Latar Belakang
Standarisasi merupakan spesifikasi yang disepakati bersama oleh semua
pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan serta
keselamatan. Tujuan dari standarisasi yaitu untuk menjaga konsistensi produk,
memberikan
perlindungan
kepada
konsumen,
menciptakan
persaingan
perdagangan. Standarisasi bisa terdapat pada bahan mentah ataupun suatu produk
olahan, seperti standarisasi pada daging ayam, daging sapi, telur maupun susu.
Telur merupakan salah satu produksi ayam sebagai pangan yang kaya akan
kandungan protein, lemak, mineral dan vitamin yang baik bagi tubuh. Kandungan
telur yang kaya akan protein yang membuat telur mudah rusak saat pengolahan
ataupun setelah pengolahan, hal inilah standarisasi untuk telur sangat penting
setelah pengolahan ataupun standarisasi sebelum pengolahan. Standarisasi
sebelum pengolahan penting untuk meningkatkan palatabilitas masyarakat pada
telur itu sendiri, sehingga dapat bersaing dipasar-pasar. Selain telur adapula
daging ayam sebagai salah satu produksi ayam.
Daging ayam merupakan pangan hewani yang kaya zat zat gizi terutama
protein, vitamin dan mineral yang bermanfaat untuk pertumbuhan, perkembangan
dan kesehatan serta merupakan salah satu bahan konsumsi masyarakat yang cukup
tinggi permintaanya. Penanganan daging ayam perlu dilakukan dengan cepat agar
tidak cepat rusak atau membusuk, hal paling penting penangan yaitu pada ayam
hidup, pengkarkasan, pascapanen dan pendistribusian. Sehingga hal ini dapat
menjamin daging ayam yang aman dan sehat. Daging yang dikonsumsi oleh
masyarakat bukan hanya daging ayam saja melainkan daging sapi juga banyak
diminati oleh masyarakat sekarang.
Daging sapi merupakan komoditi hasil peternakan yang penting sebagai
bahan pangan bagi manusia. Kebutuhan daging sapi semakin meningkat karena
semakin meningkatnya peternakan sapi potong di indonesia. Penanganan di
industri yaitu dimulai dari pemotongan atau penyembelihan sampai ke produk
yang siap untuk dipasarkan. Penanganan pasca panen yang baik dapat
memberikan jaminan mutu daging yang dihasilkan, penanganan dilakukan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Selain dari telur, daging ayam dan daging
sapi adapula susu yang merupakan sumber gizi yang banyak diminati oleh
masyarakat.
Susu dan produk olahan susu merupakan pangan yang tinggi kandungan
gizinya yang ditinjau dari kandungan protein, lemak, mineral dan beberapa
vitamin. Susu dan produk susu olahannya juga merupakan salah satu media yang
baik sebagai pertumbuhan mikroorganisme yang berbahaya bagi keseahatan
manusia. Oleh sebab itu standarisasi pada susu sangat penting untuk menjaga
keamanan dari suatu produk agar aman dan sehat untuk dikonsumsi. Hal inilah
yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum mengenai standarisasi mutu pada
daging ayam, telur, daging sapi, susu dan produk olahannya.
METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai Standarisasi
Mutu Karkas Ayam Pedaging, Standarisasi Mutu Telur, Standarisasi Mutu Daging
Sapi, dan Standarisasi Mutu Susu dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 22
oktober 2016 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Pengawasan Mutu Industri
Peternakan mengenai Standarisasi Mutu Karkas Ayam Pedaging, Telur, Daging
Sapi, Susu dan produk olahan susu yaitu jangka sorong, talangan, mistar, wadah
tempat telur, dan sendok
Bahan yang digunakan pada praktikum Pengawasan Mutu Industri
Peternakan mengenai Standarisasi Mutu Karkas Ayam Pedaging, , Telur, Daging
Sapi, Susu dan produk olahan susu yaitu karkas ayam pedaging, telur ayam ras,
telur ayam buras, daging sapi, dan susu fermentasi.
Prosedur Kerja
Standarisasi Mutu Karkas Ayam Pedaging
Mengamati preparat karkas ayam secara saksama. Mencocokkan hasil
pengamatan dengan dasar teori berdasarkan SNI. Memberikan penilaian
berdasarkan tingkatannya. Mengisi lembar penilaian dilanjutkan dengan uji skala/
organ oleptik. Menyimpulkan hasil yang diperoleh.
No
.
A.
B.
C.
D.
Berdasarkan hasil praktikum, keadaan bau dan rasa pada susu yang
diamati adalah berbau normal atau khas susu dan berasa asam atau khas. Citarasa
susu dipengaruhi oleh kadar lemak, protein, dan mineral yang terdapat pada susu.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sumudhita (1989) dalam Diastari dan Kadek
(2013) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bau dan rasa susu
adalah pemberian pakan, macam bahan pakan yang diberikan, persiapan sapi yang
akan diperah. Pada akhir masa laktasi, kadar protein dan mineral sangat tinggi,
sehingga rasa susu yang dihasilkan sedikit asin. Susu murni mempunyai rasa
sedikit manis ini disebabkan oleh laktosa dan kadar Cl yang rendah. Jika terjadi
penyimpangan terhadap bau susu maka dapat terjadi perubahan.
Berdasarkan hasil praktikum, keadaan homogenitas pada susu yang
diamati yaitu homogen. Tujuan dilakukannya proses homogenisasi pada susu
adalah untuk meperkecil butiran lemak agar susu bisa lebih bersatu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Koswara (2009) yang menyatakan bahwa tujuan utama proses
homogenisasi pada pengolahan susu adalah untuk memecahkan butiran-butiran
lemak yang sebelumnya berukuran 5 mikron menjadi 2 mikron atau kurang.
Dengan cara ini susu dapat disimpan selama 48 jam tanpa terjadi pemisahan krim
pada susu.
Jenis Uji
Warna Daging
Warna Lemak
Marbling
Tekstur
Ketebalan Lemak
Tingkat Mutu
II
6
6
6
III
5 mm
kondisi fisik daging sapi yang termasuk kategori baik yaitu memiliki warna
daging merah terang, warna lemak putih dan intensitas marbling banyak.
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
standarisasi mutu daging sapi diperoleh hasil yaitu daging sapi memiliki skor
marbling tingkat II yaitu 6, lemak marbling ini juga turut mempengaruhi warna
daging. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) dalam Lupoyo (2014)
yang menyatakan bahwa menurut lemak marbling atau biasanya disebut lemak
intramuskuler terdapat di dalam jaringan ikat perimiseal diantara fasikuli atau
ikatan serabut otot. Lemak marbling termasuk faktor yang ikut menentukan
kualitas karkas dan mempengaruhi warna daging (hue) menjadi lebih terang,
tetapi tidak mempengaruhi myoglobin.
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
standarisasi mutu daging sapi diperoleh hasil yaitu daging sapi memiliki skor
tekstur tingkat I yaitu halus, Tekstur daging kemungkinan besar merupakan
penentu yang paling penting pada kualitas daging Hal ini sesuai dengan pendapat
Soeparno (2005) dalam Merthayasa, dkk. (2015) yang menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi tekstur daging digolongkan menjadi faktor antemortem
seperti genetik dan termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur,
managemen, jenis kelamin dan stress. Faktor postmortem antara lain meliputi
metode pelayuan (chilling), refrigerasi dan pembekuan termasuk faktor lama dan
temperatur penyimpanan serta metode pengolahan termasuk metode pemasakan
dan penambahan bahan pengempuk. Jadi tekstur bisa bervariasi diantaranya
spesies, bangsa, ternak dalam spesies yang sama, potongan karkas dan diantara
otot serta otot yang sama.
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
standarisasi mutu daging sapi diperoleh hasil yaitu daging sapi memiliki ketebalan
lemak tingkat II (5-7 mm) yaitu 5 mm. Ketebalan lemak dari sapi tergantung pada
bangsa (breed) dari sapi itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeparno
(2005) dalam Yosita, dkk. (2012) bahwa perbedaan breed sapi mempunyai
dampak pada besarnya proporsi lemak dibandingkan proporsi daging dan tulang.
Bila proporsi salah satu komponen karkas tinggi maka proporsi komponen lainnya
akan lebih rendah. Secara genetik, Bos Taurus menghasilkan proporsi lemak yang
lebih banyak pada daerah subkutan, sedikit lemak intermuskuler dan lemak
internal dibandingkan Bos Indicus.
Standarisasi Mutu Karkas Ayam Pedaging
Berdasarkan praktikum pengawasan mutu industri peternakan di dapatkan
persyaratan tingkat mutu daging ayam dilihat pada tabel 3 yaitu sebagai berikut:
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perdagingan
Perlemakan
Keutuhan
Perubahan Warna
Kebersihan
III
dkk. (2010) yang menyatakan bahwa pada saat penjualan karkas yang diamati
besar/gemuk, dapat juga disebabkan tebal dan penyebaran lemak yang merata
pada daerah di bawah kulit dan punggung yang juga mempengaruhi berat karkas.
Tebal lemak punggung atau subcutan sangat mempengaruhi bobot dan kualitas
karkas.
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
Standarisasi Mutu Karkas Ayam Pedaging diperoleh hasil yaitu karkas ayam
pedaging segar memiliki keutuhan pada tingkatan II yaitu tulang sempurna, kulit
boleh sobek sedikit tetapi tidak pada bagian dada, hal ini dapat disebabkan karena
letak pelabuhan karantina karkas penjual dari tempat penjualan, sehingga
memungkinkan kerusakan pemuatan akibat penumpukan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Maaniaan (2009) dalam Matulessy, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa
penanganan daging dan daging unggas beku dalam pengemas plastik hampa udara
secara kasar seperti dijatuhkan, dilempar, ditumpuk dan ditekan dapat
menyebabkan kerusakan fisik pengemas plastik tersebut sehingga mempengaruhi
penampilan daging yang kurang bagus dan umur penyimpanan yang relatif
pendek.
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
Standarisasi Mutu Karkas Ayam Pedaging diperoleh hasil yaitu karkas ayam
pedaging segar memiliki perubahan warna pada tingkat II yaitu boleh ada memar
sedikit tetapi tidak pada bagian dada dan tidak frozen burn, perubahan warna pada
daging dapat di minimalkan dengan menggunkan pembungkus pada saat
penyimpanan beku. Hal ini sesuai dengan pendapat Matulessy, dkk. (2010) yang
menyatakan bahwa perubahan warna daging dan daging unggas beku yang terjadi
dalam ruang penyimpanan beku, seperti warna keputihputihan memudar dan
coklat kekuningan, dapat diminimalkan dengan menggunakan pembungkus
freezer-type dan dengan mengeluarkan udara saat pengemasan.
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
Standarisasi Mutu Karkas Ayam Pedaging diperoleh hasil yaitu karkas ayam
pedaging segar memiliki kebersihan pada tingkat II yaitu boleh ada bulu jarum
sedikit yang menyebar tetapi tidak ada pada bagian dada. Hal ini sesuai dengan
pendapat Shai (2002) dalam Matulessy, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa
menyatakan bahwa karkas atau bagian karkas akan memiliki penampilan bersih
terutama pada dada dan kaki harus bebas dari bulu.
Standarisai Mutu Telur Konsumsi
Berdasarkan praktikum pengawasan mutu industri peternakan di dapatkan
persyaratan tingkat mutu telur konsumsi dilihat pada tabel 4 yaitu sebagai berikut:
No
Kerabang
1. Keutuhan
2. Bentuk
3. Kelincinan
4. Kebersihan
Kantung Udara
1. Kedalaman
2. Kebebasan
bergerak
III
Telur
Ayam
Ras
Telur
Ayam
Buras
kualitas telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetya, dkk. (2014) yang
menyatakan bahwa kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada
beberapa standar yang menentukan baik kualitas internal maupun eksternal.
Kualitas eksternal difokuskan pada kebersihan kulit, tekstur, bentuk, warna kulit
dan keutuhan telur.
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
Standarisasi Mutu Telur diperoleh hasil yaitu telur ayam ras, dari segi kantung
udara, berada pada tingkatan mutu I sedangkan telur ayam buras juga berada pada
tingkatan mutu I. Mutu atau kualitas telur dipengaruhi juga oleh adanya
kantong telur yang terdapat pada bagian tumpul pada ujung telur. Hal ini sesuai
dengan pendapat Gary, dkk. (2009) dalam Tugiyanti dan N.Iriyanti (2012) yang
menyatak bahwa semakin lama penyimpanan semakin besar ukuran kantong
telur, karena penguapan air akan menyebabkan penempelan membran luar
pada kerabang, dan membran dalam menempel pada albumen.
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
Standarisasi Mutu Telur diperoleh hasil yaitu telur ayam ras, dari segi keadaan
albumen berada pada tingkatan mutu I, sedangkan telur ayam buras memiliki hasil
penilaian tingkatan mutu untuk keadaan albumen pada tingkat II. Ini
menunjukkan telur ayam ras merupakan telur ayam ras segar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hiroko (2014) yang menyatakan bahwa telur ayam ras segar
adalah telur yang tidak mengalami proses pendinginan dan tidak mengalami
penanganan pengawetan serta tidak menunjukan tanda-tanda pertumbuhan embrio
yang jelas, yolk belum tercampur dengan albumen, utuh, dan bersih.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Pengawasan Mutu Industri Peternakan mengenai
standarisasi mutu susu, daging ayam, daging sapi dan telur diperoleh hasil yaitu
mutu susu fermentasi, daging ayam, daging sapid an telur telah memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan.
Saran
Perlunya keterlibatan berbagai macam pihak dalam pengembangan
standarisasi mutu ini kedepan. Juga sebaiknya dilakukan penyuluhan kepada
masyarakat agar masyarakat mampu membedakan produk yang bermutu.
Laporan Praktikum
Pengawasan Mutu Industri Peternakan
PRAKTIKUM
PENGAWASAN MUTU INDUSTRI PETERNAKAN
Nama
Nim
Waktu
Kelompok
Asisten
Oleh
: Ruhul Izza Aras
: I111 14 336
: Sabtu, 22 Oktober 2016
: I (Satu)
: Rifadha Hafid
LABORATORIUM
PENGAWASAN MUTU INDUSTRI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIIN
MAKASSAR
2016