A. MUQODDIMAH
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allahu Ta'ala. kita memujiNya
meminta pertolongan kepadaNya dan memohon ampunanNya, serta berlindung
kepada Allah dari kejelekan diri diri kita dan dari kejahatan amalan amalan kita.
Barangsiapa yang Allah beri petunjuk padanya, maka tiada yang dapat
menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tiada yang bisa
menunjukkinya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi
dengan benar kecuali Allahu Ta'alaa dan tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.
Muhasabah (introspeksi) pada jiwa ada dua macam: sebelum beramal dan
setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya seseorang
menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru
berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik
daripada meninggalkannya.
Tidak semua yang ingin dilakukan oleh seorang hamba itu mampu dilakukan,
dan tidak setiap yang mampu dilakukan itu berarti melakukannya lebih baik
daripada meninggalkannya. Dan tidak setiap yang demikian itu ia lakukan
karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak pula setiap yang dilakukan karena
Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia akan mendapatkan bantuan. Maka jika ia
bermuhasabah pada dirinya, akan jelas baginya apa yang dilakukan dan apa yang
akan ditinggalkan.
Berikutnya adalah muhasabah setelah beramal, terbagi dalam tiga macam;
Pertama: muhasabah pada amal ketaatan yang ia tidak memenuhi hak Allah
padanya, di mana ia tidak melakukannya sebagaimana semestinya. Hak Allah
Subhanahu wa Ta'ala pada sebuah amal ketaatan ada enam: ikhlas dalam
beramal, niat baik kepada Allah, mengikuti Rasulullah Shallallahu `alaihi wa
sallam, berbuat baik padanya, mengakui nikmatAllah Subhanahu wa Ta'ala
padanya, menyaksikan adanya kekurangan pada dirinya dalam beramal. Setelah
itu semua maka ia memuhasabah dirinya, apakah ia memenuhi hak-hak itu dan
apakah ia melakukannya ketika melakukan ketaatan itu? Kedua: muhasabah jiwa
dalam setiap amalan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan. Ketiga:
muhasabah jiwa dalam perkara yang mubah atau yang biasa. Mengapa ia
melakukannya? Apakah ia niatkan karena Allah dan negeri akhirat, sehingga ia
beruntung? Atau ia inginkan dengannya dunia dan balasannya yang cepat
sehingga ia kehilangan keberuntungan itu?
Orang yang membiarkan amalnya, tidak bermuhasabah, berlarut-larut serta
memudah-mudahkan perkaranya, sungguh ini akan menyampaikan dirinya