Laporan Kasus Morbili
Laporan Kasus Morbili
Morbili
Oleh:
dr. Nasrani Widiyanata Sibarani
Pembimbing:
BAB I
PENDAHULUAN
Morbili atau rubeola adalah suatu infeksi virus akut yang umumnya menyerang anak
namun biasa menyerang orang dewasa. Morbili merupakan penyakit yang memiliki gejala klinis
yang khas setelah masa inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama
terhadap virus yaitu pada stadium prodormal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis,
pilek (runny nose), dan batuk serta ditemukannya bercak koplik pada mukosa diikuti stadium
erupsi dengan keluarnya ruam pada seluruh tubuh yang memiliki ciri khas muncul mulai dari
belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam didahului dengan suhu badan
yang meningkat, selanjutnya pada stadium konvalesens ruam menjadi menghitam dan bersisik
akibat pengelupasan.1,2
Angka kejadian morbili di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar
3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat
dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5%
menjadi 1,2%. Telah diketahui bahwa morbili menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara
umum, sehingga mudah menyebabkan infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering
dijumpai adalah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lainlain (7,9%). Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum dapat
direalisasikan. Transmisi morbili terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet
dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat
menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul.
Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh
morbili.1,2,3 . Morbili merupakan penyakit self limiting disease sama seperti penyakit akibat virus
lainnya sehingga terapi yang diberikan merupakan terapi simptomatik atau suportif. Namun pada
beberapa penelitian dan berdasarkan kasus yang ada banyak pasien dengan morbili memiliki
tingkat mordibitas dan mortalitas yang tinggi akibat komplikasi yang ada, Hal ini terkait dengan
adanya defisiensi vitamin A. Dibeberapa penelitian juga menjelaskan bahwa tingat mortalitas dan
mordibitas dapat diturunkan dengan pemberian vitamin A, sehingga saat ini vitamin A sudah
menjadi standar untuk terapi morbili.10,11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. 1 Definisi
Morbili atau campak atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin) atau measles (bahasa
Inggris) adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular melalui droplet saluran pernafasan.
Morbili disebabkan oleh measles virus famili paramyxoviridae genus morbilivirus. Morbili
merupakan penyakit yang memiliki beberapa gejalas klinis yang khas ditandai dengan demam
akut, adanya batuk pilek (runny nose) serta konjungtivitis pada stadium prodormal dan erupsi
makulopapular eritema pada stadium erupsi yang akan diakhiri dengan hiperpigmentasi dikulit
serta perbaikan klinis pada stadium konvalesen.1,2,3,4
1.2
Epidemiologi
Morbili adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia
dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan dapat juga menginfeksi orang dewasa.
Morbili endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi epidemi
setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Setiap
orang yang telah terkena morbili akan memiliki imunitas seumur hidup. Menurut kelompok
umur kasus morbili rawat inpa di rumah sakit selama kurun waktu 5 tahun menunjukkan proporsi
yang terbesar pada golongan umur balita dengan 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1
tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.1,2
Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum dapat
direalisasikan. Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi morbili pada tahun 19891991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi, termasuk
anak-anak di bawah umur 15 bulan. Di Afrika dan Asia, morbili masih dapat menginfeksi sekitar
30 juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000 kematian. Berdasarkan data yang
dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141 kasus morbili di Afganistan pada tahun 2007. Di
Myanmar tercatat sebanyak 735 kasus morbili pada tahun 2006.1,3,4
1.3 Etiologi
Penyebab morbili adalah measles virus yang termasuk dalam famili paramyxoviridae.
Virus ini memiliki ukuran 120250 dengan single-stranded RNA. Measles virus ini memiliki
dua protein pada bagian luar membrane virus yang memiliki peran dalam penyebaran virus.
Protein pertama disebut protein F (fusion), yang memiliki peran dalam perlekatan membran virus
dengan membran host dan proses hemolisis, Protein kdua berfungsi untuk melakukan transfer
virus ke sel host. Measles virus tidak aktif pada suhu 38 derajat celcius, Virus tetap aktif
minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4
minggu disimpan dalam temperatur 35C dan beberapa hari pada suhu 0C. Dengan pembekuan
lambat maka infektivitasnya akan hilang.1,4,5,8,11
1.4
Patofisiologi
Morbili ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung atau melalui udara dari
orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari hari ketujuh setelah terpajan,
biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kelima setelah timbulnya ruam.
Setelah terjadi penularan, virus masuk ke system retikulo-endothelial, berkembang biak dan
selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan
terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin).1,3,4
Pada 5-6 hari setelah infeksi awal terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke
dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas,
kulit kandung kemih dan usus.1
Pada hari ke 9-10, fokus infeksi berada di epitel saluran napas dan konjungiva, akan
menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Hal tersebut menimbulkan
manifestasi klinis dari sistem saluran diawali dengan batuk pilek disertai selaput konjungtiva
yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem
saluran napas diikuti dengan dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, disusul dengan
gejala patoknomonik berupa bercak koplik.1
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed hypersensitivity
terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal
infeksi.Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi virus
dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi virus.1,3,4
1.5
Gejala Klinis
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10 12 hari.Penyakit morbili terdiri dari 3 stadium
1.6
Diagnosis5
1.6.1
Anamnesis
a. Adanya demam tinggi terus menerus 38,50C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri
menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare.
b. Pada hari ke 4 5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih
tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami demam kejang.
c. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami
sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat
merupakan tanda penyembuhan.
a. Stadium prodormal : demam, batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis,
konjungtivitis dan bercak koplik.
b. Stadium erupsi : ruam makulopapular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya
ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga telinga, kemudian menyebar ke
wajah, leher dan akhirnya ekstremitas.
c. Stadium konvalesens : ruam kehitaman yang mengelupas, menghilang setelah 1 2
minggu.
1.6.3 Pemeriksaan penunjang
a. Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri.
b. Sitologi dan serologi (IgM spesifik)
c. Pemeriksaan untuk komplikasi : pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit
darah dan analisa gas darah untuk klinis ensefalopati. Pemeriksaan feses lengkap untuk
klinis enteritis. Pemeriksaan foto dada dan analisa gas darah untuk klinis
bronkopneumonia.
1.7
Diagnosis banding1,5
a. Rubella
b. Demam skarlatina
c. Ruam akibat obat-obatan
d. Eksantema subitum
1.8 Komplikasi
Adapun komplikasi dari csmpsk ini adalah sebagai berikut1 :
a. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah parah
pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis
dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus morbili maupun oleh invasi bakteri, ditandai dengan batuk,
meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu menurun,
gejala pneumonia karena virus akan menghilang, kecuali batuk yang masih terus sampai
beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan, dan gejala
saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri
yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran
infiltrat pada fototoraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara
sedang berkembang malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa
terjadi dan menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode dernam, umumnya pada puncak demam saat ruam
keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
d. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari
ke-4-7 setelah tirnbulnya ruarn. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus morbili,
dengan mortalitas berkisar antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme
imunologik maupun melalui invasi langsung virus morbili ke dalam otak. Gejala,
ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan intobel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi
nafas meningkat, twitching, disgrientasi juga dapat diternukan. Pemeriksaan cairan
serebrpspinal menunjukkan pleositpsis ringan, dengan predominan sel mononuklear,
peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
d. SSPE (Subacute Sclerosing PanEncepluilitis)
Subacute sclerosing panenceplmlitis merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat
yang jarang disebabkan oleh karena infeksi oleh virus morbili yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita
morbili adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi morbili. Risiko lebih besar pada umur yang
lebih muda, masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi
motorik, kejang umumnya bersifat miokionik. Laboratorium menunjukkan peningkatan
globulin dalam cairan serebrospinal, anribodi terhadap morbili dalam serum (CF dan HAI)
meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya
gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
e. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada morbili. Gendang telinga
biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri
pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus, terjadi otitis media purulenta.
f. Enteritis
Beberapa anak yang menderita morbili mengalami muntah dan mencret pada fase
prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.
h. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus morbili terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya mata
merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri. Virus morbili atau antigennya dapat dideteksi pada lesi
konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtiva dapat memburuk dengan terjadinya
hipopion dan pan-oftalmitis dan menyebabkan kebutaan.
i. Sistem kardiovaskular
Pada ECG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi
prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. Perubahan tersebut bersifat sementara dan
tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis
1.9
Penatalaksanaan
Pasien dengan morbili tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simptomatik, dengan pemberian antipiretik,
antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada morbili dengan
penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien morbili dirawat di bangsal isolasi
sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan
dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.1. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa dua
dosis vitamin A dapat mengurangi mordibitas dan mortalitas akibat komplikasi yang ditimbulkan
dari morbili terutama anak dibawah dua tahun.10
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang
timbul, yaitu :1,5,6
a.
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan
dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak
berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari
demam reda.
b.
Enteritis
Otitis media
Seringkali
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga kebutuhan untuk mengurangi edema otak,
di samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas
darah.
BAB III
KASUS
Identitas Pasien
Nama/No.MR
Umur
: 6 tahun
Alamat
Tanggal masuk
: 11 Juni 2015
Diberikan oleh
: Ibu pasien
Keluhan Utama
Demam sejak 6 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
- 6 hari SMRS pasien mengeluhkan demam mendadak tinggi . Demam dirasakan terus
menerus , tidak disertai menggigil dan kejang. Demam disertai dengan batuk pilek, batuk
-
berdahak. Mual (-), muntah (-), mencret (-), nafsu makan berkurang. BAK tidak ada keluhan.
4 hari SMRS pada seluruh tubuh pasien muncul ruam kemerahan. Awalnya ruam muncul
pada leher bagian atas di belakang telinga kiri (pada daerah batas rambut), kemudian ruam
menyebar ke daerah mulut, wajah, badan dan akhirnya ke tangan dan kaki.
- 2 hari mata merah, berair, adanya kotoran mata yang sedikit kental ketika bangun tidur.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
: Wiraswasta
: IRT
Riwayat kehamilan
Lahir secara pervaginam dengan bantuan bidan. Lahir cukup bulan dengan berat badan lahir
3100 gram.
Selama hamil ibu pasien memeriksakan kehamilan secara teratur tiap bulan ke bidan.
Selama hamil, ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu (hipertensi, DM, demam,
kejang, perdarahan), tidak pernah merokok, minum jamu maupun minuman keras.
Riwayat makan dan minum
ASI eksklusif diberikan sejak usia 0-4 bulan
ASI + PASI diberikan mulai umur 4 bulan-14 bulan
Susu formula + nasi tim diberikan sejak usia 14 bulan-2 tahun
Susu formula + nasi biasa diberikan sejak usia 2 tahun-sekarang
Riwayat imunisasi
Lengkap di posyandu
Riwayat pertumbuhan fisik
- Berat badan lahir = 3100 gram
- Berat badan masuk = 18,5 Kg.
Riwayat Perkembangan
-
Pasien tinggal diperumahan permanen, satu rumah dihuni 5 orang, ventilasi baik.
Sumber air minum : air galon
Sumber MCK : air sumur
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Alert
Tanda-tanda vital
TD
:-
Suhu
: 38,3oC
Nadi
: 110x/menit
Nafas
Gizi
: 18x/menit
:
BB
: 18,5 kg.
BB/U
BB/U berdasarkan kurva NCHS dinyatakan normal
Kulit
Kepala
: Normosefali
Rambut
Mata kanan/kiri
Palpebra
Konjungtiva
Sklera
Pupil
Reflex cahaya
: +/+
Telinga kanan/kiri
: Bentuk simetris, serumen (+) normal, sekret (-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung
Bibir
: Kering
Mulut
:
Palatum
: utuh
Lidah
Gigi
: karies (+)
KGB
Kaku kuduk
: (-)
Inspeksi
Leher
Dada
kordis tidak tampak
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Alat kelamin
Ekstremitas
: 13,4mg/dl
Ht
: 41, 1%
Leukosit
: 5000/mm2
Trombosit
: 295.000/mm3.
: 150 gr/dl
Urin
:-
Feses
:-
Tanda-tanda vital
Suhu
: 38,3oC
Nadi
: 110x/menit
Nafas
: 18x/menit
Mata
: Konjungtivitis (sekret (+), injeksi konjungtiva (+)
Pada kulit terdapat ruam makulopapular generalisata, eritem, batas tegas.
: 5000/mm2
Leukosit
DIAGNOSIS KERJA
Morbili stadium erupsi
DIAGNOSIS GIZI
Gizi normal
TERAPI
Medikamentosa
:
IVFD KAEN B 50 tpm mikro.
Ceftriaxon injeksi 500 mg per 12 jam
Ranitidin 40 mg per 12 jam
Vitamin A 400.000 IU
Paracetamol inj 4X30cc
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
PERJALANAN PENYAKIT/FOLLOW UP
Hari/T
Subjektif
Objektif
Assesment
Terapi
KU : TSS
Morbilli stadium
erupsi
gl
12- demam
juni
(+),batuk
Kes : CM
2016
berdahak
T : 39,3OC, HR :
(+),
IVFD
KAEN 1B 50/i
mikro.
Ceftriaxon
2 x 500 mg per
(+),mata
berair
20x/i,
dan mata
sekret
injeksi
kotoran
+) .bercak koplik
mata (+)
(+)ruam makulo
(+/
-papular.
ruam
eritema
pada
seluruh
tubuh
Abdomen
kembali
(+/+),
banyak
turgor
hari
erupsi
2016
batuk
Kes : CM
berdahak
T : 37,4OC, HR :
(+),pilek
96 x/i RR : 19x/i,
(+),mata
sekret mata(+/+),
stadium
+) .bercak koplik
mata(+/+)
(+)ruam makulo
pada
seluruh
tubuh
Abdomen
mikro.
Vitamin A
400.000 IU
Velotin
1X1sac
Toplexil syr
3X1cth
Ceftriaxon
2 x 500 mg per
hari
kulit
cepat,
BU (+) normal.
(-), KU : TSS
14-juni
demam
2016
batuk
Kes : CM
(+),batuk
T : 36,4OC, HR :
IVFD
3X3cc
Liprolac
papular. ruam
eritema
D5:RL1: 1 50/i
(+/
+),kotoran
berkurang,
l inj 4 x 30cc
Vitamin A
cepat,
Morbilli
kembali
kulit
demam
turgor
2x40mg
Paracetamo
13-juni
(+/ injeksi
400.000 IU
BU (+) normal.
(-), KU : TSS
merah
Ranitidin
Ranitidin
2x40mg
Morbilli
stadium
erupsi
IVFD
D5:RL1: 1 50/i
mikro.
Vitamin A
400.000 IU
pilek (-)
injeksi(+/+)
bercak koplik(-)
3X3cc
Liprolac
ruam
makulo
1X1sac
Toplexil syr
papular. ruam
eritema
pada
seluruh tubuh
Abdomen
turgor
hari
-
cepat,
Jawaban
2016
konsul
Pemeriksaan
dr Fisik
Konjungtivitis
mata
: morbili
spesialis
Konjuntiva
mata
hiperemis (+/+),
demam
Pus (+/+)
(-), KU : TSS
2016
batuk(-)
Kes : CM
pilek (-)
T : 36,2OC, HR :
Morbilli
spesialis mata
ec Tobroxyl
tetes
mata 3dd 2gtt ODS
stadium Tobroxyl
konvalesens
92 x/i RR : 18x/i,
sekret mata (+/+)
injeksi(+/+) ruam
makulopapular
mulai menghitam
skuama (+) pada
seluruh tubuh
Abdomen
kembali
dr
Boleh pulang
15-juni
turgor
Ranitidin
2x40mg
Konsul
BU (+) normal.
14-juni
3X1cth
Ceftriaxon
2 x 500 mg per
kulit
kembali
Velotin
kulit
cepat,
BU (+) normal.
tetes
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa Morbilli stadium erupsi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan sejak 6 hari SMRS,pasien mengalami demam mendadak tinggi
disertai batuk dan pilek.Ini merupakan gambaran klinis dari gejala prodormal yang disebabkan
oleh virus dan diduga virus morbilli. Kemudian, dari anamnesis juga didapatkan sejak, 2 hari
SMRS pada seluruh tubuh pasien muncul ruam kemerahan yang awalnya ruam muncul pada
leher bagian atas di belakang telinga kiri (pada daerah batas rambut), kemudian ruam menyebar
ke daerah mulut, wajah, badan dan akhirnya ke tangan dan kaki yang merupakan gambaran klinis
dari stadium erupsi morbili. 2 hari SMRS pasien mengelukan mata merah, berair, adanya kotoran
mata yang sedikit kental ketika bangun tidur. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan suhu 38,3 C,
pada kulit terdapat ruam makulopapular generalisata, eritema, batas tegas. Pada mata ditemukan
sekret purulen pada palpebra dan injeksi konjungtiva. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik pada pasien ini ditemukan gejala Cough, coryza dan konjungtivitis yang merupakan tiga
gejala klinis khas dari morbili. Dari anamnesis juga diketahui bahwa pasien dengan riwayat
imunisasi lengkap, pasien telah mendapatkan vaksin campak sejak berumur 9 bulan, namun
karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, sehingga masih dapat terjadi wabah
pada anak meskipun 85-90% anak sudah mempunyai imunitas.1,2,5,6,8
Gejala klinis yang muncul pada pasien ini cukup jelas untuk menegakkan diagnosis
morbilli. Penyakit erupsi makulopapular akut lainnya sudah dapat disingkirkan. Penyakit tersebut
meliputi rubella, demam skarlatina, ruam akibat obat-obatan dan eksantema subitum. Rubella
pada anak umumnya tidak diawali oleh suatu massa prodormal yang spesifik, erupsi yang
muncul menyebar ke seluruh tubuh lebih cepat dari morbilli (dalam 24-48 jam sudah
menyeluruh), pada hari ketiga erupsi mulai menyembuh tanpa deskuamasi dan tanda
patognomoniknya adalah adanya pembesaran kelenjer getah bening khususnya pada daerah
belakang telinga dan oksipital.9 Pada demam skarlatina, kelainan kulit muncul dalam 12 jam
pertama sesudah demam, batuk dan muntah, gejala prodormal berlangsung selama 2 hari serta
adanya lidah berwarna merah strawberry dan tonsillitis eksudativa atau membranosa merupakan
tanda patognomoniknya. Pada ruam akibat obat-obatan tidak didahului oleh gejala prodormal.
Pada eksantema subitum, adanya gejala demam tinggi selama 3-4 hari disertai iritabilitas terjadi
sebelum muncul ruam, saat muncul ruam diikuti dengan penurunan demam secara drastis
menjadi normal, ruam muncul pertama kali pada daerah dada dan punggung yang kemudian
menyebar ke leher, wajah dan ekstremitas, erupsi mulai menghilang pada hari ke-2 sesuai dengan
ruam yang lebih dahulu muncul.7,9
Penyakit morbilli bersifat self limiting desease, sehingga cukup dengan memberikan
terapi suportif, meliputi pemberian cairan dan nutrisi yang cukup serta vitamin A sesuai dengan
usia untuk mengurangi mordibitas dan mortalitas yang dapat terjadi akibat komplikasi morbili
sesuai dengan beberapa penelitian yang ada. 10.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Soedarmo SSP, dkk. Campak dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatrik Tropis. Edisi II.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2010; 109-21.
2.
Cherry J.D. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan. Textbook of Pediatrics
Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. 2004; 2283-98.
3.
4.
Anonimous. Measles.
meas.pdf. 2006.
5.
Ikatan Dokter Anak Indonesis. Campak dalam : Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1.
Jakarta. 2010; 33-5.
Diakses
Diakses
melalui
melalui
http://www.emedicine.com/
http://www.cdc.gov/nip/publications/pink/
6.
World Health Organization. Campak dalam : Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta. 2008; 180-3.
7.
Soedarmo SSP, dkk. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam: Buku Ajar
Infeksi & Pediatrik Tropis. Edisi II. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2010; 100-8.
8.
9.
Rahayu T, Alan R. Tumbelaka. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut Pada Anak.
Sari Pediatri, Vol. 4. Jakarta : 2002: 104 113
10.
11.
Manual for the laboratory diagnosis of measles and rubella virus infection. Second
edition. WHO. 2013