Anda di halaman 1dari 17

Korupsi

A. Pengertian Korupsi
Pengertian korupsi | Secara terminologi, kata korupsi berasal dari kata latin yaitu
Corruptus atau Corruption. Lalu menjadi Corruption karena diserap dalam bahasa Inggris
dan Prancis dan kemudian di Belanda korupsi disebut dengan korruptie, sedangkan di
Indonesia disebut korupsi (Hamzah, 1985). Secara esensi, menurut Alatas (1987) bahwa
pengertian korupsi sebagai pencurian yang melalui penipuan dalam situasi yang
mengkhianati kepercayaan. Korupsi merupakan wujud perbuatan immoral dari dorongan
untuk mendapatkan sesuatu menggunakan metode penipuan dan pencurian. Poin penting
yang harus anda tahu bahwa nepotisme dan korupsi otogenik itu merupakan bentuk
korupsi. Pengertian Korupsi berdasarkan Bank Dunia bahwa korupsi adalah pemanfaatan
kekuasaan untuk mendapat keuntungan pribadi. Bila anda perhatikan dengan seksama
definisi korupsi ini maka kolusi, dan nepotisme merupakan bagian dari korupsi atau
bentuk korupsi itu sendiri (Kusuma, 2003). Korupsi adalah suatu tindakan yang sangat
tidak terpuji dan dapat merugikan suatu bangsa.
Lalu bapak Asyumardi Mazhar menuliskan pengertian korupsi dalam artikelnya tentang
Pemberantasan korupsi menuju tata pemerintahan yang lebih baik bahwa pengertian
korupsi secara umum sebagai "berbagai tindakan gelap dan tidak sah (illicit or illegal
activities) untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok. Kemudian Pak
Asyumardi menambahkan bahwa pengertian korupsi berkembang menjadi
penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan publik untuk kepentingan pribadi. Pengertian
korupsi menurut Philip (1997) bahwa korupsi adalah tingkah laku dan tindakan seseorang
pejabat publik yang menyimpang dari tugas tugas publik formal untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, atau keuntungan bagi orang orang tertentu yang berkaitan erat dengan
pelaku korupsi seperti keluarga koruptor, karib kerabat koruptor, dan teman koruptor.
Pengertian ini juga mencakup kolusi dan nepotisme pemberian patronase lebih karena
alasan hubungan kekeluargaan (ascriptive) daripada merit. pengertian korupsi oleh Philip
dipusatkan pada korupsi yang terjadi di kantor publik. Kedua, pengertian korupsi yang
berpusat pada dampak korupsi terhadap kepentingan umum (public interest centered).
Dikatakan dalam bagian ini bahwa korupsi dapat dikatakan telah terjadi apabila seorang
pemegang kekuasaan atau fungsionaris pada kedudukan publik yang melakukan tindakan
tindakan tertentu dari orang orang yang akan membrikan imbalan baik itu uang atau materi
lain sehingga dengan demikian merusak kedudukan dan kepentingan publik.
Pengertian korupsi ketiga menurut philip yang berpusat pada pasar (market centered) yang
diambil dari hasil analisis tentang korupsi yang dikaji menggunakan teori pilihan publik
dan sosial dan pendekatan ekonomi dalam kerangka analisis politik bahwa pengertian
korupsi adalah kegiatan atau aktivitas oleh lembaga ekstra-legal yang digunakan individu
individu ataupun kelompok-kelompok untuk mendapat pengaruh terhadap kebijakan dan
tindakan birokrasi. Kemudian dilanjutkan bahwa pengertian korupsi berarti
penyalahgunaan kekuasaan oleh seorang pegawai atau pejabat pemerintah untuk
mendapatkan tambahan pendapatan dari publik. Oleh karena perbuatan kotor ini,
kedudukan yang seharusnya murni mengabdi kepada publik menjadi lahan bisnis haram
(Mazhar, 2003).
Berdasarkan qoute Lord Acton yaitu "power tends to corrupt, absolute power corrupts
absolutely" (Hasibuan) bahwa pengertian korupsi adalah penyalahan kekuasaan yang
terjadi semakin besar apabila adanya sifat absolut atau mutlak.
Pengertian korupsi oleh Bapak Montesquieu bahwa suatu proses yang disfungsional par
execellence dimana suatu sistem politik berubah menjadi sistem yang buruk. Contohnya,

suatu monarki berubah menjadi despotisme (Hasibuan). Sedangkan menurut Rousseau


bahwa korupsi disebabkan oleh sistem politik yang salah.
Dua pengertian korupsi diajukan oleh Waterbury (1976) dalam Corruption, Political
stability and development bahwa pengertian korupsi menurut hukum dan pengertian
korupsi berdasarkan norma. Pengertian korupsi dalam hukum adalah tingkah laku yang
mengurus kepentingan sendiri dengan merugikan orang lain oleh pejabat pemerintah yang
langsung melanggar batas batas hukum atas tingkah laku tersebut. Pengertian korupsi
menurut norma ialah apabila hukum dilanggar oleh pelaku korupsi seperti pejabat yang
menyalahgunakan kekuasaannya dalam prosesnya. Dalam negara tertentu, dua pengertian
korupsi ini disamakan.
Kemudian Pengertian korupsi menurut bapak Jeremy Pope (2002) bahwa korupsi sebagai
penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk kepentingan pribadi atau perilaku tidak
memathui prinsip mempertahankan jarak (keeping distance). Dalam artian dalam
mengambil keputusan (decision making) di bidang ekonomi, apakah ini dilakukan oleh
perorangan di sektor swasta atau oleh pejabat publik (elite) , hubungan pribadi (personal
relationship) atau keluarga tidak memainkan peranan. Dalam pengertian korupsi oleh
Jeremy pope ditekankan bahwa korupsi disebabkan oleh karena seseorang lalai dalam
wacana mempertahankan jarak.
Kemudian Guy Benveniste dengan cantik memberikan pengertian korupsi menjadi tiga
bagian yaitu korupsi ilegal (corruption illegal), mercenery corruption dan ideological
corruption (korupsi ideologis).
Pengertian illegal corruption (illegal corruption) adalah suatu jenis tindakan yang
membongkar atau mengacaukan, bahasa ataupun maksud maksud hukum, peraturan dan
regulasi tertentu. Efektivitas untuk jenis korupsi ini bisa diukur. Namun ia jauh lebih
mudah untuk dikendalikan.
Kemudian pengertian mercenary corruption adalah sejenis korupsi dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan individual / pribadi. Umumnya korupsi jenis ini banyak
digunakan oleh kompetitor politik dalam suksesi ataupun kampanye politik.
Kemudian pengertian korupsi ideologis (ideological corruption) adalah korupsi yang
dilakukan lebih karena kepentingan kelompok, karena komitmen ideologis seseorang yang
mulai tertanam diatas nama kelompok tertentu. Ummnya korupsi ideologis sangat sulit
dilacak dan diketahui secara material.
Terakhir, pengertian korupsi oleh Johnston bahwa korupsi sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari tugas tugas resmi dalam peran sebagai pegawai pemerintah (yang dipilih
ataupun diangkat) karena kekayaan yang dianggap milik sendiri (pribadi, keluarga dekat
ataupun kelompok sendiri) atau perolehan status atau melanggar peraturan terhadap
pelaksanaan jenis jenis tertentu dari pengaruh yang dianggap milik sendiri. Dalam
membahas korupsi Johnston membagi dalam korupsi integratif yaitu korupsi yang
cenderung menyatu dan korupsi disintegratif sebagai lawannya.
Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah:
Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri,
menguntungkan
diri
sendiri
atau
orang
lain
atau
suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Pengertian Korupsi Menurut Ilmu Politik
Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan
administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang

lain, yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan


kerugian bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya.
Pengertian Korupsi Menurut Ahli Ekonomi
Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan
sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan
materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar
norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau
wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta.
Pengertian Korupsi Menurut Haryatmoko
Korupsi adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang didapat dari
posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan
demi kepentingan keuntungan dirinya.
Pengertian Korupsi Menurut Brooks
Menurut Brooks, korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan
tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak
bersifat pribadi.

Pengertian korupsi | Ayo stop korupsi kawan kawan


B. Ciri Ciri Korupsi
Berbicara mengenai Ciri ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi,
sebagai berikut :
1. Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang membedakan
antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.
2. Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang
melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.
3. Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
4. Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
5. Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki
kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
6. Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan
publik atau pada masyarakat umum.
7. Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
mereka yang melakukan tindakan tersebut.
8. Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan
kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.

C. Dampak Korupsi
Dampak korupsi terhadap negara negara maju, baik sosialis maupun kapitalis, tidak
membawa bencana yang terlalu besar apabila dibandingkan dengan dampak korupsi yang
ditimbulkan terhadap negara negara terbelakang, baik sosialis maupun negara non sosialis.
Dampak korupsi yang lebih sedikit terhadap negara maju mungkin terjadi disebabkan oleh
kualitas masyarakat yang telah maju yang lebih tahu teknologi dan efisiensi sehingga
mampu mengimbangi (tetap stabil) akibat dampak buruk organisasi diperusahaan swasta.
Pada masyarakat terbelakang seperti di Negara Indonesia, korupsi memiliki dampak yang
sangat keras dikarenakan sistem yang dibangun memang tidak efisien. Korupsi
memberikan dampak ketergantungan pada berbagai manifestasi, memantapkan
cengkeraman vested interest di dalam negeri suatu negara. Satu contoh, pemilikan dan
penguasaan sumber daya alam kita. Sangat banyak terjadi, baik perseorangan maupun
perusahaan swasta, diizinkan untuk mengeskploitasi tambang dan hutan semaunya saja.
Hal ini merupakan dampak korupsi yang terjadi pada elit politik dan administrasi lokal
dalam bentuk suap.
Dampak korupsi yang lain adalah merupakan penghalang industrialisasi yang nyata, yaitu
yang memberikan keuntungan untuk rakyat dari segenap lapisan. Pejabat pemerintah lokal
pedagangan dan perusahaan di masa kolonial, menjual bahan mentah dan mengimpor
barang dari barat dewasa inipun masih tetap memainkan peranan lama mereka dalam
bentuk baru berkat adanya ikatan keuangan yang mereka jalin bersama elit yang
memerintah.
Selain itu, dampak korupsi merambah kebagian perekonomian dibagian harga barang dan
jasa diberbagai negara dunia ketiga. kerap terjadi pada pengusaha pabrik atau agen besar
menyuap pemerintah untuk meningkatkan keuntungan mereka dengan berusaha
mempermainkan harga barang dan jasa menurut teori ekonomi yang khususnya pada
sembako yang sekarang ini pun bisa jadi merupakan dampak dari korupsi di Indonesia.
Selain naik atau turunnya harga barang dan jasa, dampak korupsi juga mengakibatkan
jatuhnya mutu barang dan jasa. Para perusahaan menyediakan barang dan jasa dengan
tidak memperhatikan mutu dan penampilan karena telah menyuap para elit atau pejabat
ataupun karena pejabat telah memeras mereka untuk seperti itu. Hal ini sering
mengakibatkan dampak korupsi yang lebih besar lagi yaitu kekacauan dalam suatu
kelompok bahkan negara yang sekarang ini tanpa kita rasa terjadi di Indonesia.
Dampak Negatif Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance)
dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan
legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi
di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi
mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.
Dampak Negatif Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak
efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena

kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,
konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan
pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi
menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya
mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan
investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih
banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.
Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan
hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan
dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah
korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman
modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka
adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank
di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil
satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari
Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal
dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar
negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson).
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga
kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang
sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk
kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
Dampak Negatif Kesejahteraan Umum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan
pemberi
sogok,
bukannya
rakyat
luas.
Satu
contoh
lagi
adalah
bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun
merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya
mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar
kepada kampanye pemilu mereka.
D. Bentuk Bentuk Penyalahgunaan
Korupsi
mencakup
penyalahgunaan
oleh
pejabat
pemerintah
seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor
swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
1. Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan
penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek

hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat


penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama
dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
Duabelas negara yang paling minim korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan
tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional pada tahun 2001 adalah
sebagai berikut:
Australia
Kanada
Denmark
Finlandia
Islandia
Luxemburg
Belanda
Selandia Baru
Norwegia
Singapura
Swedia
Swiss
Israel
Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:
Azerbaijan
Bangladesh
Bolivia
Kamerun
Indonesia
Irak
Kenya
Nigeria
Pakistan
Rusia
Tanzania
Uganda
Ukraina
Namun, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan
berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari
penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada)
2. Sumbangan kampanye dan "uang haram"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi
untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip
menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi
keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.
3. Tuduhan korupsi sebagai alat politik

Sering terjadi dimana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan
tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Tiongkok, fenomena ini digunakan oleh Zhu
Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik
mereka.

E. Mengukur Korupsi
Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara
alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin
bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi,
menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi
Korupsi(berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini);
Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan
pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa
rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga
menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi
politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk
sejumlahIndikator Kepemerintahan.
F. Cara Mengatasi Korupsi
Korupsi terjadi dikarenakan oleh adanya pemusatan kekuasaan, birokrasi yang tidak sehat,
orientasi masyarakat untuk mengonsumsi, gaji yang rendah, pengeluaran pemerintah yang
luar biasa besaranya, persaingan dalam pemilihan, dan tidak adanya hukum yang efektif.
Cara terbaik dalam mengatasi korupsi ataupun menciptakan iklim anti korupsi dalam
pemerintahan dan masyarakat adalah dengan menegakkan negara khilafah atau yang
sesuai dengan syariah Islam.
Selain itu dalam langkah pemerintah yang taktis adalah desentralisasi. cara mengatasi
korupsi dengan pembagian kekuasaan atau penyebaran kekuasaan. Bila kondisi yang benar
dan ideal terjadi, korupsi akan semakin sempit terjadi dan pengawasan lebih mudah dan
penanganan kasus korupsi pun lebih mudah. Selain itu budaya kebebasan pers ataupun
jurnalistik dan mengajukan pendapat yang bertanggung jawab harus dilindungi
kebebasannya. Kapan hak Pers dan mahasiswa dalam bersuara, berkumpul dan
berpendapat dikurangi dan dibatasi maka saya yakin korupsi akan merajalela.
Sekian ulasan tentang pengertian korupsi, dampak dampak korupsi dan cara mengatasi
korupsi

Korupsi menghancurkan masyarakat | Pengertian korupsi

Krisis Moral

A. Krisis Moral dan Keteladanan

Bangsa ini dapat dikatakan tengah dilanda persoalan utama yaitu krisis moral, dan
kebanyakan kita tidak menyadari itu sebagai sesuatu yang sangat berpengaruh bagi
peradaban bangsa dan jati diri atau identitas bangsa di mata dunia.
Anak merupakan cikal bakal pemegang tampuk keberhasilan dunia. Namun kita akan
miris melihat fenomena yang menimpa generasi penerus kita saat ini. Sederet kasus
kriminal seperti pejabat korupsi, maraknya kasus kekerasan di kalangan remaja,
penyalahgunaan narkoba, hingga anak-anak SD yang gemar melihat video porno, bermula
dan berawal dari moral para pelaku yang rusak dan bermasalah.
Dewasa ini banyak sekali keluhan-keluhan yang muncul di dunia pendidikan kita, krisis
moral, dan belum lagi ditambah dengan masalah yang ada pada Sumber Daya Manusia
kita. Fenomena yang sama sekali tidak bisa kita remehkan atau dipandang sebelah mata,
karena nasib bangsa ini yang akan menjadi taruhannya. Bila generasi bangsa ini miskin
akan keteladanan dan krisis moral, meskipun kecerdasannya patut dibanggakan, justru
mereka inilah yang merugikan negara dan masyarakat, dan mereka pula yang akan
membawa negara pada kehancuran.
Bagaimana jadinya, jika negara kita kelak benar-benar dipegang oleh generasi yang tidak
bermoral. Untuk mengatasi hal ini, tentu pendidikanlah yang menjadi harapan utama
sebagai investasi untuk masa yang akan datang dan menjadi satu-satunya cara dalam
mempersiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas (intelek, berkarakter dan
bermoral) yang berperan memajukan peradaban negara. Yang mana akan menjadi Oase
ditengah keterpurukan. Lebih lanjut orang akan setuju untuk mengatakan bahwa dunia
pendidikan dapat diidentikan sebagai pabrik otak.

Disadari ataupun tidak, dalam realitanya moral merupakan sesuatu yang sangat
berpengaruh dalam kehidupan kita dan akan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam
kehidupan sosial masyarakat.
Apabila moral tidak lagi diindahkan, maka berbagai kekacauan dan permasalahan bangsa
akan senantiasa muncul di masyarakat. Ketika moral telah diabaikan, maka dapat
dipastikan yang ada hanya kebobrokan di segala bidang dan sisi kehidupan. Dari itu
persoalan moral harus menjadi hal yang diperhatikan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Keluarga merupakan benteng utama dalam hal penanganan masalah krisis moral ini, yang
memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam hal pengajaran moral. Mereka dididik
oleh orang tuanya dan dibentuk seperti apa yang diinginkan orang tuanya. Bila
keteladanan dari orang tua baik, maka akan tergambar dalam moral anak.
Unsur kedua adalah masyarakat sebagai tempat bersosialisasi. Siapapun tidak boleh
berlepas tangan dengan masalah krisis moral ini. Sebagian besar dari masyarakat kita saat
ini, tidak lagi memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Seolah telah menjadi
identitas dalam diri mereka, sehingga tidak lagi memperhatikan keadaan sosialnya.
Sungguh merupakan hal yang perlu untuk dibenahi, supaya masyarakat kembali
menumbuhkan rasa simpati dan kepedulian terhadap sesama yang subur.
Betapa penting dan berartinya peran moral dalam kehidupan kita, oleh karena itu perlu ada
upaya yang serius untuk membenahi dan menangani krisis moral yang sedang melanda
bangsa kita ini. Seluruh unsur harus memberikan perhatian serius dalam hal ini dan harus
bersinergi untuk mengatasi masalah ini.
Tekad dan harapan kita kedepannya, moral anak bangsa ini tidak lagi mengalami krisis
ataupun degradasi. Dimulai dari diri kita sendiri dan keluarga. Bukan waktunya lagi untuk
direndahkan dan dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Sudah saatnya bagi bangsa ini
menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa kita adalah bangsa yang bermoral, beradab dan
beretika.
"Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan."(Pepatah Cina Kuno)

B. Krisis Moral Bangsa & Upaya Mengatasinya

Bangsa kita yang mayoritas penduduknya beragama Islam dikenal dengan sebutan
masyarakat yang religius. Suatu sebutan yang ingin menggambarkan bahwa masyarakat
kita itu dalam bersikap dan berperilaku selalu berpedoman kepada nilai-nilai yang religius.
Namun beberapa tahun terakhir ini, terjadi pergeseran nilai yang semakin
mengkhawatirkan, sebagai contoh, terjadinya korupsi di negara kita, perzinaan semakin
marajalela di mana-mana, bahkan yang semula dilokalisasi dengan maksud untuk
membatasi masalah, malah semakin banyak tempat yang ramai. Kasus-kasus pemerkosaan
hampir setiap hari menghiasi halaman surat kabar dan majalah serta media elektronik.

Perampokan disertai pembunuhan dan penganiayaan semakin menunjukkan gejala yang


semakin meningkat. Sementara para pelajar dan mahasiswa seringkali melakukan tawuran
antar sesama mereka yang mengakibatkan terganggunya aktifitas belajar dan juga tidak
sedikit yang tewas mengenaskan serta cedera. Dan masih banyak lagi deretan panjang
gambaran dari kerusakan moral bangsa dan akhlak masyarakat.
Dalam acara Urun Rembug Kebangkrutan Moral Bangsa pada kegiatan Pekan
Konstitusi dalam rangka Dies Natalis Ke 55 Universitas Hasanuddin yang diselenggarakan
oleh Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada tanggal 8 September 2011 lalu,
dikatakan bahwa, kita sekarang mendapati situasi mendekat ke arah konsep negara gagal
(failed state). Kesemuanya dipicu oleh krisis moral, dekadensi moral atau demoralisasi.
Dari krisis moral inilah, ancaman dan gejala kebangkrutan moral bangsa terlihat jelas dan
mengerikan. Praktik pengabaian terhadap moral inilah yang muncul menjelma gejala
kebangkrutan moral yang terjadi secara massif di semua bidang, baik di bidang sosial,
politik, hukum, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya. Di negara Pancasila ini, moral
semestinya menjadi ukuran penting dalam menjalani hidup. Gejala kebangkrutan moral
bangsa boleh diduga terjadi karena hilang atau lunturnya spirit kebangsaan dalam diri
anak-anak bangsa. Hilangnya spirit itu kalau dibiarkan saja dan tidak dilawan akan
membuat gejala kebangkrutan moral terus berlanjut ke stadium lanjut yang lebih parah dan
bukan mustahil menjadi awal kehancuran negara ini. Spirit itu ialah mimpi besar bersama,
kesepakatan luhur bersama untuk membangun dan mencapai cita-cita dan tujuan negara,
sebagaimana yang dituangkan dan disepakati dalam Pancasila dan UUD 1945.
Akhir-akhir ini begitu banyak bencana yang menimpa negara kita, mulai dari banjir,
kebakaran, kecelakaan, gempa bumi dan sebagainya. Hal itu disebabkan karena sudah
begitu banyak terjadi kerusakan akhlak atau moral yang semakin mengkhawatirkan,
sehingga Tuhan memberikan teguran secara langsung ataupun tidak langsung. Semua itu
memang tidak lepas dari perilaku manusia itu sendiri. Sebagaimana yang disebutkan
dalam firman Allah swt dalam Surah ar-Rum Ayat 41 yang artinya:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Kita tentu tidak ingin membiarkan kerusakan moral dan akhlak itu terus berlanjut, apalagi
yang mengalami akibatnya bukan hanya mereka yang melakukan perbuatan yang tidak
benar, tetapi orang-orang yang berlaku baik juga akan merasakan akibat buruknya. Yang
menjadi persoalan kita sekarang ini adalah Mengapa semua itu terjadi dan apa
penyebabnya? Dalam tulisan ini, Penulis akan menguraikan 3 penyebab krisis moral yang
melanda bangsa kita.
1. Yang menjadi penyebab rusaknya akhlak masyarakat kita adalah lemahnya iman. Iman
yang mantap membuat seseorang menjadi terikat kepada segala bentuk ketentuan
Tuhan dan tidak berani menyimpang dari jalan-Nya, karena itu manakala seseorang
telah memiliki iman yang mantap dan sempurna, niscaya dia memiliki akhlak yang
mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:Orang yang paling sempurna
imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.

Dengan demikian, kekuatan imanlah yang menjadi penentu bagi kebaikan akhlak
seseorang. Ini berarti kalau akhlak kita atau akhlak masyarakat kita buruk, imannya
berarti lemah. Di samping itu, di dalam ajaran Islam juga dikatakan bahwa seseorang
dianggap tidak beriman jika dia belum menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan
ajaran Islam dan kalau orang sudah menyesuaikan diri dengan ajaran Islam tentu saja
dia menjadi orang yang berakhlak mulia.
2. Penyebab dari rusaknya moral atau akhlak masyarakat kita adalah lingkungan yang
buruk. Hal ini memang kita rasakan bahwa lingkungan itu sangat besar pengaruhnya
bagi manusia, lingkungan yang buruk sangat berpotensi mengubah seseorang menjadi
orang yang buruk dan demikian pula sebaliknya. Salah satu bagian dari lingkungan
kehidupan manusia adalah televisi. Kita tentu tidak anti televisi, tetapi kita seharusnya
sangat membenci tayangan-tayangan televisi yang tidak mendidik ke arah yang benar
yang dapat merusak pemirsanya. Oleh karena itu, para pengelola televisi semestinya
menyadari akan bahaya tayangan yang tidak baik dan bahayanya ini tidak hanya
menimpa masyarakat tapi bisa juga menimpa generasi muda sebagai harapan bangsa di
masa yang akan datang.
Di samping televisi, yang menjadi bagian dari lingkungan kehidupan manusia adalah
teman pergaulan, karena itu kita dituntut bergaul kepada orang yang lebih baik dari kita
guna mendapatkan kebaikan dari sahabat kita itu dan seandainya kita juga punya teman
yang kurang baik, maka setiap pergaulan harus berniat untuk memperbaiki sahabat
yang kurang baik agar kita tidak terpengaruh kepada hal-hal yang kurang baik atau
buruk.
Selain itu, yang juga harus mendapat perhatian kita dan memang sangat besar
pengaruhnya adalah lingkungan keluarga, tidak sedikit orang menjadi rusak akhlaknya
karena pengaruh dari keluarga yang berantakan pula.
3. Yang menyebabkan kerusakan akhlak masyarakat kita semakin menjadi-jadi adalah
lemahnya kontrol, baik dari diri sendiri, keluarga maupun sesama masyarakat. Sebagai
contoh, anak yang nakal. Anak yang nakal adalah salah satu akibat karena kurangnya
kontrol dari orang tua dan masyarakat. Anak yang nakal biasanya tidak malu-malu lagi
melakukan berbagai macam kemaksiatan, bahkan dilakukan di depan umum. Kita
cenderung membiarkan kemaksiatan tersebut, sehingga mereka semakin berani
melakukan karena tidak mempunyai lagi rasa malu dan rasa takut baik pada manusia
maupun pada Tuhan.
Kerusakan moral bangsa tentu tidak boleh kita biarkan terus berlangsung, harus ada
upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Menurut Penulis ada beberapa hal yang
harus kita lakukan untuk mengatasi hal tersebut, di antaranya adalah:
Memperkokoh keimanan atau akidah kepada Tuhan dengan jalan memberikan
wejangan-wejangan agama, baik yang dilakukan di rumah, kampus dan masyarakat,
sehingga selalu terikat dan mau menyesuaikan diri dengan ketentuan Tuhan.

Menanamkan perasaan dekat kepada Tuhan, sehingga di mana pun kita berada, ke
manapun kita pergi dan bagaimanapun situasi dan kondisinya kita akan selalu merasa
diawasi oleh Tuhan. Dengan hal demikian, maka akan membuat diri kita tidak berani
menyimpang dari jalan-Nya.
Mewujudkan lingkungan yang religius, baik melalui bahan bacaan, tontonan maupun
lingkungan pergaulan, sehingga pengaruh dari lingkungan tersebut akan membuat
manusia terbentuk menjadi orang yang memiliki kepribadian yang religius.
Menumbuhkan tanggung jawab pengembangan amanah dakwah dengan terus berusaha
untuk menjadi yang terbaik dalam bersikap dan berperilaku dalam berbagai sisi
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa.

C. Krisis Moral : Fenomena Sosial Menjelang Era Globalisasi

Gerak sejarah di tanah air menjelang era globalisasi dewasa ini merajut cerita yang
memprihatinkan. Jatuhnya rezim Orde Baru yang ditandai oleh lengsernya kepemimpinan
Soeharto tahun 1998 yang lalu ternyata belum menuju kearah perbaikan diberbagai sektor.
Krisis multi demensi seakan telah berurat berakar. Mulai krisis ekonomi tahun 1998 yang
salah satunya menyebabkan nilai rupiah menukik tajam terhadap US $. Bahklan saat ini
kita diperparah dengan munculnya krisis energi sehingga kelangkaan BBM tak terelakkan
lagi.
Krisis pangan membuat banyak manusia Indonesia cenderung memikirkan diri sendiri dan
melupakan lingkungan sekitarnya. Sampai-sampai karena urusan perut tidak peduli
melakukan hal-hal yang membawa petaka pada orang banyak. Penebangan hutan secara
liar, pencurian batang besi rel kereta api, pencurian kabel PLN dan lainnya walau
membawa resiko pada diri sendiri lagi-lagi karena lapar dan nafsu semua rambu-rambu
norma dan nilai di abaikan. Apakah ini merupakan indikasi demoralisasi masyarakat kita

1. KRISIS MORAL, SEBAB DAN DAMPAKNYA

Kata moral sering diidentikkan dengan budi pekerti, adab, etika, tata krama, etiket, dan
sebagainya. Dalam kosakata bahasa Arab, istilah itu sering disebut al-akhlaq atau aladab. Al-akhlaq adalah bentuk jamak dari al-khuluq, artinya budi pekerti atau
moralitas. Kata itu semula diproyeksikan sebagai sandingan kata al-khalq, berarti
ciptaan.

Meskipun berasal dari akar kata sama (kha-la-qa), kedua istilah itu memiliki arti yang
bersifat immateri dan permanen, sedangkan al-khalq sebagai partner keberadaan
manusia yang bersifat materi, bisa dilihat, kasat mata, dan sementara. Keduanya tidak
dapat dipisahkan. Meniadakan salah satu berarti memudarkan jati diri manusia. Karena
itu, manusia sejati (insan kamil) adalah pengungkapan ahsan taqwim, ciptaan Tuhan
yang terbaik, yang baru terwujud jika antara al-khuluq memiliki irama dan ritme yang
selaras dengan al-khalq (Said Aqiel Siradj,2008).
Beberapa penulis klasik Eropa seperti Nicolo Machiavelli ( 1469-1527), Sigmun
Freud, Thomas Lickona dan Brook & Goble memiliki pendapat beragam tentang
penyebab penyimpangan tingkah laku sebagai cermin krisis moral. Nicolo
Machiavelli berpendapat penyimpangan tingkah laku tersebut ialah kerana manusia
itu pada dasarnya adalah penipu, rakus, tidak pernah puas dan kejam. Begitu juga,
pemikir Thomas Hobes (1588-1679) yang berpendapat bahwa manusia itu mempunyai
sifat dasar yang mementingkan egonya sendiri dan merupakan musuh bagi manusia
lainnya (homo homini lupus).
Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia ( 1988 : 384 ), menyatakan bahwa suatu sifat dari bangsa Indonesia yang
sering kita banggakan adalah faktor aneka warna bangsa, namun sifat ini mempunyai
aspek-aspek yang membuat pembangunan sangat sukar. Masyarakat majemuk
memiliki potensi ketegangan antar suku bangsa dan golongan. Memang tidak bisa
dipungkiri, bila pembangunan terhambat karena munculnya multi krisis, khususon
krisis moral.
Sisi lain pendapat sarjana Jepang yang bernama Akira Nagazumi (1986 : 19)
mengatakan bahwa tekanan jumlah penduduk yang makin banyak dan sumber-sumber
daya yang terbatas, masyarakat pedesaan Jawa tidak lagi terbagi menjadi 2 golongan
yaitu golongan tuan tanah besar dan golongan setengah budak yang tertindas, tetapi
sebaliknya masyarakat ini mempertahankan suatu tingkat homogenitas
(keserbasamaan) sosial dan ekonomi yang cukup tinggi dengan membagi kue ekonomi
dalam potongan yang makin lama makin kecil. Masyarakat bukannya terbagi menjadi
golongan kaya dan golongan miskin, yang ada dalam bahasa kaum tani yang sedikit
diperhalus hanyalah golongan cukup dan golongan kekurangan.
Dari pendapat beberapa penulis klasik Eropa, Koentjaraningrat, dan Akira Nagazumi,
dapat disimpulkan bahwa sebagai penyebab krisis moral masyarakat Indonesia ada 2
faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah muncul dari dalam
diri seseorang sebagaimana pendapat para penulis klasik Eropa, sedang faktor ekstern
adalah sebab dari luar diri seseorang. Faktor dari luar di samping karena faktor jumlah
penduduk yang tinggi, keanekawarna bangsa, tentunya masih banyak dimensi lain
yang sangat mempengaruhi.
Berbicara tentang krisis tanggung-jawab, tidak bisa dipisahkan dengan krisis moral.
Orang yang tidak bertanggung jawab terhadap sesuatu yang semestinya, merupakan
salah satu dari bentuk penyimpangan tingkah laku dan dapat dikategorikan sebagai

bagian dari krisis moral. Dampak penyimpangan ini bisa menyebar ke berbagai
sektor :
a. Sektor ekonomi, menyebabkan krisis ekonomi dan pangan.
b. Sektor social, menyebabkan krisis social, anarkhis dan tidak berperikemanusiaan.
c. Sektor budaya, menyebabkan krisis etis estetika.
d. Sektor politik, menyebabkan krisis kepercayaan.

2. ALTERNATIF PENGENDALIAN KRISIS

Sebenarnya ada beberapa indikator untuk melihat adanya kejahatan dan krisis
demoralisasi masyarakat kita yang kemudian dijadikan ukuran bagi perkembangan
kualitas kehidupan suatu bangsa. Menurut Thomas Lickona dalam Educating for
Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility (1992), terdapat
sepuluh tanda dari perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa.
Tanda-tanda kehancuran sebuah bangsa antara lain ialah meningkatnya keganasan dan
pergaulan bebas di kalangan remaja, berkembangnya budaya tidak jujur, semakin
meningkat rasa tidak hormat kepada orang tua, guru dan pemimpin. Ia juga ditandai
dengan meningkatnya kumpulan-kumpulan liar, selain tumbuhnya kecurigaan dan
kebencian antara kaum, penggunaan bahasa yang buruk dan kemerosotan moral.
Keprihatinan yang mendalam atas krisis-krisis berkepanjangan yang menimpa bangsa
tercinta ini, diawali dari semakin meredupnya kepekaan dan kepedulian masyarakat
terhadap kemerosotan moral bangsa, terbukti dengan semakin maraknya tindakan yang
dapat meruntuhkan nilai moral. Karena kurangnya wadah yang menjadi media aspirasi
dari keresahan masyarakat terhadap krisis yang terjadi, maka dibutuhkan upaya
bersama untuk membantu memperbaiki keadaan bangsa ini. Upaya ini memerlukan
komitmen yang tulus dan kepekaan yang tinggi dari setiap individu masyarakat.

a. Perspektif agama
Sebagai alternatif pengendalian krisis, perspektif agama sebenarnya lebih tepat.
Peningkatan gejala sosial dan penyimpangan sosial disebabkan segelintir
masyarakat terlalu lemah dalam pengendalian emosi dan nafsunya karena tidak
lagi memiliki ikatan kuat dengan kekuasaan mutlak Tuhan.
Dalam konteks moral, agama memberi petunjuk praktis dalam menyempurnakan
moralitas manusia. Dalam diri manusia tersimpul dorongan baik dan buruk (al-

baits al-din wa al-baits al- syaithan). Agama tidak menyangkal, manusia dengan
akalnya mampu membedakan antara baik (al-haq) dan buruk (al-bathil). Namun,
agama mewartakan, hanya dengan akal manusia tidak akan mampu menangkap
hakikat moralitas. Sebab, akal mudah terbelokkan oleh unsur lain dalam diri
manusia, terutama apa yang disebut nafsu (syahwathiyah). Masalah moral boleh
dikatakan amat lembut, sering meremangkan pandangan manusia. Agama
mengajarkan untuk selalu bersikap ramah kepada sesama, bersedekah, saling
membantu (taawun) sehingga terbentuk kohesi dan solidaritas sosial (hablum min
al-nas). Ini adalah ajaran moral standar yang secara aqliyah maupun naqliyah
diterima. Islam menjunjung perenungan rasional (taaqqul, tadabbur, Itibar),
karena dengan itu manusia bisa merengkuh pemahaman secara baik.

b. Usaha Bersama
Perlu adanya usaha bersama membangun akhlak moralitas dan karakter bangsa
demi kemajuan dan kemartabatan bangsa dengan cara-cara yang baik dan berbudi.
Demi membangun kejernihan akhlak bangsa itu harus dimulai dari membangun
hati nurani. "Kemajuan dan martabat bangsa bukan hanya ditentukan oleh prestasi
material, tetapi juga oleh kekuatan akhlak, moralitas dan karakter bangsa.
Pembangunan kekuatan akhlak, moralitas dan karakter bangsa tersebut harus
dilakukan secara serius, konsisten dan bersama-sama seluruh potensi dan elemen
bangsa," ujar sejarawan dan peneliti LIPI, Dr Haryo Nugroho.
Katanya, kelemahan bangsa kita adalah belum bersungguh-sungguh menghidupkan
dan membangkitkan kekuatan hati nurani. Padahal nurani itulah yang akan
menentukan akal pikiran, sikap, dan tingkah laku menjadi penuh nilai kemuliaan
dan kehormatan yang hakiki. Hati nurani tidak pernah berdusta dan tidak bisa
dibohongi. Hati nurani, inti martabat dan kemuliaan manusia. Yang dapat
membantu bangsa Indonesia keluar dari krisis adalah bangsa Indonesia itu sendiri,
dengan menjadi pejuang yang tulus yang berbuat untuk kebaikan bersama dalam
menata bangsa menuju kehidupan yang lebih baik. Untuk itu diperlukan wadah
agar dapat saling membantu memperbaiki diri, membangun ketahanan moral
keluarga, khususnya generasi muda serta berkiprah dalam membangun lingkungan
dan bangsa, sehingga bangsa dapat keluar dari krisis moral.
Karena itu tegasnya, gerakan moral dimaksud bukan gerakan politik, namun
merupakan gerakan sukarela yang tidak memiliki ikatan apapun selain ikatan hati
nurani yang bertekad untuk memiliki kepekaan, kepedulian, dan berbuat serta
berjuang bersama-sama dengan cara yang santun. Salah satu yang masih perlu
dilakukan adalah gerakan membangun nurani bangsa dan masih dibutuhkan
sejumlah gerakan moral sejenis agar lebih efektif dan membumi. "Bangkitnya
negeri ini dari krisis akan terjadi, bila masyarakat menjadi para pejuang yang tulus
berbuat untuk kemaslahatan bersama. Untuk itu, diperlukan wadah yang dapat
menampung keluh kesah, aspirasi masyarakat dalam meningkatkan moral bangsa
ini. Wadah tersebut tidak tergabung dalam partai politik atau elemen negara

sehingga masyarakat mempunyai wadah langsung dalam menyuarakan hati


nuraninya. Sejumlah organisasi gerakan moral memang sudah ada namun masih
perlu diperbanyak," paparnya.
Beberapa tahun terakhir korupsi diperlakukan sebagai kejahatan luar biasa dan
sejumlah koruptor dijerat hukum. Sebelumnya, korupsi sulit diberantas. Sistem
hukum lama tak mampu menjerat pejabat publik yang ditengarai terlibat skandal
keuangan. Negara sulit menghukum pejabat, tetapi mudah menghukum rakyat.
Padahal, yang dikorupsi adalah uang rakyat. Tiada efek jera bagi pejabat yang
melihat uang negara sebagai obyek untuk dijarah. Pengeluaran negara dibuat jauh
lebih besar daripada seharusnya. Penerimaan negara dibuat jauh lebih kecil
daripada seharusnya. Politik anggaran penuh rekayasa.

c. Pembenahan Kehormatan Institusi


Dalam rezim otoriter, hukum didesain lebih untuk rakyat daripada untuk penguasa.
Hukum ditujukan kepada kasus pelanggaran warga dan tidak disiapkan untuk
menghadapi kejahatan terstruktur yang melibatkan pejabat. Saat ada terobosan
dalam peradilan dan pejabat menjadi tersangka korupsi, penegak hukum gamang.
Kehormatan institusi bisa tercoreng. Maka, tersangka akhirnya bebas dengan dalih
bukti tidak cukup. Uang negara gagal diselamatkan.
Kendati suatu kebijakan publik terbukti keliru, pejabat terkait tidak dikriminalkan.
Kebijakan keliru dianggap produk kelembagaan, bukan produk individu. Pejabat
bertindak sebagai otoritas publik dan lolos dari jerat hukum meski keuangan
negara amat dirugikan. Daripada mengabdi untuk kehormatan institusi, pejabat
korup berlindung di balik kehormatan itu dan melakukan kolusi lintas
institusional. Kendati selalu ada kemauan politik untuk menghukum pejabat yang
salah, dalam praktiknya pemerintah cenderung defensif. Pejabat kerap berkelit jika
dikatakan korupsi mewabah nyaris di semua institusi negara. Yang disalahkan
selalu oknum. Tiap penyimpangan dikembalikan kepada kesalahan pribadi,
kelemahan nurani yang bersangkutan. Padahal, yang terjadi adalah penyimpangan
korps. Semangat koruptif korps. Nurani korps bermasalah.
Di kantor-kantor layanan administrasi publik, warga yang taat aturan terpaksa
menunggu lama untuk dilayani dibandingkan mereka yang menggunakan jasa calo.
Sudah biasa calo bebas masuk-keluar ruang petugas. Mustahil prosedur seperti itu
hanya inisiatif satu dua petugas di loket tanpa dukungan korps. Itu sebabnya
Rancangan Undang-Undang Layanan Publik mendesak untuk disahkan. Perang
melawan korupsi tidak cukup hanya dicanangkan, tetapi harus menular di level
pejabat struktural. Administrasi layanan publik sarat pungutan liar. Inspeksi
mendadak selalu diperlukan untuk menimbulkan efek jera, terutama bagi kepala
kantor yang dengan sengaja membiarkan praktik koruptif merajalela. Indonesia
belum belajar dari negeri tetangga yang dipercaya para investor dan menjadi kaya

karena tertib administrasinya. Kehormatan institusi harus dikembalikan untuk


dilaksanakan secara adil dan konsekuen.
Negeri kaya sumber daya alam macam Indonesia tak kunjung kaya. Negara
dirugikan oleh kleptokrasi. Oknum birokrasi dengan mudah melakukan pungutan
ilegal. Yang tidak tunduk dipersulit. Rakyat kecil harus membayar segala macam
layanan publik yang mestinya gratis atau murah. Tertib bernegara ditentukan oleh
kekuatan uang, bukan oleh tata kelola pemerintahan. Hal semacam ini takkan
terulang seandainya institusi benar-benar dijaga kehormatannya.

d. Pemberlakuan Darurat Moralitas


Pemberlakuan darurat moralitas perlu dilakukan sebagai bencana Nasional
untuk segera diatasi. Kasus korupsi yang melibatkan pejabat di lingkungan
eksekutif-legislatif-yudikatif menunjukkan lemahnya disiplin anggaran dan tata
kelola pemerintahan. Pejabat lebih merasa berutang kepada (oligarki) partai, bukan
kepada rakyat. Kepentingan asing pun bermain dalam proses legislasi yang
akhirnya mengorbankan kesejahteraan rakyat. Pejabat terjebak hiruk-pikuk
demokrasi yang tak berkorelasi dengan kesejahteraan rakyat.
Pelayan publik mengabdi demi uang, bukan untuk kepentingan publik. Pengabdian
mendua itu menghasilkan perilaku koruptif. Darurat moralitas publik. Solusinya
bukan menjadikan negara sebagai polisi moral bagi warga, tetapi rakyat terus
menekan birokrasi agar mentalitas koruptif terkikis. Jika perang melawan korupsi
dilakukan dengan semangat jihad, niscaya Indonesia melesat maju meninggalkan
banyak negeri lain sekawasan.
Banyak yang tidak beres dengan penyelenggaraan negara, tetapi terlalu sedikit
pejabat yang mengaku salah atau dikenai sanksi berat. Ketidakberesan ditutupi
kebohongan publik. Ketidakberesan terus berlangsung karena ketidaktegasan
atasan dan lemahnya kontrol dari atas. Reformasi birokrasi jalan di tempat. Krisis
ekonomi berlanjut dan kini menggerogoti pranata sosial. Figur publik membanjir di
tengah kelangkaan moralitas publik.

Anda mungkin juga menyukai