Anda di halaman 1dari 4

Cerita Rakyat Dari Sumatera Selatan :

Asal Muasal Pulau Kemaro

Nama: M. Al-Fauzi
Kelas : XII IPS

Dahulu, di Kerajaan Sriwijaya ada seorang putri yang cantik dan baik hati
bernama Siti Fatimah. Kecantikan dan kebaikan budinya terdengar ke
mana-mana. Tak seorang pun pemuda berani datang melamar sang Putri,
karena Raja menginginkan putrinya menikah dengan laki-laki keturunan
raja.
Suatu saat, datanglah seorang pemuda bernama Tan Bun Ann. Pemuda
tersebut datang dari kerajaan di negeri Cina untuk berniaga di Kerajaan
Sriwijaya. la lalu menghadap Paduka Raja.
"Paduka Raja, kedatangan hamba ke sini adalah untuk berdagang. Untuk
itu, hamba mohon agar Paduka memberikan izin kepada hamba untuk
tinggal dan berdagang di kerajaan ini," ujar Tan Bun Ann.
Raja memberikan izin kepada Tan Bun Ann dengan syarat pemuda itu
harus memberikan sebagian keuntungannya kepada kerajaan. Tan Bun
Ann pun menyanggupi syarat yang diberikan Raja.
Pemuda dari kerajaan di negeri Cina itu pun mulai berdagang dan tinggal
di Kerajaan Sriwijaya. Secara teratur, ia datang ke Kerajaan Sriwijaya
untuk menyetorkan sebagian keuntungan dagangnya kepada kerajaan.
Suatu kali, ia bertemu dengan Putri Siti Fatimah, kemudian Tan Bun Ann
jatuh hati.

Ternyata, Siti Fatimah juga mempunyai perasaan yang sama dengan Tan
Bun Ann. Mereka lalu menjalin hubungan kasih. Kemudian, Tan Bun Ann
menghadap Raja untuk minta restu.
"Paduka,

kedatangan

hamba

menghadap,

karena

hamba

ingin

mengutarakan keinginan untuk meminang Putri Siti Fatimah menjadi istri


hamba," kata Tan Bun Ann.
Raja Sriwijaya berpikir sejenak. la tahu bahwa Tan Bun Ann adalah putra
mahkota dari sebuah kerajaan besar di negeri Cina, karena itu ia tidak
keberatan putrinya menikah dengan pemuda itu.
"Anak muda, aku tahu kau pemuda yang baik. Aku tidak keberatan putriku
menikah denganmu. Namun, kau harus menyediakan sembilan guci berisi
emas."
Tan

Bun

Ann

menyanggupi

syarat

yang

diajukan

Raja.

la

lalu

menghubungi orangtuanya di negeri Cina. Orangtua Tan Bun Ann


memberikan restu kepada mereka. Namun sayang, orangtua Tan Bun Ann
tidak bisa menghadiri pernikahan anaknya dengan Putri Siti Fatimah. Lalu,
mereka mengirimkan utusan kerajaan untuk mengantarkan sembilan guci
berisi emas ke Kerajaan Sriwijaya.
Utusan Kerajaan Cina segera berangkat menuju Kerajaan Sriwijaya
dengan membawa guci-guci berisi emas di dalam kapal. Untuk melindungi
emas-emas itu dari perompak, di bagian atas guci-guci itu diletakkan
sayur sawi, sehingga guci-guci itu terlihat berisi penuh dengan sayur sawi.
Sesampainya di Pelabuhan Sriwijaya, Tan Bun Ann menyambut utusan dari
orangtuanya itu untuk mengambil emas-emas yang rnereka bawa.
"Di mana kalian Ietakkan guci-guci berisi emas itu?" "Di dalam kamar di
dalam kapal, Tuan"
Tan Bun Ann masuk ke dalam kapal, ia menemukan sembilan guci berisi
penuh sayur sawi yang telah membusuk.

"Oh,

tidak!

Mengapa

isinya

hanya

sayur-sayur

sawi

yang

sudah

membusuk? Aku akan malu kepada calon mertuaku!" pikir Tan Bun Ann
panik. la lalu membuang guci-guci itu satu persatu ke Sungai Musi. Ketika
akan

membuang

guci

terakhir

kakinya

tersandung.

Guci

yang

dipegangnya pun tumpah, keluarlah emas-emas dari dalam guci itu.


Barulah Tan Bun Ann sadar bahwa ia telah salah sangka.
Lalu, pemuda itu melompat ke dalam sungai bersama beberapa pengawal
untuk mencari kembali guci-guci yang telah dibuangnya.
Siti Fatimah yang sejak tadi menyaksikan kejadian itu berlari ke pinggir
sungai dan menunggu colon suaminya muncul dari dalam Sungai Musi.
Namun, sampai menjelang sore Tan Bun Ann dan orang-orangnya tak juga
kembali.
Putri cantik itu dan beberapa dayangnya berniat mencari calon suaminya,
mereka lalu loncat ke Sungai Musi. Sebelum loncat, Putri berpesan kepada
dayang-dayangnya yang tinggal.
"Jika nanti kalian melihat ada timbunan tanah muncul di permukaan
sungai, itu adalah kuburanku," kata Putri Siti Fatimah lalu menceburkan
diri ke dalam sungai.
Tidak ada seorang pun yang kembali ke permukaan. Beberapa hari
kemudian, di tepi Sungai Musi muncullah timbunan tanah menyerupai
sebuah gundukan. Semakin hari, gundukan tanah tersebut semakin lebar,
hingga menjadi sebuah pulau.
Masyarakat setempat menamai pulau tersebut Pulau Kamaro yang artinya
Kemarau. Nama itu dipilih, karena kondisi pulau tersebut yang tidak
pernah tergenang sedikit pun meskipun ketinggian air di Sungai Musi
sedang meningkat.
Di pulau tersebut terdapat sebuah gundukan tanah yang agak besar dan
diyakini sebagai makam Putri Siti Fatimah. Selain itu, ada dua gundukan

tanah yang lebih kecil, masyarakat percaya bahwa kedua gundukan itu
adalah makam dayang-dayang Siti Fatimah yang ternyata ikut menyebur
ke laut menyusul sang Putri.
Kini, Pulau Kernaro menjadi salah satu objek wisata budaya di Palembang.
Setiap perayaan cap gomeh, banyak warga keturunan Cina, baik dari
dalam maupun luar negeri berkunjung ke sana untuk sembahyang dan
berziarah.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Dari Sumatera Selatan Asal Pulau Kemaro
adalah segala sesuatu harus diteliti dulu, jangan terburu-buru menilai dan
mengambil keputusan.

Anda mungkin juga menyukai