Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas . Gagal jantung merupakan sindrom klinis ( sekumpulan tanda
dan gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik ( saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung .
Dulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya
kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk
meningkatkannya dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban
(un-load) .1
Morbiditas , mortalitas serta biaya pelayanan kesehatan yang
tinggi, maka faktor resiko yang menyebabkan gagal jantung perlu
diidentifikasi dan ditangani sedini mungkin. Penyakit lain yang
menyebabkan gagal jantung adalah penyakit jantung koroner, hipertensi ,
gangguan

katup

jantung

dan

kardiomegali.

Faktor

yang

dapat

memperburuk keadaan paien gagal jantung juga perlu diidentifikasi seperti


diabetes melitus, penurunan LVEF (left ventricular ejection traction ),
peningkatan tekanan pemisah kapiler paru, dan penurunan indeks cardiac.2
Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodelling progresif
akibat beban / penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas
dengan penghambat neurohumoral seperti ACE-inhibitors, Angiotensin
Receptor-Blocker atau penyekat beta diutamakan di samping obat
konvensional ( diuretika dan digitalis ) ditambah dengan terapi yang
muncul belakangan ini seperti biventricular pacing, recyncronizing cardiac
teraphy (RCT), intra cardiac defibrilator (ICD), bedah rekonstruksi
ventrikel kiri (LV reconstruction surgery) dan mioplasti .1
Akhir akhir ini iniden gagal jantung mengalami peningkatan.
Kajian epidemiologi menunjukan bahwa ada berbagai kondisi yang
mendahului dan menyertai gagal jantung .
Saat ini Congestif Heart Failure (CHF) atau yang biasa disebut
gagal jantung kongestif merupakan satu satunya penyakit kardiovaskuler
yang terus meningkat insiden dan prevalensinya . Resiko kematian akibat

gagal jantung berkisar antara 5 10% pertahan pada gagal jantung ringan
yang akan meningkat menjadi 30 40 % pada gagal jantung berat . Selain
itu, CHF merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan
ulang, dirumah sakit meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan
secara optimal . Gagal jantung kongestif terdapat pada sekitar 3 juta orang
di Amerika serikat, lebih dari 400.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun.
Pembaruan 2010 dari American Heart Association (AHA) memperkirakan
bahwa terdapat 23 juta orang dengan gagal jantung di seluruh dunia.2
1.2.Tujuan
Mahasiswa kepaniteraan klinik senior dapat mampu mengetahui ,
memahami dan menjelaskan tentang :
1. Definisi Congestif Heart Failure
2. Epidemiologi Congestif Heart Failure
3. Etiologi Congestif Heart Failure
4. Patofisiologi Congestif Heart Failure
5. Klasifikasi Congestif Heart Failure
6. Diagnosis Congestif Heart Failure
7. Diagnosis banding Congestif Heart Failure
8. Komplikasi Congestif Heart Failure
9. Prognosis Congestif Heart Failure
1.3.Manfaat
a. Bagi Penulis
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi, dan mengembangkan teori yang telah disampaikan
mengenai Congestif Heart Failure

b. Bagi institute pendidikan


Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi
kegiatan yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya
yang berkaitan dengan Congestif Heart Failure

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana darah yang dipompakan dari
jantung tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Secara singkat, gagal jantung
merupakan gangguan kemampuan jantung untuk memompakan darah dari vena
menuju arteri . Gagal jantung juga dapat dikatakan sebagai gangguan proses
biokimia dan biofisika jantung yang mengakibatkan rusaknya kontraktibilitas dan
relaksasi miokard. Hal ini mengakibatkan percepatan kematian sel otot jantung
sehingga meyebabkan kecacatan dan kematian dini .Gagal jantung kongestif
(CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga
jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan .2
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh
secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung.1

2.2 Epidemiologi
Gagal jantung adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama . Gagal
jantung menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya terutama pada lansia.
Studi framinghan memberikan gambaran yang cukup jelas tentang gagal jantung .
Pada studi ini disebutkan bahwa, kejadian gagal jantung pada orang berusia > 45
tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki laki dan 4,7 kasus setiap 1000
orang perempuan , dimana prevalensi gagal jantung adalah 24 setiap 1000 orang
laki laki dan 25 setiap 1000 orang perempuan . Di Amerika hampir 5 juta orang
menderita gagal jantung.2
Gagal jantung ditandai dengan mortalitas yang tinggi dengan frekuensi
rawat inap di rumah sakit yang sering dan penurunan kualitas hidup . Meskipun
penatalaksanaan gagal jantung telah mengalami kemajuan, hasil penelitian
menunjukan sebagian besar kasus kematian terjadi pada 3 bulan pertama rawat
inap . Kurang dari separuh jumlah orang dengan gagal jantung gagal jantung
simptomatik yang dapat bertahan lebih dari 5 tahun . Bahkan pasien dengan gagal
jantung ringan hingga sedangpun memiliki tingkat mortalitas yang tinggi .2
2.3 Etiologi
Gagal jantung adalah suatu kompleks patologis yang berkaitan dengan
disfungsi jantung dan merupakan titik akhir berbagai penyakit sistem
kardiovaskuler . Terdapat banyak kemungkinan penyebab dan penyebab spesifik
gagal jantung pada seorang pasien harus selalu dicari. Secara umum gagal jantung
dapat disebabkan oleh :
1. Beban kerja yang tidak sesuai yang ditimpakan pada jantung, misalnya
kelebihan beban volume atau tekanan
2. Terbatasnya pengisian jantung
3. Berkurangnya miosit
4. Penurunan kontraktilitas miosit3
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab

kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan


penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya
terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup
semiluner),

ketidakmampuan

jantung

untuk

mengisi

darah

(tamponade,

perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak


afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia
dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.2

2.4 Klasifikasi Gagal Jantung Congestif


Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya .
Gagal jantung sistolik akut terlihat pada miokarditis akibat virus,
keracunan alkohol dan anemia sedangkan Gagal jantung sistolik kronik
dapat terjadi setelah kardiomiopati atau infark miokard.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel . Gagal jantung diastolik didefinisikan dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50% . Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik : gangguan relaksasi,
pseudo-normal, dan tipe restriktif .1,2
Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA)
1. Kelas 1 : Asimtomatik
Tidak ada pembatasan aktivitas fisik akibat penyakit jantung kelas ini hanya
dapat diduga jika terdapat riwayat penyakit jantung yang dipastikan melalui
pemeriksaan misalnya EKG
2. Kelas 2 : Ringan
Terdapat sedikit pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas yang lebih berat
menyebabkan napas tersengal, misalnya berjalan menaiki tangga. Pasien
dapat menjalani gaya hidup dan pekerjaan yang hampir mirip dengan keadaan
normal .
3. Kelas 3 : Sedang
Terdapat pembatasan aktivitas yang lebih jelas sehingga dapat menganggu
pekerjaan . Aktivitas berjalan pada permukaan yang rata yang dapat
menimbulkan gejala .
4. Kelas 4 : Berat
Tidak mampu menjalani aktivitas fisik tanpa disertai gejala. Pasien kesulitan
bernafas pada saat istirahat dan kebanyakan jarang keluar rumah .2
Klasifikasi gagal jantung menurut America Heart Association / American College
of cardiologi (AHA/ACC)
Tingkatan
Uraian
A
Pasien mempunyai resiko tinggi mengalami gagal jantung karena
menderita penyakit yang merupakan penyebab terjadinya gagal
jantung. Pasien seperti ini tidak mempunyai abnormalitas struktur

jantung maupun fungsi dari perikardia , miokard atau katup jantung


B

dan tidak pernah memperlihatkan gejala gagal jantung


Pasien dengan penyakit jantung dengan abnormalitas struktur yang
merupakan penyebab terjadinya gagal jantung namun tidak pernah

menunjukan gejala gagal jantung


Pasien yang pernah / sedang mengalami gejala gagal jantung akibat

adanya abnormalitas struktur jantung


Pasien dengan abnormalitas struktur jantung yang parah dan
menunjukan gejala gagal jantung pada saat istirahat meskipun
diberikan terapi medik secara maksimal sehingga memerlukan
penanganan khusus
Tabel 1 Klasifikasi berdasarkan AHA1,2

2.5Patofisiologi
Patofisioologi gagal jantung bersifat kompleks dan harus dipahami di
berbagai tingkatan . Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik,
ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa
penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal
adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan
pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga
menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.3
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis
tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada
awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan
arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel
akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan
darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
7

mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk


sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan
preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian
preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel
menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien
secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada
penyakit koroner) selanjurnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain
itu kekuatan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada
gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dan
tgrombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit
janatung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah
kemiokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi
gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung. WHO menyebutkan
kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung,
seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik
(emboli pulmo jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.2,3
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. 2
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor:
1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbnding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya serabut jantung.

2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi


pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.2
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriol.2
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik, akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga
akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan
kongesti sistemik.3
Skema Pathway CHF

2.6 Diagnosa Gagal Jantung Kongestif


2. 6.1 Anamnesa
Gejala kardinal gagal jantung adalah sesak nafas, intoleransi saat aktivitas,
dan lelah. Gagal jantung pada tahap awal, sesak hanya dialami pasien saat
beraktivitas berat, seiring dengan semakin beratnya gagal jantung, sesak terjadi
pada aktivitas yang semakin ringan dan akhirnya dialami pada saat istirahat.
Penyebab dari sesak ini kemungkinan besar multifaktorial, mekanisme yang
paling penting adalah kongesti paru, yang di akibatkan oleh akumulasi cairan pada
jaringan intertisial atau intraalveolar alveolus. Hal tersebut mengakibatkan
teraktivasinya reseptor juxtakapiler J yang menstimulasi pernafasan pendek dan
dangkal yang menjadi karakteristik cardiac dypnea. Faktor lain yang dapat
memberikan kontribusi pada timbulnya sesak antara lain adalah complience paru,
meningkatnya tahanan jalan nafas, kelelahan otot respiratori dan diafragma, dan
anemia. Keluhan sesak bisa semakin berkurang mulai timbulnya gagal jantung
kanan dan regurgitasi trikuspid.
a. Sesak napas, Ortopneu dan Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Ortopneu didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada saat tidur
mendatar, dan biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung
dibandingkan sesak saat aktivitas. Gejala ortopnue biasanya menjadi lebih ringan
dengan duduk atau dengan menggunakan bantal tambahan. Ortopneu diakibatkan
oleh redistribusi cairan dari sirkulasi splanchnic dan ekstremitas bawah kedalam
sirkulasi sentral saat posisi tidur yang mengakibatkan meningkatnya tekanan
10

kapiler paru. Batuk-batuk pada malam hari adalah salah satu manifestasi proses
ini, dan sering kali terlewatkan sebagai gejala gagal jantung. Walau ortopneu
merupakan gejala yang relatif spesifik untuk gagal jantung, keluhan ini dapat pula
dialami pada pasien paru dengan obesitas abdomen atau ascites, dan pada pasien
paru dengan mekanik kelinan paru yang memberat pada posisi tidur.3
b. Edema paru pulmonal akut
Hal ini diakibatkan oleh transudasi cairan kedalam rongga alveolar sebagai
akibat meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler paru secara akut sekunder akibat
menurunnya fungsi jantung atau meningkatnya volume intravaskular. Manifestasi
edema paru dapat berupa batuk atau sesak yang progresif. Edema paru pada gagal
jantung yang berat dapat bermanifestasi sebagai sesak berat disertai dahak yang
disertai darah. Jika tidak diterapi secara cepat, edema pulmoner akut dapat
mematikan.1,3
c. Respirasi cheyne stokes
Dikenal pula sebagai respirasi periodik atau siklik, adalah temuan umum
pada gagal jantung yang berat, dan umumnya dihubungkan dengan cardiac output
yang rendah. Respirasi cheyne-stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitifitas
pusat respirasi terhadap kadar PCO2 arteri. Terdapat fase apnea, dimana PO2
arteri jatuh dan PCO2 arteri meningkat. Respirasi cheyne-stokes dapat dicermati
oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak nafas berat atau periode henti nafas
sesaat.
d. Gejala lain
Pasien dengan gagal jantung juga dapat muncul dengan gejala
gastrointestinal, anorexia, nausea, dan rasa cepat kenyang yang dihubungkan
dengan nyeri abdominal dan gembung adalah gejala yang sering ditemukan, dan
bisa jadi berhubungan dengan edema dari dinding usus dan/atau kongesti hati.
Kongesti dari hati dan pelebaran kapsula hati dapat mengakibatkan nyeri pada
kuadran kanan atas. Gejala serebral seperti kebingungan, disorientasi, gangguan
tidur dan emosi dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama
pada pasien lanjut usia dengan arteriosklerosis serebral dan berkurangnya perfusi
serebral.
Kriteria Framingham untuk gagal jantung
Kriteria Mayor :
- Paroksismal Nokturnal Dispnea
- Distensi vena leher
- Ronki paru

11

Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop s3
Peningkatan tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular1,4

Kriteria Minor :
-

Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispneu de Effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia1,4

Major atau minor


-

Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan


Diagnosis gagal jantung ditegakan minimal ada 1 kriteria major
dan 2 kriteria minor1

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Pada gagal jantung ringan tidak memiliki keluhan, kecuali merasa tidak
nyaman saat berbaring datar selama lebih dari beberapa menit. Pada pasien
dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien bisa memiliki upaya nafas yang
berat dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan kata-kata akibat sesak. Tekanan
darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada umumnya berkurang pada gagal
jantung lanjut karena LV yang sangat menurun. Tekanan nadi bisa berkurang,
dikarenakan berkurangnya stroke volium, dan tekanan diastolik arteri bisa
meningkat sebagai akibat vasokonstriksi sistemik. Sinus takikardi adalah gejala
non spesifik yang diakibatkan oleh aktivita simpatis yang meningkat.
B. Pemeriksaan vena jugularis
Posisi denyut vena jugularis interna dapat diamati sewaktu pemeriksaan
leher . Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium
kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan
vena jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala diangkat dengan

12

sudut 450. Tinggi denyut vena jugularis diukur relatif terhadap anulus sterni
ludovici. Tekanan atrium kanan dapat diperkirakan dengan menambahkan 5 cm ke
tinggi kolam vena . denyut vena jugularis biasanya diamati kurang dari 7 cm
diatas atrium kanan . Jika jaraknya melebihi 10 cm, terdapat peningkatan tekanan
atrium. Peningkatan tekanan atrium menunjukan bahwa preload ventrikel adekuat
tetapi fungsi ventrikel menurun dan terjadi akumulasi cairan di vena .3
C. Pemeriksaan Paru
Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi
cairan dari rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru,
ronki dapat didengar dengan kedua lapang paru dan dapat disertai dengan
wheezing ekspirator (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit
paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Walau demikian harus ditekankan
bahwa ronkhi sering kali ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik,
bahkan ketika pulmonary capilary wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini
karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga
alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya
tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga
pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner,
effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel. Walaupun
effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka kejadian pada rongga pleura
kanan lebih sering daripada yang kiri.3
D. Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidakdapat memberikan
informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat
kardiomegali, titik impulse maksimal (iktus cordis) biasanya tergeser ke bawah
intercostal space (ICS) ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis.
Hipertrofi ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekordial (iktus)
teraba lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup
untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien, bunyi
jantung ketiga dapat didengar dan teraba di apex.
Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami
hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole pada
parasternal kiri (right ventricular heave). Bunyi jantung ketiga (gallop) umum
ditemukan pada pasien dengan volume overload yang mengalami takikardi dan

13

tachipnea, dan seringkali menunjukan kompensasi hemodinamik yang berat.


Bunyi jantung keempat bukan indikator spesifik gagal jantung. Tapi biasanya pada
pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid
umumnya ditemukan pada pasien gagal jantung yang lanjut.3
E. Pemeriksaan Abdomen dan Ekstremitas
Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien
dengan gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba
lunak dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid.
Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada vena
hepatika dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritonium.
Jaudice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium
lanjut, biasanya kadar bilirubin direct dan indirect meningkat. Ikterik pada gagal
jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti
(bendungan) hepar dan hipoksia hepatoseluler.
Edema perifer adalah manifestasi kardinal gagal jantung. Hal ini walau
demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris,
beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi
sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas.
Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada scrotum dan sakrum.
Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang mengeras dan
pigmentasi yang bertambah.3
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung
antara lain adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na dan K), ureum dan
kreatinin, SGOT/PT, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, BNP dan kadar glukosa
darah puasa. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal
jantung karena beberapa alasan berikut: (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk
mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia. (3) untuk
menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain natriuretic peptide
(beratnya gangguan hemodinamik).2
B. Pemeriksaan Foto Thorak
14

Foto thoraks harus diperhatikan secepat mungkin saat masuk pada semua
pasien yang diduga gagal jantung , untuk menilai derajat kongesti paru dan
untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi
pleura, infiltrat atau kardiomegali .1
Tabel 2: Temuan pada foto Toraks, Penyebab, dan Implikasi Klinis
Kelainan
Kardiomegali

Penyebab
Dilatasi Ventrikel Kiri,

Implikasi Klinis
Ekokhardiografi,

ventrikel kanan, arteria,

doppler

Hipertropi ventrikel

efusi perikard
Hipertensi, stenosis aorta,

Ekhokardiografi,

Kongesti vena paru

kardiomiopati hipertropi
Peninggian tekanan

doppler
Gagal jantung kiri

Edema intersrisial

pengisian ventrikel kiri


Peningkatan tekanan

Gagal jantung kiri

Edema paru

pengisian ventrikel kiri


Gagal jantung dengan

Pikirkan diagnosis non

peningkatan pengisian

cardiak

tekanan jika ditemukan


bilateral,infeksi paru,
kegansan
C. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting,
meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem konduksi dan kadang
etiologi dari gagal jantung akut . Kelainan segmen ST dengan elevasi infark
miokard ( STEMI ) atau Non Stemi . Gelombang Q petanda infark transmural
sebelumnya. Adanya hipertrofi, bundle branch block, disinkroni elektrikal,
interval QT yabg memanjang, disritmia atau perimiokarditis harus diperhatikan.
umum.1,5
D. Echocardiography
Pada penilaian gagal jantung echocardiography adalah metode diagnostik
yang dapat dipercaya, dapat diulang, dan aman dengan banyak fitur seperti
doppler echo, doppler tissue imaging, strain imaging, strain rate imaging, dan
cardiac montion analysis. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung

15

adalah penilaian Left ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodeling


ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik.1
2.7 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif
A. Terapi non farmakologis
1. Pemberian nutrisi yang adekuat
Diet jantung dengan tujuan untuk mengurangi beban jantung dengan diet
yang lunak, rendah garam dan kalori.
2. Mengurangi aktivitas berat
Istirahat tirah baring, mengurangi segala bentuk stress baik fisik maupun
psikis yang dapat memperberat kerja jantung.
Pada kondisi akut berat: tirah baring
Pada kondisi sedang atau ringan: batasi beban kerja sampai 70% sd
80% dari denyut nadi maksimal (220/ umur)
3. Peningkatan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat/pembatasan aktivitas
4. Modifikasi gaya hidup:
1) Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan), maksimal 1
liter (berat)
2) Pembatasan asupan garam maksimal 2 gram/hari (ringan), 1 maksimal
gram (berat)
3) Berhenti merokok dan konsumsi alkohol6

B. Terapi Farmakologi
1. Diuretic oral atau parenteral tetap merupakan ujung tombak pengobatan
gagal jantung sampai edema atau asites menghilang.
Furosemid dosis 40-80mg. Dosis penunjang rata-rata 20mg. Efek samping
berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti
dengan spironolakton. Diuretic lain yang dapat digunakan antara lain
hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid dan asam etakrinat.
Penggunaan ACE inhibitor dengan diuretic hemat kalium harus hati-hati
karena memungkinkan terjadinya hiperkalemia.1,4
2. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor : kaptopril mulai dosis 2x6,25
mg.4
3. Angiotensin Receptor Blockers

16

Indiksinya adalah pada pasien yang intoleransi ACE inhibitor yang


menyebabkan batuk.
4. Vasodilator : nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual; nitroprusid 0,5-1
ug/kgBB/menit iv.4
5. Digitalis
Digitalisi diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular ( fibrilasi atrium atau
SVT lainnya). Penelitian The Digitalis Investigation Group (DIG)
menunjukkan bahwa digoxin secara signifikan menurunkan hospitalisasi
pada pasien CHF yang sinus rhythm sejak awalnya dan pada pasien-pasien
CHF yang telah dengan maintenans ACE inhibitor dan diuretik. Dosis
digitalis 3 x 0,25 mg 3 hari, lalu dosis pemeliharaan 1 x 0,25 mg.1
2.8Diagnosis Banding
a. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia, infeksi paru
berat (ARDS), emboli paru
b. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
c. Penyakit Hati: sirosis hepatik 6
2.9Komplikasi Gagal Jantung Kongestif
Komplikasi kardiovaskuler umumnya jarang terjadi, namun ini merupakan
jenis komplikasi yang sangat serius. Komplikasi yang paling serius adalah
kematian tiba-tiba (sudden death). Komplikasi lain berupa syok kardiogenik dan
hydro thoraks.6,7

2.9 Prognosis Gagal Jantung Kongestif


Pada penderita Gagal jantung kongestif ini prognosis masih tetap buruk
dimana angka mortalitas bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala
ringan sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat. Dan sekitar 40-50%
kematian Gagal jantung kongestif adalah mendadak. Prognosis tergantung pada :
1) Beratnya penyakit dasar
2) Kecepatan respons terhadap pengobatan
3) Umur
4) Tingkat pembesaran jantung
5) Luasnya kerusakan miokard4

17

BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
: Tn. Ss
Umur
: 61 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Saniang Bakar, Kabupaten Solok
No MR
: 100151
Pekerjaan
: Petani
Tanggal Masuk
: 29 Oktober 2016
Ruangan
: Z.IP 101
2. Anamnesa
1. Keluhan Utama:
Perut terasa tegang sejak 1 minggu sebelum masuk ke rumah sakit
2. Riwayat penyakit sekarang:
Tegang perut sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu, pasien juga
mengeluhkan pundak kiri terasa berat. Sebelumnya pasien mengeluhkan
nyeri dada sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dada ini juga dirasaksan
menjalar ke pundak sebelah kiri.

18

Sesak nafas saat beraktifitas berat dan hilang saat istirahat sejak 2 tahun
yang lalu
Sering terbangun tengah malam karna sesak nafas sejak 2 tahun yang lalu
Mual (+)
Muntah (-)
Tidak ada demam
BAB (+)
BAK (+)
3. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat jantung (+)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat alergi obat (-)
- Riwayat TB (-)
- Riwayat nyeri sendi (-)
4. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama
Riwayat asma (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat TB (-)
5. Riwayat psikososial
T. SS bekerja sebagai wiraswasta dengan 1 orang istri dan 3 orang anak
yang masih hidup
6. Riwayat kebiasaan:
- Riwayat kebiasaan minum kopi (+) 2 gelas satu hari, pagi dan
malam
Riwayat kebiasaan merokok (+)
Indeks brinkman : 17 x 30 = 510. Kesan indeks brinkman sedang
- Riwayat kebiasaan minum alcohol (-)
3. Pemeriksaan Fisik
1. Vital sign
Keadaan umum : sedang
Kesadaran
: composmetis coperatif
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 88 kali/menit
Nafas
: 22 kali/ menit
Suhu
: 35, 30 C
2. Pemeriksaan fisik khusus
Kepala :
-

19

Bentuk bulat, ukuran normochepal, rambut hitam, rambut kuat tidak


mudah dicabut.
Mata
:
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Telinga:
Bentuk dan ukuran dalam batas normal
Hidung:
Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada
Mulut
:
Bibir tidak kering, lidah tidak kotor
Leher
:
JVP (5+3), tidak ada pembesaran KGB submandibula, sepanjang m.
Sternocleidomastoideus, supra dan infra clavicula.
Jantung dan pembuluh darah:
- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi :
Batas kanan jantung
: RIC 4 linea sternalis dextra
Batas atas jantung
: RIC 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung : RIC 4 linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung
: RIC 6 linea mid clavicularis sinistra
- Auskultasi
: bunyi jantung I dan II (+)
Paru-paru:
- Inspeksi
: Simetris kiri dan kanan pada keaadaan stasis dan dinamis
- Palpasi
: vocal fremitus kiri dan kanan sama
- Perkusi
: sonor diseluruh lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+), Rh-/-, wh -/ Abdomen:
- Inspeksi
: normal, tidak ada sikatrik, distensi(-), tumor (-), venektasi
(-), buncit (-)
Palpasi
: nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
Ginjal
: Normal
- Perkusi
:Timpani diseluruh region abdomen
- Auskultasi : Bising usus (+)
Anggota gerak :Edema (+), akral hangat, sianosis (-), tremor (-)
-

4. Pemeriksaan Penunjang Rutin


Darah rutin
Hemoglobin : 14,8 g/dl (n)
Hematokrit : 82,1,9% (n)
Leukosit
: 9,42 x 103 /ul (n)
Trombosit
: 169.000 103/ ul (n)
Ureum
: 36,3 mg/dl (n)

20

Creatinin
GDR

: 1,08 mg/dl (n)


: 116 mg% (n)

Pemeriksaan Urinalisa
-

Warna
Blood
Bilirubin
Urobilinogen
Keton
Protein
Nitrit
Glukosa
pH
Bj
Sedimen
Eritrosit
Silinder
Lekosit
Kristal
Epitel

: Kuning
:::::+
::: 6,0 (n)
: 1,015 (n)
: 0-1/LPB (n)
:: 2-3 (n)
:: 1-4/LPK

5. Pemeriksaan Penunjang Anjuran


EKG
Foto thoraks
Echokardiografi
6. Diagnosa Kerja
Diagnosis kerja : CHF LVH fungsional II ec HHD
Diagnosa Banding
PPOK
Pneumonia
Asma
7. Terapi
IVFD Dextrose 5% 12jam/kolf
Lasix 1x20 Inj (IV)
Digoxin 2x1
Ambroxol 3xcth
8. Follow Up
Hari/
Tanggal

Subject

Objective

21

Assesment

Anjuran

Minggu/

Nyeri

perut TD : 110/80 CHF ec HHD

30

(+)

Oktober

Badan

2016

letih (+)

Nafas : 20 x/i

(IV)

Nyeri

Suhu : 37,1 C

-Digoxin 2x1

mmHg

-IVFD Dextrose
5% 12jam/kolf

terasa Nadi : 78 x/i

-Lasix 1x20 Inj

Pinggsng (+)

-Ambroxol 3xcth

Batuk (+)
Terasa

sesak

apabila
beraktifitas
BAB (-)
BAK(+),
Sering
Mual(-)
Hari/
Tanggal
Senin/

muntah (-)
Subject
Nyeri

Objective

Assesment

perut TD : 110/90 CHF ec HHD


mmHg

Anjuran
-IVFD Dextrose

31

(+)

5% 12jam/kolf

Oktober

Badan

2016

letih (+)

Nafas : 18 x/i

(IV)

Nyeri

Suhu : 35,7 C

-Digoxin 2x1

terasa Nadi : 74 x/i

-Lasix 1x20 Inj

Pinggsng (+)

-Ambroxol 3xcth

Batuk (+)
BAB (-)
BAK(+),
Sering
Mual(-)
Hari/
Tanggal
Selasa/

muntah (-)
Subject
Nyeri

01

(+)

Oktober

Badan

Objective

Assesment

perut TD : 120/80 CHF ec HHD


mmHg

Anjuran
-IVFD Dextrose
5% 12jam/kolf

terasa Nadi : 90 x/i

22

-Lasix 1x20 Inj

2016

letih (+)

Nafas : 20 x/i

(IV)

Nyeri

Suhu : 36,9 C

-Digoxin 2x1

Pinggsng (+)

-Ambroxol 3xcth

Batuk (+)
BAB (+)
BAK(+),
Sering
Mual(-)
muntah (-)

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

TN. SS 61 tahun datang ke RSUD solok dan dirawat di ruangan interna pria
dengan
keluhan Tegang perut sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu, pasien juga
mengeluhkan pundak kiri terasa berat. Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri
dada sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dada ini juga dirasaksan menjalar ke
pundak sebelah kiri. Sesak nafas saat beraktifitas berat dan hilang saat istirahat
sejak 2 tahun yang lalu. Sering terbangun tengah malam karna sesak nafas sejak 2
tahun yang lalu
Demam tidak ada, Nafsu makan berkurang, Mual dan muntah tidak ada ,BAB (+)
,BAK (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tanda-tanda vital Tn SS yaitu
Keadaan umum: sedang, Kesadaran: composmetis coperatif, Tekanan Darah:
110/80 mmHg, Nadi: 88 kali/menit, Nafas: 22 kali/ menit, Suhu: 35, 3 0 C. Pada
pemeriksaan vena jugularis di dapatkan peningkatan ukuran vena jugularis yaitu
(5 cm+ 3 cm), ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba. Vocal fremitus kiri dan

23

kanan sama. Edem pada tungkai.. Sehingga dari beberapa pemeriksaan yang telah
dilakukan seperti pemeriksaan tambahan yaitu, EKG dan foto thorax
menggambarkan gambaran CHF LVH fungsional II ec HHD
Untuk penatalaksanaan awal diberikan beberapa obat yang bertujuan untuk
mengurangi gejala sesak yang dialami nyonya N yang di akibatkan oleh payah
jantung yang dialami ny N dan peningkatan asam lambung pada saat itu. Beberapa
terapi yang diberikan antara lain IVFD Dextrose5% 12jam/kolf, Lasix 1x20
Inj(IV), Digoxin 2x1, Ambroxol 3xcth

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal jantung adalah keadaan dimana darah yang dipompakan dari
jantung tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Gagal jantung kongestif adalah
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif dapat dimulai dari kegagalan jantung
dari ventrikel kiri akibat kompensasi dari penyakit hipertensi lama yang kemudian
mengakibkan gangguan terhadap atrium kiri,paru-paru dan ventrikel serta atrium
kanan. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung
kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi
kanan.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo , Aru w dkk.2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
V.Jakarta:FKUI.
2. Aaronson PI, Ward JPT. 2010. At a glance sistem kardiovaskular:
anamnesis danpemeriksaan kardiovaskular. Jakarta: EGC.
3. Mcphee , Stephen J dan Wiliam F. Ganong.2010.Patofiologi penyakit,
Pengantar menuju kedokteran klinis Edisi 5.Jakarta:EGC.
4. Mubin, halim.2013.Panduan Praktis Ilmu penyakit Dalam Diagnosis dan
Terapi.Jakarta:EGC.
5. Thaler, Malcolm S.2013.Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan
Edisi 7.Jakarta:EGC.
6. Permeskes RI.2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.
7. Murwani,
Arita.2011.Perawatan
Dalam.Yogyakarta:gosyen publishing.

25

Pasien

Penyakit

Anda mungkin juga menyukai