CSS 2 - Terapi Cairan Dan Elektrolit
CSS 2 - Terapi Cairan Dan Elektrolit
Oleh:
Dewi Lutpiyah
130112150111
130112150016
Preseptor :
Nurita Dian S, dr., SpAn-KIC
Total cairan
tubuh
Cairan
intraseluler
Cairan
ekstraselular
Cairan
interstitial
Cairan
intravaskular
(5% BB)
Bayi memiliki cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan berubah sesuai
perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali lebih banyak dibandingkan
cairan ekstrasel.
Ginjal berfungsi mengatur jumlah cairan tubuh, osmolaritas cairan ekstrasel, konsentrasi ion-ion
penting dan keseimbangan asam-basa.
Fungsi ginjal sempurna setelah anak mencapai umur 1 tahun, sehingga komposisi cairan tubuh
harus diperhatikan saat terapi cairan.
1.
Na+
K+
Berat badan
Kebutuhan cairan perjam
0-10
4 ml/kgbb/jam
10-20
40+2ml/kgbb diatas 10kg
20
60+1ml/kgbb diatas 20kg
Tabel 1. Kebutuhan harian cairan menurut Holliday Segar
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urin, sekresi
gastrointestinal, keringat dan pengeluaran cairan lewat paru atau yang dikenal sebagai "insensible
losses".
Cairan Masuk:
Minum
Makanan
Hasil oksidasi
: 800-1700 ml
: 500-1000 ml
: 200-300 ml
Hasil Metabolisme :
Dewasa : 5 ml/kg/hari
Anak
: 12 - 14 th = 5-6 ml/kg/hari
7 - 11 th = 6-7 ml/kg/hari
5 - 7 th = 8-8,5 ml/kg/hari
Balita
: 8 ml/kg/hari
Cairan Keluar :
Urine
: normal > 0,5 1 ml/kg/jam
Feses
: 1 ml/hari
Insensible Water Loss : kehilangan air yang tidak terasa melalui udara ekspirasi dan kulit (tanpa
keringat).
- Dewasa 15 ml/kg/hari
- Anak
{ 30 Usia(th) } ml/kg/hari
Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh :
1. Tekanan hidrostatik
2. Tekanan onkotik (untuk mencapai keseimbangan)
3. Tekanan osmotik
II.
Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik akan turun
sehingga cairan intravaskuler akan didorong masuk ke interstitial yang berakibat edema.
Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid adalah tekanan yang mencegah pergerakan air.
Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada
cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstitial.
Dasar-dasar Terapi Cairan
Prinsip utama terapi cairan:
1.
2.
3.
4.
5.
III.
Jenis Cairan
Cairan intravena ada 3 jenis :
1. Cairan Kristaloid : cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah (<8000 Dalton)
dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang
ekstraseluler.
2. Cairan Koloid : cairan yang mengandung zat dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton), misal :
protein. Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang
intravaskuler.
3. Cairan Khusus : dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti : NaCl 3%, bic-nat,
mannitol.
a) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Keuntungan dari cairan ini antara lain
harganya murah, mudah didapat, tidak perlu cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok
anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan cukup lama. Cairan krostaloid jika diberikan
dalam jumlah cukup (3-4x jumlah cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan
koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler, masa paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit. Yang termasuk golongan cairan kristaloid :
1) Ringer laktat
Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak dipergunakan sebagai
replacement therapy, antara lain untuk : hypovolemic shock, diare, trauma, luka bakar. Laktat
yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk
memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak
cukup untuk maintenance sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium. Tidak mengandung
glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa untuk
mencegah terjadinya ketosis.
2) Ringer asetat
Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada beberapa
kekurangan, seperti :
- Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat menyebabkan acidosis
-
asidosis.
Tidak dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hyperchloremia, muntah-muntah,
dan lain-lain.
3) NaCl 0.9%
Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama untuk kasus :
- Kadar Na+ rendah
- Keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti pada alkalosis, retensi kalium.
- Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
- Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi.
NaCl 0,9% jika diberikan terlalu banyak dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik dan
menurunkan kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan kadar klorida. Memiliki beberapa
kekurangan :
- Tidak mengandung HCO3- Tidak mengandung K+
- Kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis hyperchloremia,
menurunkan kadar bikarbonat plasma
akibat
peningkatan kadar
klorida dan
hypernatremia.
4) Dextrose 5% dan 10%
Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake natrium atau
cairan penganti pada pure water deficit. Penggunaan perioperatif untuk :
- Berlangsungnya metabolisme
- Menyediakan kebutuhan air
- Mencegah hipoglikemia
- Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100 g KH untuk mencegah
dipecahnya kandungan protein tubuh.
waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar amylase serum (walau jarang). Low-molecular-Weight Hydroxyethyl
Strach (Penta-strach) mirip heta-strach mampu mengembangkan volume plasma sampai 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung sampai 12 jam. Karena potensinya sebagai
plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi penta-strach banyak dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita
gawat.
c. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balance electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000
dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmiondan Hemaccel)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis :
Keuntungan
Kerugian
Kristaloid
Murah
volume intravaskuler
dipilih untuk penanganan
awal resusitasi cairan pada
trauma atau perdarahan
Mengisi
volume
intravascular dengan cepat
Mengisi kekosongan ruang
ke3
Menurunkan
tekanan
osmotic
Menimbulkan
edema
perifer
Kejadian edema pulmonal
meningkat
Memerlukan volume yang
lebih banyak
Efeknya sementara
Koloid
Bertahan
lebih
lama
di
intravaskuler
Mempertahankan/tekanan
onkotik plasma
Memerlukan volume yang lebih
sedikit
Edema perifer minimal
Menurunkan TIK
Mahal
Dapat menimbulkan koagulopati
Pada kebocoran kapiler, cairan
pindah ke interstitium
Mengencerkan
factor
pembekuan dan trombosit
adhesive trombosit
biasa
menimbulkan
reaksi
anafilaktik dengan dextran
dapat menyumbat tubulus renal
Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial. Jika volume cairan
interstitial bertambah maka garam hipertonis atau albumin 25% akan lebih efektif, karena cairan
interstitial akan berpindah ke ruang intravaskuler. Pada pemberian koloid dapat terjadi reaksi-reaksi
yang tidak diinginkan, seperti gangguan hemostasis yang berhubungan dengan dosis. Pada umumnya
pemberian koloid maksimal adalah 33 ml/kg berat badan.
IV.
DARAH
Transfusi darah masih mempunyai peranan penting pada penanganan hemorrhagic shock dan
diperlukan bila kehilangan darah mencapai 25% volume darah sirkulasi. Pada shock lainnya darah
berguna untuk mengembalikan curah jantung bila hematokrit rendah atau bila cairan gagal
mempertahankan perfusi. Transfusi darah mempunyai banyak resiko, seperti penularan penyakit dan
reaksi transfusi lainnya. Kadar hemoglobin merupakan faktor penentu utama pada pengiriman oksigen
ke jaringan. Pengiriman oksigen ditentukan oleh cardiac output dan kandungan oksigen arterial
(CaO2). Sedangkan CaO2 berkaitan dengan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan Hb.
VO2 (oksigen uptake = demand = consumption) dapat digunakan untuk menilai adequate tissue
oxygenation.VO2 meningkat setelah cardiac output meningkat, tetapi VO2 tidak akan meningkat
setelah peningkatan hematokrit pasca transfusi darah. Ini menunjukkan bahwa oxygen uptake (VO2)
lebih rasional bila dipakai sebagai petunjuk untuk dilakukan transfusi dibanding serum hemoglobin
secara individual. Oxygen uptake tergantung pada aliran darah bila oxygen extraction tidak berubah
bila terjadi perubahan aliran darah.
Kadar normal :
VO2 = 180-280 ml/min
SaO2 = 3-98%
SvO2 = 65-75%
Oxygen extraction ratio (O2ER) = 0,25 0,3
Kriteria tissue hypoxia pada pasien sakit akut di ICU :
1. Konsentrasi laktat darah meningkat dengan atau tanpa asidosis metabolik.
2. SvO2 rendah (<60-65%), oxygen extraction tinggi (>35-40%)
3. DO2 rendah : terjadi tissue hypoxia bila DO2 < 8-10 ml/kg/min, sangat mungkin bila DO2 = 1015 ml/kg/min. dan tidak mungkin jika > 15 ml/kg/min.
4. DO2 sangat rendah yaitu < 2,5 ml/kg/min.
5. Asidosis mukosa gaster
Jika O2ER meningkat akan terjadi penurunan aliran dengan kenaikan extraction.
Jika O2ER turun (<0,25)akan terjadi peningkatan aliran dan penurunan extraction atau ketidak
mampuan jaringan untuk mengkonsumsi dan menggunakan oksigen.
Sehingga segala intervensi untuk meningkatkan cardiac output akan meningkatkan DO2
Jadi, obat yang digunakan untuk meningkatkan preload, contractility atau afterload mungkin dapat
digunakan untuk meningkatkan DO2.
Transfusi sel darah merah merupakan standar terapi untuk meningkatkan DO2 dengan tujuan untuk
mengoptimalkan VO2. Hb minimal yang masih dapat mengangkut oksigen untuk memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan adalah 8g%. Mengingat transfusi sangat banyak resikonya, seperti
penularan penyakit, mempengaruhi kardiopulmonari (CHF, Acute Lung Injury), reaksi transfusi dan
berpengaruh negatif terhadap immune system, sebaiknya transfusi dilakukan pada hemoglobin < 7g%.
Kriteria transfusi dengan RBC concentrate :
V.
Hb < 8g%
Perdarahan hebat > 10 ml/kg pada 1 jam pertama atau 5 ml/kg pada 3 jam pertama.
SYOK
Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen
jaringan tubuh.
Stadium Syok
1) Stadium Kompensasi
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi fisiologis
tubuh dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga terjadi :
a. Resistensi sistemik meningkat : Distribusi selektif aliran darah dari organ sekunder ke organ
primer (jantung, paru, otak)
b. Resistensi arteriol meningkat diastolic pressure meningkat
c. Heart rate meningkat cardiac output meningkat
d. Sekresi vasopressin, renin-angiotensin-aldosteron meningkat ginjal menahan air dan
sodium dalam sirkulasi.
e. Manifestasi klinis : takikardia, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler lambat (lebih
dari 2 detik)
2) Stadium Dekompensasi
Pada stadium ini telah terjadi :
a. Perfusi jaringan buruk O2 sangat turun metabolisme anaerob laktat meningkat
laktat asidosis, diperberat oleh penumpukan CO 2 dimana CO2 menjadi asam karbonat.
b. Acidemia akan menghambat kontraktilitas miokardium dan respon terhadap katekolamin.
c. Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump ditingkat seluler integritas
membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria memburuk kerusakan sel.
d. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi, akan diperburuk
dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai tendensi
terjadinya pendarahan.
e. Pelepasan mediator vaskuler : histamin, serotonin, cytokines (TNF- dan interleukin I).
f.
g. Manifestasi klinis : takikardia, tekanan darah sangat turun, perfusi perifer buruk, acidosis,
oligouria, dan kesadaran menurun.
3) Stadium Irreversible
a. Shock yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel multi organ failure.
b. Cadangan ATP akan habis terutama di jantung dan hepar tubuh kehabisan energi.
c. Manifestasi klinis : nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur. Anuria dan tanda-tanda
kegagalan organ.
Penyebab
1. Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang)
Penyebab : volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan, kehilangan cairan (diare, luka
dobutamine).
Kehilangan Cairan Akibat muntah-muntah, diare atau luka bakar sehingga terjadi dehidrasi.
Tindakan :
1) Tentukan deficit
2) Atasi shock : cairan infus 20 ml/kg dalam 1 jam, dapat diulang
3) Sisa defisit : 50% dalam 8 jam pertama, dan 50% lagi dalam 16 jam berikutnya.
4) Cairan : Ringer laktat atau NaCl 0,9%
5) Telah rehidrasi bila urine : 0,5 1 ml/kg/jam
Perdarahan
Klasifikasinya :
Variabel
Sistolik (mmHg)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Mental
Kehilangan darah
o
o
o
Kelas I
> 110
< 100
16
Anxious
< 750 ml
< 15%
Kelas II
> 100
> 100
16-20
Agitated
750-1500
15-30%
Kelas III
> 90
> 120
21-26
Confused
1500-2000 ml
30-40%
Kelas IV
< 90
> 140
> 26
Lethargic
> 2000 ml
> 40%
intravaskular.
4. Distributive (vasomotor terganggu)
Penyebab: gangguan vasomotor.
Distributive shock terdiri dari: septic shock, neurogenic shock, dan anaphylactic shock.
1. Septic shock
Penyebab: Systemic Inflammatory Response Syndrome akibat adanya infeksi.
Perubahan hemodinamik yang terjadi: systemic vascular resistance menurun
vasodilatasi permeabilitas endotel vaskuler meningkat kebocoran kapiler yang
difus preload sangat turun perfusi buruk. Terapi yang diberikan:
a. Antibiotik
b. Stabilkan hemodinamik dengan cara pemberian cairan (koloid dengan berat
molekul sedang seperti FIMA HES 200), vasopresor (norepinephrine), dan
inotropik (dobutamine).
c. Oksigen
d. Gamma venin P
2. Neurogenic Shock/ Vasogenic Shock
Penyebab: ketidakseimbangan antara stimulasi simpatik dan parasimpatik terhadap
VI.
DEHIDRASI
a) Jenis Dehidrasi
1. Dehidrasi Hipertonis
Berkurangnya air tubuh di atas normal tanpa disertai hilangnya elektrolit (garam), sehingga
tekanan osmotik cairan ekstraseluler naik.
2. Dehidrasi hipotonis
Berkurangnya total elektrolit(garam) dari tubuh di atas normal tanpa disertai hilangnya air
dari tubuh, sehingga tekanan osmotic cairan ekstraseluler turun.
3. Dehidrasi Isotonis
Kehilangan air dan elektrolit(garam) tubuh di atas normal. Air hilang lebih dulu, kemudian
tahap berikutnya terjadi kehilangan garam, sehingga diperoleh gejala campuran.
b) Gejala Dehidrasi
Gejala
Rasa haus
Lelah
Hipotensi ortostatik
Membran mukosa kering
Volume urin
NaCl dalam urin
Muntah
Kejang
NaCl plasma
Volume plasma
Kenaikan NPN plasma
Konsentrasi darah
Tekanan darah
Penyerapan air
Penyebab kematian
Hipertonik
+++
+
+
Oliguria
Umumnya +
Kenaikan rendah atau normal
Normal sampai tahap terakhir
+
Ringan/tidak terjadi
Normal sampai tahap terakhir
Cepat
Tekanan osmotic tinggi
Hipotonik
+++
+++
Normal
Mungkin +++
Mungkin +++
Penurunan +++
Penurunan +++
+++
Penurunan +++
Penurunan +++
Lambat
Gangguan sirkulasi perifer
c) Tingkat Dehidrasi
Parameter
Ringan
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan darah
Normal
Nadi
Normal
Asidosis
Turgor kulit
Normal
Ekstremitas
Hangat
Mukosa mulut
Basah
Diuresis
N/turun
d) Tanda Klinis Dehidrasi
Dehidrasi (%)
5-6
Sedang
Somnolen/spoor
Agak turun
Agak cepat
Ringan
Turun
Dingin
Kering
Oliguria
Observasi klinis
Heart rate (10% sampai 15% diatas nilai normal)
Berat
Soporocomatous
Turun hebat/syok
Cepat sekali
Berat
Sangat turun
Dingin, sianosis
Sangat kering
Anuria
: Dewasa
Anak
Sedang
= 4%-5%
: Dewasa
Anak
Berat
= 6%
= 5%-10%
: Dewasa
Anak
Shock
= 4%
= 8%
= 10%-15%
: 15%-20%
II. Maintenance
Dewasa
: 40 cc/kgBB/24jam
Anak
BB
: 0-10 kg
10- 20 kg
= 100 cc/kgBB
= (1000+50 X)/24 jam
= 1/2 D + 1/4 M
18 Jam II berikutnya
= 1/2 D + 3/4 M
Umum
Selama dan setelah resusitasi cairan kita perlu mengevaluasi keadaan umum penderita untuk
melihat respons terapi yang telah diberikan. Keadaan umum syok yang telah teratasi biasanya pasien
telah sadar atau tingkat kesadarannya mengalami peningkatan. Tekanan darah normal, dengan nadi
yang kuat dan tidak terlalu cepat sebagai tanda perfusi yang kembali berangsur-angsur menjadi
normal. Parameter ini dapat dipakai untuk menilai kapan perlu dihentikannya resusitasi cairan. Perfusi
jaringan yang baik dapat pula terlihat dari perubahan warna mukosa menjadi lebih kemerahan dan
ekstremitas yang lebih hangat dan merah. Tekanan vena sentral juga dapat dipertimbangkan
penggunaannya terutama pada pasien dengan status cairan yang belum diketahui sebelumnya atau
pada orangtua dan gangguan ginjal, sehingga dapat dihindari beban cairan berlebih (overload) dan
mencegah terjadinya edema pulmonum.
2)
Produksi Urine
Jumlah produksi urine merupakan indikator yang baik dalam menilai perfudi jaringan.
Produksi urine yang cukup menggambarkan membaiknya perfusi ke ginjal sehingga dapat
mempertahankan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Produksi urine yang diharapkan
adalah 0,5 1 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 mlc/kgBB/jam pada anak, dan 2 ml/kgBB/jam
pada bayi dibawah 1 tahun. Bila produksi urine masih kurang, maka kemungkinan proses resusitasi
belum berhasil dan ginjal mengalami gagal ginjal akut.
3)
Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok dapat mengalami ketidakseimbangan asam basa alkalosis respiratorik ringan
yang diikuti asidosis metabolik ringan. Terutama pada keadaan syok yang lama atau sangat berat.
Disebabkan karena meningkatnya kadar laktat darah karena meningkatnya metabolisme anaerob.
Penting untuk menilai defisit basa melalui analisa gas darah arteri. Resusitasi cairan dan pemberian
terapo oksigen yang baik dapat memperbaiki perfusi jaringan sehingga keadaan asidosis dapat
teratasi.
VII.
A.
Natrium
1.
Hiponatremia
Batasannya adalah kadar Natrium dibawah 135 mEq/L. Dapat disebabkan pada keadaan
hipervolemik oleh gangguan ekskresi air. Keadaan retensi air bisa disebabkan oleh gagal jantung
kongestif (CHF), sirosis dan asites serta gagal ginjal dan sindroma nefrotik. Dapat juga ditemukan
keadaan hiponatremia semu akibat hiperglikemia atau hiperlipidemia. Setiap kenaikan kadar
glukosa 100 mg/dl akan menurunkan natrium serum 1,7 mEq/L.
Keadaaan hiponatremia hipovolemik (hiponatremia disertai kehilangan air) dapat terjadi pada
kedaan muntah kronik, suction NGT, diare kronis, third space loss (seperti pada luka bakar) serta
kelainan di ginjal (hipoaldosteron, Addison disease).
Keadaan hiponatremia juga bias terjadi pada kadar air normal, hipoinatremia euvolemik,
umumnya akibat SIADH. Manajemen pada hiponatremia yang pertama adalah mencari dan
mengkoreksi penyebab. Lakukan
menyebabkan central pontine myelosis. Jangan koreksi lebih dari 12 mEq/L dalam 24 jam. Untuk
menghitung jumlah Natrium yang dibutuhkan gunakan rumus :
( 125 kadar Na serum actual ) x (0,6 x BB) = Jumlah Na (mEq)
2. Hipernatremia
Didefinisikan sebagai kadar Natrium serum diatas 145 mEq/L. Disebabkan oleh
a. Kehilangan cairan hipotonik
b. Invinsible water loss (cairan tidak keluar melalui ginjal)
c. Hiperalimentasi
Pasien biasanya mengeluh kejang, otot terasa kaku. Serta gejala otak lainnya. Penatalaksanaan
pada hipernatremia dibagi 2 tergantung pada keadaan jumlah air tubuh.
a. Hipernatremia hipovolemik harus dikoreksi dengan pemberian normal saline sampai
hemodinamik stabil.
b. Hipernatremia hipovolemik dikoreksi dengan diuresis dilanjutkan dengan dekstrosa 5%.
B. Kalium
1. Hipokalemia
Ditandai dengan kadar K serum dibawah 3,5 mEq/L. Etiologi,
Kehilangan melalui GI Tract : misal pada muntah, diare kronis, sindrom malabsorbsi, sedot
NGT.
Terapi diuretic klasik (tiazid, furosemid, etakrinat acid)
Hiperaldosteronisme
Pengaturan diet yang tidak seimbang
Gambaran klinis yang paling penting adalah kaku otot, hipotensi ortostatik, ileus paralisis.
Pada pemeriksaan EKG didapat gambaran depresi segmen ST, pendataran gelombang T.
Penatalaksanaan pada hipokalemia harus selalu memperhatikan kadar magnesium. Hal ini
dikarenakan keadaan hipomagnesemia akan menghambat penyerapan kalium. Keadaan ini
sering terjadi pada pemberian diuretic boros kalium. Penatalaksanaan hipokalemia adalah
sebagai berikut :
a. Terapi oral diberikan pada pasien yang mendapatkan diuretic boros kalium. Suplementasi
Kalium 20 mEq diberikan dengan kadar K dicek tiap 2-4 minggu.
b. Terapi Intravena diberikan pada keadaan hipokalemia berat atau pasien dengan
malabsorbsi. Kecepatan pemberian harus terukur. Jika kadar K serum >2,4 mEq/L tanpa
perubahan pola EKG, infus diberikan dengan kecepatan 10-20 mEq/jam dengan
maksimum 200 mEq/24 jam. Jika ada kelainan EKG, terapi harus agresif dengan
kecepatan >40 mEq/jam, periksa K serum tiap 4 jam dan gunakan larutan bebas glukosa.
Jangan berikan KCl melalui vena perifer karena dapat menyebabkan sklerosis vena.
2. Hiperkalemia
Didefinisikan sebagai kadar K serum diatas 5,5 mEq/L. Etiologinya antara lain
a. Renal clearance yang inadekuat
b. Penumpukan kalium akibat nekrosis sel yang luas, misal pada luka bakar, pelvic trauma.
c. Perpindahan antar rongga tubuh yang cepat, seperti pada perubahan osmolaritas mendadak,
asidosis
d. Addison disease
e. Hipoaldosteron sekunder
Hiperkalemia menunjukkan bermacam gambaran klinis. Yang paling penting adalah
perubahan eksitabilitas jantung, ditandai dengan perunbahan pola EKG. Pada permulaan terlihat
gelombang T meruncing (K.>6,5 mEq) disusul dengan pemanjangan interval PR, QRS segmen
melebar. Akhirnya terjadi pemanjangan interval QT dan gambaran gelombang sinusoid. Fibrilasi
ventrikel terjadi pada kadar K>10 mEq/L.
Penatalaksanaan pada Hiperkalemia meliputi
a.
b.
c.
d.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adipraja K. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi & Reanimasi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung
2. Latief A.S.,Suryadi A.K., Daclan M.R. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2002
3. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1997.
4. John BF, David CM, John DW. Morgan & Mikhails Clinical Anestesiology, 5 th ed. McGrawHill: United States. 2013.