Anda di halaman 1dari 11

A.

Latar Belakang
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada
kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan
oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang
berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks.
Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan
tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan,
informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan. Kondisi dan
perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai tersebut perlu disikapi secara bijak
melalui langkah kegiatan yang terus-menerus dan berkesinambungan dalam
berbagai aspek pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna
mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan
negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam segala
aspek kehidupan oleh penyelenggara negara yaitu lembaga tertinggi dan lembaga
tinggi negara bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia.
Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat untuk memperbaiki keterbelakangan dan ketertinggalan dalam semua
bidang kehidupan menuju suatu keadaan yang lebih baik dari pada keadaan
sebelumnya. Tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yaitu mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual. Pencapaian
tujuan nasional di atas dilakukan dengan rangkaian upaya pembangunan
berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
yang dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah menuju terwujudkan
masyarakat adil dan makmur. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan
pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan
suasana yang menunjang.
Keberhasilan pembangunan nasional tidak lepas dari peran dan fungsi
organisasi pemerintah yang mengemban tugas-tugas pemerintah karena
keberhasilan organisasi pemerintah dalam mencapai tujuan sangat mendukung
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Republik
1

Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pada Bab I, Pasal 1
ayat 1 ditegaskan bahwa Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya
disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,
lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.
Dalam rangka pencapaian tujuan nasional dan tujuan pembangunan
nasional tersebut diperlukan peran serta Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai
unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang tugasnya adalah
untuk melaksanakan pemerintahan dan tugas pembangunan. Dalam UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pada Bab II, Pasal 3 ayat 1
ditegaskan bahwa :
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional,
jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan
pembangunan.
Dengan demikian output dari pelaksanaan tugas adalah berupa jasa
pelayanan kepada masyarakat sehingga pelayanan dikatakan efektif apabila aparat
berhasil dalam melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain keberhasilan tugas
pemerintah dalam pembangunan nasional banyak tergantung pada kerja dan
kemampuan pegawai negeri. Dari penjelasan tersebut kita dapat melihat bahwa
kedudukan dan peranan pegawai negeri sangat penting dan menentukan
keberhasilan pembangunan nasional.
Tugas pemerintah tidak hanya mengatur saja, akan tetapi juga
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi pelayanan selama ini belum
mendapat perhatian dari para aparat birokrasi kita sebab fungsi mengaturnya lebih
dominan dibandingkan porsi pelayanannya. Birokrasi pemerintah menempati
posisi yang penting dalam pelaksanaan pembangunan karena merupakan salah
satu instrumen penting yang akan menopang dan memperlancar usaha-usaha
pembangunan. Berhasilnya pembangunan ini memerlukan sistem dan aparatur
pelaksana yang mampu tanggap dan kreatif serta pengelolaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip manajemen modern dalam sikap perilaku dan kemampuan
teknisnya termasuk di dalamnya adalah memberikan pelayanan yang efektif
kepada masyarakat. Karena pelayanan yang efektif akan memperlancar jalannya
proses pembangunan.
Birokrasi publik, pada dasarnya dihadirkan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Meskipun birokrasi publik memiliki
ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi bisnis, tetapi dalam menjalankan misi,
2

tujuan dan programnya menganut prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, dan


menempatkan masyarakat sebagaistakeholder yang harus dilayani secara optimal.
Layanan publik, merupakan hak masyarakat yang pada dasarnya mengan-dung
prinsip: kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggungjawab, kelengkapan sarana, dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan,
kesopanan keramahan, dan kenyamanan.
Keinginan mewujudkan layanan publik secara optimal, tidak dapat
dijalankan dengan baik karena birokrasi tidak cukup responsif terhadap dinamika
semakin menguatnya kemampuan masyarakat, baik melalui mekanisme pasar
maupun mekanisme organisasi sosial kemasyarakatan memungkinkan birokrasi
meredefinisikan kembali misinya. Pengalaman membuktikan bahwa birokrasi
yang dikendalikan dari jauh hanya menghasilkan penyeragaman yang seringkali
tidak cocok dengan situasi dan kondisi pada variabilitas antar daerah. Banyak
program pemerintah gagal memperoleh dukungan penuh dan partisipasi
masyarakat karena karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi daerah.
Perbedaan kultural, geografis, dan ekonomis melahirkan kebutuhan yang berbeda
dan menuntut program-program pembangunan yang berbeda pula.
Pelayanan publik dikembangkan berdasarkan client yaitu mendudukan
diri bahwa warga negaralah yang membutuhkan pelayanan, membutuhkan
bantuan birokrasi. Sehingga pelayanan yang dikembangkan adalah pelayanan
yang independen dan menciptakan dependensi bagi warga negara dalam
urusannya sebagai warga negara. Warga negara atau masyarakat dianggap
sebagaio followerdalam setiap kebijakan, program atau pelayanan publik.
Masyarakat dianggap sebagai makhluk yang manut , selalu menerima setiap
aktivitas birokrasi, padahal terkadang pemerintah melakukan aktivitas yang
tidak selalu menguntungkan bagi masyarakat ( Dwiyanto, 2006:59 ).

B. Pembahasan
Sekarang ini masih banyak masalah yang menimpa masyarakat mengenai
pelayanan umum, seperti masalah perijinan, pembuatan, perpanjangan surat-surat
yang dibutuhkan masyarakat, misalnya pembuatan KTP, Kartu Keluarga, dan
surat-surat pengantar untuk diajukan ke instansi yang lebih tinggi. Masalah timbul
dari masyarakat sebagai konsumer tidak merasa puas dengan pelayanan yang
diberikan, dan beberapa faktor internal pada kinerja pelayan publik pada
kecamatan sebagai instansi tingkat pemerintahan yang berwenang baik dalam
masalah pelayanannya seperti berapa lama pembuatan, kinerja pelayannya
ataupun mengenai biaya.
Penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah yang cenderung
menganggap bahwa sebaik apapun dalam memberikan pelayanan pada
masyarakat, toh tidak akan merubah gaji dan pendapatan mereka. Profesionalisme
bukan menjadi tujuan utama mereka. Mereka mau melayani hanya karena tugas
dari pimpinan instansi atau karena sebagai pegawai pemerintah, bukan karena
tuntutan profesionalisme kerja. Ini yang membuat keberpihakannya kepada
masyarakat menjadi sangat rendah. Pelayan publik akan bersikap ramah kepada
mesyarakat pengguna layanan kalau ada sesuatu yang memberikan keuntungan
atau melatar belakanginya, seperti hubungan pertemanan, status sosial ekonomi
warga dan lain-lain. Bagi masyarakat pengguna layanan yang kebetulan
mempunyai kenalan, sebagai kerabat, saudara, orang kaya yang dapat
memberikan ucapan terima kasih, serta mereka yang mempunyai status sosial
terpandang di masyarakat, biasanya akan memperoleh perlakuan khusus dari
para pelayan publik. Dalam situasi demikian, maka budaya antri menjadi hilang,
sebaliknya budaya pelayanan jalan tolmenjadi pilihan stategis dan menjadi hal
yang biasa dilakukan. Ini hanya mungkin dilakukan oleh masyarakat yang
memiliki kelebihan uang, status, dan sejenisnya yang tidak dimiliki oleh
masyarakat biasa.
Birokrasi menjadi elemen penting yang menghubungkan ekonomi
dengan masyarakat. Terdapat beberpa faktor yang mempengaruhi birokrasi dalam
pengambilan keputusan :
a.
b.
c.
d.

Faktor budaya;
Faktor individu;
Faktor organisasi dan manajemen;
Faktor politik.

Kendala infrastruktur organisasi pemerintahan yang belum mendukung


pola pelayanan prima yang diidolakan. Hal ini terbukti dengan belum
terbangunnya kaidah-kaidah atau prosedur-prosedur baku pelayanan yang
memihak publik serta standar kualitas minimal yang semestinya diketahui publik
selaku konsumennya di samping rincian tugas-tugas organisasi pelayanan publik
secara komplit. Standard Operating Procedure (SOP) pada masing-masing service
provider belum diidentifikasi dan disusun sehingga tujuan pelayanan masih
menjadi pertanyaan besar. Akibatnya, pada satu pihak penyedia pelayanan dapat
bertindak semaunya tanpa merasa bersalah (guilty feeling) kepada masyarakat.
Buruknya pelayanan publik ini dibuktikan dengan menurunya kualitas
pendidikan, sekolah-sekolah. Sistem pemeliharaan kesehatan tidak terkendali.
Pengadilan dan rumah tahanan begitu sesak, sehingga banyak narapidana menjadi
bebas. Tradisi pejabat dan pegawai birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar
dan angkuh ketika melayani warga masyarakat yang datang keistansinya untuk
memerlukan selember surat keterangan ataupun yang berhubungan dengan
pelayanan publik .
Perubahan dalam konsep pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia
harus segera dilakukan dengan baik dan optimal. Mengingat program
pembangunan dipastikan mengalami banyak hambatan jika pelayanan publik
masih buruk. Sebaliknya, jika pelayanan public dilaksanakan secara baik, maka
program pembangunan akan berjalan lancar. Pada tataran ini, reformasi birokrasi
menjadi salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.

1. Mewirausahakan Birokrasi
Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003 : 27) pada dasarnya
terdapat dua paradigma dalam pelayanan publik pertama adalah paradigma
pelayanan publik yang berorientasi pada pengelola pelayanan. Paradigma ini
lebih bersifat birokratis, direktif, dan hanya memperhatikan / mengutamakan
kepentingan pimpinan/organisasi pelayanan itu sendiri. Paradigma ini banyak
mendapat keluhan dari masyarakat pengguna layanan karena kurang
memperhatikan kepentingan masyarakat pengguna layanannya. Masyarakat
sebagai pengguna layanan tidak memiliki kemampuan apapun untuk
berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada
pengelola pelayanan. Seharusnya pelayanan publik dikelola dengan
paradigma yang bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri pada
kepentingan masyarakat pengguna layanan, pengelola harus mampu bersikap
menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani.

Paradigma kedua merupakan paradigma yang digunakan dalam


penelitian ini, yaitu paradigma pelayanan publik yang terfokus / berorientasi
pada kepuasan pengguna layanan (customer driven government).
Customer driven government merupakan prinsip ke-enam dari
sepuluh prinsip mewirausahakan birokrasi yang diajukan oleh David Osborne
dan Ted Gaebler (1992 : 191). Prinsip ini menguraikan bahwa pemerintahan
yang berorientasi pelanggan adalah pemerintah yang memenuhi kebutuhan
pengguna layanannya, bukan birokrasi.
Kebanyakan organisasi pemerintah bahkan tidak tahu siapa
pengguna layanan mereka. Menurut Osborne dan Gaebler, logikanya
sederhana, karena sebagian besar badan pemerintah tidak memperoleh
dananya dari pengguna layanan (secara langsung). Di samping itu sebagian
pelanggan mereka bersifat captive, pelanggan paksa, singkatnya para
pengguna layanan mempunyai sedikit alternatif terhadap pelayanan yang
disediakan oleh pemerintah. Oleh karena itu birokrasi sering mengabaikan
para pengguna layanannya. Birokrat menganggap bahwa pelanggan mereka
adalah eksekutif dan legislatif, karena dari sanalah mereka memperoleh dana
secara langsung. Para pejabat birokrat yang diangkat, pada gilirannya, lebih
berorientasi pada pejabat yang mengangkatnya atau kelompok kepentingan /
partai. Jadi, sementara bisnis bersungguh-sungguh menyenangkan pelanggan,
badan pemerintah mati-matian untuk menyenangkan kelompok kepentingan.
Lembaga Administrasi Negara (2003 : 27) memberikan ciri-ciri dari
paradigma pelayanan customer driven government, antara lain sebagai berikut
: (1) lebih fokus pada kegiatan fasilitasi untuk berkembangnya iklim yang
kondusif bagi kegiatan pelayanan masyarakat; (2) lebih fokus pada
pemberdayaan masyarakat; (3) fokus pada pencapaian visi, misi, tujuan,
sasaran dan hasil (outcomes); (4) fokus pada kebutuhan dan keinginan
masyarakat; (5) pada hal tertentu, organisasi pemberi layanan juga berperan
untuk memperoleh pendapatan dari pelayanan yang dilaksanakan; (6) fokus
pada antisipasi terhadap permasalahan pelayanan; dan (7) lebih
mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.
Berdasarkan uraian di atas, maka paradigma customer driven
government adalah paradigma pelayanan publik yang menempatkan
pengguna layanan sebagai hal yang terdepan dan merupakan fokus terpenting
dari penyelenggaraan suatu pelayanan atau lebih populer dengan istilah
putting the customer on the driver seat.

2. Merubah Kebijakan, Organizational, dan Operasional


Pemerintah selaku penyedian pelayanaan birokrasi pemerintahan
kepada masyarakat secara menyeluruh, baik pada level kebijakan,
organizational, serta operasional harus sesuai dengan poin-poin mendasar
dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Pada level kebijakan, dalam bentuk peraturan atau kebijakan yang
mengatur seluruh aspek sehingga menciptakan berbagai peraturan atau
kebijakan yang mendorong birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan halhak sipil warga negara dalam mendapatkan pelayanan prima yang yang di
dalamnya menyangkut aspek kepastian hukum, batas waktu, prosedur,
partisipasi, pengaduan, dan gugatan. Contohnya adalah penyusunan Standar
Prosedur Operasi (SOP) pada seluruh instansi dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Sebagai organisasi yang pro publik, penyempurnaan
diarahkan untuk menghasilkan proses yang akuntabel dan transparan, serta
mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu, penyusun SOP yang
rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara
menyeluruh, melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh
gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta
melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai
waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan. Dengan adanya standar prosedur operasi tersebut instasi
pemerintah dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan
yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan
administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Pada level organizational, dapat dilakukan dalam bentuk perbaikan
proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif
terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu,
Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah. Memulai
proses organization reinventing dalam bentuk penataan organisasi. Penataan
organisasi tersebut meliputi pemisahan, penggabungan, dan penajaman
fungsi, serta modernisasi. Penajaman tugas dan fungsi dilakukan di segala
level pemerintahan baik dari pusat sampai ke level pemerintahan pada level
terbawah. Disamping itu, dilakukan pemisahan dan penajaman fungsi
organisasi yang diharapkan mampu menciptakan struktur organisasi yang
menghasilkan kebijakan berkualitas dan dapat memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat.
Terakhir, pada level operasional, dilakukan melalui perbaikan serta
peningkatan kualitas pelayanan yang meliputi dimensi tangibles, reliability,
7

responsiveness, assurance dan emphaty. Perbaikan pelayanan kepada


masyarakat tersebut salah satunya tercermin dalam adanya perubahan waktu
yang diperlukan masyarakat untuk mendapatkan layanan.
Selanjutnya, pelayanan publik yang dilakukan pemerintah
juga dilihat dari segi faktor-faktor yang mempengaruhi birokrasi harus lah
dilakukan perubahan, diantaranya adalah faktor budaya, faktor individu,
faktor organisasi dan manajemen, serta faktor politik. Sehingga institusi
pemerintahan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan amanat UU
No. 25 Tahun 2009.
Akan tetapi dalam pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik
dilapangan walaupun telah berjalannya UU No. 25 Tahun 2009 masih banyak
saja pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai atau pejabat
dalam pelayanan publik. Oleh karenanya, seharusnya pemerintah memiliki
komitmen untuk melakukan penguatan lembaga KPK dan Ombudsman yang
merupakan salah satu indikator komitmen bangsa dalam penciptaan
pemerintahan yang melakukan penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai
dengan bersih dan bebas dari KKN. Karena ternyata, dalam kenyataannya
system birokrasi kita masih memiliki banyak kelemahan. beberapa kelemahan
yang menonjol yaitu:
1.
2.
3.

4.
5.

Lemahnya kehendak pemerintah


Belum ada kesamaan persepsi dan pemahaman tentang visi, misi, tujuan
dan rencana tindak tidak jelas;
Belum ada kesepakatan menerapkan SIN (single identification/identity
number) tentang data kepegawaian, asuransi kesehatan, taspen, pajak,
tanah, imigrasi, bea-cukai, dan yang terkait lainnya
Masih banyak duplikasi, pertentangan, dan ketidakwajaran peraturan
perundang-undangan
Kelemahan dalam criminal justice system (sistem penanggulangan
kejahatan); penanggulangan kejahatan (criminal policy) belum efektif
menggunakan media masa dan media elektronika, kurangnya partisipasi
masyarakat, sanksi terlalu ringan dan tidak konsisten, dan criminal policy
belum dituangkan secara jelas dalam bentuk represif (criminal justice
system), preventif (prevention without punishment), dan pencegahan dini
(detektif).

Berbagai upaya parsial telah dilakukan dalam penyelenggaraan


pelayanan publik baik pemerintahan pusat dan pemerintah daerah. Namun
demikian
karena
sifatnya
yang
parsial, perbaikan dan
perubahan penyelenggaraan pelayanan publik masih terkesan berjalan sendiri-

sendiri tanpa tujuan. Sehingga masih dapat kita temukan over-regulasi,


rendahnya kualitas pelayanan publik, pertanggung jawaban dan akuntabilitas,
profesionalisme dan responsiveness yang disebabkan oleh buruknya mind set,
culture set dan budaya kerja para birokrat. Untuk mengatasi masalah tersebut
perlu segera dilakukan penataan kelembagaan, kepegawaian berbasis kinerja
dengan reward and punishment, penyederhanaan ketatalaksanaan,
akuntabilitas kinerja pemerintah, peningkatan pelayanan publik, sistem
pengawasan nasional dan pengembangan budaya kerja aparatur negara baik di
pusat maupun di daerah yang dilakukan secara sistemik.
Adapun demikian, sangat disayangkan bahwa ternyata
pelaksanaanya tidaklah merata bahkan cenderung sendiri sendiri.
Sebenarnya, penyelenggaraan pelayanan publik pleh pemerintah dapat dilihat
keefektivitasannya bila prinsip prinsip good government telah tercapai
termasuk public services pemerintah terhadap masyarakatnya. Untuk itu,
demi berlangsungnya penyelenggaraan pelayanan publikseharusnya mulai
diterapkan system perubahan pelayanan publik bersama dalam birokrasi
jaringan jaringan pemerintah.
C. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dan dengan memperhatikan kerangka
teorinya, maka dapatlah disimpulkan bahwa :
a. Pelayanan publik dapat dirubah dan ditingkatkan menjadi prima,
birokrasi ber-adaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan dan
memahami kebutuhan masyarakat yang dilayani.
b. Capacity building yang tidak konsisten dan tidak taat azas dari
institusi pelayanan publik telah menjadi faktor dominan bagi melemahnya
kinerja birokrasi sehingga menjadi kehilangan gairah merespon
kepentingan masyarakat
c. Faktor-faktor eksternal birokrasi seperti : hukum, adat-budaya, politik,
sosial, dan ekonomi dan internal birokrasi seperti : doktrin, kepemimpinan,
lembaga, sumberdaya, dan struktur organisasi, secara bersama-sama
menjadi hambatan bagi upaya peningkatan derajat responsitas birokrasi.
d. Model pelayanan publik yang modern sesuai dengan dinamika
perkembangan belum tersusun sebagai pilihan paradigma berbasis
metapora budaya lokal.
e. Derajat responsivitas elit birokrasi pemerintahan belum optimal dalam
implementasi, walaupun sudah dirumuskan dengan indahnya dalam
kebijakan dan strategi pembangunan.

Penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan demokratis


mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini
mengindikasikan bahwapenyelenggaraan pelayanan publik merupakan kebutuhan
dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan,
dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional,
aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi
dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu
menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam
berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh
tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu
yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, penyelenggaraan
pelayanan publik di tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi
terciptanya pelayanan prima bagi masyarakat.
D. Saran
Untuk memayungi penyelenggaraan pelayanan publik yang baik,
diupayakan penataan perundang-undangan, antara lain dengan menyelesaikan
rancangan undang-undang dan melakukan revisi atau perubahan UU agar
terjadinya keselaraan danStandard Operating Procedure (SOP) yang sesuai dengan
perkembangan jaman dan keterbutuhan masyarakat sebagi pengguna pelayan
publik. Dengan demikian, prosespenyelenggaraan pelayanan publik dapat berjalan
dengan baik dengan adanya legalitas secara hukum dalam pelaksanaannya.
Untuk membangun bangsa yang bermartabat, harus dilakukan bersama
oleh pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik.
Selain itu, diharapkan masyarakat dapat lebih partisipatif dalam pelaksanaan,
prinsip-prinsip good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta
pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi di segala bidang pemerintahan
baik pusat maupun daerah.

10

Sumber Referensi

Indihono, Dwiyanto. (2006). Reformasi Birokrasi Amplop Mungkinkah ?.


Yogyakarta. Penerbit Gaya Media
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
ttp://id.wikipwdia.org/PelayananPublik/OmbudsmanRepublikIndonesia/Wikipedia
bahasaIndonesia, ensiklopediabebas.html
http://www.kompasiana.com/channel/peristiwa/PelayananPublik/PelayananPublik
MenurutUUNo25Tahun2009.html

11

Anda mungkin juga menyukai