Anda di halaman 1dari 36

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh


gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat
ditemukan uji kognitif yang buruk. Skizofrenia sebagai salah satu bentuk
gangguan psikotik kejiwaan kronik yang seringkali disertai dengan halusinasi,
pikiran kacau dan perubahan perilaku.
Tahun 2001 saja skizofrenia telah menempati 10 besar penyakit yang
mengakibatkan kecacatan diseluruh dunia. Setiap tahun terdapat 300.000
penderita skizofrenia mengalami episode akut dan 35% setiap tahunnya
mengalami kekambuhan. Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi skizofrenia di
Indonesia mencapai 1,7 per seribu orang dari populasi pada semua tingkatan
umur, Aceh dan DI Yogyakarta adalah daerah dengan prevalensi skizofrenia
tertinggi yaitu 2,7%.
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok,
yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa isi pikiran tidak wajar
(waham),

gangguan

asosiasi

pikiran

(inkoherensi),

gangguan

persepsi

(halusinasi), gangguan perasaan, perilaku aneh atau tak terkendali (disorganized).


Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri
atau isolasi diri dari pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak
bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan
dorongan kehendak atau inisiatif.
Tatalaksana skizofrenia terdiri dari terapi medikamentosa dan terapi nonmedikamentosa. Pemberian psikofarmaka pada pasien skizofrenia dapat segera
diberikan begitu diagnosis ditegakkan untuk mengontrol gejala-gejala pasien.1

SKIZOFRENIA

Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikologi dengan gangguan
dasar pada kepribadian dan distorsi khas proses pikir yang ditandai dengan proses
pikir penderita yang lepas dari realita sehingga terjadi perubahan kepribadian
seseorang yang reversible dan menuju kehancuran serta tidak berguna sama
sekali.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate)

atau

tumpul

(blunted).

Kesadaran

yang

jernih

(clear

consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun


kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Epidemiologi Skizofrenia
Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi
skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2%-2,0%. Di Indonesia angka
prevalensi skizofrenia yang tercatat di Depkes berdasarkan survey di rumah sakit
(1983), antara 0,5%-0,15%, dengan perkiraan bahwa 90% dari penderita
skizofrenia mengalami halusinasi pada saat mereka sakit. Empat besar kasus
penderita yakni klien dengan paranoid sebanyak 359 orang, skizofrenia 290
orang, depresi 286 orang dan gangguan psikologis akut 269 orang.
Karena skizofrenia cenderung menjadi penyakit yang menahun (kronis),
maka angka insidensi penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka prevalensi
dan diperkirakan mendekati 1 per 10.000 per tahun. Di Indonesia sendiri angka
penderita skizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan 1/1.000 penduduk dan
proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1.000 penduduk.
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di
berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar
hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi

dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa.
Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25
tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden
skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di
daerah urban dibandingkan daerah rural.
Etiologi Skizofrenia
Penyebab pasti dari skizofrenia sebenarnya belum diketahui. Berikut ini
adalah beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab skizofrenia.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh antara lain:
1. Faktor Genetik
Dalam studi terhadap keluarga menyebutkan pada orangtua 5.6%; saudara
kandung 10.1 %; anak-anak 12.8 %; dan penduduk secara keseluruhan 0.9 %.
Dalam studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik
(monozygote) 59.2 %, sedangkan kembar non identik atau fraternal (dizygote)
adalah 15.2 %.
Risiko berkembang menjadi skizofrenia pada masyarakat umum 1%, pada
orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 15%-20% apabila
salah satu orang tua menderita skizofrenia walaupun anak telah dipisahkan dari
orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 30%-40%, pada
kembar monozigot 40%-50%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 5%-10%.
Dari penelitian epidemiologi keluarga terlihat bahwa resiko untuk keponakan
adalah 3%, masih lebih tinggi dari populasi umum yang hanya 1%. Demikian juga
dari penelitian anak yang diadopsi dikatakan, anak penderita skizofrenia yang
diadopsi orang tua normal, tetap mempunyai resiko 16.6%, sebaliknya anak sehat
yang diadopsi penderita skizofrenia resiko 1.6%, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan keluarga biologis semakin tinggi
resiko terkena skizofrenia.

2. Faktor Biokimia

Ada beberapa neurotransmitter yang diduga berpengaruh terhadap


timbulnya skizofrenia. Dua diantaranya yang paling jelas adalah neurotransmitter
dopamin dan serotonin. Berdasarkan penelitian, pada pasien-pasien dengan
skizofrenia ditemukan adanya aktivitas berlebihan dari dopamin atau peningkatan
jumlah hipersensitivitas reseptor dopamin dalam otak. Peningkatan kadar
dopamin ini ternyata mempengaruhi fungsi kognitif (alam fikir), afektif (alam
perasaan) dan psikomotor (perilaku) yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala
positif maupun negatif skizofrenia.
Menurut Mesholam gately et.al dalam jurnal neurocognition in first
episode schizophrenia: meta analytic review (2009), gangguan neurokognisi
adalah fitur utama episode pertama penderita skizofrenia. Gangguan tersebut
membuat sistem kognisi tidak dapat bekerja seperti kondisi normal. Penelitian
juga menyebutkan bahwa serotoin, norepinefrin, glutamat dan GABA juga
berperan dalam menimbulkan gejala-gejala skizofrenia.
3. Faktor Biologis
Pada pasien skizofrenia ditemukan beberapa perubahan diantaranya
perubahan morfologi, imunologi, enzimatik, dan farmakologi. Adanya pelebaran
ventrikel pada pasien skizofrenia dihubungkan dengan kegagalan kognitif yang
hebat, adanya gejala negatif seperti anhedonia dan apatis, resisten terhadap
pengobatan.
4. Abnormalitas perkembangan otak janin
Faktor-faktor yang dapat mengganggu perkembangan otak janin antara
lain adanya infeksi virus atau infeksi lain selama kehamilan, menurunnya
autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan, adanya berbagai
macam komplikasi kandungan, dan malnutrisi pada trimester pertama.
Apabila terdapat gangguan pada perkembangan otak janin selama
kehamilan (epigenetic factor), maka interaksi antara gen yang abnormal yang
sudah ada dengan faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan gejala
skizofrenia.
4

5. Abnormalitas struktur dan aktivitas otak


Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, tekhnik pencitraan otak
(CT, MRI dan PET) telah menunjukkan adanya abnormalitas pada struktur otak
yang meliputi pelebaran ventrikel, penurunan aliran darah ventrikel, terutama di
korteks prefrontal penurunan aktivitas metabolik dibagian-bagian otak tertentu,
atrofi serebri. Para penderita skizofrenia diketahui bahwa sel-sel dalam otak yang
berfungsi sebagai penukar informasi mengenai lingkungan dan bentuk impresi
mental jauh lebih tidak aktif dibanding orang normal.
6. Proses psikososial dan lingkungan
Stressor

psikososial

dalah

setiap

keadaan

atau

peristiwa

yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut


terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk menanggulangi stressor
yang timbul. Namun tidak semua oang mampu melakukan adaptasi sehingga
timbullah keluhan kejiwaan. Stressor psikososial dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Perkawinan
Permasalahan perkawinan menjadi sumber stress bagi seseorang misalnya
pertengkaran, perceraian dan kematian salah satu pasangan.
b. Problem orang tua
Permasalahan yang dihadapi orang tua misalnya tidak memiliki anak, kebanyakan
anak, kenakalan anak, anak sakit dan hubungan yang tidak baik antara anggota
keluarga. Permasalahan tersebut diatas bila tidak dapat diatasi oleh yang
bersangkutan maka seseorang akan jatuh sakit.
c. Hubungan interpersonal
Adanya konflik antarpribadi merupakan sumber stress bagi seseorang yang bila
tidak dapat diperbaiki maka seseorang akan jatuh sakit.
d. Pekerjaan

Stress pekerjaan misalnya seseorang yang kehilangan pekerjaan, pensiun,


pekerjaan yang terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi dan jabatan.
e. Lingkungan hidup
Kondisi lingkungan sosial dimana seseorang itu hidup. Stressor lingkungan hidup
antara lain masalah perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran dan hidup
dalam lingkungan yang rawan kriminalitas. Rasa tidak aman dan tidak terlindungi
membuat jiwa seseorang tercekam sehingga mengganggu ketenangan dan
ketentraman hidup yang lama-kelamaan daya tahan tubuh seseorang akan turun
dan pada akhirnya akan jatuh sakit.
f. Keuangan
Kondisi sosial ekonomi yang tidak sehat mislanya pendapatan jauh lebih rendah
daripada pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, warisan dan lain
sebagainya merupakan sumber stress.
g. Hukum
Keterlibatan seseorang terhadap hukum menjadi sumber stress bagi seseorang.
h. Perkembangan
Perkembangan fisik maupun perkembangan mental seseorang. Kondisi setiap
perubahan fase-fase perkembangan tidak selamanya dapat dilampaui dengan baik,
jadi dapat menjadi sumber stress.
i. Penyakit fisik atau cidera
Penyakit dapat menjadi sumber stres yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan
seseorang terutama penyakit kronis.
j. Faktor keluarga
Sumber stres bagi anak remaja yaitu hubungan kedua orangtua yang kurang baik,
orang tua yang jarng dirumah, komunikasi antara naka dan orang tua tidak baik,

perceraian kedua orang tua, salah satu orang tua menderita gangguan kejiwaan
dan orang tua yang pemarah.
Klasifikasi
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia. Sebagai tambahan : Halusinasi
dan atau waham harus menonjol. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien
atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit, mendengung, atau bunyi tawa. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa,
atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada
tetapi jarang menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah
yang paling khas.Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien
skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode
pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan
biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati
penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien
katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi
yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati,
dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien
skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara
adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.

Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia


remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian
premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary),
namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :

Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;

Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering


disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases);

Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu


(rambling) serta inkoheren.

Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir


umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).

Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang


serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose).

Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap


agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.

Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.


3. Skizofrenia Katatonik

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.


Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah
yang berlawanan);
Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak
dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimatkalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien
skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien
melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan
karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan
oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe
tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,


atau katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca


skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis


umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan

Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit


kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling
sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi


episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua :

Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan


psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak

10

mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk;

Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;

Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas


dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;

Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,


depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau
gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran
asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek
yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif
dari :

gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului


riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia


lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.
Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan

halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada
permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau
mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan
atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang
tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :

Bouffe delirante (psikosis delusional akut).

Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa
kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya
dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.

Skizofrenia laten.

Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat


konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat
sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten
sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala
psikotik.

Sindroma

juga

dinamakan

skizofrenia

ambang

(borderline

schizophrenia) di masa lalu.

Oneiroid.

Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan
tempat. Istilah skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang
khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan
keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus
12

berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau
neurologist dari gejala tersebut.

Parafrenia.

Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid.


Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang
memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti
ganda

dari

istilah

ini

menyebabkannya

tidak

sangat

berguna

dalam

mengkomunikasikan informasi.

Pseudoneurotik.

Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti


kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala
gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas,
panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak
seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami
kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang.
Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan
parah.

Skizofrenia Tipe I.

Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.

Skizofrenia tipe II.

Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom


negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian.
Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk
terhadap pengobatan.

Psikopatologi
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid.
Biasanya simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan
berkembangnya simtom prodormal dalam kurun waktu beberapa hari sampai
beberapa bulan. Adanya perubahan social / lingkungan dapat memicu munculnya
simtom gangguan. Masa prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun
sebelum akhirnya muncul simtom psikotik yang terlihat.
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi.
Setelah sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk
waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun
yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan
yang terjadi membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat
kembali ke fungsi sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat,
pasien menjadi depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup.Seiring dengan
berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan
simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah
Mempunyai anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu
orang tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan
pada waktu persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat
penyimpangan dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang
sangat pemalu, menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau
sangat penurut, proses berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan,
mempunyai orang tua denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal,
memiliki gerakan bola mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti
amfetamin,

kanabis,

kokain,

Mempunyai

riwayat

epilepsi,

memilki

ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, control suhu tubuh yang jelek dan
tonus otot yang jelek.

14

Manifestasi klinis
Gejala Positif Skizofrenia
Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai
berikut:
a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak
masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan
itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan
(stimulus).

Misalnya

penderita

mendengar

suara-suara/bisikan

di

telinganya padahal sebenarnya tidak ada sumbernya.


c) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
e) Merasa dirinya Orang Besar, merasa serba bisa, serba mampu dan
sejenisnya.
f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman
terhadap dirinya.
g) Menyimpan rasa permusuhan.
Gejala Negatif Skizofrenia
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan adalah sebagai berikut:
a) Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran perasaan ini
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
b) Menarik diri atau mengungsikan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
c) Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e) Sulit dalam berpikir abstrak.
f) Pola pikir stereotip.

g) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada


inisatif, tidak ada upaya dan usaha, setra tidak ingin apa-apa dan serba
malas (kehilangan nafsu)
Gejala-gejala negatif Skizofrenia sebagaimana diuraikan di atas seringkali
tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap
tidak mengganggu sebagaimana halnya pada penderita Skizofrenia yang
menunjukkan gejala-gejala positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali
terlambat membawa penderita untuk berobat.Dalam pengalaman praktek, gejala
positif Skizofrenia baru muncul pada tahap akut. Sedangkan pada stadium kronis
(menahun) gejala negatif Skizofrenia lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik
gejala positif atau negatif muncul berbauran, tergantung pada stadium
penyakitnya.
Diagnosis dan Biagnosis Banding
Diagnosis Skizofrenia

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas) :

a. Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasny berbeda atau
-

Thought insertion or withdrawl = isi pikiran yang asing dari luar


masuk ke dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya

Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang


lain atau umum mengetahui

b. Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu


kekuatan tertentu dari luar atau

16

Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh


sesuatu kekuatan tertentu dari luar atau

Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan


pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luat

Delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang


bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat

c. Halusinasi Auditorik
-

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap


perilaku pasien atau

Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara


berbagai suara yang berbicara), atau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungn afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan, yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (Posturing), arau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;

h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal)

Harus ada suatu perubahan yang kosisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara social.

Catatan:
Fase Prodromal: deteriorasi yang jelas dalam fungsi sebelum fase aktif penyakit
itu, dan yang tidak disebabkan oleh Gangguan Afek atau akibat Gangguan
penggunaan zat (NAZA : Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), serta
mencakup paling sedikit 2 dari 8 gejala yang tersebut di bawah ini yang menetap
(gejala sisa), dan yang tidak disebabkan oleh gangguan Afek atau gangguan
penggunaan zat (NAZA).
Gejala Prodromal dan Residual Skizofrenia
Sebelum seseorang secara nyata aktif (manifes) menunjukkan gejala-gejala
Skizofrenia, yang bersangkutan terlebih dahulu menunjukkan gejala-gejala awal
yang disebut gejala prodromal. Sebaliknya jika penderita Skizofrenia tidak lagi
aktif

menunjukkan

gejala-gejala

Skizofrenia,

maka

yang

bersangkutan

menunjukkan gejala-gejala sisa yang disebut gejala residual.


Gejala-gejala prodromal atau residual adalah sebagai berikut:

Penarikan diri atau isolasi dari hubungan sosial (withdrawn), enggan


bersosialisasi dan enggan bergaul.

18

Hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai pencari


nafkah (tidak mau bekerja), siswa/mahasiswa (tidak mau sekolah/kuliah)
atau pengatur rumah tangga (tidak dapat menjalankan urusan rumah
tangga); kesemuanya itu terkesan malas.

Tingkah laku aneh dan nyata, misalnya mengumpulkan sampah,


menimbun makanan atau berbicara, senyum-senyum dan tertawa sendiri di
tempat umum; atau berbicara sendiri tanpa mengeluarkan suara (komatkamit).

Hendayana yang nyata dalam higiene (kebersihan/perawatan) diri dan


pakaian, misalnya tidak mau mandi dan berpakaian kumal (berpenampilan
lusuh dan kumuh).

Afek (alam perasaan) yang tumpul atau miskin, mendatar dan tidak serasi,
wajahnya tidak menunjukkan ekspresi dan terkesan dingin.

Pembicaraan yang melantur (digressive), kabur, kacau, berbelit-belit,


berputar-putar (circum-stantial) atau metaforik (perumpamaan).

Ide atau gagasan yang aneh dan tidak lazim atau pikiran magis, seperti
takhayul, kewaskitaan (clairvoyance), telepati, indera keenam, orang lain
dapat merasakan perasaannya, ide-ide yang berlebihan, gagasan mirip
waham yang menyangkut diri sendiri (ideas of refference).

Penghayatan persepsi yang tidak lazim, seperti ilusi yang selalu berulang,
merasa hadirnya kekuatan atau seseorang yang sebenarnya tidak ada.
Catatan: berbeda dengan halusinasi, yang dimaksud dengan ilusi adalah
pengalaman panca indera dimana ada sumber atau stimulus, namun
ditafsirkan salah.

Diagnosis Banding

Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat


Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam

keadaan medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika
psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau

diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik
akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi
psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam
perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan
demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis
nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala
fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai
lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala
psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapatmembantu
klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga
pedoman umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi
harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien
menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi
dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat
keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan
psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi
medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia
sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama
untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan
dengan seorang pasien skizofrenik.

Berpura-pura dan Gangguan buatan


Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu

diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi
sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita
skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara
lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis
berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan
hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan
pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan
buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali
20

secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan


bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.

Gangguan Psikotik Lain


Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan

yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan


gangguan skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena
memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada
enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat
jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan
jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif
adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang
bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.Suatu diagnosis gangguan
delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare) telah ada selama
sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu
gangguan mood.

Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi

penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan
depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap
lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental,
klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan
mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.

Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri

skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah


gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian,
tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat
ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal
yang dapat diidentifikasi.

Terapi
Psikofarmaka
Kemajuan di bidang Ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) akhir-akhir ini
mengalami kemajuan pesat, baik di bidang organobiologik maupun obatobatannya. Dari sudut organobiologik sudah diketahui bahwa pada Skizofrenia
(dan juga gangguan jiwa lainnya) terdapat gangguan pada fungsi transmisi sinyal
penghantar saraf (neurotransmitter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) yaitu
pelepasan zat dopamin dan serotin yang mengakibatkan gangguan pada alam
pikir, alam perasaan dan perilaku. Oleh karena itu obat psikofarmaka yang akan
diberikan ditujukan pada gangguan fungsi neurotransmitter tadi sehingga gejalagejala klinis tadi dapat dihilangkan dengan kata lain penderita Skizofrenia dapat
diobati.
Hingga sekarang belum ditemukan obat yang ideal, dari banyak jenis obat
psikofarmaka yang ada. Masing-masing obat mempunyai kelebihan dan
kekurangan selain juga ada efek samping. Misalnya ada jenis psikofarmaka yang
lebih berkhasiat menghilangkan gejala negatif Skizofrenia atau sebaliknya, ada
juga yang lebih cepat menimbulkan efek samping dan lain sebagainya.
Adapun obat Skizofrenia yang ideal yaitu yang memenuhi syarat antara lain:

Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu singkat.

Tidak ada efek samping, kalupun ada relatif kecil.

Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala positif


maupun negatif Skizofrenia.

Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).

Tidak menyebabkan kantuk.

Memperbaiki pola tidur.

Tidak menyebabkan habituasi, adiksi dan dependensi.

Tidak menyebabkan lemas otot.

22

Dan, kalau mungkin pemakainnya dosis tunggal (single dose).

Berbagai jenis obat yang beredar di pasaran yang diperoleh dengan resep dokter,
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan
golongan generasi kedua (atypical). Contoh yang beredar di Indonesia tahun
2001:
Termasuk golongan generasi pertama misalnya:
Nama Generik

Nama Dagang

1. chlorpromazine HCl

Largactil,Promactil,Meprosetil

2. Trifluoperazine HCl

Stelazine

3. Thioridazine HCl

Melleril

4. Haloperidol

Haldol, Govotil, Serence

Termasuk golongan generasi kedua misalnya:


Nama Generik

Nama Dagang

1. Risperidone

Risperdal, Rizodal, Noprenia

2. Clozapine

Clozaril

3. Quetiapine

Seroquel

4. Olanzapine

Zyprexa

5. Zotetine

Lodopin

6. Aripiprazole

Abilify

Dari berbagai jenis obat psikofarmaka di atas, efek samping yang sering
dijumpai meskipun relatif kecil dan jarang adalah gejala ekstra-piramidal (Extra
pyramidal Syndrome/ EPS) yang mirip dengan penyakit Parkinson, misalnya
kedua tangan gemetar (tremor), kekakuan alat gerak (kalau berjalan seperti robot),
otot leher kaku sehingga kepala yang bersangkutan seolah-olah terpelintir atau
ketarik dan lain sebagainya. Bila terdapat efek samping ekstra-piramidal tadi
dapat

diberikan

obat

penawarnya

yaitu

obat

dengan

nama

generik

Tryhexyphenydyl

HCl, Benzhexol HCl, Levodopa + Benserazide dan

Bromocriptin Mesilate; sedangkan nama dagangnya adalah Arkine, Artane,


Madopar, dan Parlodel.
Golongan obat anti Skizofrenia baik generasi pertama (typical) maupun
generasi

kedua

(atypical)

pada

pemakaian

jangka

panjang

umumnya

menyebabkan pertambahan berat badan. Obat golongan typical khususnya


berkhasiat

dalam

mengatasi

gejala-gejala

positif

Skizofrenia,

sehingga

meninggalkan gejala-gejala negatif Skizofrenia. Sementara itu pada penderita


Skizofrenia dengan gejala negatif pemakaian golongan typical kurang
memberikan respons. Selai itu obat golongan typical tidak memberikan efek yang
baik pada pemulihan fungsi kognitif penderita. Selain daripada itu obat golongan
typical sering menimbulkan efek samping berupa gejala ekstra-piramidal
(extrapyramidal symptoms/ EPS).
Antipsikosis Generasi Pertama
1. Klorpromazin

2-klor-N-(dimetil-aminopril)-fenotiazin
Indikasi

: antipsikosis tipikal dengan mekanisme kerja dalam


menghambat

berbagai

reseptor

-adrenergik,

muskarinik, histamine H1 dan reseptor serotonin


5HT2 dengan afinitas yang berbeda.
Efek samping

: Sedasi, gejala ekstrapiramidal ( distonia akut,


akatisia, parkinsonisme dan sjndrom neuroleptik
malignant ), hiperprolaktinemia, hpeotensi ortostatik
24

and

gejala

idiosinkrasi(ikterus,

dermatitis,dan

leucopenia)
Interaksi obat

:Chlorpromazine dapat menghambat metabolism hati


dari asam valproat yang dapat berakibat toksik.

2. Fluphenazin

Indikasi
Efek samping

: antipsikosis atipikal
:Sedasi,hiperprolaktinemia,efek

samping

ekstrapiramidal
Interaksi obat

: Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati


cytokrom
metabolism

P450
dari

yang
obat

dapat

meningkatkan

antipsikosis

seperti

haloperidol,clozapin,flupenasin.
3. Haloperidol

Indikasi

: antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase


mania penyakit mania depresif dan skizofrenia.

farmakokinetik

: cepat diserap di saluran pencernaan,Cp max dalam


waktu 2-6 jam,ekskresinya lewat ginjal lambat,kira-

Efek samping

kira 40 % dikeluarkan selama 5 hari.


:
reaksi
ekstrapiramidal,
leucopenia

Kontraindikasi
Interaksi Obat

agranulositosis
: sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.
: Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati
cytokrom
metabolism

P450
dari

yang
obat

dapat

dan

meningkatkan

antipsikosis

seperti

haloperidol,clozapin,flupenasin, olanzapin.
4. Loxapin

Indikasi

: mengobati skizofenia dan psikosis lainnya,


disamping itu memiliki efek antiemetic, sedative,

Farmakokinetik

antikolinergik dan anti adrenergic.


: Diabsorpsi baik per oral, Cp max 1 jam (IM) dan 2

Efek samping
Kontraindikasi

jam (oral),t nya 3 jam.


: insidens reaksi ekstrapiramidal
: harus hati-hati penggunaannya bagi pasien dengan
riwayat kejang.

5. Molindon

Indikasi

: antipsikosis, anti emetic,meningkatkan efek


stimulasi

dari

dihidroksifenilalanin

dan

5-

hidroksitriptopan tanpa inhibitor MAO.


Farmakokinetik

: Cepat diabsorbsi gi GI,76 % molidon yang terikat


pada protein plasma, t nya 2 jam.

26

Efek samping

Sedasi,hiperprolaktinemia,efek

samping

ekstrapiramidal,efek endokrin,pigmentasi kulit.


Kontraindikasi

: Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien


yang mengalami depresi SSP dan mengalami
hipersensitivitas.

Interaksi Obat

: Menghambat absorpsi bersama dengan fenitoin


atau tetrasiklin.

6. Mesoridazine,Pherphenazin, Thioridazine,ThiothixeneTrifluoperazine
Indikasi
Efek samping

: antipsikosis, skizofrenia
:Pruritus,fotosensitifitas,eosinofilia,
trombositopenia.Hiperprolaktinemia,konstipasi,dysp
epsia,reaksi ekstrapiramidal.

Kontraindikasi

: Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien


yang

mengalami

depresi

SSP,kerusakan

otak

subkortikal, kelainan sumsum tulang.


Interaksi Obat

: Biasanya dikombinasikan dengan depresan SSP


seperti opiate,analgetik,barbiturate dan sedative
untuk menghindari efek sedasi yang tinggi atau
depresi SSP.

Antipsikosis Generasi Kedua


1. Klozapin

Indikasi

: mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia


baik yang positif(iritabilitas) maupun yang negative.
(personal neatness).

Farmakokinetik

: diabsorpsi secara cepat dan sempurna, Cp max nya


1,6 jam, t nya 11,8 jam.

Efek samping

: agranulositosis, hipertrmia, takikardia, sedasi,


pusing kapala, hipersalivasi.

Kontraindikasi

: penggunaan dibatasi hanya pada pasien yang


resisten atau tidak dapat mentoleransi psikosis yang
lain.

Interaksi Obat

: Kombinasi klozapin dan karbamazepin tidak


direkomenasikan

karena

kemungkinan

terjadi

supresi sumsum tulang dengan kedua agen tersebut.


2. Risperidon

Indikasi

: terapi skizofrenia baik untuk gejala negative


maupun positif.disamping itu diindikasikan pula
untuk ganggua bipolar, depresi ciri psikosis dan
Tourette syndrome

28

Farmakokinetik

: bioavailabilitas oral 70 %, ikatan protein plasma


90 %, dan dieliminasi lewat urin dan sebagian lewat
feses.

Efek samping

:insomnia,agitasi, ansietas, somnolen, mual,muntah,


peningkatan
dan

berat badan,hiperprolaktinemia
reaksi ekstrapiramidal yaitu

tardiv diskinesia.
Interaksi Obat

: Paraoxetin dilaoprkan dapat meningkatkan total


risperidon dalam plasma sebanyak 76 % kalinya.

Olanzapine

Indikasi

: terapi skizofrenia baik untuk gejala negative

Farmakokinetik

maupun positif dan sebagai antimania.


: Diabsorpsi baik pada pemberian oral, Cp 4-6 jam,

Efek Samping

ekskresi lewat urin.


: reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia,
peningkatan berat badan, intoleransi

Interaksi Obat

glukosa,hiperglikemia,hiperlipidemia.
: Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati
cytokrom P450 yang dapat meningkatkan
metabolism dari obat antipsikosis seperti
haloperidol,clozapin,flupenasin, olanzapin

Quetiapin

Indikasi

: Terapi skizofrenia baik untuk gejala negative


maupun positif

Farmakokinetik

: Absorpsi cepa, Cp max 1- 2 jam, ekskresi sebagian


besar lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.

Efek samping

: Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek samping


ekstrapiramidalnya rendah peningkatan

berat

badan,hiperprolaktinemia
Interaksi Obat

: Jika penghambat CYP 3A4 (seperti cimetidine,


ketoconazole, nefazodone, jus anggur dan
erythromycin) dtkombinasikan dengan quetiapin
maka peningkaan efek samping (seperti
sedasi,ortostatik) mungkin dapat terjadi

5. Ziprasidon

Indikasi

: mengatasi keadaan akut skizofrenia dan gangguan

Farmakokinetik

bipolar
: Absorbsinya cepat dan ikatan protein plasmanya
99 %.

30

Efek Samping

: Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek samping


ekstrapiramidalnya rendah peningkatan

Interaksi Obat

berat

badan,hiperprolaktinemia
: Kombinasi antara antipsikosis dengan
pengkonduksi miokardial dapar meningkatkan efek
samping dari antipsikosis.

PSIKOTERAPI
Ragam psikoterapi banyak macamnya, tergantung dari kebutuhan dan latar
belakang penderita sebelum sakit (Pramopbid), sebagai contoh misalnya:

Psikoterapi Suportif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat
dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya
dalam mengahadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.

Psikoterapi Re-edukatif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untk memberikan pendidikan ulang
yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan
juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama
dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

Psikoterapi Re-konstruktif
Jenis

psikoterapi

ini

dimaksudkan

untuk

memperbaiki

kembali

kepribadian yang telah mengalami keretakan yang menjadi kepribadian


utuh seperti semula sebelum sakit.

Psikoterapi Kognitif
Jenis psikoterapi ini maksudkan untuk memulihkan kembali fungsi
kognitif rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai nili
moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, mana
yang halal dan haram dan lain sebagianya.

Psikoterapi Psikodinamik
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit
dan upaya untuk mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini
diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan dirinya
dan mampu menggunakan mekanisme pertahana diri yang baik.

REHABILITASI
Program rehabilitasi ini biasanya dilakukan dilembaga rahabilitasi misalnya
dibahagian lain di Rumah Sakit Jiwa khusus untuk untuk penderita yang kronis.
Di lembaga itu penderita tidak hanya diberi terapi psikofarmaka tetapi juga
menintegrasikan dengan jenis jenis terapi yang lainnya termasuk keterampilan.
Dalam lembaga rehabilitasi ini para penderita merupakan kelompok atau
komunitas diman terjadi interaksi antar sesama penderita dengan para pelatih.
Program rehabilitasi ini tidak hanya diikuti oleh penderita yang dirawat
jalan.Program rehabilitasi sebagai persiapan kembali ke keluarga dan masyarakat
meliputi berbagai macam kegiatan, antara lain :

Terapi kelompok

Menjalankan ibadah keagamaan bersama sama (jamaah)

Kegiatan kesenian (menyanyi, musik, tari tarian, seni lukis dsb)

Terapi fisik berupa olah raga

Keterampilan (membuat kerajinan tangan)

Berbagai macam kursus

Bercocok tanam (bila tersedia lahan)

Rekreasi (darmawisata) Dan lain sebagainya.

Prognosis
32

Prognosis

untuk

skizofrenia

pada

umumnya

kurang

begitu

menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan
tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan
kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali
untuk waktu yang singkat. (Imam Setiadi daam Skizofrenia, Refika Aditama,
2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia

Keluarga
Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu
penderitanya, tapi juga bagi orang-orang terdekat kepadanya. Biasanya,
keluarganyalah yang paling terkena dampak dari hadirnya skizofrenia.
Pasien

membutuhkan

perhatian

dari

masyarakat,

terutama

dari

keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami


Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.

Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang
tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
inteligensinya rendah. Karena orang yang mempunyai inteligensi tinggi
biasanya mudah diberi pemahaman, mudah mengerti akan pentingnya
pengobatan.

Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil
pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali
jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor
dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius.
Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.

ReaksiPengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap

obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak


bereaksi terhadap pemberian obat.

StressorPsikososial
Dengan semakin bertambah meningkatnya perkembangan teknologi, akan
mempengaruhi juga pada proses penyembuhan penyakit skizofrenia.
Biasanya negara berkembang, penderita skizofrenia bisa lebih cepat
disembuhkan karena adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Sedangkan
pada Negara-negara maju, prognosis lebih susah dikarenakan, biasanya
pada Negara-negara maju masyarakatnya cenderung individual, tidak
mengenal tetangga, dan tidak perdui terhadap lingkungan sekitar.
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan
mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu
dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila
stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat
diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah
parah.

Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
Dengan seringnya penderita skizofrenia kambuh maka akan semakin
lemah pula system yang ada pada dirinya.

GangguanKepribadian
Pada gangguan kepribadian ini, orang yang mempunyai tipe introvert lebih
susah dideteksi apakah ia mempunyai gejala skizofrenia karena orang
tersebut cenderung menutup diri. Prognosis untuk orang yang mempunyai
gangguan

kepribadian

akan

sulit

disembuhkan.

Besar

kecilnya

pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.

Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang
lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis
yang lebih baik.

34

Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai
prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional.

Perjalananpenyakit
Pada penderita skizofreniayang masih dalam fase prodromal prognosisnya
lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.

Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal
inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rosani, S dan Diatri, H. 2014. Skizofrenia.

Dalam: Kapita Selekta

Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius.


2. Ramadan ES dan Dod WAE. 2010. Relation Between Insight and Quality of
Life in Patients With Schizophrenia: Role of Internalized Stigma and
Depression. Current Psychiatry. 17(3): p. 43-7.
3.

Riset
Kesehatan
Dasar
(RISKESDAS).
Diunduh
dari
depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf:p.1306. 17 November 2016.

4. Maharatih GA, Nuhriawangsa I, dan Sudiyanto A. 2010. Psikiatri


Komprehensif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
6. Sari, ME. 2008. Perubahan Kemampuan Kognitif Klien Skizofrenia Setelah
Diberikan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi di Rumah Sakit Jiwa
Daerah
Surakarta.
Diunduh
dari
http://etd.eprints.ums.ac.id/892/1/J210040012.pdf. 17 November 2016.
7.

Sadock, BJ. 2003. Kaplan & Sadocks: Pocket Handbook of Clinical


Psychiatry 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

8. Hawari, Dadang. 2006. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
9. David M, et al. 1989. A Large Clinical Manual Psychiatry Diagnose and
Therapy. USA: Practice-Hall International Inc.

36

Anda mungkin juga menyukai