Anda di halaman 1dari 9

Anamnesa :

A.

Indentitas :

1.

Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,

pendidikan,bahasa yang digunakan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber
informasi).
2.

Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,

pendidikan, bahasa yang digunakan, alamat, dan hubungan dengan pasien).


B.

Keluhan Utama :

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh
dampak dari trauma kepala di sertai penurunan tingkat kesadaran.
C.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Adanya riwayat trauma yang mengenai kapala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang di dapat biasanya meliputi tingkat
kesadaran menurun (GCS < 15), konvulsif, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau
tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran pernafasan, adanya likuor
dari hidung dan telinga, serta kejang. Adanya penurunan atau perubahan di dalam intrakranal.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
latergik,

tidak

responsive

dan

koma.

Perlu di tanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien tidak sadar) tentang
penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alcohol yang sering terjadi pada beberapa klien
yang suka ngebut-ngebutan.
D.

Riwayat penyakit Dahulu :

Pengkajian yang perlu di tanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala
sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan konsumsi alcohol berlebihan.

E.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus.
Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum : Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran

TTV :

TD : < 120/80 MmHg


N : < 60x / menit
RR : > 24x / menit
T :

B1

Breathing)

Perubahan pada system pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan serebral
akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik system ini akan
mendapatkan hasil seperti di bawah ini :
1.

Inspeksi :

Inspeksi di dapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,

penggunaan otot

bantu pernapasan.Ekspansi dada: di nilai penuh/tidak penuh dan kesmetrisannya.Pada observasi


ekspansi dada juga perlu di nilai: retraksi dari otot-otot intrakostal, substernal, pernafasan
abdomen dan respirasi paradox (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas dapat terjadi jika
otot-otot interkostal mampu menggerakkan dinding dada.
2.

Palpasi :

Pada palpasi, fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan jika
melibatkan trauma pada rongga torak.

3.

Perkusi :

Pada perkusi, adanya suatu redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada
torak/hematoraks.
4.

Auskultasi :

Pada auskultasi, bunyi napas tambahan seperti nafas bunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi secret, dan kemampuan batuk yang menurun yang sering di dapatkan pada
klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
5.

Pada klien dengan cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi pusat pernafasan, klien

biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien di rawat di ruang perawatan
intensif sampai kondisi klien menjadi stabil. Pengkajian klien cedera kepala berat dengan
pemasangan ventilator secara komperhensi merupakan jalur keperawatan kritis.

B2

(Blood)

a. Syok Hipovolemik (sering pada cedera kepala sedang dan berat ).


b. Tekanan darah normal /berubah.
c. Nadi bradikardi Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan hemeostatis tubuh
dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.Nadi bradikardi merupakan tanda dari
perubahan perfusi jaringan otak.
d. Kulit kelihatan pucat menunjukan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah.
e.. Hipotensi mendadak adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari syok.
f. Pada beberapa keadaan lain akibat trauma kapala akan merangsang pelepasan antideuretik
hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran
garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit sehingga
memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system
kardiovaskuler.

B3

(Brain)

Cedera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama akibat pengaruh peningkatan

tekanan intarakranial yang disebabkan adanya perdarahan baik bersifat hematom intraserebri,
subdural, dan epidural. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
1. Pengkajian

Tingkat

kesadaran

Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah paling sensitive untuk
disfungsi system persarafan.Beberapa system di gunakan untuk membuat peringkat dalam
perubahan

dalam

kewaspadaan

dan

keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat latergi,
stupor, semikomatosa sampai koma.
2.

Pengkajian

fungsi

serebral

a . Status mental :
Observasi penampilan, tingkah laku klien, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik
klien. Pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b.

Fungsi

intelektual

Pada beberapa keadaan klien cedera kepala di dapatkan penurunan dalam memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
c.

Lobus

frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis di dapatkan jika trauma kepala mengakibatkan
adanya kerusakan fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi. Disfungsi ini dapat di tujukan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerja sama.
d.

Hemisfer

Cedera kepala hemisfer kanan di dapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan
mempunyai kerentaan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkianan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Cedera kepala yang hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku

lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disphagia global, afasia dan
mudah frustasi.
e. Pengkajian saraf cranial :
1.

Saraf

Pada beberapa keadaan cedera kepala di area yang merusak anatomis dan fisiologis saraf klien
akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/ anosmia unilateral atau bilateral.
2. Saraf

II

Hematoma palpebera pada klien cedera kepala akan menurunkan lapang pandang dan
mengganggu fungsi saraf optikus. Perdarahan di ruang intracranial, terutama hemoragia
subaraknoid, dapat di sertai dengan perdarahan di retina. Anomial pembuluh darah di dalam otak
dapat bermanifestasi juga di fundus. Akan tetapi dari segala macam kelainan di dalam ruang
intracranial, tekanan intracranial dapat di cerminkan pada fundus.
3.Saraf

III,

IV,

dan

VI

Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan trauma yang merusak rongga
orbita. Pada kasus-kasus trauma kepala dapat di jumpai anisokoria. Gejala ini harus di anggap
sebagai tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda dini herniasi
tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala
terdapat anisokoria, bukan midriasis, melainkan miosis yang bergandengan dengan pupil yang
normal pada sisi yang lain, mak pupil yang miotik adalah abnormal. Miosis ini di sebabkan oleh
lesi di lobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti
pusat pusat siliospinal menjadi tidak aktif, sehingga pupil tidak berdilatasi mealinkan
berkonstriksi.
4.Saraf

Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis saraf trigenimus, di dapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
5.Saraf
Persepsi pengecapan mengalami perubahan.

VII

6.Saraf

VIII

Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan biasanya tidak di dapatkan
apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf vestibulekoklearis.
7.Saraf

IX

dan

Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.


8.Saraf

XI

Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik serta tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
9.Saraf

XII

Indra pengecapan mengalami perubahan.


f. Pengkajian

system

motorik

Pada inspeksi umum, di dapatkan hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda lain.
a.

Tonus
Di

dapatkan

b.

menurun

sampai

hilang

Kekuatan
Pada

c.

otot

penilaian

menggunakan

tingkat

otot

kekuatan

otot

di

dapatkan tingkat

0.

Keseimbangan dan koordinasi


Di dapatkan mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.

g. Pengkajian

refleks

Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat
refleks

pada

respon

normal.

Pemeriksaan patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang limpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali di dahului dengan refleks patologis.
h. Pengkajian

Sistem

Sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terjadi ketidakmampuan untuk menginterprestasikan


sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek

dalam

area

spasial)

sering

terlihat

pada

klien

dengan

hemiplegia

kiri.

Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin
lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi( kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
pada tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.

B4

(Bladder)

Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya perfusi
pada ginjal. Setealh cedera kepala, klien mungkin mengalami inkontenensia urine karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk
menggunakan system perkemihan karena kerusakan kotrol motorik dan postural. Kadang-kadang
control sfinter urinarius eksternal hialang atau berkurang. Selama periode ini, di lakukan
kateterisasi intermiten dengan prinsip steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan
kerusakan neurologis yang luas.

B5

(Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada
fase akut. Mual sampai muntah di hubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan
kerusakan

neuorologis

luas.

Pemerikasaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk
menilai ada tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen.
Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan
observasi bising usus selama kurang lebih 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat
tertelan udara yang berasal dari sekitar slang endotrakeal dan nasotrakeal.

B6

(Bone)

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstermitas. Kaji warna kulit,
suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan
adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas, telinga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat
pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau

syok. Pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya
hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit dapat dapat menunjukan adanya demam dan infeksi.
Integritas kulit meniali adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
Pola Fungsional Gordon :
a.

Aktivitas /istirahat

Adanya kelemahan /kelelahan,kaku,hilang kesem,kesadaran menurun,kelemahan otot,/spasma.


b.

Sirkulasi :

Tekanan darah normal/ bisa berubah,denyut nadi bradikardy,disritmia.


c.

Eliminasi

Tidak dapat menahan BAK dan BAB.bladder dan bowel incontinencia.


d.

Makanan dan cairan

Terdapat Mual muntah, muntah yang memancar masalah kesukaran menelan.


e.

Persyaraan/ neurosensori

Pusing, kehilangan kesadran sementara,amnesia seputar kejadian. Perubahan pada penglihatan,


gangguan pengecapan dan juga penciuman , kesadaran menurun bisa sampai coma, dan
perubahan status mental.
f.

Kenyaman/ nyeri

Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasinya, agak lama,wjah merengut, respon menarik
diri pada rangsangan nyeri yang gelisah.
g.

Pernafasan

Adnya perubahan pola nafas.

h.

Keamanan

Ada riwayat kecelakaan, terdapat trauma, perubahan penglihatan, kulit, ketidaktahuan tentang
keadannya, kelemahan otot-otot,paradise,demam.
i.

Konsep diri

Adanya perubahan tingkah laku, kecemasan, berdebar, bingung.

j.

Interaksi sosial

Afasia motorik/senorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

Anda mungkin juga menyukai