Tonsilitis
Tonsilitis
PENDAHULUAN
Tonsilitis adalah suatu peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
(lateral band dinding faring/ Gerlachs tonsil). Peradangan pada tonsila palatine
biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui
udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur,
terutama pada anak.1,2
Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk
strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr,
enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada
tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), sekitar
30% kasus tonsillitis pada anak dan sekitar 10% kasus dewasa dan juga
merupakan penyebab radang tenggorokan.3
Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang
berpotensi
membentuk
formasi
batu
tonsil.4
Terdapat
referensi
yang
menghubungkan antara nyeri tenggorokan yang memiliki durasi tiga bulan dengan
kejadian tonsilitis kronik.5 Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang
paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda.
Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literatur
menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi
berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume
tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan
adanya gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan
limfadenopati servikal dan submandibula.6
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak
adekuat.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil palatina atau bahasa umumnya
dikenal dengan radang amandel.7 Peradangan biasanya terjadi pada area adenoid
dan tonsil lingual sehingga istilah faringitis mungkin digunakan. Sebagian besar
kasus tonsillitis bakteri disebabkan oleh Streptococcu beta-hemolytic grup A8.
Tonsil palatina merupakan salah satu dari cincin waldeyer. Tonsil bertindak
seperti garis pertama sistem kekebalan tubuh yang berguna untuk menjaring
bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga
menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi. Lokasi tonsil sangat
memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke
sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul
inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsillitis.7
Tonsilitis kronis merupakan peradangan kronik dari tonsil sebagai lanjutan
peradangan akut/subakut yang berulang/rekuren, dengan kuman penyebab
nonspesifik. Peradangan kronik ini dapat mengakibatkan pembesaran tonsil yang
menyebabkan gangguan menelan dan gangguan pernapasan.9
2.2
Anatomi
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya yang terdapat di rongga orofaring. Ada
tiga macam tonsil yaitu tonsila faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsila
lingual yang ketiganya kemudian membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam fossa
tonsil. Pada kutub atas tonsil sering kali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat
pada dasar lidah.1
Tonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral
rongga mulut. Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot
palatoglosus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot
palatofaringeus.15
mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel
skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan
leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan
lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil.
Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi
pada tonsilektomi.1
Gambar.
Cincin
Waldeyer
Tonsil mendapat darah dari arteri palatina minor, arteri palatine asendens,
cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri pharynx asendens dan arteri lingualis
dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus
tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid
lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.15
Vena-vena menembus m.constrictor pharyngeus superior dan bergabung
dengan vena palatine eksterna, vena pharyngealis, atau vena facialis. Aliran limfe
pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi lymphoidei profundi. Nodus
yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di
bawah dan belakang angulus mandibulae.15
4
2.3
Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Insiden tertinggi berada pada
kelompok umur 5-10 tahun. Tonsilitis kronis dalam satu studi dilaporkan di
Negara Norwegia, anak-anak yang menderita tonsilitis sekitar 11,7% sedangkan
anak-anak yang berada di Negara Turki dilaporkan sekitar 12,1%. 7 Menurut
Depkes, RI (2006) menyatakan bahwa jumlah penderita tonsilitis di Indonesia
terus meningkat berdasarkan data yang diperoleh, jumlah pasien rawat inap yang
disebabkan oleh penyakit tonsilitis akut berjumlah 4.714 orang dengan jumlah
penderita laki-laki mencapai 2.401 orang dan jumlah penderita perempuan
mencapai 2.313 orang, sedangkan pasien yang meninggal dunia akibat tonsilitis
berjumlah 61 orang. Data morbiditas pada anak yang menderita tonsilitis kronis
menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada umur 5-14 tahun
menempati urutan kelima (10,5% laki-laki dan 13,7% perempuan). Hasil
pemeriksaan pada anak-anak dan dewasa menunjukkan total penyakit pada telinga
hidung dan tenggorokan berjumlah 190-230 per 1.000 penduduk dan didapati
38,4% diantaranya merupakan penderita penyakit tonsilitis kronis.10 Berdasarkan
data epidemiologi penyakit telinga hidung dan tenggorokan (THT) di Indonesia
pada tahun 2009, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut
(4,6%) yaitu sebesar 3,8%.11
2.4 Etiologi
Etiologi tonsillitis kronis berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan
dari Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan
Surgeon General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan12:
1. 25% disebabkan oleh Streptokokus b hemolitikus yang pada masa
penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam
serum penderita.
2. 25% disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.
3. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.
servikal.2 Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh
dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik. Pertama, pembesaran tonsil
karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di
atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent. Kedua, tonsil tetap kecil atau
biasanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam tonsil bed
dengan
bagian
tepinya
banding
tonsillitis
kronis
yaitu
tonsillitis
difteri,
stomatitis
disebabkan
oleh
membran
dinding
faring.1
9
10
hemolitikus.
g) hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h) otitis media efusi/ otitis media supuratif.19
Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila
sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni:
gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat,
11
Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman
lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan
melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan.
e) Kista tonsilar. Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai
pembesaran kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala.
Dapat dengan mudah didrainasi.
e) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis . Dalam penelitiannya
Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita
Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta
hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan
faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa
terjadinya penyakit Glomerulonefritis.
2.11 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
yang singkat. Gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita
mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi
pada telinga dan sinus. Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber
dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.22
13
memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga
untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan
air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama
sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang-orang yang
merupakan karier Tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk
mencegah penyebaran infeksi pada orang lain.22
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1Identitas Pasien
Nama
: DKNM
Umur
: 9 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Pelajar
Suku Bangsa
: Bali
Agama
: Hindu
Alamat
: Renon
Tgl Pemeriksaan
: 10 Mei 2016
3.2Anamnesis
Keluhan Utama
Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Wangaya dengan keluhan demam
sejak 4 hari yang lalu. Keluhan ini muncul setelah pasien mengalami sakit
tenggorokan. Pasien mengatakan sakit pada tenggorokan berupa rasa yang
mengganjal di tenggorokan yang sudah lama ia rasakan tetapi hilang timbul.
Keluhan sakit tenggorokan pasien saat ini sudah membaik. Pasien juga
mengatakan ia juga mengalami pilek dengan lendir berwarna bening dan disertai
hidung tersumbat. Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami gejala yang
sama sejak lama sekitar 1 bulan yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan pasien
mengorok saat tidur. Pasien tidak mengeluh nyeri pada tenggorokan dan tidak ada
batuk.
14
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: tidak dievaluasi
Nadi
: 80 x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Temperatur
: 37oC
Tinggi Badan
: tidak dievaluasi
Berat badan
: 23 kg
Status Gizi
: Gizi baik
Status General :
Kepala
: Normocephali
Muka
: Simetris
Mata
THT
Leher
15
: Cor
Pulmo
: TDE
: TDE
Abdomen
: TDE
Ekstremitas
Kanan
Kiri
Daun telinga
Tidak ada
Tidak
Tidak ada
Tidak
Liang telinga
Lapang
Lapang
Sekret
Tidak ada
Tidak
Membran timpani
Intak
Intak
Tumor
Mastoid
ada
Nyeri Tarik Aurikuler
ada
ada
Tes Pendengaran
Kanan
Kiri
Weber
TDE
TDE
Rinne
TDE
TDE
Schwabach
TDE
TDE
2. Hidung
Hidung
Hidung luar
Cavum nasi
Septum
Kanan
N
Lapang
Tidak ada deviasi
Kiri
N
Lapang
Tidak ada deviasi
16
Discharge
Mukosa
Tumor
Konka
3. Tenggorok :
Dispneu
: Tidak ada
Sianosis
: Tidak ada
Mukosa
: hiperemi (-)
: normal
Tonsil :
3.4
Kanan
Kiri
Pembesaran
T3
T3
Hiperemis
Permukaan mukosa
tidak rata
tidak rata
Resume
Dari anamnesis pasien mengeluh demam sejak 4 hari yang lalu. Keluhan ini
mukosa tidak hiperemi. Pemeriksaan pada telinga kanan dan kiri ditemukan
17
dalam batas normal. Pada pemeriksaan hidung didapatkan didapatkan hasil yang
normal.
3.5
Diagnosis Kerja
Tonsilitis Kronis
3.6
Penatalaksanaan
Medikamentosa:
Tonsilektomi
KIE:
- Hindari makanan dan minuman yang bersifat iritatif, seperti makanan yang
mengandung
MSG,
minuman/makanan
dingin,
dan
minuman
yang
Prognosis
Ad Vitam
: Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam
: Bonam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, didapatkan pasien usia 9 tahun laki-laki dengan diagnosis
tonsillitis kronis. Tahap awal dalam penentuan diagnosis adalah dari riwayat sakit
pasien melalui anamnesis. Pasien datang dengan keluhan utama demam sejak 4
hari yang lalu. Keluhan ini muncul setelah pasien mengalami sakit tenggorokan.
Pasien mengatakan sakit pada tenggorokan berupa rasa yang mengganjal di
tenggorokan yang sudah lama ia rasakan tetapi hilang timbul. Keluhan sakit
tenggorokan pasien saat ini sudah membaik. Pasien juga mengatakan ia juga
mengalami pilek dengan lendir berwarna bening dan disertai hidung tersumbat.
Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami gejala yang sama sejak lama
sekitar 1 bulan yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan pasien mengorok saat tidur.
Pasien tidak mengeluh nyeri pada tenggorokan dan tidak ada batuk. Dikatakan
bahwa sebelum mengalami demam pasien memiliki riwayat mengkonsumsi
makanan ringan yang mengandung MSG, coklat, dan minuman dingin denagn
pemanis buatan. Saat ini pasien mengatakan keluhan demamnya dirasakan hilang
timbul dan terjadi berulang. Keluhan pileknya masih dirasakan oleh pasien. Saat
ini keluhan sakit tenggorokan berupa perasaan mengganjal di tenggorokan sudah
membaik. Dari anamnesis tersebut, keadaan pasien cocok dengan penyakit
tonsillitis kronis, yaitu peradangan kronis dari tonsil sebagai lanjutan peradangan
akut/subakut yang berulang/rekuren, dengan kuman penyebab nonspesifik.
Peradangan kronis ini dapat mengakibatkan pembesaran tonsil yang menyebabkan
gangguan pernapasan. Selain itu tanda peradangan yang awalnya terjadi pasien
diantaranya demam, pembesaran tonsil. Keluhan demam dan pembesaran tonsil
bisa terjadi bersamaan ataupun berurutan pada pasien tonsilitis. Berdasarkan teori,
terdapat beberapa faktor yang bisa menimbulkan tonsillitis kronis, diantaranya
rangsangan kronis oleh faktor makanan/minuman iritatif dan rokok, serta
pengaruh cuaca (udara dingin, suhu yang berubah-ubah), alergi, dan kelelahan
19
fisik. Faktor rangsangan kronis oleh makanan ada pada pasien, yakni dikatakan
bahwa pasien sering mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG, coklat dan
minuman dingin yang mengandung pemanis buatan. Keluhan tonsillitis kronis lain
yang juga ditemukan pada pasien ini adalah pasien suka mengorok saat tidur,
tetapi tidak ditemukan keluhan lain seperti batuk. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa biasanya pada anak dengan hipertropi adenoid dan tonsil merupakan faktor
risiko tertinggi timbulnya obstructive sleep apnea.
Berdasarkan teori, pemeriksaan THT pada pasien tonsillitis kronis ini,
didapatkan pembesaran tonsil kanan kiri berukuran T3/T3 dan permukaan mukosa
tidak rata. Mukosa tidak tampak hiperemi. edema kulit pada meatus akustikus
eksternus dan kemerahan. Hasil pemeriksaan ini lebih memastikan diagnosis
tonsillitis kronis. Pada pemeriksaan telinga didapatkan hasil dalam batas normal
kanan dan kiri. Pada pemeriksaan hidung didapatkan hasil yang normal.
Terapi yang diberikan pada pasien ini terdiri dari terapi simtomatik dan
operatif. Jika berdasarkan teori, terapi simtomatik yang diberikan adalah
paracetamol sebagai antipiretik. Terapi operatif diindikasikan untuk pasien
dikarenakan pasien mengalami serangan tonsillitis berulang dan terjadi sumbatan
jalan napas berupa sleep apnea.
Hal yang penting untuk diajarkan kepada pasien adalah menghindari
makanan dan minuman yang bersifat iritatif, seperti makanan yang mengandung
MSG, minuman/makanan dingin, dan minuman yang mengandung pemanis
buatan. Selain itu mengingatkan pasien untuk meminimalisir risiko penularan
dengan menjaga hygiene mulut dan melakukan kontrol secara rutin ke poliklinik
THT selama pengobatan berlangsung.
BAB V
20
RINGKASAN
Telah diuraikan kasus pasien usia 9 tahun laki-laki, tonsillitis kronis.
Penegakan diagnosis pada kasus ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Berdasarkan anamnesis, diketahui pasien demam sejak 4 hari yang lalu
disertai pilek dengan riwayat sebelumnya rasa mengganjal pada tenggorok dan
suka mengorok saat tidur.
Pada keadaan umum dan status generalis pasien dalam kondisi baik dan
batas normal. Pemeriksaan fisik THT, pemeriksaan THT pada pasien tonsillitis
kronis ini, didapatkan pembesaran tonsil kanan kiri berukuran T3/T3 dan
permukaan mukosa tidak rata. Mukosa tidak tampak hiperemi. edema kulit pada
meatus akustikus eksternus dan kemerahan. Hasil pemeriksaan ini lebih
memastikan diagnosis tonsillitis kronis. Pada pemeriksaan telinga didapatkan
hasil dalam batas normal kanan dan kiri. Pada pemeriksaan hidung didapatkan
hasil yang normal.
Terapi yang diberikan pada pasien ini terdiri dari terapi simtomatik dan
operatif. Terapi simtomatik yang diberikan adalah paracetamol sebagai antipiretik.
Terapi operatif diindikasikan untuk pasien dikarenakan pasien mengalami
serangan tonsillitis berulang dan terjadi sumbatan jalan napas berupa sleep apnea.
Selain itu pasien diajarkan untuk menghindari makanan dan minuman yang
bersifat iritatif, seperti makanan yang mengandung MSG, minuman/makanan
dingin, dan minuman yang mengandung pemanis buatan. Selain itu mengingatkan
pasien untuk meminimalisir risiko penularan dengan menjaga hygiene mulut
DAFTAR PUSTAKA
21
URL:
http://www.mdguidelines.com/tonsillitis-and-adenoiditis/
Abscess.
Tersedia
di
22
Disorder.
Dalam:
23