Anda di halaman 1dari 44

I.

PENDAHULUAN
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular
yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa,
dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural
sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes
di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.9
Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan kelainan pada
makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genitourinari, dermatologi,
infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal.8
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan
penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus
Diabetes Mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak
disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes
meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang
dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia
usia lanjut.3

II.

DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO)
sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum
dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin.10
III.

EPIDEMIOLOGI
Indonesia berkisar 1,4 1,6% dari jumlah penduduk. Pada 30 tahun
yang akan datang penduduk Indonesia meningkat 40% dan pasien DM
diperkirakan meningkat 86 138%. Diantara penyakit degenerative, diabetes
adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya di masa yang akan datang. Diabetes sudah merupakan salah satu
ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Menurut
penelitian saat ini dilakukan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia

berkisar antara 1,4 dengan 1,6%.10


IV.
KLASIFIKASI
1. Diabetes Mellitus tipe 1 / Juvenile
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe 1 Juvenile-onset dan tipe
dependen insulin; namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang
usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya
dan dapat dibagi dalam dua subtype : (a) autoimun, akibat disfungsi

autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti
adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.6
2. Diabetes Mellitus Tipe II / Onset Maturasi
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturasi
dan tipe nondependent insulin. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit
ini.5
Table 1. Perbedaan antara DM Tipe 1 dengan DM Tipe 2. 1.4

Tipe 1 (Insulin Dependent)


Nama lama
Epidemiologi
Berat Badan
Heredity
Patogenesis

Klinikal

Pengobatan
Biochemical

Tipe
2
(Non-Insulin
Dependent)
DM Juvenil
DM Dewasa
Anak-anak/remaja (biasanya Orang tua (biasanya berumur >
berumur < 30 tahun)
30 tahun)
Biasanya kurus
Sering obesitas
HLA-DR3 or DR4 in 90%
Tidak ada hubungan HLA
Penyakit autoimun : Islet Tidak berhubungan dengan
Cell autoantibodies dengan autoimun : Insulin resistensi
ketoasidosis
Defisiensi
insulin Defisiensi
partial
insulin
berhubungan
dengan berhubungan
dengan
ketoasidosis
hyperosmolar
Insulin, diet, olah raga
Diet, olah raga, tablet, insulin
Kemungkinan
kehilangan Pesisten peptide-C
peptide-C

Sumber : (Fauci 2008; Kumar 2005)

3. Diabetes mellitus tipe lain


Defek genetik pada fungsi sel
Defek genetik pada kerja insulin
Penyakit eksokrin pancreas
Endokrinopati
Diinduksi obat atau zat kimia
Infeksi
Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM (PAPDI
4. Diabetes Gestasional (GDM)

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan


mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM
adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan
riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan
sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap
toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenetik.
Pasien-pasien yang mempunyai presdosposisi diabetes secara genetik
mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis
diabetes pada kehamilan.6
Kriteria diagnosa biokimia diabetes pada kehamilan yang dianjurkan
adalah kriteria yang diusulkan oleh OSullivan dan Mahan (1973).
Menurut kriteria ini, GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut
ini yang ditemukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 gram glukosa
oral : puasa 105 mg/dl, 1 jam 190 mg/dl, 2 jam 165 mg/dl, 3 jam 145
mg/dl. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita berisiko
tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai
frekuensi kematian janin variable yang lebih tinggi. Kebanyakan
perempuan hamil harus menjalani penampisan untuk diabetes selama
usia kehamilan 24 hingga 28 minggu.
V.

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa
yaitu :
o Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
Ras dan etnik
4

Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)


Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan

pemeriksaan DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau

riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).


Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi

disbanding dengan bayi lahir dengan BB normal.


o Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah
serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe
2.
o Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis

lain yang terkait dengan resistensi insulin


Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti
stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases).7

VI.

PATOGENESIS
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Patogensis diabetes melitus tipe 1 dapat dilihat pada gambar beikut:4
PREDISPOSISI GENETIK

Gen-gen terkait-HLA
dan lokus genetik lain

Infeksi Virus:
mimikri
molekular

Respon imun terhadap sel


beta normal
Dan/atau

Dan/atau

Respon imun terhadap sel


beta yang abnormal

Kerusakan sel
beta

SERANGAN AUTOIMUN
Destruksi sel beta

DIABETES TIPE

Gambar 1.

Kemungkinan jalur destruksi sel beta yang menimbulkan diabetes melitus


tipe 1 (dependen insulin). Gangguan lingkungan, mungkin infeksi virus
diperkirakan memicu serangan autoimun terhadap sel beta pada orang
yang rentan secara genetis. Serangan lingkungan ini mungkin
menimbulkan mimikri molekular. Pada keadaan tersebut, suatu antigen
virus memicu serangan autoimun terhadap antigen sel beta yang bereaksi
silang, atau mungkin menimbulkan kerusakan langsung pada sel beta
sehingga merangsang respon imun terhadap antigen dari sel beta yang
mengalami perubahan (Kumar, 2007).

Gambar : Skema proses perjalanan DM tipe 1


2. Diabetes Melitus Tipe 2
Patogenesis diabetes melitus tipe 2 adalah sebagai berikut:4
PREDISPOSISI GENETIK
LINGKUNGAN
Defek genetik
multipel

Kegemukan

DEFEK SEL BETA


PRIMER

RESISTENSIINSULIN
JARINGAN PERIFER

Kurangnya pemanfaatan
glukosa

Gangguan sekresi
insulin

HIPERGLIKEMIA

Kelelahan sel beta

DIABETES TIPE 2
Gambar 2. Patogenesis diabetes melitus tipe 2. Predisposisi genetik dan pengaruh
lingkungan berpadu untuk menimbulkan hiperglikemia dan diabetes
klinis. Peran gangguan sekresi insulin sel beta dan resistensi insulin
perifer masih belum diketahui pasti; pada pasien dengan diabetes klinis,
kedua defek dapat dibuktikan terjadi (Kumar, 2007).

3. Diabetes Gestational
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama
kehamilan dan memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko
terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat
keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi
peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik
terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan
diabeto-genik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes
secara genetik memungkinkan memerlihatkan intoleransi glukosa atau
manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.6

Sumber : (Gibbs, 2008)

Gambar : Skema mekanisme pada diabetes gestasional.

VII.

DIAGNOSIS DIABETES MELITUS


Berbagai

keluhan

dapat

ditemukan

pada

penyandang

diabetes.

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM


seperti di bawah ini:
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban
75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh,

maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa


terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Keterangan:
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.7,10

Tabel 2. Kriteria diagnosis DM.7

Sumber : PERKENI, 2011

10

Tabel 3 . Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
Diagnosis Diabetes Melitus.7
Bukan DM
< 100
< 90

Kadar glukosa Plasma Vena


Darah
darah sewaktu
Kapiler
(mg/dl)
Kadar glukosa Plasma vena < 100
Darah kapiler < 90
darah
puasa

Blum Pasti DM
100 199
90 199

DM
200
200

100 125
90 99

126
100

(mg/)
Sumber : PERKENI, 2011

VIII. MANIFESTASI KLINIS


Gejala Khas
1. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan
penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok.
Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam
sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.
Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari
cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan
jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.9
2.

Banyak kencing (poliuria)


Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan

11

sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam. Untuk


3.

mekanisme lihat gambar dibawah ini.


Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban
kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum
banyak. Untuk lebih jelanya lihat gambar dibawah ini.9

Sumber : (Price, 2005)

Gambar 3: Mekanisme Poliuria dan Polidipsi.5


4. Banyak makan (polifagia)

12

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi


glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, oleh karena
itu penderita selalu merasa lapar.9
Gejala Tidak Khas
1. Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
2. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali
agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
3. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini
dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau
tertusuk peniti.
4. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah
seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
5. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.9

13

IX.

KOMPLIKASI
Komplikasi Metabolik Akut
A. Hipoglikemia (Reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai
berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah
obat-obatan

hipoglikemik

oral

golongan

sulfonylurea,

khususnya

glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan


Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak
15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar
65% berlatarbelakangan DM. Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi
pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering
timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui
pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.9
Penyebab Hipoglikemia
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Makan kurang dari aturan yang ditentukan


Berat badan turun
Sesudah olah raga
Sesudah melahirkan
Sembuh dari sakit
Makan obat yang mempunyai sifat serupa

Tanda hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.

14

2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan


menghitug sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung,bibir
atau tangan, berdebar-debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat
oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1. Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2. Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin
bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3. Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan
simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

Penatalaksanaan Hipoglikemia

15

Gambar 4. Skema Penatalaksanaan Hipoglikemia

16

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif


akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius
pada diabetes tipe 1 adalah:
B. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal
ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin
sangat menurun dan pasien akan mengalami hal berikut :11
Hiperglikemia
Hiperketonemia
Asidosis Metabolik
Hiperglikemia dan glokosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi asama lemak bebas disertai pembentukan
benda keton(asetoasetat hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton
meningkatkan beban ion hydrogen asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan dieresis osmotik dengan
hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi
hipotensi dan mengalami syok.6,11
Akhirnya, akibat penurunan penggunanaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma
dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi karena pasien
maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi dan pengobatan
DKA dapat dilakukan sedini mungkin.6

Tanda dan gejala klinis dari ketoasidosis diabetik


1. Dehidrasi
2. Hipotensi (postural atau supine)

8. Poliuria
9. Bingung
17

3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer


10. Kelelahan
4. Takikardi
11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing
12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton
13. Pandangan kabur
7. Hipotermia
14. Koma
C. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolic akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes
tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolute, namun relative,
hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Cirri-ciri HHNK adalah sebagai berikut :6
Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
Dehidrasi berat
Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.
Angka mortalitas mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun
reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih
tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada
setiap orang.9

Komplikasi Kronik Jangka Panjang


a. Mikrovaskular / Neuropati10.

Retinopati, catarak
penurunan penglihatan
Nefropati
gagal ginjal
Neuropati perifer
hilang rasa, malas bergerak
Neuropati autonomic
hipertensi, gastroparesis
Kelainan pada kaki
ulserasi, atropati

b. Makrovaskular

Sirkulasi koroner

iskemi miokardial/infark miokard

18

X.

Sirkulasi serebral
transient ischaemic attack , strok
Sirkulasi
claudication, iskemik
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan
Jangka

pendek:

menghilangkan

keluhan

dan

tanda

DM,

mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian


glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati,makroangiopati, dan neuropati.7
Pilar penatalaksanaan DM
1.
2.
3.
4.

Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai

sasaran,

dilakukan

intervensi

farmakologis

dengan

obat

hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,sesuai
indikasi.

Dalam

keadaan

dekompensasi

metabolik

berat,

misalnya

ketoasidosis, stresberat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan.7
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah

terbentuk dengan

mapan.

Pemberdayaan

penyandang

diabetes

memerlukan partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan

19

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk


mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang
pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa
darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapatpelatihan khusus.
Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TNM sesuai dengan kebutuhan guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa sarah atau insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi.

20

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes


dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain. Sukrosa tidak
boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake).
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari.Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah
atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
penuh (whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

21

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi


0,8 g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan
fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol
Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

22

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes


karena efek samping pada lemak darah.
Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain
aspartam, sakarin,acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
( Accepted Daily Intake / ADI)
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dll.Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus
Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan

berat

badan

ideal

menurut

Indeks

(IMT).Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:


IMT : BB (kg)/ TB
Klasifikasi IMT

(m)

BB Kurang < 18,5


BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih 23,0

23

Massa

Tubuh

Keterangan:

Dengan risiko 23,0-24,9


Obes I 25,0-29,9
Obes II > 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :


1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
decade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan
69 tahun dandikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat,20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas
sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat
kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan
kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan
jumlah kalori yang diberikan paling sedikit1000-1200 kkal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore

24

(25%), serta 2-3 porsi makanan ringan(10-15%) di antaranya. Untuk


meningkatkan kepatuhan pasien sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai
dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain,
pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.7
Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval,
Progressive training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 %
denyut nadi maksimal (220/umur), disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki
biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan
olahraga berat misalnya jogging.10
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan.
Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
1. Pemicu Sekresi Insulin
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien

25

dengan berat badan normal dan kurang.Namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan
faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan
sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan

ambilan

glukosa

di

perifer.

Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena


dapat memperberat edema/retensicairan dan juga pada gangguan faal
hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
3. Penghambat glukoneogenesis

26

Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan
efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan
memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
5. Dipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor)
DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai
jaringan termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang
meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan glucosemediated insulin secretion dan mensupres sekresi glukagon. Penelitian
klinik menunjukkan bahwa DPP-4 Inhibitor menurunkan A1C sebesar

27

0,6-0,9 %. Golongan obat ini tidak meninmbulkan hipoglikemia bila


dipakai sebagai monoterapi.5
Suntikan
a. Insulin
b. Agonis GLP-1 /incretin mimetic
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan.

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO


Jenis dan lama kerja insulin berdasar lama kerja, insulin terbagi
menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.


Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin
yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Agonis GLP-1

28

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru


untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang
penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun
peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan
insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan
berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan
glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada
percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta
pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain
rasa sebah dan muntah.7
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi
OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun
fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam
obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi
tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat
menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak

29

dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja


menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara
seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,
maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.7

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci, Anthony S, Braunwald, Eugene K, Dennis L, Hauser, Stephen L.
HarrisonS Peinciple of internal Medicine. 17th ed. The McGraw-Hill
Companies. 2008.
2. Gibbs, Ronald SK, Beth YH, Arthur FN, Inggrid E. Danforths Obstetrics
and Gynecology, 10th ed. 2008.
3. Hiswani. Peranan Gizi Dalam Diabetes Mellitus.2009.
4. Kumar, Parveen C, Michael. Clinical Medicine. 6 ed. Sauders ltd. Elsevier.
2007.
5. Nathan MN, Buse JB, Mayer BD, Ferrannini E, Holman RR, Sherwin R et
al. Medical management of Hyperglycemia in Type 2 Diabetes A
consebsus Algorithm for the Initiation and Adjustment of Therapy. A
consensus statement of the American Diabetes Association and the
European Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care.2008.
6. Price SA, Wilson LM. Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005.
7. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di

Indonesia.

2011.

Diakses

31

tanggal

15/12/2012,

melalui,http://www.scribd.com/doc/73323977/Konsensus-DM-2Indonesia-2011.
8. Pewer AC. Diabetes Mellitus. Dalam : HarrisonS Endocrinology. Edisi
kedua. United Stases. The Mc-GrawHill companies. 2010
9. Soegondo, Sidartawan S, Pradana S, Iman. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu. Cetakan kelima. Jakarta : Bala Penerbit FKUI. 2005.
10. Sudoyo, Aru WS, Bambang A, Idrus dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakarta : IPD FKUI. 2006.
11. Yanoff, Myron D, Jay S. Opthalmology, 3rd ed. Elsevier.2008

32

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Fatmawati
Umur
: 35 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jln. Tavanjuka
Tanggal pemeriksaan
:24 Oktober 2012
Ruangan
: Kelas III Perempuan Paviliun Seroja
Rumah Sakit
: Undata Palu
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan utama : Bisul
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan
keluhan bisul awalnya bisul kecil di daerah bokong sebelah kiri
kemudian perlahan lahan membesar lalu menyebar pada bagian paha
terasa sakit dan gatal. Keluhan dirasakan sejak 2 minggu, ada demam
sejak semalam, terus-menerus, tidak ada mual dan muntah. Sejak 3
tahun tidak mengalami haid, tidak ada keputihan. Sering merasa haus
dan napsu makan bertambah tetapi berat badan cenderung menurun
sebanyak 15 kilo selama 3 tahun, merasa keram-keram pada kedua
kaki terutama pada pagi hari, penglihatan jauh dan dekat mulai kabur.
BAB biasa, frekuensi 1x/ hari, warna kuning, ada ampas, tidak ada
lendir, tidak ada darah.
BAK lancar, warna kekuningan dan sering pada malah hari, frekuensi

III.

5 kali
Riwayat penyakit terdahulu : DM (GDS 500 mg/dl) sejak 3 tahun lalu
Riwayat penyakit dalam keluarga : Ibu menderita DM
PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan Umum
SP : SS/GK/CM
Berat badan : 38 kg
Tinggi badan : 156 cm
IMT
: 15,63
33

Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 60 x/menit
Pernapasan
: 18 x/menit
Suhu
: 38 C
Kepala
Wajah
: Ekspresi kesakitan
Deformitas
: Tidak ada
Bentuk
: Normocephal
Rambut
: Hitam tersebar merata
Mata
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera
: Tidak ikterus
Pupil
: Isokor kanan sama dengan kiri
Reflex cahaya : Positif kanan sama dengan kiri
Mulut
Stomatitis tidak ada
Lidah kotor tidak ada
Tonsil tidak ada pembesaran
Faring tidak hiperemis
Leher
Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
JVR
: R-2 cmH2O
Massa lain
: Tidak ada
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
: Bentuk dada simetris, tidak ada sikatrik, tidak
terlihat massa, pergerakan dinding dada
Palpasi

simetris, tidak ada otot bantu pernapasan.


: Nyeri tekan tidak ada, ekspansi paru kanan sama
dengan kiri, vocal fremitus kanan sama dengan

Perkusi

kiri
: Sonor kanan sama dengan kiri. Batas paru hepar
pada SIC VI (saat ekspirasi) dan pada SIC VIII

Auskultasi

(saat inspirasi)
: Vesikuler pada dinding anterior setinggi SIC I
dan SIC II

Jantung

34

Inspeksi
Palpasi

: Pulsasi ictus cordis tampak pada SIC V


: Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V di

Perkusi

midclavicula sinistra
: Batas jantung atas pada SIC II parasternal
sinistra, batas jantung kanan pada SIC V
midsternal dextra, batas jantung kiri pada SIC

Auskultasi

VI midclavicula sinistra
: Bunyi jantung I dan II murni reguler, bunyi
tambahan tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: Bentuk perut skapoid, kulit perut tampak

Auskultasi

berkerut, tidak ada massa.


: Bunyi peristaltik positif kesan normal, tidak ada

Perkusi
Palpasi

bising aorta abdominal


: Tympani
: Tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak
teraba

Anggota Gerak
Atas
: Sianosis tidak ada, eritema palmaris tidak ada,

IV.
V.
VI.
VII.

udema tidak ada


Bawah
: Tidak ada udema
PEMRIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
: Darah rutin, GDS, GDP setiap hari
Pemeriksaan lain : Kultur
DIAGNOSIS KERJA
DM tipe 2 dengan Abses Gluteal Sinistra
DIAGNOSIS BANDING
Diabetes Mellitus tipe 1
Hiperglikemia aktif
PENATALAKSANAAN
o Non Medikamentosa
Bed rest
Diet rendah lemak dan karbohidrat
o Medikamentosa
IVFD ringer laktat 20 tpm

35

Ceftriaxone 1 gram diberikan setiap 12 jam IV


Ketolorac 30 mg diberikan setiap 8 jam IV
Neurobion 5000 drips 1 ampl/24 jam
Parasetamol 500 mg 1 tablet dan bila masih panas dapat diberi

setiap minimal 4 jam (max 5 tablet/24 jam)


Injeksi Insulin Novorapid
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN
GDP setiap hari
HbA1c setiap 3 bulan sekali
Ureum, Kreatinin, Kolesterol Total, HDL, LDL, dan trigliserida
IX.
PROGNOSIS
Dubia et bonam
X.
FOLLOW UP

No
1

Tanggal

Follow Up

24-10-2012

S = Nyeri diseluruh badan,terasa lemas


Sering kencing, saat malam hari sampe 5 kali
Sering haus
Sering lapar
O = TD : 100/70 mmHg P : 24 kali/menit
N : 104 kali/menit S : 36C
KU : Sakit sedang
Kepala : Anemia tidak ada
Ikterus tidak ada
Leher : Massa tidak ada
JVP R-2 cmH2O
Thorax : Vesikuler kanan sama dengan kiri
Bunyi tambahan tidak ada
Jantung : BJ1 dan BJ2 murni reguler
Abdomen : Peristaltik positif , kesan normal
Ekstremitas :Terdapat bisul pada kedua
paha dan lutut, terdapat pus,
terdapat darah, tidak ada
jaringan nekrotik, terdapat bau
busuk, dan terdapat nyeri
tekan.
Hasil Lab : Tgl 23-10-2012
HCT 32,9%
PLT 598 x 103/Ul
36

TTD
Dokter

25-10-2012

WBC 36,6 x 103/UL


GDS 455 mg/dl
Ureum 15 mg/dl
Kreatinin 0,9 mg/dl
A = DM Tipe 2 dengan Abses Gluteal Sinistra
P = IV RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 g diberikan setiap 12 jam/IV
Ranitidin 25 ml diberikan setiap 12 jam/IV
Ketorolac 30 mg diberikan setiap 8 jam/IV
Neurobion 5000 Drips diberikan 1amp/24
jam
Novorapid 8-8-6
S = Nyeri pada daerah bokong
Badan terasa lemas
Susah tidur
Sering kencing, saat malam hari sampe 5 kali
Sering haus
Sering lapar
O = TD : 100/70 mmHg P : 20 kali/menit
N : 80 kali/menit
S : 36C
KU : Sakit sedang
Kepala : Anemia tidak ada
Ikterus tidak ada
Leher : Massa tidak ada
JVP R-2 cmH2O
Thorax : Vesikuler kanan sama dengan kiri
Bunyi tambahan tidak ada
Jantung : BJ1 dan BJ2 murni reguler
Abdomen : Peristaltik positif , kesan normal
Ekstremitas :Terdapat bisul pada kedua
paha dan lutut, terdapat pus,
terdapat darah, tidak ada
jaringan nekrotik, terdapat bau
busuk, dan terdapat nyeri
tekan.
A = DM Tipe 2 dengan Abses Gluteal Sinistra
P = IV RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 g diberikan setiap 12 jam/IV
Ranitidin 25 ml diberikan setiap 12 jam/IV
Ketorolac 30 mg diberikan setiap 8 jam/IV
Neurobion 5000 Drips diberikan 1amp/24
jam
37

26-10-2012

27-10-2012

Novorapid 8-8-6
S = Nyeri didaerah bokong
Sering kencing, saat malam hari sampe 5 kali
Sering haus
Sering lapar
O = TD : 110/70 mmHg P : 18 kali/menit
N : 76 kali/menit
S : 36,3C
KU : Sakit sedang
Kepala : Anemia tidak ada
Ikterus tidak ada
Leher : Massa tidak ada
JVP R-2 cmH2O
Thorax : Vesikuler kanan sama dengan kiri
Bunyi tambahan tidak ada
Jantung : BJ1 dan BJ2 murni reguler
Abdomen : Peristaltik positif , kesan normal
Ekstremitas :Terdapat bisul pada kedua
paha dan lutut, terdapat pus,
terdapat darah, tidak ada
jaringan nekrotik, terdapat bau
busuk, dan terdapat nyeri
tekan.
A = DM Tipe 2 dengan Abses Gluteal Sinistra
P = IV RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 g diberikan setiap 12 jam/IV
Ranitidin 25 ml diberikan setiap 12 jam/IV
Ketorolac 30 mg diberikan setiap 8 jam/IV
Neurobion 5000 Drips diberikan 1amp/24
jam
Novorapid 8-8-6
S = Nyeri diseluruh badan,terasa lemas
Sering kencing, saat malam hari sampe 5 kali
Sering haus
Sering lapar
O = TD : 110/80 mmHg P : 20 kali/menit
N : 80 kali/menit S : 36,5C
KU : Sakit sedang
Kepala : Anemia tidak ada
Ikterus tidak ada
Leher : Massa tidak ada
JVP R-2 cmH2O
Thorax : Vesikuler kanan sama dengan kiri

38

28-10-2012

Bunyi tambahan tidak ada


Jantung : BJ1 dan BJ2 murni reguler
Abdomen : Peristaltik positif , kesan normal
Ekstremitas :Terdapat bisul pada kedua
paha dan lutut, terdapat pus,
terdapat darah, tidak ada
jaringan nekrotik, terdapat bau
busuk, dan terdapat nyeri
tekan.
A = DM Tipe 2 dengan Abses Gluteal Sinistra
P = IV RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 g diberikan setiap 12 jam/IV
Ranitidin 25 ml diberikan setiap 12 jam/IV
Ketorolac 30 mg diberikan setiap 8 jam/IV
Neurobion 5000 Drips diberikan 1amp/24
jam
Novorapid 8-8-6
S = Nyeri diseluruh badan,terasa lemas
Sering kencing, saat malam hari sampe 5 kali
Sering haus
Sering lapar
O = TD : 110/70 mmHg P : 18 kali/menit
N : 76 kali/menit S : 36C
KU : Sakit sedang
Kepala : Anemia tidak ada
Ikterus tidak ada
Leher : Massa tidak ada
JVP R-2 cmH2O
Thorax : Vesikuler kanan sama dengan kiri
Bunyi tambahan tidak ada
Jantung : BJ1 dan BJ2 murni reguler
Abdomen : Peristaltik positif , kesan normal
Ekstremitas :Terdapat bisul pada kedua
paha dan lutut, terdapat pus,
terdapat darah, tidak ada
jaringan nekrotik, terdapat bau
busuk, dan terdapat nyeri
tekan.
A = DM Tipe 2 dengan Abses Gluteal Sinistra
P = IV RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 g diberikan setiap 12 jam/IV

39

6.

29-10-2012

30-10-2012

Ranitidin 25 ml diberikan setiap 12 jam/IV


Ketorolac 30 mg diberikan setiap 8 jam/IV
Neurobion 5000 Drips diberikan 1amp/24
jam
Novorapid 8-8-6
S = Nyeri dada tembus belakang
Sering haus
Sering lapar
O = TD : 100/60 mmHg P : 18 kali/menit
N : 80 kali/menit S : 36C
KU : Sakit sedang
Kepala : Anemia tidak ada
Ikterus tidak ada
Leher : Massa tidak ada
JVP R-2 cmH2O
Thorax : Vesikuler kanan sama dengan kiri
Bunyi tambahan tidak ada
Jantung : BJ1 dan BJ2 murni reguler
Abdomen : Peristaltik positif , kesan normal
Ekstremitas :Terdapat bisul pada kedua
paha dan lutut, terdapat pus,
terdapat darah, tidak ada
jaringan nekrotik, terdapat bau
busuk, dan terdapat nyeri
tekan.
A = DM Tipe 2 dengan Abses Gluteal Sinistra
P = IV RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 g diberikan setiap 12 jam/IV
Ranitidin 25 ml diberikan setiap 12 jam/IV
Ketorolac 30 mg diberikan setiap 8 jam/IV
Neurobion 5000 Drips diberikan 1amp/24
jam
Novorapid 8-8-6
S = Nyeri dada tembus belakang
Sesak napas
Badan lemas
O = TD : 100/60 mmHg P : 18 kali/menit
N : 80 kali/menit
S : 36C
KU : Sakit sedang
Kepala : Anemia tidak ada
Ikterus tidak ada
Leher : Massa tidak ada

40

JVP R-2 cmH2O


Thorax : Vesikuler kanan sama dengan kiri
Bunyi tambahan tidak ada
Jantung : BJ11 dan BJ2 murni reguler
Abdomen : Peristaltik positif , kesan normal
Ekstremitas :Terdapat bisul pada kedua
paha dan lutut, terdapat pus,
terdapat darah, tidak ada
jaringan nekrotik, terdapat bau
busuk, dan terdapat nyeri
tekan.
Hasil Lab : Tgl 29-10-2012
GDS 404 mg/dl
A = DM Tipe 2 dengan Abses Gluteal Sinistra
P = IV RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 g diberikan setiap 12 jam/IV
Ranitidin 25 ml diberikan setiap 12 jam/IV
Ketorolac 30 mg diberikan setiap 8 jam/IV
Neurobion 5000 Drips diberikan 1amp/24
jam
Novorapid 8-8-6
Interistin Tablet 50 mg diberikan 1 kali sehari

Resume
Seorang perempuan umur 35 tahun dengan keluhan bisul awalnya
kecil didaerah bokong sebelah kiri kemudian perlahan-lahan membesar lalu
menyebar pada bagian paha terasa sakit dan gatal , memberat sebelum masuk
rumah sakit. Dialami sejak 2 minggu lalu. Ada demam sejak semalam, terusmenerus, tidak ada mual dan muntah, sejak 3 tahun tidak mengalami haid,
tidak ada keputihan. Sering merasa haus dan napsu makan bertambah tetapi

41

berat badan cenderung menurun sebanyak 15 kilo selama 3 tahun, merasa


keram-keram pada kedua kaki terutama pada pagi hari, penglihatan jauh dan
dekat mulai kabur.
BAB biasa, frekuensi 1x/ hari, warna kuning, ada ampas, tidak ada
lender, tidak ada darah. BAK lancer, warna kekuningan dan sering pada
malah hari, frekuensi 5 kali
Riwayat penyakit terdahulu sebelumnya pernah menderita DM
terakhir periksa GDS 500 mg/dl

3 tahun lalu. Riwayat penyakit dalam

keluarga Ibu kandung menderita DM. Status pasien sakit sedang, gizi kurang,
serta pasien dalam keadaan kompos mentis. Tanda vital Tekanan Darah :
120/70 mmHg, Nadi : 60 kali/menit (reguler), Pernapasan : 18 kali/menit,
Suhu : 38 C aksiler. Pada pemeriksaan didapatkan papul bulat pada bagian
punggung, bokong dan kedua paha dan lutut berisi pus, darah, terasa sakit dan
meradang.
Diskusi
1. Diabetes mellitus tipe II uncontrolled
2. Abses Gluteal Sinistra
Pembahasan
Diabetes mellitus tipe II uncontrolled

Analisis
Pasien mengeluhkan sering buang air kecil terutama pada malam hari
dan pasien sering merasa haus, berat badan cenderung menurun, mulai
merasa keram-keram pada kedua telapak kaki. Pasien memiliki riwayat
42

diabetes mellitus 3 tahun yang lalu, namun pasien tidak patuh minum

obat anti diabetes karena merasa tidak ada keluhan yang menganggu.
Diagnosis
Tahap diagnostik awal yang paling penting pada pasien ini adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Pada pemeriksaan laboratorium,

didapatkan peningkatan kadar glukosa darah sewaktu 455 mg/dl


Terapi
o Terapi awal yang diberikan pada pasien ini adalah rehidrasi cairan
menggunakan Ringel raktat.
o Antidiabetes yang diberikan pada pasien ini insulin yang digunakan

adalah novorapi
Monitoring
Pengawasan yang dapat adalah dengan melihat kadar glukosa darah per
hari dan dievaluasi, Selain pengawasan terhadap kadar glukosa darah,
pengawasan terhadap gizi juga dilakukan, pasien dengan diabetes
mellitus harus melakukan diet dan juga olahraga.

Abses Gluteal Sinistra

Analisis
Keluhan utama berupa bisul awalnya berukuran kecil didaerah bokong
sebelah kiri kemudian perlahan-lahan membesar lalu menyebar pada
bagian paha terasa sakit dan gatal, demam sejak malam hari terusmenerus, tidak ada mual dan muntah
Dari pemeriksaan didapatkan bentuk papul bulat pada bagian bokong

dan kedua paha berisi pus,darah, terasa sakit dan meradang


Diagnosis
Dari hasil lab darah ditemukan leukositosis sebagai petanda infeksi

Terapi

43

o Terapi Simtomatis dapat diberikan pada pasien ini berupa


analgetik, antipiretik.
o Terapi abses adalah perawatan luka
o Antibiotik diberikan secara intra vena

Monitoring
Pengawasan yang dapat adalah merawat luka mengganti perban 2 kali
sehari setiap pagi dan sore hari

Abses Gluteal Sinistra dan Diabetes Mellitus

Korelasi ini berdasarkan pada status glikemik pasien diabetes dan


komplikasi

klasik

retinopati,nefropati,

yang

biasa

penyakit

terjadi

pada

makrovaskuler

diabetes
dan

seperti

mekanisme

penyembuhan luka bepengaruh terhadap pembentukan infeksi dan

terjadinya abses
Adanya kontrol yang buruk pada pasien diabetes akan meningkatkan

risiko komplikasi diabetes


Beberapa mekanisme yang disebutkan diatas dapat dibagi menjadi :
o Fungsi sel
o Perubahan dalam penyembuhan luka
o Mekanisme inflamasi
o Sitokin pro-inflamasi

44

Anda mungkin juga menyukai