Anda di halaman 1dari 9

PENGGUNAAN TEPUNG AMPAS TAHU SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

TERHADAP MUTU NUGGET DAGING SAPI


The Using of Tofu Flour As the Binder Nugget
Quality of Beef
Mayya Sari1, Yayuk Kurnia Risna2, Suryani2
Mahasiswa Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Almuslim
2
Dosen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Almuslim
Email: mayasari19941234@gmail.com

ABSTRAK
Nugget adalah jenis makanan lauk pauk berkadar protein tinggi yang terbuat dari
bahan dasar hewani dan dicampur dari bahan lain melalui proses pemaniran dan
penggorengan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jumlah penambahan tepung
ampas tahu dalam pembuatan nugget daging sapi serta untuk mengetahui sifat organoleptik
(warna, aroma, rasa, tekstur) ph dan kadar air dari nugget daging sapi dengan penggunaan
ampas tahu sebagai bahan pengikat dan lama simpan nugget daging sapi. Rancangan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan faktor (A) adalah
taraf penggunaan tepung ampas tahuyaitu : A1= 15%, A2 = 30%, A3= 35%. Faktor (B)
adalah lama simpan yaitu : A1 = 5 hari, A2 = 10 hari dan A3 = 15 hari. Hasil penelitian
menunjukkan tidak terdapat interaksi terhadap organoleptik (warna, aroma, rasa, dan
tekstur) nugget daging sapi. Hasil dari penilaian panelis menujukkan bahwa sifat
organoleptik, pH dan kadar air tebaik pada penelitian ini terdapat pada pemberian tepung
ampas tahu 35%, dengan lama penyimpanan 15 hari.
Kata kunci : Ampas Tahu, Daging Sapi, Mutu Nugget
ABSTRACT
Nugget is one of food which has high protein, made from animal and mixed with
another material through breading and frying. The purpose of research is to find out the
number of added tofu flour in making beef nugget, also to know the organoleptic properties
(colour, flavor, taste, texture) ph and water level of beef nugget. The methodology of
research is Random Completed Design (RCD) factorial pattern through (A) factor is the
standard of using tofu flour is A1 = 15%, A2 = 30 %, A3 = 35 %. B factor is old storage is :
A1 = 5 days, A2 = 10 days, A3 = 15 days. The result of research shows if there is no
interacted towar organoleptic (colour, flavor, taste, texture) of beef nugget. The result of
panelists valued shows if the best organoleptic, pH and level water is 35% of tofu flour by
15 days old storage.
Key words: Tofu, Beef and Quality of Nugget
PENDAHULUAN

Daging sapi adalah salah satu


produk pangan asal hewani yang penting
untuk pertumbuhan, karenadaging sapi
1

mengandung gizi yang tidak kalah


pentingnya dari zat besi, yaitu protein.
Protein
berperan
penting
dalam
membantu tubuh untuk membentuk
jaringan baru pada otot. Daging sapi
memiliki ciri-ciri sepeti tekstur dagingnya
kenyal, warna merah pucat atau keunguunguan, serabut daging halus, sedikit
lemak berwarna kekuning-kuningan, bau
dan rasa. Mengandung kandungan nutrisi
seperti kalori 207 kkal, protein 18,8 g,
lemak 014, 0 g, karbohidrat 0 g, kalsium
11 mg, fosfor 170 mg, besi 2,8 mg,
vitamin A 30 SI, vitamin B 0,08 mg,
vitamin C 0 mg, dan air 66 g (Raharjo,
2010).
Nugget adalah suatu bentuk
produk daging giling yang dibumbui,
kemudian diselimuti oleh perekat tepung,
pelemuran tepung roti, dan di goreng
setengah matang lalu dibekukan untuk
mempertahankan
mutunya
selama
penyimpanan. Nugget dapat diberi
tambahan bahan makanan lain untuk
meningkatkan nilai gizi seperti tepung
ampas tahu sebagai bahan pengikat dalam
adonan
nugget.
Bahan
pengikat
merupakan bahan yang digunakan dalam
adonan seperti tepung-tepungan yang
memiliki kandungan protein yang lebih
tinggi
dan
dapat
meningkatkan
emulsifikasi lemak dibandingkan dengan
bahan pengisi. Bahan pengikat dalam
adonan dapat berfungsi sebagai bahan
pengemulsi juga mengurangi penyusutan
pada
waktu
pengolahan
dan
meningkatkan daya ikat air. Protein
dalam bentuk tepung dipercaya dapat
memberikan sumbangan terhadap sifat
pengikatan seperti tepung ampas tahu.
Ampas tahu merupakan hasil dari
pabrik pembuatan tahu yang merupakan
sisa dari pembuatan tahu yang diperoleh
dari bubur kedelai yang diperas dan tidak
digunakan lagi lalu dijemur dan
kemudian digiling menjadi tepung.
Selama
ini
ampas
tahu
belum

dimanfaatkan secara maksimal. Untuk


meningkatkan nilai tambah ampas dapat
diolah menjadi tepung karena mudah
dalam penyimpanan. Daya simpan
merupakan lama waktu suatu produk
makanan yang sudah di olah dapat di
simpan dalam waktu yang telah di
tentukan pada kondisi yang disarankan
sesuai petunjuk penyimpan dan selama
penyimpanan tetap terjaga kesegaran dan
kualitas yang dapat di terima oleh
konsumen.
Mutu adalah keseluruhan ciri dari
suatu
produk olahan panganyang
kemampuannya
dapat
memuaskan
kebutuhan dan memenuhi harapanharapan pelanggan. Pengukuran mutu
dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan ujian dan organoleptik yang
meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur..
MATERI DAN METODE
Bahan penelitian yang akan
digunakan adalah daging sapi,tepung
ampas tahu, tepung terigu, minyak
goreng, garam, merica, bawang putih,
penyedap rasa, air es, tepung panir dan
telur ayam. Adapun alat penelitian yaitu
ember yang berukuran 5 liter, kompor,
centong, pisau, sendok, panci, blender,
telenan, baskom, loyang, wajan, dan
timbangan bahan. Penelitian menggunakan
metode eksperimental. Penghitungan uji
organoleptik menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktorial menurut
Steel dan Torrie (1995) 2 faktor, 3 taraf
dan 4 ulangan.
Adapun perlakuannya yaitu:
Faktor A = tepung ampas tahu
A1 = tepung ampas tahu 25 %
A2 = tepung ampas tahu 30 %
A3 = tepung ampas tahu 35 %
Faktor B = lama simpan
B1 = penyimpanan selama 5 hari
B2 = penyimpanan selama 10 hari
2

B3 = penyimpanan selama 15 hari

ampas tahu sebagai bahan pengikat tidak


terdapat interaksi (P>0,05) terhadap
warna nugget daging sapi. Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN
perhitungan nilai warna nugget daging
sapi pada penelitian ini dapat dilihat pada
Hasil analisis statistik pada
Tabel 1.
menunjukkan bahwa penggunaan tepung
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Warna Nugget Daging Sapi Masing-Masing Perlakuan
Tepung Ampas Tahu

Lama Penyimpanan
B1 (5 hari)
B2 (10 hari)
B3 (15hari)

A1 (25%)
2,50
2,50
3,00

A2 (30%)
2,50
3,00
2,25

A3(35%)
2,50
2,50
2,50

Keterangan: Semua perlakuan menunjukkan tidak terdapat interaksi (P>0,05)

Tidak terdapatnya interaksi pada


warna nugget daging sapi ini disebabkan
oleh warna nugget yang masih dalam
keadaan kuning keemasan, tepung ampas
tahu sebagai pengikat nungget tidak
menghasilkan warna nungget yang lebih
terang sehingga produk nungget yang
dihasilkan hampir sama dengan setiap
perlakuan dengan warna nugget sapi yang
dihasilkan masih didominasi warna
kuning
keemasan,
Berdasarkan
pengamatan, warna kuning didapat dari
proses pembuatan nugget pada tahap
penggorengan awal atau pre-frying.
Sesuai dengan pendapat Yuliani (2013)
menyatakan bahwa proses penggorengan
awal (prefrying) pada produk nugget
ampas tahu dillakukan selama 30 detik
untuk
semua
sampel
sehingga
menimbulkan warna kuning yang merata.
Selain itu, hasil penelitian sebelum
disajikan menjadi sampel digoreng
terlebih dahulu selama 4 menit dengan
dibolak
balik
ketika
dilakukan
penggorengan agar menimbulkan efek
warna kuning keemasan yang merata
pada nugget ampas tahu, sehingga proses
penggorengan ini juga memberikan
pengaruh yang sama warna pada semua
sampel.
Hasil perhitungan faktorial juga
membuktikan bahwa penambahan tepung

ampas tahu 25% dengan penyimpanan 15


hari memberikan nilai 3,00 (kuning
kecoklatan)
begitu
juga
dengan
pemberian tepung ampas tahu 30%
dengan penyimpanan 10 hari memberikan
warna kuning kecoklatan juga. Hal ini
disebabkan oleh adanya reaksi Maillard
selama nugget daging sapi disimpan,
reaksi ini terjaditerjadi antara protein,
asam amino, dan amin dengan gula
aldehida dan keton, yang merupakan
penyebab terjadinya pencoklatan selama
pemanasan atau penyimpanan dalam
waktu yang lama pada bahan pangan
berprotein. Sesuai dengan pendapat
Afrisanti (2010) menyatakan bahwa
mekanisme reaksi pencoklatan (Maillard)
ini diawali dengan adanya reaksi antara
gugus karbonil dari gula pereduksi
dengan gugus amino bebas dari protein
atau asam amino dengan adanya
pemanasan akan menghasilkan pigmenpigmen melanoidin yang berwarna
coklat.
Hasil sidik ragam menunjukkan
bahwa penggunaan tepung ampas tahu
sebagai bahan pengikat tidak terdapat
interaksi (P>0,05) terhadap aroma nugget
daging sapi. Hasil perhitungan aroma
nugget daging sapi pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Rata-Rata Aroma Nugget Daging Sapi Masing-Masing Perlakuan


Tepung Ampas Tahu

Lama Penyimpanan
B1 (5 hari)

A1 (25%)
1,00

A2 (30%)
1,75

A3(35%)
1,00
3

B2 (10 hari)
B3 (15hari)

1,75
1,00

1,25
1,25

1,25
1,25

Keterangan: Semua perlakuan menunjukkan tidak terdapat interaksi (P>0,05)

Perlakuan
antara
pemberian
tepung ampas tahu dengan lama
penyimpanan
dari
masing-masing
perlakuan belum terdapat interaksi
terhadap aroma nuggetdaging sapi.
Aroma nugget daging sapi pada
penelitian ini masih tercium bau khas
nugget, hal ini terlihat pada penilaian
panelis dalam memberikan skor, panelis
lebih memberikan penilaian pada nugget
dengan skor 1 (harum khas nugget).
Aroma harum pada nugget daging sapi
disebabkan oleh adanya senyawa volatil
serta uap air terlepas saat proses
pemasakan. Aroma pada penelitian tidak
dibedakan antara pemakaian tepung
ampas tahu dan lama penyimpanan,
namun aroma akan timbul karna adanya
penambahan bumbu halus seperti bawang
merah, bawang putih dan lain-lain. Hal
ini sesuai dengan pendapat Nurmalia
(2011) yang menyatakan bahwa nugget
yang memiliki aroma yang harum
dipengaruhi karena adanya senyawa
volatil serta uap air terlepas saat proses
pemasakan,
kemudian
dengan
penambahan bawang, bawang merah
memiliki rasa agak
pedas
dan
mengeluarkan aroma harum, terutama
bila digoreng. Bawang putih mulai

diikutsertakan setelah terbukti bahwa


sedikit penambahan bawang putih akan
menyempurnakan cita rasa makanan.
Aroma nugget berkurang pada
perlakuan pemberian tepung ampas tahu
25% dengan penyimpanan 10 hari dan
pada perlakuan pemberian tepung ampas
tahu 30% dengan penyimpanan 10 hari,
namun aroma nungget terbaik pada level
pemberian tepung ampas tahu 35%, pada
level tersebut nugget daging sapi masih
sangat tercium aroma khas nugget. Hal
ini dikarenakan semakin bayak level
penambahan tepung ampas tahu semakin
bagus, karena ampas tahu dapat
menghambat terbentuknya senyawa yang
mudah menguap. Sesuai dengan pendapat
Hakim, et al., (2012) menyatakan bahwa
timbulnya aroma makanan disebabkan
oleh terbentuknya senyawa yang mudah
menguap.
Hasil analisis dari data yang telah
dilakukan terlihat secara keseluruhan
bahwa rasa nugget sapi menunjukkan
bahwa penggunaan tepung ampas tahu
sebagai bahan pengikat tidak terdapat
interaksi (P>0,05). Data rata-rata rasa
masing-masing perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Rasa Nugget Sapi Masing-Masing Perlakuan


Tepung Ampas Tahu

Lama Penyimpanan
B1 (5 hari)
B2 (10 hari)
B3 (15hari)

A1 (25%)
1,00
1,50
1,00

A2 (30%)
1,50
1,50
1,66

A3(35%)
1,00
1,00
1,50

Keterangan: Semua perlakuan menunjukkan tidak terdapat interaksi (P>0,05)

Semua
perlakuan
diatas
menunjukkan pengaruh yang sama pada
masing-masing perlakuan, terlihat bahwa
semua perlakuan mempunyai nilai rasa

yang gurih, rasa gurih pada nugget


daging sapi disebabkan oleh adanya
pemberian tepung ampas tahu pada saat
pembuatan, sehingga menciptakan rasa
4

ngget danging sapi yang lezat, dan dapat


meningkatkan tingkat kesukaan panelis
saat mencicipi. Rasadaging sapi menjadi
gurih karenaadanya penambahan tepung
ampas tahu sehingga rasa daging sapi
menjadi sangat terasa, sehingga produk
olahannya sangat disukai konsumen.
Sesuai dengan pendapat Afrisanti (2010)
menyatakan bahwa cita rasa adalah
rangsangan syaraf yang dihasilkan oleh
bahan yang dimasukan kedalam mulut,
dirasakan terutama oleh syaraf rasa dan
bau serta rasa oleh reseptor rasa sakit,
sentuhan serta suhu dimulut.
Pada Tabel 3 diatas terlihat bahwa
nilai rasa pada nugget daging sapi sangat
sebanding dengan nilai organoleptik
dengan aroma, hal ini mengakibatkan
nilai aroma dan rasa pada nugget daging
sapi
hampir
sama.
Penelitian
menunjukkan nilai rasa tidak jauh
berbeda pada masing-masing perlakuan,
lamanya penyimpanan tidak membuat

rasa nugget berubah, ini dapat


disimpulkan bahwa semakin lama
disimpan nugget sapi masih dalam
keaadaan gurih saat dimakan. Sesuai
dengan
pendapat
Melisa
(2011)
menyatakan bahwa nugget daing sapi
yang disimpan tidak akan membedakan
cita rasa dari nugget itu sendiri, hal ini di
karenakan
kualitas
nugget
ang
ditambahkantepung ampa tahu asih utuh,
tepung mengandung karbohidrat yang
tinggi
dan
memudahkan
dalam
penyimpanan, kadar protein ampas tahu
rata rata sekitar 5,27 5,91%, dan
karbohidrat 67,5%.
Hasil
perhitungan
data
menunjukkan bahwa penggunaan tepung
ampas tahu sebagai bahan pengikat tidak
terdapat
interaksi
(P>0,05)terhadap
teksturnugget daging sapi. Rataan skor
penilaian pada masing-masing perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Tekstur Nugget Daging Sapi Masing-Masing Perlakuan


Tepung Ampas Tahu

Lama Penyimpanan
B1 (5 hari)
B2 (10 hari)
B3 (15 hari)

A1 (25%)
1.00
1.00
1.50

A2 (30%)
1.25
1.50
1.25

A3(35%)
1.25
1.75
1.50

Keterangan: Semua perlakuan menunjukkan tidak terdapat interaksi (P>0,05)

Hasil
penilai
panelis
membuktikan bahwa nugget daging sapi
mempunyai tekstur yang baik pada
masing-masing
perlakuan.
Dimana
nugget daging sapi pada penelitian ini
mempunyai tekstur yang padat, dan tidak
dalam keadaan lembek.Hal ini disebakan
tidak adanya keberadaan air dalam
produk,
nugget
setelah
digoreng
menghasilkan nugget yang kering dan
tidak lunak. Sesuai dengan pendapat
Apriliyani (2010), keberadaan air dalam
suatu produk akan memengaruhi tekstur,
karena air yang terdapat di dalamnya
akan memengaruhi lunak atau kerasnya

suatu produk. Nilai tekstur pada


penelitian ini berkisar antara 1,75-1,00
(Padat).
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
perlakuan nugget daging sapi tanpa
penambahan tepung ampas tahu 25%
dengan penyimpanan 5 hari (A1B1) tidak
berbeda
nyata
dengan
perlakuan
penambahan tepung ampas tahu 30%
(A2)dan 35 % (A3). Hal ini terjadi karena
penambahan
bahan
padatan
menyebabkan fraksi non air meningkat
dan jarak antar partikel menurun
(semakin padat) sehingga menyebabkan
produk menjadi lebih berisi dan nilai
5

teksturnya menjadi semakin rendah.


Tekstur makanan diperoleh dan dibentuk
oleh jenis tepung yang digunakan karena
tepung berfungsi mengokohkan adonan
dan membentuk tekstur makanan. Sesuai
dengan pendapat Maulida (2011)
menyatakan bahwa penambahan tepung
ampas tahu pada nugget tinggi akan
menyebabkan
banyak
air
yang
terperangkap karena sifat amilosa yang
mudah menyerap air pada saat proses
pembentukan gel selama pemanasan,
semakin tinggi tingkat penambahan
tepung ampas tahu maka air yang terserap
dan terperangkap oleh amilosa akan
semakin tinggi dan menyebabkan
kenaikan kadar air pada nugget yang

dihasilkan, penambahan tepung ampas


tahu akan mengisi rongga-rongga
miofibril, apabila dilakukan pemanasan
maka
tepung
akan
mengalami
gelatinisasi, yaitu molekul amilosa akan
berikatan satu dengan yang lain dengan
ikatan cabang amilopektin kemudian
terjadi penggabungan butir-butir pati
yang membengkak.
Hasil sidik ragam menunjukkan
bahwa penggunaan tepung ampas tahu
sebagai bahan pengikat tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap pH nugget
daging sapi. Hasil perhitungan pH nugget
daging sapi pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Rata-Rata pH Nugget Daging Sapi Masing-Masing Perlakuan


Lama
Penyimpanan
B1 (5 hari)
B2 (10 hari)
B3 (15 hari)

Tepung Ampas Tahu


A1 (25%)
6.50
6.20
6.50

A2 (30%)
6.50
6.20
6.10

A3(35%)
6.10
6.30
6.10

Keterangan: Semua perlakuan menunjukkan tidak terdapat interaksi (P>0,05)

Tidak
terdapat
interaksi
disebabkan oleh sulitnnya bakteri
pembusuk masuk kedalam nugget selama
penyimpanan sehingga nilai pH pada
nugget relatif sama. Semakin lama waktu
penyimpanan nugget daging, tidak
menyebabkan keadaan nugget membusuk
namun keadaan menjadi sebaliknya yaitu
kedaan nugget masih segar dan utuh.
Sesuai dengan pendapat Hakim, et al.,
(2012) mnenyatakan bahwa besar
persentase penambahan tepung ampas
tahu berbanding terbalik dengan besarnya
nilai pH, semakin besar persentase
penambahan tepung ampas tahu maka
nilai pH akan semakin turun karena
tepung ampas tahu bersifat menyerap air
lebih kuat.
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan
bahwa nilai pH nugget daging sapi yang
tertinggi terdapat pada perlakuan

pemberian tepung ampas tahu 25% dan


30% dengan nilai pH sebesar 6,50,
sedangkan nilai pH yang terendah
terdapat pada perlakuan penambahan
tepung ampas tahu sebesar 35% dengan
nilai pH sebesar 6,10. Perlakuan selama
proses pengolahan daging mengubah nilai
pH. Peningkatan pH nugget dipengaruhi
oleh penambahan tepung ampas tahu
yang digunakan. Peningkatan pH nugget
disebabkan
tepung
ampas
tahu
mempunyai pH yang netral (pH 7).
Sesuai dengan pendapat Winiar (2004),
menyatakan
bahwa
pH
akan
memengaruhi kelarutan protein yang
akan larut dalam garam dan protein ini
berperan dalam pembentukan gel dalam
produksi emulsi dalam nugget. Pada
perebusan dengan suhu tinggi, panas
yang diterima berlangsung lebih cepat
dan dapat mengakibatkan denaturasi
6

protein yang berlangsung cepat juga.


Proses pemanasan dapat menaikkan pH
0,05% frankfurters yang dalam proses
pembuatannya ditambahkan garam. Nilai
pH dari adonan suatu produk berkaitan
dengan protein daging yang terlarut serta
ikut memengaruhi daya ikat air dari suatu
produk emulsi. Peningkatan nilai pH
adonan nugget berhubungan dengan daya
ikat air nugget. pH sangat memengaruhi
stabilitas
emulsi
pada
produk
restrukturisasi terutama pada produk
emulsi karena kadar pH yang semakin

rendah akan meningkatkan denaturasi


protein daging. Nilai pH yang semakin
tinggi maka stabilitas emulsi akan
semakin meningkat pula. Peningkatan
nilai pH dapat dijadikan indikasi
stabilitas emulsi yang semakin baik.
Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan tepung ampas tahu
sebagai bahan pengikat terdapat interaksi
(P<0,05) terhadap kadar air nugget
daging sapi. Hasil perhitungan kadar air
nugget daging sapi pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Rata-Rata Kadar Air Nugget Daging Sapi Masing-Masing Perlakuan
Tepung Ampas Tahu

Lama Penyimpanan
B1 (5 hari)
B2 (10 hari)
B3 (15 hari)

A1 (25%)
18.00
32.00
26.00

20.00
32.00
20.00

A1 (25%)
24.00
32.00
24.00

Keterangan: perlakuan menunjukkan terdapat interaksi (P<0,05)

Tabel 6 menunjukan kandungan


air
sangat
berpengaruh
terhadap
pengolahan dan mutu pangan. Hal
tersebut merupakan salah satu penyebab
mengapa di pengolahan pangan air sering
dikurangi atau dikeluarkan dengan
berbagai cara seperti penguapan atau
pengeringan. Dengan semakin banyaknya
penambahan tepung ampas tahu dan
lamanya penyimpanan menunjukkan
kecenderungan menurunnya kadar air,
kecenderungan tersebut dapat dijelaskan
bahwa semakin banyak jumlah bahan
pengisi dan lemak yang terdapat pada
campuran,
relatif
memberikan
perbandingan yang lebih besar pula untuk
bahan padatan. Penurunan kadar air
disebakan oleh karena adanya proses
penggorengan sehingga menimbulkan
panas sehingga mengurangi kadar air
yang terdapat pada adonan. Sesuai
dengan pendapat Afrisanti (2010)
menyatakan bahwa penurunan kadar air
terjadi karena panas yang disalurkan
melalui minyak goreng yang berakibat

menguapkan air yang terdapat dalam


bahan. Hal ini menunjukan bahwa kadar
air
berkorelasi
negatif.
Menurut
Jamaluddin, et al., (2008) selama
penggorengan terjadi secara simultan
perpindahan
panas
dan
massa.
Perpindahan panas terjadi dari minyak
panas ke permukaan bahan dan merambat
ke dalam sehingga kandungan air bahan
keluar dalam bentuk uap air ke
permukaan, kemudian bahan menyerap
minyak (perpindahan massa). Kondisi ini
menyebabkan banyak perubahan dalam
bahan, baik secara fisik maupun kimiawi
pada bahan yang digoreng.
Pada hasil uji statistik (P<0,05)
menunjukan bahwa pada terdapat
perbedaan yang tidak nyata pada level
penambahan tepung ampas tahu 25%;
30% dan 35%. kadar air yang hampir
sama itu disebabkan karena kemampuan
nugget menahan air pada masing-masing
level
semakin
turun
dengan
meningkatnya level penambahan tepung
ampas tahu. Menurunnya kadar air itu
7

berkorelasi pula dengan kadar protein


nugget. Protein daging berperan dalam
pengikatan air daging. Kadar protein
daging yang tinggi menyebabkan
meningkatnya kemampuan menahan air
daging sehingga menurunkan kandungan
air bebas, dan sebaliknya (Kartikasari,
2005).
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
dan
pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa
penggunaan tepung ampas tahu sebagai
bahan pengikat dapat mempertahankan
sifat organoleptik, pH dan kadar air
nugget daging sapi. Hasil dari penilaian
panelis
menujukkan
bahwa
sifat
organoleptik, pH dan kadar air tebaik
pada penelitian ini terdapat pada
pemberian tepung ampas tahu 35%.
Dengan lama penyimpanan 15 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas kimia dan
organoleptik nugget daging kelinci
dengan penambahan tepung tempe.
Skripsi.
Fakultas
Pertanian
Universita
Sebelas
Maret.
Surakarta.
Apriliyani, M. W. 2010. Pengaruh
Penggunaan Tepung Tapioka dan
Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Pada Pembuatan Keju Mozzarella
terhadap Kualitas Fisik dan
Organoleptik.
Skripsi.Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
Malang.
Hakim. U. N.,Rosyidi. D., Widati. A. S.
2012.Pengaruh penambahan tepung
garut (Maranta arrundinaceae)
terhadap
kualitas
fisik
dan
organoleptik nugget kelinci.Jurnal.
Universitas Brawijaya. Malang
Jamaluddin, Rahardjo B., Hastuti P., dan
Rochmadi.
2008.
Model
matematikperpindahan panas dan
massa proses penggorengan buah
padakeadaan hampa. Prosiding

Seminar
Nasional
Teknik
Pertanian. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Kartikasari, L. R. 2005. Pengaruh Ekstrak
Hipofisis Sapid dan Level Protein
Konsentrat Terhadap Kualitas Fisik
Daging Kambing Kacang Jantan.J.
Sain Vet. 23 (2). Jurusan
Peternakan. Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret.
Maulida, R. 2011. Pengembangan produk
makanan jajanan anak sekolah di
kota malang berbasis tepung garut.
Skripsi Program Studi Tata
Boga.Fakultas Teknik Universitas
Negeri Malang. Malang.
Melisa, N. 2011.Pengaruh pencampuran
tepung ampas tahu dan tepung
terigu sebagai bahan pengikat
terhadap mutu nugget wortel
(Daucus carota L).Skripsi.Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas
Andalas. Padang
Nurmalia. 2011. Nugget jamur tiram
(Pleurotus
ostreatus)
sebagai
alternatif makanan siap saji rendah
lemak dan protein serta tinggi serat.
Artikel Penelitian. Universitas
Diponegoro. Semarang
Raharjo, S. 2010. Aplikasi madu sebagai
pengawet daging sapi giling segar
selama
proses
penyimpanan.
Skripsi.Fakultas
Pertanian
Universitas
Sebelas
Maret
Surakarta.
Steel, R. G. D. Dan J. H. Torrie. 1995.
Prinsip dan Prosedur Statistika:
Suatu
Pendekatan
Biometrik.
Terjemahan: B. Sumantri. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winiar, P.B. 2004. Sifat Fisik Kimia dan
Palatabilitas
Nugget
Daging
Kelinci dengan Substitusi Otak
Sapi.Skripsi.
Progam
Studi
Teknologi Hasil Ternak. Fakultas
Peternakan.
Institut
Pertanian
Bogor. Bogor.
8

Yuliani, I. 2013. Studi eksperimen nugget


ampas tahu dengan campuran jenis
pangan sumber protein dan jenis
filler yang berbeda. Skripsi. Jurusan

Teknologi
Jasadan
Produksi
Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang

Anda mungkin juga menyukai