Anda di halaman 1dari 11

Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan

dan Populasi Ternak di Indonesia


(Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)

ANALISIS SENJANG PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG PAKAN


DENGAN PENDEKATAN SINKRONISASI SENTRA PRODUKSI, PABRIK PAKAN,
DAN POPULASI TERNAK DI INDONESIA
Dewa K.S. Swastika 1 , Adang Agustian 1 dan Tahlim Sudaryanto 2
2

1
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. Ahmad Yani No. 70 Bogor 16161
Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Kerjasama Internasional, Jl. Harsono RM. No. 3, Ragunan-Jakarta 1 2550
e-mail: pse@litbang.deptan.go.id

(Makalah diterima, 9 Juni 2011 Revisi, Desember 2011)

ABSTRAK
Kebutuhan jagung untuk industri pakan tiap tahun terus
meningkat sejalan dengan perkembangan industri peternakan.
Permasalahnnya adalah adanya ketidak-sinkronan antara
permintaan dan penawaran jagung untuk pakan. Pabrik pakan
sering mengeluh sulit memperoleh jagung, namun petani juga
sering mengeluh sulit menjual jagung. Kondisi ini mendorong
penulis untuk mengkaji senjang penawaran dan permintaan
jagung pakan dengan pendekatan sinkronisasi sentra produksi,
pabrik pakan dan populasi ternak. Hasil analisis menunjukkan
bahwa: (1) dari 10 provinsi sentra produksi jagung, 7 provinsi
diantaranya merupakan sentra pabrik pakan; (2) kebutuhan
jagung untuk pakan pabrikan 36,28% lebih tinggi dari
pendekatan populasi; dan (3) Pada tahun 2020, proyeksi
permintaan jagung untuk pabrik pakan 28,52% diatas proyeksi
kebutuhan berdasarkan populasi ternak. Jika produksi pakan
pabrikan disesuaikan dengan populasi ternak, maka kebutuhan
jagung untuk bahan baku pakan jauh lebih kecil. Ada inidikasi
bahwa orientasi pabrik pakan saat ini tidak hanya untuk
pemenuhan kebutuhan pakan dalam negeri, tetapi juga untuk
ekspor. Dengan sumberdaya yang terbatas, terutama produksi
jagung dalam negeri, maka sebaiknya pabrik pakan
memfokuskan produksi pakan konsentrat untuk kebutuhan
dalam negeri, sehingga tidak mengganggu perkembangan
industri peternakan dalam negeri.
Kata kunci: Penawaran, Permintaan, Jagung Pakan, Pabrik Pakan,
Populasi Ternak.

ABSTRACT
Gap analysis of supply and demand of corn forage production
approach sync center, feed plant, animal and
population in Indonesia
The demand for feed maize continues to increase each year in
line with the development of livestock industry. Feed mills
often complain of difficulties in getting maize, but farmers also
often complain of difficulties to sell their maize. This prompted
the authors to assess the gap of supply and demand for feed
maize by synchronization approach to production centers, feed
mills, and livestock population. The results showed that: (1) out
of 10 provinces of maize production centers, 7 of which are the
centers of feed mills (2) the demand for maize for manufactured
feed in 2010 is 36.28% above the demand base on livestock
population, and (3) in 2020, the demand for maize for
manufactured feed is projected to be 28.52% above that of using
population approach. If the production of manufactured feed

is adjusted to meet only the existing livestock, the need for feed
maize is much smaller. There is an indication that the
orientation of the feed mills is not only to meet domestic
demand, but also for export. With the limited resources,
especially domestic maize production, the manufactured feed
should be focused to meet the domestic demand for feed, so that
would not interfere the development of domestic livestock
industry.
Key Words: Supply, Demand, Feed Maize, Feed Mills, Livestock
Popula tion.

PENDAHULUAN
Jagung merupakan komponen terpenting pakan
pabrikan di dunia, terutama di daerah tropis. Di
Indonesia, sekitar 51 persen komponen pakan
pabrikan (terutama pakan komplit) adalah jagung.
Kandungan energi, protein dan gizi lain pada jagung
sangat sesuai untuk kebutuhan ternak, terutama
untuk unggas dan babi. Berbagai upaya untuk
menggantikan jagung dengan bahan pakan lain di
Indonesia belum berhasil. Kedelai segar, selain mahal
juga tidak dapat digunakan langsung sebagai
komponen pakan, kecuali dalam bentuk bungkil
kedelai yang merupakan hasil sampingan pabrik
minyak kedelai dan seluruhnya masih diimpor.
Ubikayu, meskipun berlimpah, masih memerlukan
pengolahan antara, sebelum digunakan sebagai bahan
campuran pakan pabrikan. Gaplek (ubikayu kering)
mempunyai kandungan protein rendah, sehingga
masih memerlukan tambahan sumber protein agar
dapat memenuhi kebutuhan ternak. Sorgum adalah
satu-satunya bahan pakan yang mempunyai
kandungan gizi hampir sama dengan jagung, namun
ketersediaannya di Indonesia sangat terbatas
(Tangendjaja, et al. 2003).
Kebutuhan jagung untuk industri pakan tiap tahun
terus meningkat secara signifikan sejalan dengan
pesatnya perkembangan industri peternakan (Rachman,
2003). Zubachtirodin, et.al (2007) mengungkapkan
selama periode 2001-2006, kebutuhan jagung untuk
bahan industri pakan ternak, makanan, dan minuman

65

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75

terus meningkat sekitar 10 sampai 15 persen per tahun.


Data FAO menunjukkan bahwa total kebutuhan jagung
di Indonesia tahun 2007 sebesar 13,98 juta ton. Dari
total tersebut, sebesar 4,20 juta ton atau sekitar 30
persen digunakan untuk pakan (FAO. 2010b).
Di negara-negara berkembang, telah terjadi
peningkatan permintaan terhadap pangan yang berasal
dari produk ternak. Hal ini merupakan dampak dari
peningkatan pendapatan per kapita dan pengetahuan
masyarakat tentang gizi, sehingga terjadi perubahan
pola makanan (Hutabarat, 2003). Peningkatan
permintaan terhadap pangan asal ternak telah
menyebabkan usaha peternakan meningkat pesat. Hal
ini tercermin dari pertumbuhan produksi ternak. Sebagai
contoh, daging unggas, telur, susu dan daging babi
meningkat masing-masing: 7,3 persen, 8,5 persen, 2,3
persen, dan 5,4 persen per tahun selama periode 20002007 (FAO, 2010a).
Selama periode 2000-2007, konsumsi daging unggas
dan telur meningkat masing-masing 7,1 persen dan 8,5
persen per tahun. Konsumsi susu dan daging babi juga
meningkat masing-masing 5,9 persen dan 5,4 persen per
tahun (FAO, 2010a).
Perkembangan industri peternakan berdampak pada
perkembangan permintaan terhadap pakan (utamanya
pakan pabrikan). Jenis ternak yang banyak
mengkonsumsi pakan pabrikan adalah ayam ras, babi,
dan sapi perah (Kasryno, 2003; Swastika, 2005). Data
Direktorat Jendral Peternakan menunjukkan bahwa
produksi pakan pabrikan selama periode 2004-2008
meningkat rata-rata 8,1 persen per tahun (Ditjen
Peternakan, 2010a).
Produksi jagung selama periode 1970-2000 meningkat
rata-rata 4,07 persen per tahun dan Indonesia mampu
berswasembada jagung sebelum 1976, selama 19831984, dan tahun 2008 (Swastika, 2002; Swastika, 2010).
Selama dekade terakhir (2000-2009), pertumbuhan
produksi cukup tinggi, yaitu rata-rata 7,03 persen per
tahun (BPS, 2010). Namun demikian, produksi dalam
negeri belum mampu memenuhi kebutuhan, sehingga
masih diperlukan impor. Puncak impor mencapai 1,83
juta ton pada tahun 2006 (FAO, 2010b).
Masih rendahnya produksi jagung disebabkan oleh
produktivitas jagung nasional yang masih rendah yaitu
sekitar 4,23 ton/ha (BPS, 2010). Padahal potensi
produktivitas jagung hibrida berkisar antara 7-12 ton per
hektar (Puslitbangtan, 2009). Produktivitas jagung
yang rendah secara nasional sejalan dengan hasil
penelitian Bachtiar, et.al (2007) yang mengungkapkan
bahwa pada beberapa sentra produksi jagung seperti di
Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Jawa
Timur masih banyak petani yang menanam varietas lokal
dan varietas unggul lama yang benihnya belum

66

diperbaharui. Permasalahan dalam penyebaran benih


bermutu adalah ketidak tersediaan benih di tingkat
petani sesuai waktu tanam, dan harga benih unggul
bermutu yang mahal. Masalah yang paling mendasar
ialah tidak adanya sinkronisasi antara permintaan dan
penawaran jagung untuk pakan dalam negeri. Pabrik
pakan sering mengeluh sulit memperoleh jagung dari
dalam negeri, sebaliknya petani juga mengeluh sulit
memasarkan jagung pada harga yang memadai.
Berdasarkan masalah-masalah di atas, studi ini
bertujuan untuk: (1) Mengkaji kesesuaian sebaran
sentra produksi jagung, pabrik pakan, dan populasi
ternak di Indonesia; (2) Menganalisis kebutuhan pakan
pabrikan untuk ternak; (3) Menganalisis kebutuhan
jagung untuk pakan pabrikan; dan (4) Menyusun
alternatif kebijakan dalam upaya memenuhi kebutuhan
jagung untuk pakan.
METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Sejalan dengan perkembangan industri peternakan
dan industri pakan yang pesat, Indonesia harus
meningkatkan prioritas peningkatan produksi jagung.
Pemenuhan kebutuhan jagung yang mengandalkan
impor akan berisiko menghambat indutri peternakan
dan pakan dalam negeri. Sebab sebagian besar
produksi jagung dikonsumsi oleh negara
produsennya. Hanya sekitar 12-14 persen produksi
jagung dipasarkan di pasar dunia (Pasandaran dan
Kasryno, 2003; Kasryno, 2003). Masalah mendasar
pemasaran jagung yang sering muncul ke permukaan
adalah kesenjangan antara permintaan dan
penawaran. Di satu sisi, petani sulit memasarkan
jagung dengan harga yang layak, di sisi lain pabrik
pakan sering kesulitan memperoleh jagung dari dalam
negeri, sehingga harus mengimpor.

Gambar 1. Diagram sinkroniasi kebutuhan jagung untuk pakan


berdasarkan produksi pakan dan populasi ternak

Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan
dan Populasi Ternak di Indonesia
(Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)

Gambar 1 adalah kerangka pikir sinkronisasi produksi


pakan oleh pabrik pakan dengan kebutuhan pakan
berdasarkan populasi ternak yang menggunakan jagung
sebagai bahan baku utama pakan. Sinkronisasi antara
kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan produksi
pakan (diberi simbol D1) dengan kebutuhan jagung
untuk pakan dapat diketahui berdasarkan populasi
ternak (D2).
Dari diagram sinkronisasi di atas, dapat diketahui
kemampuan pabrik pakan memproduksi pakan sesuai
dengan kapasitas operasional pabrik. Disamping itu
juga dapat diketahui permintaan jagung untuk pabrik
pakan dengan kebutuhan jagung untuk pakan
berdasarkan populasi berbagai ternak yang komponen
pakan utamanya jagung.
Analisis sinkronisasi juga dilakukan terhadap daerah
produksi jagung dan daerah konsumsi jagung
berdasarkan sebaran wilayah pabrik pakan. Sinkronisasi
tersebut dapat dilihat dari diagram Venn berikut ini.
Sinkronisasi wilayah ini digunakan untuk mengetahui
daerah-daerah (provinsi) sentra produksi jagung yang
sekaligus merupakan sentra pabrik pakan dan pabrik
pakan yang jauh dari sentra produksi jagung. Dengan
mengetahui peta sentra produksi jagung dan pakan,
dapat diketahui dimana provinsi terdekat pabrik pakan
bisa memperoleh jagung sebagai bahan baku.

Keterangan:
A = wi layah s entr a pr oduksi jagung
B = wi layah pabri k (s entr a produksi) pakan
A B = i nt ers eksi , yai tu perpaduan antar a wi layah sent ra
produksi jagung dengan sentra produksi pakan.

Gambar 2. Diagram Venn antara wilayah produksi dan


konsumsi jagung untuk pakan

Data dan Analisis Data


Studi ini menggunakan data sekunder dari berbagai
sumber, antara lain Direktorat Jenderal Peternakan,
Badan Pusat Statistik (BPS), FAO dan berbagai
publikasi hasil penelitian sebelumnya. Untuk menjawab

tujuan studi ini, berbagai pendekatan digunakan.


Kesesuaian sebaran sentra produksi jagung dideliniasi
sebanyak 10 provinsi penghasil jagung terbesar,
ditumpang tindihkan (overlay) dengan sentra produksi
pakan pabrikan, serta pusat-pusat pengembangan
ternak. Penawaran jagung dalam negeri dianalisis
dengan menggunakan pendekatan produksi, impor,
ekspor dan stok nasional. Secara matematis, total
penawaran jagung nasional dirumuskan sebagai:
St=Yt+MtXtZt ...............................................

(1)

Dimana:
St = Penawaran jagung pada tahun t
Yt = Produksi jagung dalam negeri pada tahun t
Mt = Volume Impor jagung pada tahun t
Xt = Volume ekspor jagung pada tahun t
Zt = perubahan stok jagung nasional pada tahun t.
Ternak yang mengkonsumsi pakan pabrikan berbahan
baku jagung adalah ayam ras petelur, ayam ras
pedaging, babi dan ternak lainnya. Patokan
perhitungan menggunakan beberapa konsep dan hasil
kajian Tangenjaya, et.al. (2003). Kebutuhan pakan
seekor ayam atau babi dihitung berdasarkan jumlah
pakan yang dibutuhkan untuk mencapai bobot atau
umur optimal ternak siap dijual. Untuk ayam petelur,
kebutuhan pakan dihitung dari jumlah pakan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg telur.
Pada ternak ayam ras pedaging, untuk menghasilkan
seekor ayam siap potong dengan rataan bobot 1,2 kg
dibutuhkan 2,28 kg pakan, dan untuk ayam petelur
dibutuhkan 2,5 kg pakan untuk 1 kg telur. Rataan
kebutuhan pakan ayam ras petelur selama 5 bulan
sebelum berproduksi adalah 6,5 kg per ekor dan
kebutuhan pakan untuk periode ini dapat dihitung.
Untuk babi, bobot siap jual yang diminta pasar adalah
90 kg per ekor. Untuk mengahasilkan babi dengan bobot
badan tersebut dibutuhkan pakan 315 kg. Berdasarkan
angka-angka kebutuhan pakan per ekor dan populasi
ternak, dapat dihitung kebutuhan pakan pabrikan
komplit (formula lengkap) untuk ayam ras petelur, ayam
ras pedaging, babi dan ternak lainnya.
Permintaan jagung untuk pakan dianalisis
berdasarkan dua pendekatan, yaitu (1) pendekatan
populasi ternak dan kebutuhan pakan untuk masingmasing jenis ternak; dan (2) pendekatan jumlah dan
kapasitas produksi pabrik pakan. Dengan
menggunakan pendekatan populasi ternak, permintaan
jagung untuk pakan pabrikan komplit dirumuskan
sebagai berikut:

67

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75

n
DFt = (i Fit PTit) .. (2)
i =1
Dimana:
DFt = Permintaan jagung untuk pakan pada tahun t
i = proporsi jagung dalam pakan pabrikan untuk
jenis ternak-i
Fit = kebutuhan pakan pabrikan per satuan ternak-i
pada tahun t
Ptit = populasi jenis ternak-i pada tahun t
Dengan pendekatan pabrik pakan, kebutuhan jagung
dihitung berdasarkan formula:
n
QFt = (j Fjt) . (3)
j =1
Dimana:
QFt = Kebutuhan jagung untuk pabrik pakan pada
tahun t
j = Proporsi jagung dalam pakan pabrikan yg
dihasilkan pabrik-j pada tahun t
Fjt = Volume pakan pabrikan yang dihasilkan oleh
pabrik-j pada tahun t
Proyeksi populasi ternak dilakukan dengan formula:
Pi t = Pi o (1 + ri) t (4)
Dimana:
Pit
= populasi ternak-i pada tahun t
= populasi ternak-i pada tahun dasar proyeksi
Pio
ri
= pertumbuhan populasi ternak-i
t
= periode tahun proyeksi
Proyeksi kebutuhan pakan masing-masing ternak
adalah hasil perkalian antara kebutuhan pakan per
satuan jenis ternak dengan proyeksi populasi ternak
tersebut pada tahun t. Sedangkan proyeksi kebutuhan
jagung untuk pakan berdasarkan populasi ternak adalah
penjumlahan kebutuhan jagung pakan untuk masingmasing jenis ternak pada tahun t. Secara matematis
proyeksi kebutuhan jagung untuk pakan pada tahun t
adalah:
n
FFt = (i FFit) (5)
i=1
Dimana:
FFt = proyeksi kebutuhan jagung untuk pakan
konsentrat pada tahun t
i = proporsi jagung dalam pakan pabrikan untuk
ternak-i
FFit= proyeksi kebutuhan pakan pabrikan untuk jenis
ternak-i pada tahun t

68

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Perkembangan Areal dan Produksi di Daerah
Penghasil Jagung Nasional
Selama periode 2000-2009, luas panen, produksi dan
produktivitas jagung secara nasional menunjukkan
pertumbuhan masing-masing sebesar 2,34 persen,
7,03 persen, dan 4,52 persen per tahun. Laju
pertumbuhan produksi jagung nasional lebih dominan
karena terpacu peningkatan teknologi budidaya yang
dicerminkan
oleh
tingginya
pertumbuhan
produktivitas. Pada tahun 2009, luas panen jagung
mencapai 4,16 juta hektar dengan tingkat produksi
dan produktivitas masing-masing mencapai 17,59 juta
ton dan 4,32 ton/ha.
Sentra produksi jagung di Indonesia tersebar di
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi
Selatan, Jawa Barat, Sumatera Utara dan NTT (Badan
Litbang Pertanian, 2005). Dalam 10 provinsi sentra
produksi jagung, terdapat sentra produksi baru yaitu
Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Produktivitas jagung, baik secara nasional maupun di
sentra-sentra produksi pada umumnya masih relatif
rendah. Menurut Ditjen Tanaman Pangan, salah satu
penyebab produksi jagung dalam negeri rendah adalah
tingkat penggunaan benih hibrida yang rendah. Potensi
produktivitas jagung hibrida saat ini mencapai 7-12 ton/
ha, dan jagung unggul komposit 5-7 ton/ha (Antara
News, Ekonomi dan Bisnis, 2008; Puslitbangtan, 2009),
sedangkan rataan produktivitas nasional baru mencapai
4,23 ton/ha (BPS, 2010).
2. Permintaan Jagung Untuk Pakan Dengan
Pendekatan Populasi Ternak
a. Populasi ternak
Dalam bahasan ini, analisis permintan jagung untuk
pakan didasarkan pada kebutuhan pakan per unit
ternak dan populasi ternak yang mengkonsumsi pakan
dengan bahan baku utama jagung.
Sebelum menganalisis kebutuhan jagung sebagai
bahan baku pakan, perlu diketahui perkembangan
populasi ayam ras petelur, ayam ras pedaging, babi, dan
sapi perah. Selain itu, perlu diketahui sebaran (lokasi)
ternak tersebut. Lebih jauh lagi, perlu diketahui lokasi
dominasi populasi ternak dan pabrik pakan yang
bersesuaian dengan dominasi (sentra) produksi jagung.

Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan
dan Populasi Ternak di Indonesia
(Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)

Berdasarkan perkembangan populasi masing-masing


jenis ternak di Indonesia (2000-2009), keempat jenis
ternak tersebut mengalami peningkatan (Tabel 1).
Peningkatan populasi ternak ayam ras petelur,
pedaging, babi, dan sapi perah, masing-masing sebesar
5,71; 4,23; 3,23, dan 3,19 persen per tahun, seperti
terlihat pada Tabel 1.

Tabel 3. Sebaran populasi ayam ras pedaging di Indonesia,


2000-2009 (000 ekor).

Tabel 1. Perkembangan populasi berbagai jenis ternak di


Indonesia, 2000-2009 (000 ekor).

Sumber: Ditjen Peternakan, 2010.

Dengan mempertimbangkan ketersediaan data,


pembahasan ternak yang mengkonsumsi pakan
pabrikan difokuskan pada ayam ras petelur, ayam ras
pedaging, babi, dan ternak lain. Sebaran populasi tiga
jenis ternak per provinsi disajikan pada Tabel 2 sampai
Tabel 4. Populasi ayam ras petelur dominan di 10
Provinsi (Tabel 2). Dari 10 provinsi tersebut, 6 provinsi
diantaranya merupakan daerah sentra produksi jagung,
yaitu, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera
Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.

Sumber: Ditjen Peternakan, 2010.

Dari 10 sentra pengembangan babi, hanya 2 provinsi


yaitu NTT dan Sulawesi Utara yang juga merupakan
sentra produksi jagung nasional (Tabel 4).
Tabel 4. Sebaran populasi ternak babi di Indonesia, 2000-2009
(ekor).

Tabel 2. Sebaran populasi ayam ras petelur di Indonesia, 20002009 (000 ekor).

Sumber: Ditjen Peternakan, 2010.

b. Kebutuhan pakan berdasarkan populasi ternak

Sumber: Ditjen Peternakan, 2010.

Populasi ayam ras pedaging juga menyebar di


provinsi yang hampir sama, seperti terlihat pada Tabel
3. Lima provinsi sentra populasi ayam ras pedaging
diantaranya juga merupakan sentra produksi jagung,
yaitu, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten,
Sumatera Utara, dan Lampung.

Analisis kebutuhan pakan dilakukan untuk ayam ras


petelur, ayam ras pedaging, babi, dan ternak lain.
Dari angka-angka kebutuhan pakan per ekor dan
populasi ternak, dapat dihitung kebutuhan pakan
pabrikan untuk ayam ras petelur, ayam ras pedaging,
babi, dan ternak lainnya.
Dari analisis persamaan (2), dihasilkan kebutuhan
pakan ayam ras petelur, pedaging dan babi dalam
periode 2000-2009 seperti disajikan pada Tabel 5.
Kebutuhan pakan masing-masing jenis ternak

69

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75

meningkat sebesar 7,38; 6,82 dan 3,89 persen per tahun.


Pada tahun 2009, kebutuhan pakan masing-masing jenis
ternak tersebut sebesar 3,25 juta ton, 1,93 juta ton dan
0,77 juta ton.
Tabel 5. Kebutuhan pakan per jenis ternak di Indonesia,
2000-2009

pada Tabel 7. Total kebutuhan jagung untuk pakan


pabrikan tahun 2009 mencapai 3,25 juta ton. Kebutuhan
jagung sebagai bahan baku pakan pabrikan untuk ayam
ras petelur, pedaging, dan babi tahun 2009 masingmasing sebesar 1,53 juta ton, 1,04 juta ton dan 0,38 juta
ton. Tingkat pertumbuhan kebutuhan jagung untuk
pakan dalam periode 2000-2009 mencapai 7,76 persen/
tahun, dan pertumbuhan untuk ketiga jenis ternak
tersebut adalah 9,63; 6,82 dan 3,89 persen per tahun.
Kebutuhan jagung per jenis ternak di tiap provinsi
tahun 2009 disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Kebutuhan jagung per jenis ternak di Indonesia, 200020 09

Keterangan: 1) Termasuk ternak sapi perah, ayam buras, itik dan


lainnya.
Sumber: Hasil analisis.

Kebutuhan pakan untuk tiap provinsi per jenis ternak


tahun 2009 disajikan pada Tabel 6. Kebutuhan pakan
ayam ras petelur dan pedaging terkonsentrasi di pulau
Jawa, sedangkan kebutuhan pakan untuk babi tersebar
di luar pulau jawa, sesuai dengan sebaran populasi
ketiga jenis ternak tersebut.
Tabel 6. Kebutuhan pakan berdasarkan jenis ternak dan provinsi,
tahun 2009 (ton)

Keterangan: 1) Termasuk ternak sapi perah, ayam buras, itik


dan lainnya.
Sumber: Hasil analisis.

Sebaran wilayah dominasi populasi ternak


berimplikasi pada sebaran kebutuhan pakan.
Selanjutnya, sebaran wilayah kebutuhan pakan juga
berakibat pada sebaran wilayah kebutuhan jagung
untuk pakan. Hasil deliniasi sebaran kebutuhan jagung
untuk pakan ayam ras petelur, ras pedaging, dan babi
adalah sebagai berikut:

Wilayah dominan kebutuhan jagung untuk pakan

Sumber: Hasil analisis.

c. Kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan


populasi ternak
Berdasarkan kebutuhan pakan di atas, diperoleh
kebutuhan jagung per jenis ternak seperti disajikan
70

ayam ras petelur (layer) terdapat di 10 propinsi.


Kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras petelur
dapat dipenuhi, terutama pada delapan provinsi yang
merupakan sentra produksi jagung nasional. Untuk
Kalimantan Barat, jagung dapat didatangkan dari dua
provinsi terdekat, yaitu Jawa Barat atau Lampung.

Kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras pedaging

(broiler) dominan terdapat di 10 propinsi, sepeti


terlihat pada Tabel 8. Pemenuhan kebutuhan jagung
di wilayah ini dapat dilakukan dari sentra produksi
jagung nasional, yaitu: Jawa Barat, Jawa Timur,
Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Lampung.

Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan
dan Populasi Ternak di Indonesia
(Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)

Kebutuhan jagung untuk pakan babi dominan

terdapat di provinsi: Bali, Sumatera Utara, NTT,


DKI, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah. Lebih
kurang separuh populasi dominan babi juga terletak
di sentra produksi jagung nasional, yaitu Provinsi
Sumatera Utara, NTT dan Sulawesi Selatan. Untuk
pemenuhan kebutuhan bahan baku pakan babi,
jagung dapat dipasok khususnya dari provinsi
sentra produksi jagung nasional, yaitu Propinsi:
NTT, Sumatera Utara dan Sulawesi Utara.

Tabel 8. Sebaran kebutuhan jagung berdasarkan jenis ternak


dan provinsi, tahun 2009

kapasitas produksi stabil (11,0 juta ton), dan tahun 2008


meningkat menjadi sekitar 12 juta ton. Saat ini industri
pakan ternak berskala besar tersebar di delapan
provinsi.
Seperti halnya industri pakan, industri peternakan di
dalam negeri juga didominasi oleh investor asing besar,
seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad
Produce dan Cheil Jedang Feed. Produsen berskala
besar tersebut umumnya terintegrasi dengan industri
pakan ternak dan pengolahan produk ternak yang
tersebar di lima belas provinsi (Destiana, 2010). Industri
pakan ternak yang terbesar di Indonesia terdapat di
Jawa Timur dengan pangsa sebesar 33.4%. Posisi kedua
Provinsi Banten dengan pangsa mencapai 25,4%. Jawa
Barat dengan pangsa 11,75% menjadi penghasil pakan
ketiga. Sebaran pabrik pakan di Indonesia disajikan
pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran jumlah pabrik dan produksi pakan di Indonesia,
2008.

Sumber: Hasil analisis.

3.Permintaan Jagung Untuk Pakan Dengan


Pendekatan Produksi Pabrik Pakan
a. Produksi pakan dan sebarannya

Sumber: Datacon (2008) dan Destiana, M (2010)

Industri pakan ternak dalam negeri sangat berperan


dalam mendukung industri peternakan. Pakan
mencakup 70% dari total biaya produksi peternakan.
Menurut Gabungan Pengusaha Makanan Ternak
(GPMT), industri pakan ternak nasional rata-rata
mampu memasok 5 juta ton pakan dari kebutuhan sekitar
7 juta ton per tahun (terdapat kesenjangan (defisit)
sekitar 2 juta ton). Dari total produksi pakan ternak,
sekitar 90% diserap oleh peternak ayam petelur dan
pedaging (Datacon, 2008).
Sampai saat ini, industri pakan ternak nasional masih
didominasi oleh perusahaan asing seperti Charoen
Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce, CJ Feed,
Gold Coin, dan Sentra Profeed. Dari 2004 hingga 2007

Dari perusahaan pakan yang saat ini beroperasi di


Indonesia, PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI) adalah
perusahaan utama dalam industri ini dengan market
share sebanyak 31,2% dari total industri pakan Indonesia
dengan fokus bisnis pada pakan ayam dan ikan. CPI
adalah perusahaan pakan asing yang paling awal
memasuki industri pakan Indonesia dengan struktur
permodalan yang kuat dan ditopang oleh grup besarnya
di Thailand dengan office area di seluruh dunia. Tetapi
pangsa pasar (market share) ini makin tahun makin
menurun disaingi oleh industri pakan lainya seperti Cheil
Jedang dan Sierad dengan ekspansi kapasitas produksi
yang signifikan serta penambahan pabrik untuk
memperluas jangkauan pasar (Destiana, 2010).

71

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75

b. Kebutuhan jagung untuk pakan berdasarkan


pabrik pakan
Berdasarkan volume produksi pakan pabrikan, seperti
terlihat pada Tabel 9, dengan menggunakan persamaan
(3), dapat dihitung kebutuhan jagung untuk pakan
tersebut. Secara nasional produksi pakan pabrikan pada
periode 2000-2008 tumbuh rata-rata 7,13 persen/tahun.
Dengan proporsi jagung dalam pakan pabrikan yang
tetap, maka pertumbuhan kebutuhan jagung untuk
pakan pabrikan sejalan dengan pertumbuhan produksi
pakan tersebut. Seperti terlihat pada Tabel 10,
kebutuhan jagung untuk pabrik pakan meningkat dari
2,29 juta ton tahun 2000 menjadi 4,16 juta ton tahun 2008.
Sebaran konsumsi jagung untuk bahan baku pakan
mengikuti sebaran pabrik yang terdapat di 8 Propinsi.
4. Sinkronisasi Kebutuhan Jagung Untuk Pakan
Berdasarkan hasil analisis pada butir 2 dan 3 di atas,
pabrik pakan pada tahun 2008 memproduksi sebanyak
8,06 juta ton pakan pabrikan. Di sisi lain kebutuhan
pakan pabrikan untuk ternak ayam pedaging, ayam
petelur, dan babi pada tahun 2008 adalah sebesar 5,79
juta ton. Gabungan Pengusaha Makanan Ternak
(GPMT) mengungkapkan bahwa mereka hanya mampu
memasok sekitar 5 juta ton pakan per tahun (Datacon,
2008).. Volume ini masih jauh dibawah volume yang
mereka produksi. Ada indikasi bahwa sebagian pakan
pabrikan yang diproduksi di Indonesia diekspor ke luar
negeri.
Tabel. 10. Konsumsi jagung untuk pabrik pakan ternak di
Indonesia, 2000-2008 (ton).

Sumber: Hasil analisis

72

Hal ini menyebabkan peternak kekurangan pasokan


pakan, sehingga peternak (terutama peternak ayam ras)
berupaya membuat formula pakan sendiri yang
kandungan nutrisinya belum tentu sesuai dengan
kebutuhan ternak. Jika pabrik pakan berkonsentrasi
memproduksi pakan untuk kebutuhan dalam negeri,
maka kebutuhan pakan dapat dipenuhi, dan volume
pemakaian jagung untuk pakan pabrikan juga akan lebih
rendah.
Dari konsumsi jagung, berdasarkan populasi ternak,
kebutuhan jagung pada tahun 2008 adalah sekitar 3,15
juta ton. Berdasarkan pabrik pakan, konsumsi jagung
untuk pakan pabrikan pada tahun yang sama sebesar
4,16 juta ton. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan
terjadinya kesenjangan permintaan jagung untuk pakan
pabrikan. Pertama, dengan volume produksi pakan
yang sama, pabrik pakan menggunakan proporsi jagung
lebih besar dari komposisi yang sebenarnya
dibutuhkan. Kedua, volume produksi pakan lebih besar
dari yang dilaporkan dengan tujuan lebih banyak
mengekspor pakan ke luar negeri. Hal ini di satu sisi
menguntungkan industri pakan, tetapi akan berdampak
negatif terhadap perkembangan industri peternakan
dalam negeri.
5. Sinkronisasi Wilayah Produksi dan Konsumsi
Jagung Untuk Pakan
Peta sentra produksi jagung utama nasional adalah di
Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi
Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat, Gorontalo, NTT,
Sulawesi Utara dan Sumatera Barat. Sentra konsumsi
jagung terdapat di Propinsi Jawa Timur, Banten, Jawa
Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Lampung, DKI
Jakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan
Kalimantan Selatan (Tabel 11). Dengan demikian,
sesungguhnya tujuh sentra konsumsi jagung untuk
pakan sudah sinkron dengan sentra produksi jagung,
kecuali untuk DKI Jakarta, Banten dan Kalimantan
Selatan (Tabel 11). Implikasinya ialah bagi pabrik pakan
yang tidak berada di provinsi sentra produksi jagung,
mereka dapat memperoleh pasokan jagung dari provinsi
sentra produksi terdekat. Pabrik pakan di DKI Jakarta
dan Banten, dapat memperoleh jagung dari Jawa Barat,
Jawa Tengah atau Lampung yang produksi jagungnya
surplus. Pabrik pakan di Kalimantan Selatan dapat
memperoleh jagung dari Sulawesi Selatan atau Jawa
Timur. Pelabuhan laut Soekarno-Hatta di Makasar.

Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan
dan Populasi Ternak di Indonesia
(Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)
Tabel 11. Pemetaan Sentra Produksi dan Konsumsi Jagung di

b. Proyeksi kebutuhan pakan

Indonesia, 2008.

Berdasarkan hasil proyeksi diperoleh total kebutuhan


pakan untuk ternak ayam ras petelur, pedaging, babi,
dan ternak lainnya. Pada tahun 2010, total kebutuhan
pakan bagi populasi ternak sebesar 6,99 juta ton dan
produksi pabrik pakan mencapai 9,36 juta ton. Analisis
menemukan selisish 2,37 juta ton, dimana produksi
pakan pabrik lebih tinggi 34 persen dari pada kebutuhan
pakan bedasarkan populasi ternak. Pada tahun 2020
diprediksi kebutuhan pakan berdasarkan pendekatan
populasi sebesar 13,36 juta ton dan proyeksi produksi
pakan dari pabrik mencapai 18,64 juta ton, atau terdapat
selisish 5,28 juta ton (Tabel 13).
Tabel
Sumber: BPS, 2010 dan Ditjen Peternakan, 2010 (Data Diolah).

13. Proyeksi kebutuhan pakan per jenis ternak


berdasarkan populasi ternak dan produksi pakan
pabrik di Indonesia, 2010-2020 (ton)

Trisakti di Banjarmasin dan Tanjung Perak di Surabaya


sangat memungkinkan perdagangan jagung antar pulau
dari Makasar dan Surabaya ke Banjarmasin.
6. Proyeksi Populasi Ternak Serta Kebutuhan Pakan
dan Jagung Pakan
a. Proyeksi populasi ternak
Dengan menggunakan persamaan (4), proyeksi populasi
ayam ras petelur, ras pedaging dan babi di Indonesia
disajikan pada Tabel 12. Pada tahun 2010 populasi ayam
ras petelur sebanyak 115,63 juta ekor dan diproyeksikan
mencapai 147,72 juta ekor pada tahun 2015 dan 188,71 juta
ekor pada tahun 2020. Untuk ayam ras pedaging, pada
tahun 2010 populasinya sebesar 966,60 juta ekor, dan
diproyeksikan mencapai 1.170,37 juta ekor pada tahun
2015 dan 1.417,11 juta ekor tahun 2020. Populasi ternak babi
pada tahun 2010 populasinya sebasar 7,60 juta ekor dan
diproyeksikan tahun 2015 mencapai 8,81 juta ekor serta
tahun 2020 mencapai 10,21 juta ekor.
Tabel 12. Hasil proyeksi ternak ayam ras petelur, ras pedaging
dan babi di Indonesia, 2010-2020 (ekor)

Sumber: Hasil proyeksi.

*) Pakan B = produksi pakan oleh pabrik pakan


Sumber: Hasil Proyeksi

c. Proyeksi kebutuhan jagung


Proyeksi kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan
untuk ayam ras petelur, pedaging, babi dan ternak
lainnya pada tahun 2010 dengan pendekatan populasi
sebesar 3,50 juta ton dan sesuai produksi pabrik pakan
mencapai 4,77 juta ton. Kebutuhan jagung pada pabrik
pakan sekitar 36,28 persen diatas kebutuhan sesuai
pendekatan populasi. Pada tahun 2020 proyeksi
kebutuhan jagung pakan sesuai pendekatan populasi
ternak sebesar 7,40 juta ton dan sesuai produksi pabrik
pakan mencapai 9,51 juta ton. Kebutuhan jagung pada
pabrik pakan sekitar 28,52 persen diatas kebutuhan
sesuai pendekatan populasi (Tabel 14).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan jagung
untuk pakan dengan pendekatan populasi ternak jauh
lebih rendah dari pada berdasarkan produksi pabrik
pakan. Jika pabrik pakan memproduksi pakan sesuai
dengan kebutuhan ternak dalam negeri, kebutuhan
jagung untuk pabrik pakan akan lebih rendah dari pada
permintaan selama ini.
Pertanyaan berikutnya adalah: (1) mengapa pabrik
pakan memproduksi pakan lebih besar dari yang
dibutuhkan oleh ternak?, (2) mengapa pabrik pakan baru
mampu memenuhi kebutuhan pakan 5 juta ton padahal
73

Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, Desember 2011 : 65 - 75

pada tahun 2008 mereka sudah memproduksi lebih dari


8 juta ton pakan, (3) apakah konsumsi pakan di luar sub
sektor peternakan juga tinggi sehingga kebutuhan
produksi pakan begitu besar, dan kebutuhan jagung
juga meningkat?, (4) mengapa di satu sisi petani sering
sulit menjual jagung, di sisi lain pabrik pakan sering
mengeluh kekurangan jagung sehingga mengimpor dari
luar negeri?
Tabel 14. Proyeksi kebutuhan jagung per jenis ternak, 2010-2020
(ton)

Sumber: Hasil Analisis

Secara empiris produksi pakan dari pabrik pakan yang


ada telah melampaui kebutuhan pakan berdasarkan
populasi ternak dalam negeri. Namun demikian, volume
pakan yang dijual di dalam negeri masih dibawah
kebutuhan ternak dalam negeri. Beberapa faktor yang
diduga menyebabkan ketidak-sinkronan antara volume
produksi pakan dengan volume pakan yang sampai ke
peternak dan ketidak-sinkronen antara permintaan dan
panawaran jagung untuk pakan, antara lain: (1)
banyaknya usaha ternak dilakukan di daerah yang
kondisi transportasinya buruk, sehingga menyebabkan
biaya transportasi untuk pemasaran pakan menjadi
mahal; (2) lokasi peternakan terpencar dengan skala
usaha kecil-kecil, sehingga distribusi pakan ke lokasi
peternak kurang efisien; (3) usaha perikanan tambak
juga memerlukan pakan yang menggunakan jagung
sebagai bahan baku; (4) adanya insentif harga di luar
negeri, sehingga produsen pakan lebih suka
mengekspor pakan ke luar Indonesia; (5) buruknya
sistem pemasaran jagung membuat pabrik pakan lebih
murah mengimpor dari pada membeli dari petani
Indonesia yang tersebar luas dengan skala kecil-kecil.
Dengan makin kecilnya volume jagung yang dijual di
pasar internasional, karena berbagai peruntukan di
negara produsen, maka sebaiknya pabrik pakan
mengutamakan produksi pakannya untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, sehingga bisa mengurangi
impor jagung dan menjamin ketersediaan pakan bagi
industri peternakan.

74

KESIMPULAN
Permintaan terhadap jagung untuk kebutuhan dalam
negeri dalam 10 tahun ke depan akan makin
meningkat, seiring dengan meningkatnya produksi
pakan pabrikan dan berkembangnya industri
peternakan. Di sisi lain, di pasar internasional
penggunaan jagung makin kompetitif, karena
penggunaan jagung tidak hanya untuk bahan baku
pakan ternak dan industri makanan, melainkan juga
untuk bahan bakar nabati (biofuel). Pemenuhan
kebutuhan jagung yang mengandalkan impor akan
berisiko tinggi, dan akan berdampak negatif terhadap
industri pakan dan peternakan dalam negeri. Oleh
karena itu, diperlukan upaya terus menerus untuk
meningkatkan produksi jagung dalam negeri.
Hasil analisis sinkronisasi menunjukkan bahwa 7 dari
10 provinsi sentra produksi jagung adalah juga sentra
konsumsi jagung untuk pabrik pakan. Ini berarti bahwa
penempatan pabrik pakan sudah hampir sinkron dengan
sentra produksi jagung. Tiga provinsi yang bukan
merupakan sentra produksi jagung dapat memperoleh
jagung dari provinsi terdekat yang produksi jagungnya
surplus.
Berdasarkan analisis proyeksi, pada tahun 2020
diprediksi kebutuhan jagung pada pabrik pakan sekitar
28,52 persen diatas kebutuhan sesuai pendekatan
populasi. Dengan demikian, sesungguhnya jika
produksi pakan disesuaikan dengan populasi ternak
yang ada, maka kebutuhan jagung untuk bahan baku
pakan jauh lebih kecil dibanding dengan kebutuhan
jagung sesuai permintaan pabrik pakan.
Dengan sumberdaya yang terbatas, termasuk
produksi jagung dalam negeri, maka sebaiknya pabrik
pakan memfokuskan produksi pakan konsentrat untuk
kebutuhan dalam negeri, sehingga tidak mengganggu
perkembangan industri peternakan dalam negeri.
Kebijakan strategis yang perlu dilakukan pemerintah
antara lain adalah (a) regulasi pembatasan impor
jagung, agar petani jagung lebih terangsang untuk
memproduksi jagung; (2) membatasi ekspor pakan,
untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pakan ternak
dalam negeri; serta (3) membangun sistem kemitraan
antara petani jagung dengan pabrik pakan yang saling
menguntungkan. Dengan kemitraan, petani bisa
memperoleh sarana produksi dari perusahaan untuk
menerapkan teknologi maju dalam usahatani jagung dan
lebih mudah memasarkan jagung dengan harga yang
disepakati bersama dalam kontrak kemitraan. Bagi
perusahaan pabrik pakan lebih mudah memperoleh
jagung sebagai bahan baku pabrik.

Analisis Senjang Penawaran dan Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik Pakan
dan Populasi Ternak di Indonesia
(Dewa K.S. Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto)

DAFTAR PUSTAKA
Antara News. 2008. Ekonomi dan Bisnis: Departemen Pertanian
(Deptan) akan menghentikan impor jagung pada tahun 2009.
Jakarta.
Bachtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin. 2007. Sistem Perbenihan
Jagung. Buku Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. (Eds:
Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasim). Puslitbang
Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. p177-191.
Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan
Komoditas Jagung di Indonesia. Jakarta.
BPS. 2010. Data Produksi Pertanian. www.bps.go.id
Datacon. 2008. Market Intelligence Report On Perkembangan
Industri Pakan di Indonesia http://www.datacon.co.id.
Destiana, M. 2010. Prospek Industri Pakan Nasional. Economic
Review No.29. Maret 2010.
Ditjend Peternakan. 2010a. Produksi Pabrik Pakan Ternak 200420 08 (per provinsi).
http://www.ditjenna k. go.id/
bank\Tabel_11_8.pdf
Ditjend Peternakan. 2010b. Data Produksi, Populasi, NBM dan
Perdaganga Ternak. www.ditjennak.go.id.
Ditjen Tanaman. Pangan. 2006. Program Peningkatan Produksi
Jagung Nasional. Makalah disampaikan pada Seminar nasional
dan Ekspose Inovasi Teknologi. Makassar Pangkep, 15-16
September 2006.
FAO. 200 9. Production, Trade, and Food Balence Sheet.
www.fao.org.
FAO. 2010a. Food Balance Sheet.
http://fa osta t.fa o.org/site/6 1 7 /Desk to pDefa u lt.a spx
?PageID=617#a ncor
FAO. 2010b. Maize Balance Sheet.
http://fa osta t.fa o.org/site/6 1 6 /Desk to pDefa u lt.a spx
?PageID=616#a ncor
Hutabarat, B., Y. Yusdja, E. Basuno, A. Subekti, I. Sadikin, dan V.
Siagian. 1993. The Regional Trade Pattern of Corn Commodity
in Indonesia. Research Report. Center for Agro-Socio Economic
Research. Bogor.
Hu tabara t B. 2 003 . Prospect of Feed Crops to Support the
Livestock Evolution in South Asia: Framework of the Study
Project. In Proceeding of Workshop on the CGPRT Feed Crops
Supply/Demand and Potential/Constraints for Their Expansion
in South Aasia held in Bogor, Indonesia, Sept 3-4, 2002. CGPRT
Centre Monograph No. 42. Bogor. Indonesia.

Kasryno, F. 2003. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung


Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia dalam Kasryno et al.
(Eds). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian.
Jakarta.
Pasandaran, E. dan F. Kasryno. 2003. Sekilas Ekonomi Jagung
Indonesia: Suatu Studi di Sentra Utama Produksi Jagung dalam
Kasryno et al. (Eds). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta.
Puslitbangtan. 2009. Deskripsi Varietas Unggul Palawija 19182009. Puslitbangtan. Bogor.
Rachman, B. 2003. Perdagangan nternasional Komoditas Jagung
dalam Kasryno et al. (Eds). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Litbang Pertanian. Jakarta.
Subandi. 1998. Corn Varietal Improvement in Indonesia: Progress
and Futu re Strategies. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Vol. 20(1). Badan Litbang Pertanian.
Swastika, DKS. 2002. Corn Self-Sufficiency in Indonesia: The
Pa st 30 Yea rs a nd Future Prospects. Jurnal Penelitia n dan
Pengembangan Pertanian 21(3). Badan Litbang Pertanian.
Swastika, DKS, MOA. Manikmas, B. Sayaka and K. Kariyasa.
2005. The Status and Prospect of Feed Crops in Indonesia.
CAPSA Working Paper No. 81. UN-ESCAP. Bogor.
Swastika, DKS. 200 5. T he Production Leveling-Off versus
Exploding Demand for Maize in Indonesia . Proceedings of
The 9 th Asian Regional Maize Workshop in Beijing-China, Sept
5-9, 2005.
Swastika, DKS. 2010. Membangun Kemandirian dan Kedaulatan
Pangan untuk Mengentaskan Petani dari Kemiskinan. Orasi
Pengukuhan Profesor Riset Bidang Ekonomi Pertanian. Badan
Litba ng Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor, 29
November 2010.
Tangenjaya, B, Y. Yusdja, dan N. Ilham. 2003. Analisis Ekonomi
Perminta an Jagung Untuk Pa kan da la m Ekonomi Jagu ng
Indonesia (Eds: Kasryno, F, E. Pasandaran, dan A.M. Fagi).
Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.
TEMPO Interaktif. 2008. Pengusaha Pakan Ternak Akan Impor
Jagung. Jakarta.
Zubachtirodin, M.S. Pabbage dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi
da n Potensi Pengemba nga n Jagu ng. Bu ku Jagung: Teknik
Produ ksi da n Pengembangan. (Eds: Sumarno, Suyamto, A.
Widjono, Hermanto, H. Kasim). Puslitbang Tanaman Pangan,
Badan Litbang Pertanian

75

Anda mungkin juga menyukai