terapi Intravena diberikan pada keadaan hipokalemia berat atau pasien dengan
malabsorbsi. Kecepatan pemberian harus terukur. Jika kadar K serum >2,4 mEq/L tanpa
perubahan pola EKG, infus diberikan dengan kecepatan 10-20 mEq/jam dengan
maksimum 200 mEq/24 jam. Jika ada kelainan EKG, terapi harus agresif dengan
kecepatan >40 mEq/jam, periksa K serum tiap 4 jam dan gunakan larutan bebas glukosa.
Jangan berikan KCl melalui vena perifer karena dapat menyebabkan sklerosis vena.
2. Hiperkalemia
Didefinisikan sebagai kadar K serum diatas 5,5 mEq/L. Etiologinya antara lain
a. Renal clearance yang inadekuat
b. Penumpukan kalium akibat nekrosis sel yang luas, misal pada luka bakar, pelvic trauma.
c. Perpindahan antar rongga tubuh yang cepat, seperti pada perubahan osmolaritas mendadak,
asidosis
d. Addison disease
e. Hipoaldosteron sekunder
Hiperkalemia menunjukkan bermacam gambaran klinis. Yang paling penting adalah
perubahan eksitabilitas jantung, ditandai dengan perunbahan pola EKG. Pada permulaan terlihat
gelombang T meruncing (K.>6,5 mEq) disusul dengan pemanjangan interval PR, QRS segmen
melebar. Akhirnya terjadi pemanjangan interval QT dan gambaran gelombang sinusoid. Fibrilasi
ventrikel terjadi pada kadar K>10 mEq/L.
Penatalaksanaan pada Hiperkalemia meliputi
a.

Calsium Glukonas 10 % diberikan IV diencerkan. Ca-glukonas dapat


menstabilkan otot jantung dan system konduksi jantung.

b.

Natrium Bikarbonat, membuat darah jadi alkali dan memindahkan kalium ke


intraseluler. Diberikan IV sebanyak 40-150 mEq selama 30 menit atau boleh
dibolus pada hiperkalsemia berat. Jangan diberikan pada pasien CHF karena
menambah loading jantung.

c.

Insulin, memindahkan Kalium dari ekstrasel ke intrasel. Diberikan IV 10 U dalam


dekstrosa 10% selama 5 menit. Respon baru akan terlihat setelah 1 jam.

d.

Obat pertukaran kation seperti natrium polistiren sulfonat (Kayexalate), menukar


Kalium bebas di saluran cerna dengan natrium yang dikandungnya. Jangan
diberikan pada pasien CHF karena mneningkatkan beban natrium.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adipraja K. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi & Reanimasi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung
2. Latief A.S.,Suryadi A.K., Daclan M.R. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2002
3. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1997.

4. John BF, David CM, John DW. Morgan & Mikhails Clinical Anestesiology, 5 th ed. McGrawHill: United States. 2013.

Anda mungkin juga menyukai